Anda di halaman 1dari 4

12

BAB III
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Kondisi Geografis


Kota Ternate merupakan ibukota Provinsi Maluku Utara. Kota Ternate
memiliki karakter sebagai kota pulau yang terdiri dari tujuh pulau yaitu Pulau
Ternate, Pulau Hiri, Pulau Moti, Pulau Batang Dua, Pulau Tifure, Pulau Mayau, dan
Pulau Gurida. Pulau Ternate paling pesat pertumbuhannya karena merupakan pulau
utama sebagai pusat aktivitas ekonomi. Secara administrasi Pulau Ternate terbagi
menjadi empat kecamatan yaitu Kecamatan Ternate Utara, Kecamatan Ternate
Tengah, Kecamatan Ternate Selatan, dan Kecamatan Pulau Ternate. Secara geografis
Pulau Ternate terletak di sebelah barat Pulau Halmahera dan di sebelah barat laut
Pulau Tidore yaitu 0o75’LU-0o90’LU dan 127o07’BT-127o13’BT (Dewi 2006).

3.2 Kondisi Fisik Pulau Ternate


3.2.1 Geomorfologi
Pulau Ternate berbentuk bulat kerucut atau strato volcano. Sebagian besar
daerah di Pulau Ternate berbukit dan bergunung serta memiliki ciri topografis
bervariasi dengan kemiringan diatas 40 derajat, yaitu seluas 51% dari luas
wilayahnya. Pulau Ternate memiliki gunung vulkanis yaitu gunung Gamalama
dengan tinggi 1715 m. Pulau Ternate terdiri dari pulau vulkanis dan pulau karang
dengan kondisi jenis tanah regosol dan rensina. Jenis tanah regosol yaitu jenis tanah
yang khas berada di daerah vulkanis. Tanah regosol memiliki bahan induk utama batu
pasir yang potensial untuk dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan material
bangunan. Adapun jenis tanah podsolik yaitu tanah batuan beku yang memiliki daya
dukung terhadap beban bangunan yang sangat baik.
Secara geomorfologi, terdapat lahan berkelerengan tinggi dengan luasan yang
cukup besar sehingga sulit dikembangkan untuk kegiatan permukiman dan industri
skala besar. Pengembangan lahan untuk perkotaan terbatas di wilayah pesisir
meskipun tidak menutup kemungkinan untuk pengembangan reklamasi kawasan
13

pantai. Keberadaan gunung berapi Gamalama di tengah-tengah Pulau Ternate yang


masih aktif dan sulit diprediksi keaktifannya menjadi pembatas dalam pengembangan
lahan perkotaan. Pembangunan pusat-pusat permukiman masih terkonsentrasi di
kawasan pantai dengan konsentrasi kepadatan tertinggi yaitu di bagian selatan (Dewi
2006).

3.2.2 Topografi dan Ketinggian Wilayah


Tingkat ketinggian lahan dari permukaan laut di wilayah Pulau Ternate cukup
bervariasi yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori. Kategori rendah (0-500
m) untuk permukiman, pertanian, perdagangan, dan pusat pemerintahan; kategori
sedang (500-700 m) untuk hutan konservasi dan usaha kehutanan; kategori tinggi
(>700 m) untuk hutan lindung. Ciri topografi atau kemiringan rendah terletak linear
memanjang mengikuti beberapa pesisir pantai pada posisi 0-2 derajat seluas 54,96
km2 atau 22%. Daya dukung pengembangan ruang-ruang budidaya di Pulau Ternate
hanya terbatas pada bagian pesisir dengan kemiringan sampai sekitar 25%. Dukungan
lahan untuk fungsi permukiman hanya tersebar di bagian pesisir dengan kelandaian
yang sesuai syarat untuk dijadikan perumahan (Dewi 2006).

3.2.3 Iklim
Pulau Ternate adalah daerah kepulauan dengan ciri iklim tropis. Curah hujan
bulan tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu 546 mm dan terendah pada bulan Oktober
42 mm. Nilai rata-rata curah hujan bulanan adalah 184,68 mm dan rata-rata curah
hujan tahunan sekitar 2.322,70 mm. Jumlah hari hujan rata-rata 202 hari dan nilai
rata-rata hujan tertinggi pada bulan Januari dan November yaitu 20 hari hujan dan
terendah bulan Agustus sebanyak 12 hari hujan (Badan Meteorologi dan Geofisika
Kota Ternate 2004).
Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan angin di wilayah Pulau Ternate
berkisar antara 2,9-5,2 knot dengan kecepatan terbesar bulanan berkisar antara 16-28
knot. Arah angin terbanyak dari Barat Laut yang terjadi pada bulan Januari, Februari,
Maret, dan April. Sedangkan bulan Mei dan Juni angin terbanyak bertiup dari Barat
14

Daya serta pada bulan Juli, Agustus, September, dan Oktober angin terbanyak bertiup
dari arah Tenggara (Pancaroba), pada bulan November dan Desember angin kembali
bertiup dari arah Barat Laut. Nilai rata-rata kelembaban tertinggi pada bulan-bulan
yang curah hujannya tinggi, meskipun variasi tiap bulannya tidak tinggi. Kelembaban
tertinggi pada bulan Februari, Maret, dan Desember 85% dan terendah pada bulan
Juli dan Agustus yaitu 76% (Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Ternate 2011).

3.3 Kondisi Biotik Pulau Ternate


3.3.1 Flora
Jenis-jenis flora yang berada di Pulau Ternate bervariasi menurut ketinggian
tempat. Ketinggian dibawah 100 mdpl atau kawasan disekitar tepi laut ditumbuhi
dengan kelapa hijau (Cocos nucifera), waru laut (Hibiscus tiliaceus), ketapang
(Terminalia catappa), nyamplung (Callophyllum inophyllum), dan rusa/bakau-
bakauan. Pada ketinggian 100-800 mdpl dapat dijumpai kawasan dengan habitat
hutan tanaman perkebunan seperti cengkeh (Syzygium aromaticum), pala (Myristica
fragrans), kayu manis (Cinnamomum burmanii), durian (Durio zibethinus), sengon
(Parasarianthes falcataria), dan bambu (Bambusa sp). Pada ketinggian 800-1000
mdpl dijumpai area penghijauan dengan pohon linggua (Pterocarpus indicus),
mahoni (Swietenia mahagoni), matoa (Pometia pinnata), pala (Myristica fragrans),
nyatoh (Payena leerii), dan durian (Durio zibethinus) yang ditanam dalam rangka
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kota Ternate tahun 2007/2008.
Sedangkan diatas ketinggian 1000-1460 mdpl mulai ditemukan tumbuhan asli seperti
kelapa hutan (Borrassodendron sp), rufu, paku-pakuan, limo-limo, dan gusale
(Widodo 2011).

3.3.2 Fauna
Beberapa jenis fauna yang terdapat di Pulau Ternate yaitu biawak (Varanus
salvator), ular (Phyton sp), soa-soa, kuskus mata biru (Phalanger matabiru),
beberapa jenis kelelawar, dan kupu-kupu (Nursjafani 2006). Selain itu tentunya
burung-burung yang hidup di kawasan Pulau Ternate memiliki keunikan tersendiri
15

karena adanya Gunungapi Gamalama. Berdasarkan hasil observasi Burung Indonesia,


terdapat 63 jenis burung dari 35 suku yang ditemukan di Pulau Ternate. Sedangkan
berdasarkan penelitian Widodo (2011), jenis-jenis burung yang umumnya dijumpai
selama dilakukannya observasi di sekitar kaki gunung Gamalama Pulau Ternate yaitu
Walet sapi (Collocalia esculenta), perling maluku (Aplonis mysolensis), burung madu
hitam (Leptocoma sericea), dan nuri kalung ungu (Eos squamata). Jumlah jenis
burung yang dijumpai di sekitar kaki gunung Gamalama Pulau Ternate yaitu 34 jenis
atau sekitar 25% dari total jenis burung yang seharusnya terdapat di Ternate.

3.4 Kondisi Sosial Ekonomi


3.4.1 Kependudukan
Jumlah penduduk Pulau Ternate berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi
Maluku Utara tahun 2011 sebanyak 185.705 jiwa atau 17,88% dari jumlah penduduk
Provinsi Maluku Utara. Kota Ternate yang memiliki luas 133,74 km2 dengan jumlah
penduduk 185.705 jiwa mempunyai kepadatan penduduk sekitar 60,01 jiwa/km2
(Badan Pusat Statistik 2011).
Perkembangan penduduk di Pulau Ternate selama lima tahun terakhir
mengalami kecenderungan peningkatan khususnya di wilayah Kecamatan Kota
Ternate Selatan dan Kecamatan Kota Ternate Utara. Peningkatan ini disebabkan
faktor urbanisasi, migrasi, maupun dari kawasan Pulau Halmahera akibat konflik
etnis beberapa waktu lalu dan migrasi dari regional lain yaitu Sulawesi, Ambon,
Papua bahkan dari Kalimantan, Jawa, dan Sumatera. Meningkatnya arus urbanisasi
dan migrasi juga disebabkan oleh semakin terbukanya arus transportasi laut yang
menghubungkan Kota Ternate dengan kawasan sekitarnya dan beberapa kota lainnya
(Dewi 2006).

Anda mungkin juga menyukai