Anda di halaman 1dari 24

DASAR-DASAR FOTOBIOLOGI DAN FOTOIMUNOLOGI

PADA KULIT

PENDAHULUAN

Pengetahuan tentang hubungan antara sinar matahari dengan kulit merupakan dasar
pengertian tentang patogenesis, diagnosis, dan pengobatan terhadap lebih dari 100 penyakit
kutaneus.Matahari sejak dulu dipercaya memiliki kekuatan penyembuhan yang dapat
menjangkau secara luas. Sinar matahari juga penting untuk sintesis vitamin D3 dan
pengaturan jam biologis manusia. Pada sisi negatif, sinar matahari dapat menimbulkan reaksi
kulit inflamasi baik akut maupun kronik, kanker kulit, dan photoaging, serta mencetuskan
efek samping pada obat tertentu.

Fotodermatologi merupakan suatu studi interaksi antara kulit manusia dan radiasi UV
serta radiasi yang tampak. Untuk mendapatkan pengertian tentang respon kulit terhadap UV
dan radiasi yang terlihat, penting untuk mengerti terlebih dahulu tentang prinsip yang
mendasari interaksi dari gelombang2 sinar matahari dengan biomolekul pada kulit.

Ketika UV dan foton cahaya yang terlihat mencapai permukaan kulit, terjadi tahapan
langkah transformasi energi dari radiasi menjadi respon yang dapat diamati. Pertama, radiasi
harus masuk pada bagian yang tepat dari kulit agar dapat diabsorpsi oleh molekul2 di kulit
yang dinamakan dengan istilah chromophores (kromofor).

Setelah menyerap energi dari suatu foton, kromofor berada pada kondisi tereksitasi
yang menimbulkan terjadinya berbagai reaksi fotokimia yang mengubah kromofor menjadi
molekul yang baru, yang disebut fotoproduk (photoproduct). Molekul-molekul fotoproduk ini
menstimulasi jalur transduksi sinyal seluler yang menyebabkan berbagai perubahan biokimia
yang berakhir mengakibatkan timbulnya efek-efek seluler, seperti proliferasi, sekresi sitokin,
dan apoptosis pada respon kulit akut. Tahapan kejadian yang sama juga terjadi pada respon
kulit kronik terhadap radiasi UV.

1
RADIASI ULTRAVIOLET DAN RADIASI YANG TERLIHAT

Radiasi Ultraviolet

Untuk fotobiologi kedokteran, rentang panjang gelombang UV (antara 200-400 nm)


dibagi menjadi: UVA, UVB, dan UVC.Panjang gelombang antara 200-290 nm disebut
sebagai UVC atau radiasi germisidal. Panjang gelombang ini diserap kuat oleh DNA dan
dapat bersifat lethal bagi sel epidermis yang viabel atau bagi bakteri. Lampu UVC menyala
pada panjang gelombang 254 nm dan digunakan untuk memurnikan air dan udara. Paparan
terhadap mata dan kulit harus dihindari karena adanya bahaya keratitis UV dan mutasi.

Panjang gelombang antara 290-320 nm disebut sebagai mid-UV atau spektrum


sengatan matahari (sunburn). Panjang gelombang yang juga disebut UVB ini merupakan
panjang gelombang yang paling aktif secara biologis. Kebanyakan obat pelindung sinar
matahari (sunscreen) memantulkan atau menyerap panjang gelombang ini secara efisien.
Panjang gelombang yang berbeda pada rentang UVB dapat mengakibatkan respon yang sama

2
sekali sangat berbeda.Contohnya yaitu radiasi pada panjang gelombang 297 nm hampir 100
kali lebih eritemogenik dibandingkan dengan radiasi pada 313 nm dan lebih merusak DNA
serta menyebabkan fotokarsinogenesis.

Gelombang panjang UV atau UVA (320-400 nm) kadang disebut cahaya hitam (black
light) yang bersifat tidak kasat mata tetapi menyebabkan beberapa substansi tertentu
mengeluarkan fluoresensi yang dapat dilihat. 95% radiasi UV yang sampai ke permukaan
bumi adalah radiasi UVA, sehingga perlindungan terhadap UVA sangat penting untuk
meminimalisasi efek pada kulit seperti photoaging dan karsinogenesis. UVA dapat dibagi
menjadi: UVA I (340-400 nm) dan UVA II (320-340 nm) karena sifat UVA II yang lebih
merusak.

Radiasi yang Terlihat

Spektrum yang kelihatan dengan mata (400 dan 760 nm) diartikan sebagai panjang
gelombang yang diterima sebagai warna oleh retina. Masing-masing warna spesifik memiliki
panjang gelombang yang berbeda. Respon kulit terhadap cahaya yang tampak pada umumnya
membutuhkan fotosensitisasi. Sumber-sumber cahaya berpulsasi yang kuat, biasanya laser,
digunakan untuk mengobati lesi vaskular, berpigmen dan lesi lainnya tanpa aplikasi
pewarnaan fotosensitisasi.

3
Sinar Lain dari Radiasi Elektromagnetik

Sinar X dan sinar γ merupakan panjang gelombang akhir (energi tinggi) yang pendek
dari spektrum EM.Panjang gelombang ini membunuh sel tumor dengan mengionisasi
molekul air dan menghasilkan radikal bebas yang merusak DNA (ionizing radiation). Radiasi
inframerah memiliki energi lebih rendah dibandingkan cahaya yang tampak. Radiasi
inframerah dibedakan menjadi: IR-A (760-1440 nm), IR-B (1440-3000 nm), dan IR-C (3000
nm – 1 mm). Berlawanan dengan IR-B dan IR-C, IR-A masuk ke dalam dermis dan
menyebabkan efek biologis. Panjang gelombang IR-A dapat bersifat merusak kulit tetapi juga
berguna untuk efek terapi, meskipun mekanisme dari kedua efek ini masih belum jelas. IR-B
dan IR-C keduanya dirasakan sebagai panas. Penelitian terbaru mengatakan panjang
gelombang IR-A juga memiliki efek terapeutik.

SUMBER-SUMBER RADIASI UV DAN RADIASI YANG TERLIHAT

Sinar Matahari

Panjang gelombang terpendek dari spektrum matahari yang mencapai permukaan


bumi adalah 290 nm. UV gelombang pendek yang dipancarkan oleh matahari disaring oleh
lapisan ozon dan oksigen molekul stratosfer. Matahari memproduksi radiasi UV sebanyak 2-6
mW/cm2denganpanjang gelombang antara 290-400 nm. Penyaringan panjang gelombang
yang kurang dari 290 nm oleh ozon adalah sangat penting karena panjang gelombang pendek
UVC sangat merusak bagi hewan dan tanaman. Perubahan kecil dalam lapisan ozon dapat
menyebabkan kenaikan radiasi UV yang berbahaya di permukaan bumi.

Sumber Buatan dari Radiasi Ultraviolet dan Yang Terlihat

Sumber Cahaya Pijar

Sumber cahaya pijar terdiri dari suatu arus listrik yang berjalan melalui suatu filamen
metal, memanaskan filamen tersebut dan membuatnya mengeluarkan radiasi EM. Yang
termasuk dalam sumber cahaya pijar adalah bola lampu listrik dalam spektrum yang tampak
dan inframerah. Sumber cahaya ini memiliki panjang gelombang kurang dari 360 nm.

Sumber Arc

Yang termasuk dalam sumber arc adalah lampu xenon, lampu merkuri, lampu neon,
dan lampu halida. Elektron yang digerakkan melalui suatu gas akibat adanya perbedaan

4
potensial antara 2 elektroda. Molekul gas antara elektroda tersebut terionisasidan kemudian
mengeluarkan radiasi EM.

Lampu xenon dapat memancarkan radiasi UV dan radiasi yang tampak. Sedangkan
lampu merkuri bertekanan rendah memancarkan 85% dari energi radiasi pada panjang
gelombang 254 nm. Dalam praktek medis, lampu merkuri yang bertekanan sedang dan tinggi
digunakan sebagai sumber UVB. Lampu neon merupakan sumber UVA untuk terapi PUVA.
Sebuah lampu cahaya dengan gelombang puncak 311 nm (Phillips TL01) telah
dikembangkan untuk digunakan dalam fototerapi. Lampu ini merupakan sumber yang efisien
untuk terapi psoriasis. Lampu ini juga berhasil digunakan untuk terapi vitiligo dan dermatitis
atopik.

Fluorescent sunlamps (tipe FS) mengeluarkan sinar dengan panjang gelombang UVB.
Lampu wood merupakan lampu yang kecil, bertekanan rendah, sangat berguna untuk praktek
klinis (untuk diagnostik pada porfiria, vitiligo, infeksi jamur). Lampu halida dapat
memancarkan intensitas yang tinggi dari UVB dan khususnya di rentang UVA, sumber dari
fototerapi dan fotokemoterapi.

Laser

Laser menghasilkan radiasi sinar monokromatik. Laser memancarkan sinar UV, cahaya yang
tampak atau gelombang inframerah Aplikasinya dalam dermatologi yaitu dengan
menggunakan konsentrasi energi yang besar pada volume jaringan yang kecil.

DOSIMETRI RADIASI UV DAN RADIASI YANG TERLIHAT

Untuk mengobati pasien dengan jumlah dan panjang gelombang dari radiasi UV dan
cahaya tampak yang sesuai, sangatlah penting untuk mengetahui bagaimana radiasi tersebut
diukur dan hubungannya dengan lamanya paparan. Laju dimana energi radiasi diteruskan ke
suatu permukaan, seperti kulit, diekspresikan sebagai suatu daya yang diteruskan per unit
area permukaan (Power/area; W/cm2). Kuantitas ini disebut dengan istilah irradiance.

Irradiance (W/cm2) x Waktu (detik) = Dosis paparan atau Fluence (J/cm2).

5
UNSUR OPTIK DARI KULIT

Ketika radiasi UV dan radiasi yang tampak mengenai kulit, sebagian direfleksikan
dan disebarkan, sebagian diabsorbsi oleh kromofor di berbagai lapisan kulit, dan sebagian
lagi ditransmisikan ke dalam ke lapisan-lapisan sel hingga energi dari sinar yang jatuh telah
dihamburkan. Fraksi yang sangat kecil dari radiasi yang diabsorpsi dipancarkan kembali
dengan panjang gelombang yang lebih besar.Dua proses utama yang membatasi penetrasi UV
dan cahaya yang tampak ke dalam kulit yaitu absorpsi dan penyebaran, bervariasi sesuai
panjang gelombang. Panjang gelombang UV yang kurang dari 320 nm merupakan panjang
gelombang yang siap untuk diabsorpsi oleh protein, DNA, dan komponen lain dari sel
epidermis. Bersamaan dengan penyebaran sinar, absorpsi ini yang bertanggungjawab atas
penetrasi panjang gelombang yang sedikit ke dalam kulit.

Antara 5% dan 10% dari cahaya yang jatuh direfleksikan oleh permukaan luar dari
stratum korneum. Permukaan ini disebut specular reflectance yang relatif konstan untuk
semua panjang gelombang cahaya yang tampak dan mempengaruhi penampilan permukaan
kulit, yang sangat berkilat jika permukaannya halus, basah atau berminyak. Kebalikannya,
jika permukaan irreguler, cahaya tersebar dan kulit tampak kusam atau “kasar”.

Penyebaran merupakan proses apa pun yang membelokkan jalur radiasi optik.
Contohnya, kulit bersisik (pada psoriasis) menyebarkan lebih banyak cahaya dibanding kulit
normal.

Melanin menyerap panjang gelombang yang tampak secara relatif merata dan
normalnya hanya terletak di epidermis, berperan banyak sebagai penyaring densitas netral
untuk mengurangi pengiriman sinar pada dermis.Pada orang berkulit gelap, melanosom lebih
banyak dan lebih tersebar sehingga menyerap lebih banyak cahaya yang tampak sehingga
kulit tampak lebih gelap dibandingkan padayang berkulit putih.

6
ABSORPSI DARI RADIASI UV DAN RADIASI YANG TAMPAK OLEH
MOLEKUL-MOLEKUL DI KULIT

Ketika foton diambil oleh kromofor, absorpsi sudah terjadi. Setelah absorbsi, molekul
berisi ekstra energi dan membentuk molekul baru yang disebut fotoproduk. Molekul baru ini
yang akan memulai respon di sel-sel kulit. Dengan demikian, absorbsi merupakan langkah
pertama dalam respon fotobiologi.

Kulit terdiri dari air (yang utama), molekul organik seperti protein, lemak, asam
nukleat dan ion organik, meliputi Na+, Ca2+ dan Cl-. Molekul organik mengabsorbsi foton di
UVA, UVB dan pada regio spektrum cahaya yang tampak.Panjang gelombang khusus yang
diabsorbsi oleh masing-masing molekul (spektrum absorbsi) ditentukan oleh struktur dari
molekul (susunan elektron).Hanya radiasi yang diabsorpsi dapat memulai respon biologik.

Setelah menyerap energi dari foton, kromofor berada dalam kondisi tereksitasi yang
hanya bertahan sebentar sebelum bereaksi dengan molekul-molekul di dekatnya. Produk-
produk pada reaksi ini memulai proses transduksi sinyal yang menghasilkan respon yang
dapat diamati di kulit.

7
REAKSI FOTOKIMIA YANG MENIMBULKAN RESPON PADA KULIT

Molekul-Molekul yang dalam Kondisi Tereksitasi

Normalnya, molekul-molekul berada pada kondisi dasar (ground state) dan memiliki
distribusi elektron tertentu pada ruang di sekeliling inti dari atomnya. Untuk tiap molekul,
juga memiliki suatu serial dari kondisi elektronik dengan energi yang lebih tinggi dan
distribusi yang berbeda dari elektron; kondisi ini dinamakan kondisi tereksitasi (excited
state). Ketika suatu molekul dalam kondisi dasar menyerap energi foton dari UV atau cahaya
yang tampak, molekul akan mengalami perubahan menuju kondisi tereksitasi.

Suatu molekul yang berada pada kondisi tereksitasi yang pertama ini akan terbentuk
selama waktu yang sangat singkat, yang disebut singlet excited state dan bertahan selama
beberapa nanodetik.Molekul ini dapat kembali ke kondisi dasar dengan mengeluarkan cahaya
(fluoresensi) atau mengeluarkan energi panas, suatu proses yang disebut internal
conversion.Sebagai alternatif, singlet excited state dapat mengalami reaksi kimia untuk
membentuk fotoproduk, atau dapat mengalami perubahan ke kondisi tereksitasi lain dengan
energi yang lebi rendah, yaitu triplet excited state, oleh suatu proses yang dinamakan
intersystem crossing. Kondisi tereksitasi singlet dan triplet berbeda dalam perputaran dari
satu pasangan elektron dalam satu orbit. Jika perputarannya berlawanan disebut
kondisi/keadaan singlet. Jika perputarannya sama disebut keadaan triplet.Kondisi dasar
hampir selalu merupakan kondisi singlet. Kondisi tereksitasi triplet dapat bertahan dalam
waktu yang lebih lama (mikrodetik). Kondisi ini dapat memancarkan cahaya (fosforesensi),
mengalami reaksi kimia, atau kembali ke kondisi singlet melalui proses intersystem
crossing.Pembentukan fotoproduk oleh reaksi dari kondisi-kondisi tereksitasi merupakan
perhatian terbesar kita karena fotoproduk inilah yang memulai respon biologik.

Proses dari kondisi tereksitasi ini bertanggung jawab untuk efektivitas cahaya dalam
diagnosis dan terapi. Contohnya, fluoresensi selalu muncul setiap kali lampu Wood
digunakan. UVA yang dipancarkan dari lampu ini menyebabkan autofluoresensi dari serat
kolagen dermis. Panas yang dihasilkan oleh internal conversion bertanggung jawab dalam
menyebabkan denaturasi protein dan efek lain dari laser yang berpulsasi.Fototerapi lain dan
respon yang tidak diinginkan terhadap UV (penyakit-penyakit fototoksisitas dan
fotosensitivitas obat) merupakan akibat dari fotoreaksi dari kondisi tereksitasi singlet dan
triplet dengan molekul seluler.

8
Fotoproduk

Selama reaksi fotokimia dari suatu molekul tereksitasi, kromofor dapat diubah
menjadi molekul baru yang stabil, yang disebut fotoproduk. Seringnya, molekul fotoproduk
diproduksi ketika kromofor membentuk ikatan kovalen dengan molekul lain di dalam sel.
Reaksi ini dinamakan reaksi bimolekuler. Contoh yang penting adalah berupa pembentukan
ikatan kovalen antara psoralen dan DNA. Fototerapi untuk penyakit-penyakit seperti psoriasis
menggunakan reaksi fotokimia ini dimana akan menghasilkan DNA-psoralen cross-links,
yang terutama bersifat toksik terhadap sel dan penting untuk efek fototerapeutik PUVA.

Fotoproduk juga penting untuk berbagai respon akibat induksi UVB pada kulit.Ketika
suatu thymine atau cytosine diserap oleh UVB, kondisi tereksitasi akan berikatan secara
kovalen pada thymine atau cytosine yang berdekatan, membentuk struktur cincin yang
memiliki 4 anggota yang disebut cyclobutyl pyrimidine dimer (CPADA). Produk tambahan
juga terbentuk dengan struktur berbeda, tapi juga berasal dari ikatan kovalen dan disebut 6-4
fotoproduk.

7-dehydrocholesterol juga merupakan kromofor pada kulit yang menyerap radiasi


UVB.Reaksi fotokimia bervariasi dalam efisiensinya. Tiap molekul kromofor yang menyerap
foton mengalami reaksi fotokimia, karena terdapat beberapa jalur bagi molekul yang dalam
kondisi tereksitasi.

9
Fotosensitisasi

Ketika obat-obatan tertentu (tetrasiklin, quinolon, psoralen) dan zat-zat pewarna


menyerap radiasi UV/cahaya yang tampak, eritema lambat dan inflamasi dapat terlihat.
Fenomena ini disebut fotosensitivitas dan zat pewarna dan obat-obatan tersebut disebut
fotosensitiser. Pada banyak kasus, O2 dibutuhkan untuk terjadinya fotosensitivitas, kecuali
fototoksisitas oleh psoralen yang tdk memerlukan O2 dalam mekanisme fotosensitivitas.
Studi molekular menunjukkan bahwa respon fotosensitivitas diperantarai oleh Reactive
Oxyangen Species (ROS) yang merupakan molekul kecil dan radikal bebas yang
mengoksidasi molekul-molekul seluler secara cepat. Contohnya oksigen singlet, hidrogen
peroksida, anion superoksida, hidroksil radikal, dan nitric oxide. ROS ini mengoksidasi
lemak tak jenuh, asam amino tertentu dalam protein (histidine, methionine, tryptophan,
cysteine), dan asam nukleat. Produk-produk yang terbentuk akan memulai proses transduksi
sinyal yang akan menghasilkan mediator inflamasi seperti prostaglandin E2 (PGE2) dan
sitokin [Contoh: TNF-α, IL-1β].

Ketika suatu fotosensitiser menyerap foton UV dengan panjang gelombang yang


sesuai, perubahan pada energi elektron dapat menciptakan “kondisi tereksitasi triplet”.
Kemudian, fotosensitiser dapat bereaksi dengan O2 dari kondisi dasar. Transfer energi
mengembalikan fotosensitiser pada kondisi dasarnya sementara juga menghasilkan O2 singlet
yang sangat reaktif (1O2) . O2 singlet adalah unik dibandingkan dengan ROS yang lain
karena merupakan molekul dalam kondisi tereksitasi.

Fotosensitisasi kulit dihasilkan oleh obat-obat PADAT dan protoporfirin IX, porfirin
ini terakumulasi dengan kadar tinggi dalam sel darah merah pada pasien EPP (erythropoietic
protoporphyria) yang melibatkan pembentukan awal dari O2 singlet.Oksigen singlet juga
terlibat dalam mekanisme fototoksisitas untuk beberapa obat fototoksik. Namun, respon
fototoksisitas kulit yang dapat diamati sering berbeda dari apa yang terlihat pada
fotosensitivitas EPP. Hal ini mungkin akibat adanya agen-agen fotosensitiser pada lokasi
jaringan yang berbeda (epidermis, dermis, atau pembuluh darah). Fotosensitiser juga terdapat
pada lokasi yang berbeda di dalam sel-sel (nukleus, mitokondria, atau membran sel), yang
dapat mempengaruhi fotoproduk yang terbentuk dan efek kulit lebih lanjut dapat terlihat.
Kromofor penyerap UVA endogen diyakini dapat menghasilkan O2 singlet pada keratinosit
dan fibroblas. ROS lain juga diproduksi pada sel kulit setelah absorpsi foton oleh
fotosensitiser dan kromofor endogen.

10
Respon akut terhadap radiasi UV

Sengatan matahari dan tanning adalah efek yang paling jelas yang timbul pada pemaparan
dosis tunggal radiasi UV terhadap kulit. Banyak efek lain yang jarang timbul namun memiliki
efek fisiologis seperti, pembentukan formasi D3, mengubah respon imun, produksi peptida
antimikroba, dan gangguan fungsi dari lapisan pelindung epidermis. Sebagai penambahan,
paparan yang kronis dapat menimbulkan perubahan kulit kronis seperti kanker kulit dan
photoaging. Semua itu terjadi melalui proses kompleks UV merangsang aktivitas di
epidermis dan dermis yang melibatkan sitokin, neuropeptida, prostaglandin, ROS, dan
perubahan ekpresi setidaknya 600 protein.

Bahasan ini membahas tiga bagian berbeda: (1)UV menyebabkan inflamasi(sengatan


matahari), (2) sintesis vitamin D, dan (3) perubahan respon imun.

Inflamasi akut-Sengatan matahari

Eritema adalah indikator utama yang jelas terlohat pada inlamasi kulit yang dicetuskan oleh
UV. Peningkatan aliran darah pada pleksus superfisial dan dalam dikatakan bertanggung
jawab terhadap tampilan eritema dan peningkatan temperatur kulit. Dua tanda klasik lainnya
dari inflamasi, adalah bengkak yang disebabkan peningkatan vasopermebilitas dan nyeri
disebabkan karena pelepasan mediator pada saraf akhir. Baik radiasi UVA maupun UVB
menyebabkan inflamasi, walau proses mulainya fotokimia, proses signaling sel, dan proses
biokimia yang terlibat tidaklah sama. Eritema dikatakan sebagai titik akhir dalam mengukur
efek relatif dari perbedaan panjang gelombang UVA dan UVB, yang biasanya dalam bentuk
spektrum aksi.

Spektrum Aksi

Aktivitas dari spektrum menggambarkan panjang gelombang mana yang paling


efektif menyebabkan respon kulit.Dengan mengetahui spektrum aksi dari fotosensitivitas
pasien berguna dalam menentukan rencana pengobatan, dimana fototerapi paling efektif
ketika emisi cahaya sesuai dengan spektrum aksi untuk respon yang bermanfaat.Spektrum
aksi merupakan pengulangan (timbal-balik) dari jumlah foton yang jatuh yang diperlukan
ununtuk menghasilkan efek tertentu (axis Y) terhadap panjang gelombang (axis X). Secara

11
konvensional dalam dermatologi, pengulangan darifluence minimum (dosis paparan)
dibandingkan versuspanjang gelombang.

Inflamasi yang dicetuskan oleh UVB

Eritema biasanya muncul 3-5 hari setelah pajanan, dan mencapai intensitas maksimum 12-24
jam dan menghilang 72 jam setelahnya. Namun, saat dosis UVB tinggi, eritema akan muncul
segera, dan mencapai kadar maksimum serta bersifat lebih menetap, juga disertai nyeri dan
pembengkakan. Minimal Erythema Dose atau MED adalah fluence yang memunculkan
eritema minimal dalam 24 jam . MED UVB untuk kulit putih (Fitzpatrick tipe I-II)
menggunakan fluorensen tonjolan UVB berkisar 30 mJ/cm2 (300J/m2). Banyak kejadian
biokimia dan seluler yang terjadi sebelum eritema timbul seperti peningkatan aliran darah,
aktivasi sel endotelial dan peningkatan level mediator inflamasi.

Histologi-UVB

Waktu dari perubahan secara histologi setelah pajanan UVB bervariasi dari besarnya dosis
pajanan. Sel diskeratotik yang disebut “sunburn cells” dapat muncul pada epidermis 30 menit
setelah pajanan 3 MED. Sunburn cells adalah keratinosit apoptosis yang menunjukan
kromatin nuklear yang padat dan sitoplasma eosinofilik. Sel ini akan bertambah jumlahnya
maksimum dalam 24 jam dan (setelah 72 jam) membentuk pita pada stratum korneum.
Edema interseluler terjadi di awal dan menetap sampai 72 jam.

Perubahan dermis terjadi di awal (30 menit) dan menetap (sampai 72 jam)
pembengkakan sel endotel, edema perivenular dan degranulasi sel mast. Neutrofil muncul
pada perivaskular segera setelah UVB dan puncak arus dalam waktu kurang lebih 14 jam.
Nantinya infiltrat mononuklear(makrofag) menetap sampai 48 jam.

Mekanisme-UVB

Absorbsi dari foton UVB oleh kromofor di kulit menyebabkan produksi mediator inflamasi
dan sitokin yang menggambarkan respon sunburn. Spektrum aksi untuk eritema berkolerasi
dengan asorbsi dari spektrum DNA yang mengatakan DNA adalah salah satu kromofor

12
penting dan fotoproduk DNA memulai setidaknya sebagian dari proses biokimia yang
mengarah ke inflamasi yang di induksi oleh UV. Kegunaan dari fotoproduk DNA selanjutnya
diperkuat dengan obervasi dari pasien xeroderma pigmentosum, yang memiliki kemampuan
memperbaiki DNA yang lemah, menyebabkan perpanjangan eriteme yang di induksi oleh
UVB yang dapat dikurangi dengan terapi perbaikan enzim DNA. Proses bio kimia yang
menjelaskan fotoproduk DNA dengan mediator inflamasi masih belum jelas.

Mediator Infalamasi-UVB

Prostaglandin dan nitrit oksida dikatakan sebagai mediator utama pada inlflamasi yang di
cetuskan oleh UVB. Studi terbaru mengatakan bahwa level PGE2 pada cairan lepuh
meningkat sebelum eritema timbul dan terus meningkat sampai setidaknya 24 jam. Lebih
lanjut dikatakan beberapa proinflamasi dan anti inflamasi eikosanoid teridentifikasi dalam
carian lepuh selama 72 jam setelah pajanan UVB. Prostaglandin dengan aktivitas vasodilatasi
(PGE2, PGF2α , dan PGE3) muncul pada waktu 24-48 jam, dan spesies dengan aktivitas
leukosit kemoaktratan [11-,12- dan 8-monohidroksi- asam eikosatetraenoik (HETE)] muncul
kemudian (4-72 jam). Menariknya, spesies antiinflamasi , 15-HETE, secara maksimal muncul
setelah 72 jam.

Kegunaan dari nitrit oksida pada inflamasi yang dicetuskan oleh UVB terjadi karena

NG-nitro –L-arginine methyl ester (L-NAME), yang merupakan inhibitor spesifik sintesis
nitrit oksida, yang mensupresi eritema. L-NAME mampu secara efektif mensupresi eritema
bahkan setelah 48 jam, setelah UVB mengetahui adanya sintesis nitrit oksida masih berlanjut.
Histamin yang dapat menyebabkan respon inflamasi, bukan merupakan kontribusi utama
pada sengatan matahari yang dicetuskan oleh UVB walaupun timbul setelah pajanan UVB.

Beberapa sitokin pro inflamasi, termasuk TNF-α,IL-1, IL-6, dan IL-8 meningkat
setelah pajanan UVB pada kulit manusia. Aktivitas yang menyerupai IL-1 di deteksi 1 jam
setelah pajanan UVB dan TNF-α meningkat setelah 4 jam, maksimal 15 jam, dan selanjutnya
menurun. Sitokin mungkin memiliki beberapa fungsi dalam inflamasi yang dicetuskan oleh
UVB termasuk perekrutan leukosit dari pembuluh darah dengan bersifat sebagai kemoaktran
dan menginduksi molekul adhesi sel endotelial yang memfasilitasi perpindahan sel pada
dinding kapiler.

13
Inflamasi yang dicetuskan oleh UVA

Sengatan matahari yang ditimbulkan oleh UVA lebih jarang diamati dibandingkan eritema
yang dicetuskan oleh UVB walau jumlah sinar matahari UVA (`19 fold) melampaui porsi
UVB. UVB dan UVA berkontribusi secara signifikan terhadap efek pajanan matahari secara
kronis ( tanning). Eritema biasanya muncul pada akhir dari pajanan UVA, respon yang segera
dapat memudar atau bergabung menjadi delayed eritema dengan maksimum berkisar 6 dan
15 jam tergantung dari fluence, radiasi dan spektrum dari sumber cahaya. MED dari UVA
pada kulit putih umumnya 30-75 J/cm2.

Histologi-UVA

Perubahan utama secara histologi setelah pajanan UVA terjadi di dermis. Sunburn cells yang
ada pada pajanan UVB, tidak ditemukan pada kasus ini. Edema epidermal intraseluler terlihat
setelah setidaknya 48 jam, dan LCs menurun setelah melebihi 48 jam. Pada dermis, punca
dari netrofil adalah setelah 3 jam , dan menetap selama setidaknya 48 jam.Infiltrat limfosit
juga nampak sepenuhya di dermis semenjak terkena radiasi.

Mekanisme UVA

Perbedaan waktu dan histologi antara UVA dan UVB menjelaskan bahwa terdapat juga
perbedaan proses mekanisme keduanya. Spektrum aksi dari eritema menjelaskan perbedaan
proses ini, dimana terjadi penurunan dari kurva pada panjang gelombang kurang dari 330 nm
dan adanya celah yang terlihat pada panjang gelombang 360 nm. Sebagai tambahan, eritema
yang dicetuskan oleh UVA mengalami supresi saat kadar oksigen turun sedangkan eritema
pada UVB tidak terpengaruh. Walaupun kromofor UVA terdapat di kulit namun identitas dari
absorbsi cahaya dari sengatan matahari UVA masih belum jelas.

ROS memainkan peranan penting dalam inflamasi yang di induksi oleh UVA, seperti
telah dikatakan bergantung pada kadar oksigen eritema UVA. Oksigen dan ROS lainnya
dapat dideteksi oleh spektroskopi saat kulit ter pajan oleh UVA. Spesies reaktif ini
bertanggung jawab dalam aktivasi fosfolifase A2, ang mengeluarkan asam arakidonat dari
membran lemak dan menghasilkan konversi secara enzimatik membentuk pro inflamasi
eicosanoid. ROS juga memulai suatu jalur sinyal transduksi yang mengaktivasi sintesis

14
sitokin proinflamasi. UVA juga dikatakan membebaskan nitrit oksida sangat cepat dari
penyimpanan di kulit.

Mediator Inflamasi UVA

Pajanan UVA terhadap kulit meningkatkan tingkat proinflamasi prostaglandin yang diukur
dalam sedotan cairan lepuh. Penelitian terhadap keratinosit mengindikasikan peningkatan
kadar prostaglandin yang disebabkan oleh induksi UVA dari aktivasi PLA2. UVA secara vivo
menstimulasi peningkatan kadar dari PGD2 ,PGE2, DAN 6-keto-PGF1α dalam waktu 5-9 jam,
yang akan kembali ke normal dalam waktu 24 jam. UVB, menstimulasi produksi dari TNFα
dari keratinosit dan kulit manusia, namun pada UVA tidak terjadi.

Fotobiologi Vitamin D

Pada tahun 1928, Adolf Windaus mendapatkan penghargaan nobel atas penelitian dia pada
konstitusi sterol dan hubungannya dengan vitamin. Substansi yang larut dalam lemak yang
ditelitinya adalah vitamin D

Hess dan Unger menemukan hipotesis bahwa kolesterol di kulit diaktivasi oleh radiasi
UV . Fotokimia dan reaksi termal pada proses vitamin D akhirnya dijelaskan oleh Velluz
pada tahun 1955. Urutan yang tepat dari langkah fotoproduksi cutaneous dari fotocalciferol
dilaporkan oleh Hollick pada tahun 1980.

Fungsi dari Vitamin D

Vitamin D meregulasi metabolism kalsium dan fosfor. Fungsi utamanya adalah


mengingkatkan aliran kalsium ke dalam darah dengan cara merangsang absorbi dari kalsium
dan fosfor dari usus halus, dan reabsorbsi dari kalsium di ginjal yang menyebabkan normal
mineralisasi di tulang dan pada fungsi otot. Dimana mempengaruhi kadar serum alkalin
fosfatase . Vitamin D juga menghambat proliferasi dari sel T dan maturasi dari sel dendritik
(DCs) berasamaan dengan itu mempengaruhi fungsi keratinosit.

Defisiensi vitamin D menyebabkan kerusakan mineralisasi tulang yang berakibat


perlunakan tulang, rickets pada anak-anak dan osteomalasia pada dewasa, dan osteoporosis.
Defisiensi dapat timbul dari asupan dan pajanan sinar matahari yang terganggu, keadaan

15
yang membatasi absorbsi, atau kondisi yang menggangu konversi vitamin D menjadi bentuk
yang akif, seperti penyakit hati atau ginjal. Umumnya yang rentan terhadap defisiensi vitamin
D adalah orang tua, individual yang tinggal di daerah lintang tinggi serta bermusim dingin
yang panjang, orang dengan obesitas, dan semua individual berkulit gelap yang tinggal pada
lintang yang tinggi.

Toksisitas pada kelebihan vitamin D dapat membentuk suatu keadaan hiperkalsiuria


atau hiperkalsemia, keadaan selanjutnya menjadi kelemahan otot, apatis, sakit kepala, konfusi
, anoreksia, iritabilitas, nausea, vomit, dan nyeri tulang, yang potensial menyebabkan
komplikasi seperti batu ginjal dan gagal ginjal. Toksisitas kronis menyebabkan symptom
seperti konstipasi, anoreksia, abdominal cramps, polydipsia, polyuria, nyeri punggung dan
hyperlipidemia. Juga dapat ditemukan kalsinosis. Diikuti dengan hipertensi dan aritmia
kardia (akibat terjadinya pemendekan periode refrakter). Informasi terhadap efek dosis
vitamin D yang tinggi sangat minim, dikatakan 10,000 IU per hari adalah dosis tertinggi yang
aman untuk asupan dewasa. Dosis kronik adalah melebihi 50,000 IU / hari pada dewasa.

Terdapat dua sumber utama vitamin D, salah satunya asupan makanan dan yang
lainnya adalah kulit. Vitamin D diabsorbsi di usus halus. Sumber makanan yang kaya untuk
vitamin D terdapat di minyak ikan sepeti salmon, mackerel, tuna, herring, lele, cod, sardine
dan lele, margarin, mentega, yogurt, liver, minyak liver, dan kuning telur, namun di Amerika
kebanyakan makanan yang mengandung vitamin D terdapat di sereal, susu, dan jus orange.
Untuk mendapatkan dosis harian yang direkomendasikan, dikatakan rata-rata orang Amerika
harus mengkonsumsi vitamin D baik diminum tunggal atau bersamaan dengan kalsium atau
multivitamin.

Jalur Biokimia

Provitamin D3 , 7-dehydrocholesterol suatu prekusor kolesterol (yang merupakan akhir dari


pajanan UVB pada kulit) secara cepat dikonversi menjadi previtamin D3, yang secara
spontan berisomerasi pada vitamin D, memasuki sirkulasi pada ikatan protein dan perlekatan
D2 (atau ergokalsiferol) dan D3 (kolekalsiferol) yang di absorbsi dari usus. Setelah sampai
di hati, akan mengalami hidroksilasi pasif di endoplasmic retikulum pada hepatosit, dimana
proses yang melibatkan NADPH, O2 dan Mg2+ . Produk 25-hydroxyvitamin D3 [25(OH)D3
(kalsidiol)] disimpan dalam hepatosit sampai dibutuhkan untuk dilepaskan kedalam plasma
sebagai jalan ke tubulus proksimal di ginjal, dimana enzim 25(OH)D-1-α hidroksilase

16
meningkatkan aktivitas hormone paratiroid dan menurunkan PO22- . Orang dengan penyakit
ginjal tidak dapat mengkonversi vitamin D menjadi bentuk aktif. Selanjutnya 1,25-
hydroxyvitamin D3 [1,25 (OH)2D3 (kalsitriol) dilepakan ke dalam sirkulasi dan dengan
melekat ke protein karier di dalam plasma, vitamin D-binding protein (VDBP), akan
ditransportasikan ke berbagai target organ.

Spektrum Aksi untuk Formasi Vitamin D di Kulit

Penelitian tentang spectrum aksi menunjukan bahwa panjang gelombang yang pling efektif
dalam fotosintesis dari vitamin D cutaneus berada sekitar 295 sampai 315 nm, ironisnya jua
merupakan panjang gelombang yang bertanggung jawab terhadap terjadinya
fotokasinogenesis. Sintesis yang optimal terjadi pada pita spectra UVB berkisar 295-300 nm
dengan puncak isomerasi 297 nm. Dengan kadar indeks UV 3, dan pajanan sehari-hari pada
daerah tropis, kadar yang adekuat dari vitamin D3 tedapat di kulit setelah 10-15 menit
pajanan matahari , dan setidaknya dua kali dalam seminggu pada wajah, lengan, tangan, atau
punggung tanpa pelindung matahari. Kadar UVB untuksintesis dari vitamin D bergantung
pada indeks UV yang dipengaruhi oleh awan, kabut, ketinggian, refleksi dari air sekitar, dan
musim. Juga factor individual seperti, umur ( produksi vitamin D akan menurun pada
penuaan), body mas index,pakaian, jumlah kulit yang terpajan. Individual dengan kadar
melanin di kulit lebih tinggi memutuhkan waktu pajanan sinar matahari yang lebih panjang
untuk menghasilkan kadar vitamin D yang sama dibandingkan individual dengan kadar
melanin yang lebih rendah.

Menurut Hollick, manusia mengahasilkan setidaknya 10,000-25,000 unit vitamin D


dari tubuh yang terpajan matahari pada satu minimal erythema dose.Produksi vitamin D di
kulit terjadi dalam waktu singkat dan akan maksimal sebelum kulit terlihat kemerah mudaan.
Pajanan sinar matahari untuk periode tertentu umumnya tidak menyebabkan toksisitas
vitamin D. Dalam waktu 20 menit dari pajanan matahari pada individual kulit putih (1-3 jam
pada kulit berpigmentasi) produksi vitamin D pada kulit mencapai kadar seimbang, dan
kelebihan vitamin D akan menurun dengan cepat.

Kadar Optimal dari Vitamin D

Suatu sudi kohort yang dilakukan Framingham mengatakan kadar berkisar 20-25
ng.mL. The National representative National Health and Nutrition Examination Survey data
17
mengatakan mortalitas berkurang pada kisaran 30-40 ng/mL. Dikatakan 30 ng/mL (75
nmol/L) adalah kisaran umum yang terbaru.

Pedoman yang umum diberikan sebagai suplementasi vitamin D, 400-1,000 IU per


hari dengan atau tanpa kalsium atau pada multivitamin , 10,000 IU per minggu atau tiap 10
hari , atau 50,000 IU setiap bulan. Setelah dikoreksi dengan vitamin D oral, harus diulangi
test kadar 25(OH)D untuk memastikan sudah berada dalam kadar normal. Bila kadar masih
tetap rendah, mungkin mereka mengalami malabsorbsi dan gangguan gastrointestinal.
Percobaan menggunakan terapi sinar UVB dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan kada
vitamin D. Pada pasien dengan kadar 25(OH) kurang dari 15 ng/mL biasanya diberikan
suplemen oral 50,000 IU vitamin D per minggu selama 8 minggu lalu dilanjutkan dengan
dosis perawatan. Efikasi dari suplemen vitamin D bergantung pada BMI. Pasien obesitas
dengan hipovitaminosis D membutuhkan dosis lebih tinggi dibandingkan individu dengan
berat badan normal.

Kesimpulannya , suplementasi vitamin D dapat meningkatkan kesehatan


muskuloskeletal dan mungkin mengurangi mortalitas pada beberapa grup. Adanya bukti
bahwa vitamin D memiliki pengaruh terhadap kanker, penyakit kardiovaskuler, penyakit
autoimun, dan infeksi.Namun dikatakan adanya perbedaan-perbedaan dalam kekuatan dan
belum bisadibuktikan kebenarannya. Kebenarannya masih terus dteliti.

FOTOIMUNOLOGI

Kanker kulit sebagian besar disebabkan karena kerusakan DNA yang akan
menyebabkan mutasi gen spesifik. Hubungan antara paparan sinar matahari dan kanker kulit
pertama kali dikemukakan di awal abad terakhir ketika seorang dokter melihat tumor kulit
yang tumbuh di lokasi yang terus-menerus terpapar dengan sinar matahari. Kemudian diikuti
oleh sebuah studi oleh Kripke tahun 1970 yang menemukan hubungan antara imunosupresi
dengan fotokarsinogenesis.

Dalam suatu eksperimen serial, Kripke mendemonstrasikan bahwa pada tumor yang
diinduksi oleh UV yang telah ditransplantasikan pada tikus singenik (syngeneic) dapat terjadi
penolakan jika tikus tersebutbelum pernah terpapar oleh UVB. Hasil ini menyiratkan bahwa
tumor yang diinduksi oleh UV memiliki fenotipe bersifat sangat antigenik dan dapat ditolak
oleh sistem imun yang berfungsi.Pengobatan dengan obat imunosupresif yang ada, atau ini

18
merupakan penemuan baru dengan UVB dosis rendah akan mengakibatkan kegagalan
penolakan terhadap tumor.

Kedua aspek (yaitu, antigenisitas yang kuat dari tumor yang diinduksi oleh UV dan
imunosupresi oleh UVB) telah memicu berbagai penelitian yang menyeluruh dalam bidang
yang sekarang disebut dengan istilah fotoimunologi.

Sistem Model untuk Imunosupresi yang Diinduksi oleh UVB

Model standar untuk mempelajari imunosupresi yang diinduksi UVB adalah reaksi
hipersensitivitas tipe lambat [delayed-type hypersensitivity(DTH)] terhadap antigen dan
reaksi hipersensitivitas kontak [contact hypersensitivity reaction (CHS)]. Kemampuan
iradiasi UVB untuk memblok induksi atau elisitasi dari sensitisasi alergi dapat diukur; hapter
tertentu seperti dinitrofluorobenzene atau oxazolone dioleskan pada kulit sebagai stimulus
dan intensitas dari respon imun yang timbul kemudian diukur ketika terjadi pembengkakan
jaringan. Respon DTH merupakan pilihan model untuk mempelajari efek imunosupresi dari
radiasi UVB.

Radiasi UVB terbukti dapat mempengaruhi respon imun yang terlibat dalam
patogenesis dari infeksi virus, parasit, jamur, dan bakteri. Imunosupresi terkait UVB terdiri
dari 2 tipe yaitu:

1. Imunosupresi lokal yang mana respon imun terhadap antigen yang diberikan pada
daerah yang terpapar radiasi dihapus.
2. Imunosupresi sistemik yang mana respon imun terhadap antigen yang diberikan pada
daerah yang tidak terpapar menjadi rusak.

19
Target Molekuler dalam Fotoimunosupresi

DNA merupakan suatu kromofor untuk radiasi UVB dan dapat menjadi target
langsung. Radiasi UVB menghasilkan berbagai fotoproduk, yang plg sering adalah CPADA
dan (6-4)photoproducts. Pembentukan dimer pyrimidine merupakan penyebab langsung
imunosupresi akibat induksi UVB. Pada tikus, radiasi UVB menghasilkan CPADA
padaantigen presenting cells (APC) dan kerusakan dari kemampuan sel-sel tersebut untuk
memperkenalkan antigen. Kerusakan bertahan selama beberapa hari, dan sel-sel yang rusak
bermigrasi dari kulit ke pembuluh limfe. Pengobatan pada daerah yang terkena radiasi UVB
dengan liposom yang mengandung enzim perbaikan DNA T4 endonuklease V dapat
mencegah kerusakan pada presentasi antigen.Peran kerusakan DNA pada imunosupresi
akibat induksi UVB juga ditemukan pada kulit manusia, dimana aplikasi topikal dari liposom
yang mengandung photolyase pada daerah yang terpapar UVB mencegah imunosupresi
akibat induksi UVB.

Selain kerusakan DNA langsung, generasi ROS juga terlibat dalam fotoimunosupresi.
Membran sel dari sel-sel kulit imunokompeten merupakan target lain untuk radiasi UV.
Fungsi penting dari membran sel adalah untuk mentransfer sinyal dari luar ke dalam sel via
reseptor membran.Paparan UVB menyebabkan pengelompokan dan internalisasi dari reseptor
permukaan sel untuk faktor pertumbuhan (growth factor) epidermal, TNF, dan IL-1 krn tidak
adanya ligand yang berikatan.Pengelompokan menyebabkan aktivasi kuat dari c-Jun NH2-

20
terminal kinase yang diinduksi oleh stres, yang merupakan anggota famili dari kinase protein
yang diaktivasi mitogen (mitogen-activated protein kinase).

Radiasi UVB dapat menyebabkan peroksidasi lipid, termasuk lipid membran sel.
Phosphatidylcholine merupakan membran lipid yang penting, dan dapat dioksidasi menjadi
lipid yang mirip platelet activating factor (PAF) yang akan berikatan dengan reseptor PAF.
Aktivasi reseptor PAF ini akan menstimulasi berbagai efek downstream, termasuk aktivasi
dari jalur kinase protein yang diaktivasi mitogen dan sintesis sitokin imunosupresif.

Kromofor ekstraseluler yang memperantarai imunosupresi akibat induksi UVB adalah


UCA. Radiasi UV mengisomerasi trans-UCA menjadi cis-UCA yang tergantung dosis
sampai kondisi photostationaryyang seimbang tercapai.

21
Peristiwa Seluler yang Terlibat dalam Fotoimunosupresi

Radiasi UVB dari keratinosit mengubah ekspresi molekul permukaan dan


menginduksi sintesis dan sekresi dari 1 set penuh faktor-faktor imunomodulator yang dapat
larut, termasuk IL-1, IL-6, IL-8, TNF-α, dan PGE2.Kemudian, ditemukan bahwa TNF-α dan
IL-10 (dua sitokin imunosupresif) juga dihasilkan oleh keratinosit yang terpapar UVB.

IL-10 juga dihasilkan oleh makrofag CD11b+pada kulit manusia.Injeksi TNF-α


menyerupai perubahan akibat induksi UVB pada sel Langerhans (LC). Pemberian antibodi
penetralisir terhadap TNF-α sebelum radiasi menghilangkan secara parsial akumulasi sel
dendritik (DC) akibat induksi UVB dalam draining lymph nodes (DLN) dan supresi dari
hipersensitivitas kontak.Pelepasan TNF-α secara khususnya penting untuk imunosupresi lokal
dimana gen Tnfa berkontribusi terhadap kerentanan UVB.

IL- 10 merupakan sitokin dari sel T helper tipe 2 dan menghilangkan produksi dari
sitokin Th1 terutama IF-γ. Produksi IL-10 akibat induksi UVB oleh keratinosit pada tikus
atau makrofag pada kulit manusia menggeser respon imun dari tipe Th1 menjadi Th2. Hal ini
dapat menjelaskan mengapa reaksi imun seluler yang diperantarai oleh Th1 menjadi rusak
pada radiasi UV.

Interaksi antara berbagai sitokin ini belum dimengerti secara jelas, namun IL-10
sudah tentu merupakan pemeran utama. Mekanisme utama IL-10 mungkin merupakan
penghambatan kapasitas pengenalan antigen pada LC. Secara paralel, keratinosit yang
terpapar UVB menghasilkan PAF dan lipid mirip PAF yang memicu reseptor PAF.PAF &
reseptornya meningkatkan produksi cyclooxyangenase-2, PGE2, IL-4, dan IL-10.Produksi IL-
10 dapat dibalikkan oleh IL-12. IL-12 juga dapat memperbaiki CHS yang telah rusak. Injeksi
IL-12 pada tikus setelah paparan terhadap UVB dapat mencegah imunosupresi akibat induksi
UVB dan mensupresi secara parsial toleransi akibat induksi UVB yang didapat karena
resensitisasi 14 hari setelah paparan radiasi UV. Efek IL-12 berhubungan dengan kapasitas
dari sitokin ini untuk meningkatkan perbaikan fotoproduk DNA akibat induksi UVB
yangakan membentuk dasar molekuler untuk produksi IL-10 oleh keratinosit yang terpapar
radiasi.

Mediator Seluler pada Fotoimunosupresi: Sel Langerhans, Makrofag, dan Sel T

Sel Langerhans (LC), yang mencakup 2-5% dari sel epidermis, merupakan kelompok sel
dendritik (DC) yang berasal dari prekursor sumsum tulang dan menetap di epidermis. Sel-sel
Langerhans merupakan antigen presenting cells (APC) khusus kulit dan menelan antigen

22
secara lokal di kulit, tetapi memiliki kapasitas ko-stimulasi (co-stimulatory) yang kurang
baik. Setelah pengambilan antigen, LC bermigrasi ke DLN dimana sel ini menjadi matur ke
dalam bentuk stimulator yang poten terhadap sel T spesifik antigen, mengekspresikan
molekul MHC, dan molekul ko-stimulasi B7.1 dan B7.2 serta intercellular adhesion
molecule-1 dalam jumlah tinggi pada permukaan selnya.

Pada tahun 1980-an, telah dibuktikan bahwa densitas LC merupakan faktor penting
untuk induksi respon CHS, dan paparan radiasi UV akan menyebabkan hilangnya LC dari
daerah yang terpapar.Kemampuan untuk menghilangkan LC secara sementara merupakan
fitur penting dari radiasi UVB.Paparan sinar UV juga menghasilkan pengurangan ekspresi
permukaan dari molekul ko-stimulasi Ia, B7.1, B7.2, dan intercellular adhesion molecule-1.
Hilangnya molekul-molekul ini mungkin berkontribusi terhadap imunosupresi. Hilangnya LC
disertai dengan peningkatan jumlah DC pada DLN. UVB mungkin menyebabkan migrasi LC
tanpa adanya antigen eksogen, walaupun efek migrasi biasanya ditingkatkan oleh sensitisasi
antigen.

Sebagai tambahan dalam mengurangi jumlah LC pada kulit, radiasi UVB


mempengaruhi fungsi LC dengan merusak kapasitas pengenalan antigen dalam DTH dan
CHS. LC yang terpapar radiasi UVB akan mengaktivasi sel Th2 CD4+. Kebalikannya, LC
initidak mengaktivasi sel T CD4+ dari kelompok sel Th1, tetapi menginduksi clonal
anergy.Pemeran seluler lain pada imunosupresi akibat induksi UV adalah makrofag CD11b+,
yang menginfiltrasi kulit manusia yang terkena paparan UVB. Sel-sel ini memproduksi IL-10
dan hilangnya makrofag ini oleh antibodi menyebabkan tikus yang terkena paparan UV
menjadi rentan kembali untuk terjadi CHS. Dalam eksperimen-eksperimen transfer adoptif,
telah ditunjukkan bahwa UVB menginduksi sel T-suppressor.Elmets et al. mempersiapkan
larutan sel tunggal dari limpa dan pembuluh limfe dari tikus yang terpapar UVB dan diobati
dengan hapten dan menginjeksi larutan sel tersebut pada tikus yang naif. Ketika tikus resipien
tersebut disensitisasi dan ditantang sistem imunnya dengan hapten yang sama yang dipakai
pada tikus donor, hasilnya menunjukkan respon CHS yang rusak secara signifikan.

Fenotipe dari sel T regulatory dan mekanisme kerjanya belum dimengerti secara baik.
Ada bukti yang memberi sugesti bahwa sel T CD8+ merupakan mediator penting pada
imunosupresi akibat induksi UVB dlm imunosupresi lokal.Sebagai tambahan, sel T (tidak
spesifik CD4 atau CD8) yang mengekspresi antigen limfosit T sitotoksik (cytotoxic T
lymphocyte antigen)-4/CTLA-4 pada permukaannya akan mentransfer toleransi yang
diinduksi UV. Injeksi in vivo dari antibodi anti-CTLA-4dapat memblok transfer dari

23
supresi.Fungsi fisiologis CTLA-4 adalah untuk mengakhiri respon imun dengan
menghentikan kerja sel T yang teraktivasi, jadi CTLA-4 merupakn molekul penting pada
regulasi imun. Pada stimulasi dengan DC yang membawa antigen, sel T CTLA-4+ mensekresi
IL-10 dalam kadar yang tinggi, TNF-β, dan IFN-γ, IL-2 (kadar rendah), dan tanpa IL-4.Selain
dari sel T regulatory CD4+, sel T NK dengan kemampuan pengaturan ditemukan pada
imunosupresi sistemik akibat induksi UVB.

Khususnya, CD3+, CD4+, dan DX5+CD1-restricted sel T natural killer dapat


mensekresi IL-4 dan secara adoptif mentransfer supresi dari reaksi penolakan terhadap tumor
termasuk juga respon DTH.

FOTOIMUNOLOGI: KESIMPULAN

UV merupakan ancaman lingkungan yang permanen, dan respon adaptif melawan


efeknya yang merusak telah berkembang pada semua organisme yang hidup. Dari segi
teoritis,sangat menggoda untuk berspekulasi tentang peran fisiologis dari fotoimunosupresi
sebagai suatu respon adaptif kulit terhadap modifikasi protein akibat induksi UV dan suatu
respon imunologis terhadap neo-antigen dan sebagai akibatnya terjadi inflamasi
kronik.Dalam keadaan demikian, resiko yang lebih besar terhadap kanker kulit yang muncul
menyertai imunosupresi akibat induksi UV menjadi kurang signifikan. Sedangkan, dari segi
praktis, fotokarsinogenesis merupakan masalah kesehatan yang serius. Oleh karena itu,
banyak pendekatan modern yang diciptakan untuk mencegah imunosupresi ini termasuk
penyaring (filter) UV spektrum luas, enzim perbaikan DNA yang berkapsul liposom
(liposomally encapsulated DNA repair enzyme), antioksidan, dan osmolit.

24

Anda mungkin juga menyukai