A. Pengertian Kognitif
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan
potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi
(evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan
kemampuan rasional (akal).
Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan
kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda
dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang
diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada
dirinya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari aspek tenaga pendidik
misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru
harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan
mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.
Didalam buku psikologi perkembangan karya Prof.Dr.Kusdwiratri Setiono, Psi. menyatakan
bahwa secara umum kognisi diartikan sebagai apa yang diketahui serta dipikirkan oleh
seseorang.
Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan kognitif anak juga
mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara sederhana, pada buku karangan
(Desmita, 2009) dijelaskan kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak
untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan
masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan peserta didik
menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu melanjutkan fungsinya
dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan lingkungan.
Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek
perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses
psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan
lingkungannya, sesuai buku karangan (Desmita, 2009).
B. Perkembangan Kognitif
Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelasakan bagaimana
anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian sekitarnya.
Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek seperti mainan, perabot, dan
makanan serta objek-objek sosial seperti diri, orangtua dan teman. Bagaimana cara anak
mengelompokan objek-objek untuk mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-
perbedaannya, untuk memahami penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek dan
perisiwa-peristiwa dan untuk membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut.
Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif dalam menyusun pengetahuannya
mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi. Walaupun proses berfikir dalam
konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasi oleh pengalaman dengan dunia sekitarnya,
namun anak juga berperan aktif dalam menginterpretasikan informasi yang ia peroleh melalui
pengalaman, serta dalam mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai
dunia yang telah ia punya.
Piaget percaya bahawa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau priode-
periode yang terus bertambah kompleks. Menurut teori tahapan Piaget, setiap individu akan
melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat invariant, selalu tetap, tidak melompat
atau mundur. Perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri
dengan lingkunagn serta adanya pengorganisasian struktur berfikir. Sebagai seorang yang
memperoleh pendidikan dasar dalam bidang eksakta, yaitu biologis, maka pendekatan dan
uraian dari teorinya terpengaruh aspek biologi.
Teori Piaget merupakan akar revolusi kognitif saat ini yang menekankan pada proses mental.
Piaget mengambil perspektif organismik, yang memandang perkembangan kognitif sebagai
produk usaha anak untuk memahami dan bertindak dalam dunia mereka. Menurut Piaget,
bahwa perkembangan kognitif dimulai dengan kemampuan bawaan untuk beradaptasi dengan
lingkungan. Dengan kemampuan bawaan yang bersifat biologis itu, Piaget mengamati bayi-bayi
mewarisi reflek-reflek seperti reflek menghisap. Reflek ini sangat penting dalam bulan-bulan
pertama kehidupan mereka, namun semakin berkurang signifikansinya pada perkembangan
selanjutnya.
2. Jean Piaget
Jean Piaget adalah seorang ahli biologi dan psikolog yang mempunyai kontribusi besar dalam
pemahaman terhadap perkembangan intelektual anak. Menurut Piaget perkembangan kognitif
anak dibagi menjadi empat tahap, yaitu Tahap sensori motorik, praoperasional, operasional
konkret, dan opersional formal.
1. Tahap sensori motorik (0-2 tahun)
Pada tahap ini anak mengatur sensorinya (inderanya) dan tindakan-tindakannya.Pada awal
periode ini anak tidak mempunyai konsepsi tentang benda-benda secara permanen.Artinya
anak belum dapat mengenal dan menemukan objek, benda apapun yang tidak dilihat, tidak
disentuh atau tidak didengar. Benda-benda tersebut dianggap tidak ada meskipun
sesungguhnya ada di tempat lain.
2. Tahap Praoperasional (2-7 tahun)
Anak sudah dapat memahami objek-objek secara sempurna, sudah dapat mencari benda yang
dibutuhkannya walaupun ia tidak melihatnya. Sudah memiliki kemampuan berbahasa (dengan
kata-kata pendek).
3. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)
Anak sudah mulai melakukan operasi dan berpikir rasional, mampu mengambil keputusan
secara logis yang bersifat konkret, mampu mepertimbangkan dua aspek misalnya bentuk dan
ukuran.Adanya keterampilan klasifikasi-dapat menggolongkan benda-benda ke dalam
perangkat-perangkat dan penalarannya logis dan bersifat tidak abstrak (tidak membayangkan
persamaan aljabar).
4. Tahap Operasional Formal (11-15 tahun)
Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman konkret aktual sebagai dasar pemikiran.Mereka
dapat membangkitkan situasi-situasi khayalan, kemungkinan- kemungkinan hipotetis, atau dalil-
dalil dan penalaran yang benar-benar abstrak. Tiga sifat pemikiran remaja pada tahap
operasional formal:
a. Remaja berfikir lebih abstrak daripada anak-anak. Para pemikir operasional formal, misalnya
dapat memecahkan persamaan-persamaan aljabar yang abstrak.
b. Remaja sering berfikir tentang yang mungkin. Mereka berfikir tentang ciri-ciri ideal diri
mereka sendiri, orang lain, dan dunia.
c. Remaja mulai berfikir seperti ilmuwan, yang menyusun rencana-rancana untuk memecahkan
masalah dan menguji pemecahan masalah secara sistematis. Tipe pemecahan masalah ini
diberi nama deduksi hipotetis.
3. Mex Wertheimenr
Teori Gestalt ini memandang belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman
(insight), yaitu pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar
bagian di dalam suatu situasi permasalahan (sering diungkapkan dengan pernyataan “aha”).
Para pengikut teori gestalt berpendapat bahwa seseorang memperoleh pengetahuan melalui
sensasi atau informasi dengan melihat strukturnya secara menyeluruh kemudian menyusunnya
kembali dalam struktur yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dipahami..Karena pada
dasarnya setiap tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan
mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkah laku tersebut terjadi. Dengan kata lain, teori
Gestalt ini menyatakan bahwa yang paling penting dalam proses belajar individu adalah
dimengertinya apa yang dipelajari oleh tersebut.
4. Brunner
Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat
belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan
dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara
yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan
program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual
pembelajar pada setiap jenjang belajar. Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa
kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu
aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga
tahap itu adalah:
a. Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru,
b. Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru
serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain.
c. Evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau
tidak.
Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat
ditransformasikan
5. Kurt Lewin
Teori belajar cognitive field menitikberatkan perhatian pada kepribadian dan psikologi sosial,
karena pada hakikatnya masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan, yang
bersifat psikologis, yang disebut life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan
dimana individu bereaksi, misalnya orang yang dijumpai, fungsi kejiwaan yang dimiliki dan objek
material yang dihadapi.
Jadi, tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan, baik yang berasal dari dalam diri
individu, seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan, maupun yang berasal dari luar individu,
seperti tantangan dan permasalahan yang dihadapi.Menurut teori ini, belajar itu berlangsung
sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif.
Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil pertemuan dari dua kekuatan, yaitu yang berasal
dari struktur medan kognitif itu sendiri dan yang lainnya berasal dari kebutuhan dan motivasi
internal individu. Dengan demikian, peranan motivasi jauh lebih penting daripada reward atau
hadiah.
6. Benyamin S. Bloom
Benyamin S. Bloom telah mengembangkan “taksonomi” untuk domain kognitif. Taksonomi
adalah metode untuk membuat urutan pemikiran dari tahap dasar ke arah yang lebih tinggi dari
kegiatan mental, dengan enam tahap sebagai berikut :
a. Pengetahuan ( Knowledge ) ialah kemapuan untuk menghafal, mengingat atau mengulangi
informasi yang pernah diberikan. Contoh, Sebutkan lima bagian utama kamera 35 mm.
b. Pemahaman ( comprehension ) ialah kemampuan untuk menginterpretasi atau mengulang
informasi dengan menggunakan bahasa sendiri. Contoh, Uraikan 6 tahapan dalam mengisi film
untuk kamera 35 mm.
c. Aplikasi ( Application ) ialah kemampuan menggunakan informasi, teori, dan aturan pada
situasi baru. Contoh, pilih ekspose 3 kamera untuk pengambilan gambar yang berbeda.
d. Analisis ( Analysis ) ialah kemampuan mengurai pemikiran yang kompleks, dan mengenai
bagian-bagian serta hubungannya. Contoh, Bandingkan cara kerja dua kamera 35 mm yang
memiliki model yang berbeda.
e. Sintesis ( Synthesis ) ialah kemampuan mengumpulkan komponen yang sama guna
membentuk satu pola pemikiran yang baru. Contoh, Susunlah urutan fotografi untuk 6 objek.
f. Evaluasi ( evaluation ) ialah kemampuan membuat pemikiran berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan. Contoh, buatlah penilaian terhadap kualitas slide yang dihasilkan dalam lomba,
dengan 4 urutan penilaian.
7. Vygotsky
Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seorang seturut dengan
teori sciogenesis. Dimensi kesadaran social bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya
bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat skunder.Artinya, pengetahuan dan
pengembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber social di luar dirinya.Hal ini tidak
berarti bahwa individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga
menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Maka
teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan pendekatan konstruktivisme karena ia
lebih menekan pada hakikat pembelajaran sosiokultural. Konsep teori perkembangan kognitif
vygotsky terdapat pada tiga hal:
a. Hukum genetik, tentang perkembangan (genetic law of development)
b. Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
c. Mediasi
8. John Dewey
Ia berpendapat bahwa belajar tergantung pada pengalaman dan minat siswa sendiri. Topik
dalam kurikulum seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah atau tidak mempunyai kaitan
satu sama lain. Belajar harus bersifat aktif, langsung terlibat, berpusat pada siswa dalam
konteks pengalaman sosial.Apabila belajar siswa tergantung pada pengalaman dan minat siswa
maka suasana belajar siswa akan menjadi lebih menyenangkan dan hal ini akan mendorong
siswa untuk berfikir proaktif dan mampu mencari pemecahan masalah, di samping itu kurikulum
yang diajarkan harus saling terintegrasi agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan
memiliki hasil maksimalKesadaran sosial menjadi tujuan dari semua pendidikan. Belajar
membutuhkan keterlibatan siswa dan kerjasama tim dalam mengerjakan tugas. Guru bertindak
sebagai fasilitator, diadakan diskusi dan review teman. Dewey juga menyarankan penggunaan
media teknologi sebagai sarana belajar.
John Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahapan, yaitu tahap premoral
atau preconventional, tahap conventional, dan tahap autonomous (Dwi Siswoyo dkk, 2011).
Selanjutnya John Dewey (Dwi Siswoyo dkk, 2011) menjelaskan beberapa tahapan yang
dikemukakan, yaitu :
a. Tahap premoral. Tingkah laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau
sosial.
b. Tahap convention. Seseorang mulai bisa menerima nilai dengan sedikit kritis berdasarkan
kepada kriteria kelompoknya.
c. Tahap autonomous. Seseorang sudah mulai bisa berbuat atau bertingkah laku sesuai
dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria
kelompoknya.
Intelegensi
A. Pengertian Intelegensi
Konsep Intelegensi menimbulkan kontroversi dan debat panas, sering kali sebagai
reaksi terhadap gagasan bahwa setiap orang punya kapasitas mentalumum yang dapat diukur
dan dikuantifikasikan dalam angka. Inteligensi adalah suatu istilah yang popular. Hampir semua
orang sudah mengenal istilah tersebut, bahkan mengemukakannya. Seringkali kita dengar
seorang mengatakan si A tergolong pandai atau cerdas (inteligen) dan si B tergolong bodoh
atau kurang cerdas (tidak inteligen). Istilah inteligen sudah lama ada dan berkembang dalam
masyarakat sejak zaman Cicero yaitu kira-kira dua ribu tahun yang lalu dan merupakan salah
satu aspek alamiyah dari seseorang. Inteligensi bukan merupakan kata asli yang berasal dari
bahasa Indonesia. Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin
yaitu “inteligensia“. Sedangkan kata “ inteligensia “ itu sendiri berasal dari kata inter dan lego,
inter yang berarti diantara, sedangkan lego berarti memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya
mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau
kebenaran.
Menurut W. Stem dalam Abu Ahmadidan Widodo Supriyono mengemukakan intelegensi adalah
suatu daya jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat di dalam situasi yang
baru.
Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah,
berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar
dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses
berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung,
melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari
proses berpikir rasional itu.
Menurut Wangmuba inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat
kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini
memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan,
kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat
atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-
kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
K. Buhler mengatakan bahwa intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman
atau pengertian.
David Wechster (1986). Definisinya mengenai intelegensi mula-mula sebagai kapasitas untuk
mengerti ungkapan dan kemauan akal budi untuk mengatasi tantangan-tantangannya. Namun
di lain kesempatan ia mengatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak
secara terarah, berfikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif.
Beberapa pakar menyebutkan bahwa intelegensi sebagai keahlian untuk memecahkan
masalah.
Intelegensi merupakan potensi bawaan yang sering dikaitkan dengan berhasil tidaknya anak
belajar disekolah. Dengan kata lain, intelegensi dianggap sebagai faktor yang menentukan
berhasil atau tidaknya anak disekolah.
Kecerdasan (Inteligensi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni:
1. kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang
membentuk pengetahuan dan kesadaran.
2. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah
yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun
bertambah.
Sternberg dan Santrock mengatakan bahwa secara umum intelegensi dibedakan menjadi 3
diantaranya:
· 1. Inteligensi Analitis
Yaitu kecerdasan yang lebih cenderung dalam proses penilaian objektif dalam suatu
pembelajaran dalam setiap pelajaran, selalu mendapatkan nilai yang bagus dalam setiap hasil
ujian. Misalnya: seorang individu dalam ujian disetiap pelajarannya selalu mendapatkan nilai di
atas rata-rata.
2. Inteligensi Kreatif
Yaitu kecerdasan yang lebih cenderung pada sifat-sifat yang unik, merancang hal-hal yang
baru. Misalnya: seorang peserta didik diinstrusikan untuk menuliskan kata “P O H O N” oleh
gurunya, tetapi jawaban seorang individu yang kreatif dengan menggambarkan sebuah pohon.
· 3. Inteligensi Praktis
Yaitu kecerdasan yang berfokus pada kemampuan untuk menggunakan, menerapkan,
mengimplementasikan, dan mempraktikan. Misalnya: seorang individu mendapatkan skor
rendah dalam tes IQ tradisional, tetapi dengan cepat memahami masalah dalam kehidupan
nyata, contohnya dalam pembelajaran praktikum di laboratorium, akan cepat memahami karena
dibantu dengan berbagai peralatan dan media.
B. Macam-macam IntelIgensi
Ada beberapa macam intelegensi, antara lain :
· 1. Inteligensi keterampilan verbal
Yaitu kemampuan untuk berpikir dengan kata-kata dan menggunakan bahasa untuk
mengungkapkan makna. Contohnya: seorang anak harus berpikir secara logis dan abstrak
untuk menjawab sejumlah pertanyaan tentang bagaimana beberapa hal bisa menjadi mirip.
Contoh pertanyaannya “Apa persamaan Singa dan Harimau”?. Cenderung arah profesinya
menjadi: (penulis, jurnalis, pembicara).
· 2. Inteligensi keterampilan matematis
Yaitu kemampuan untuk menjalankan operasi matematis. Peserta didik dengan kecerdasan
logical mathematical yang tinggi memperlihatkan minat yang besar terhadap kegiatan
eksplorasi. Mereka sering bertanya tentang berbagai fenomena yang dilihatnya. Mereka
menuntut penjelasan logis dari setiap pertanyaan. Selain itu mereka juga suka
mengklasifikasikan benda dan senang berhitung. Cenderung profesinya menjadi: (ilmuwan,
insinyur, akuntan)
· 3. Inteligensi kemampuan ruang
Yaitu kemampuan untuk berpikir secara tiga dimensi. Cenderung berpikir secara visual. Mereka
kaya dengan khayalan internal (Internal imagery) sehingga cenderung imaginaif dan kreatif.
Contohnya seorang anak harus menyusun serangkaian balok dan mewarnai agar sama dengan
rancangan yang ditunjukan penguji. Koordinasi visual-motorik, organisasi persepsi, dan
kemampuan untuk memvisualisasi dinilai secara terpisah. Cenderung menjadi profesi arsitek,
seniman, pelaut.
· 4. Inteligensi kemampuan musical
Yaitu kepekaan terhadap pola tangga nada, lagu, ritme, dan mengingat nada-nada. Ia juga
dapat mentransformasikan kata-kata menjadi lagu, dan menciptakan berbagai permainan
musik. Mereka pintar melantunkan beat lagu dengan baik dan benar. Mereka pandai
menggunakan kosa kata musical, dan peka terhadap ritme, ketukan, melodi atau warna suara
dalam sebuah komposisi music.
· 5. Inteligensi Keterampilan kinestetik tubuh
Yaitu kemampuan untuk memanipulasi objek dan mahir sebagai tenaga fisik. Senang bergerak
dan menyentuh. Mereka memiliki control pada gerakan, keseimbangan, ketangkasan, dan
keanggunan dalam bergerak. Mereka mengeksplorasi dunia dengan otot-ototnya. Cenderung
berprofesi menjadi ahli bedah, seniman yang ahli, penari.
· 6. Inteligensi Keterampilan intrapersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami diri sendiri dengan efektif mengarahkan hidup seseorang.
Memiliki kepekaan perasaan dalam situasi yang tengah berlangsung, memahami diri sendiri,
dan mampu mengendalikan diri dalam konflik. Ia juga mengetahui apa yang dapat dilakukan
dan apa yang tidak dapat dilakukan dalam lingkungan social. Mereka mengetahui kepada siapa
harus meminta bantuan saat memerlukan. Cenderung berprofesi menjadi teolog, psikolog.
· 7. Inteligensi keterampilan interpersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami dan secara efektif berinteraksi dengan orang lain. Pintar
menjalin hubungan social, serta mampu mengetahui dan menggunakan beragam cara saat
berinteraksi. Mereka juga mampu merasakan perasaan, pikiran, tingkah laku dan harapan
orang lain, serta mampu bekerja sama dengan orang lain.