Anda di halaman 1dari 11

ZUHUD

LATAR BELAKANG

Zuhud merupakan suatu sifat menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat
keduniaan, tetapi bukan membenci semua yang berbau dunia atau
meninggalkan dunia kemudian mencintai akhirat dengan segalanya.
Melainkan harus ada keseimbanggan antara kehidupan di dunia dan akhirat
bahwasanya ada korelasi antara mementingkan kehidupan didunia dan
kehidupan diakhirat.

Zuhud menurut bahasa adalah berpaling dari sesuatu karena hilangnya


sesuatu tersebut dan karena (seseorang) tidak memerlukannya.

Zuhud menurut istilah adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat


demi kehiduan akhirat.dari definisi zuhud menurut istilah dan bahasa dapat
ditarik kesimpulan kalu segala sesuatu yang kita miliki didunia ini
segalanya akan hilang tak ada yang abadi.dengan menanamkan sifat zuhud
maka akan tumbuh dalam dirikita sifat mencintai Allah swt, dal lebih
mementingkan akhirat di banding dunia.

A. PENGERTIAN ZUHUD

Dunia itu seperti salju yang diletakkan pada matahari, yang senantiasa akan hancur sampai habis.
Akhirat itu seperti mutiara yang tidak akan binasa baginya. Menurut istilah zuhud memiliki
beberapa pengertian :

1. Ibnu Taimiyah, ”Zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat demi kehidupan
akhirat”.

2. Imam Al Qusyairy, ”Zuhud adalah tidak merasa bangga terhadap kemewahan dunia yang
dimiliki dan tidak merasa sedih ketika kehilangan harta”.

3. Imam Al Ghazali, ”Zuhud adalah mengurangi keinginan untuk menguasai kemewahan dunia
sesuai dengan kadar kemampuannya”.

4. Hasan Al-Bashri, ”Zuhud itu bukanlah mengharamkan yang halal atau menyia-nyiakan harta,
akan tetapi zuhud di dunia adalah engkau lebih mempercayai apa yang ada di tangan Allah
daripada apa yang ada di tanganmu. Keadaanmu antara ketika tertimpa musibah dan tidak adalah
sama saja, sebagaimana sama saja di matamu antara orang yang memujimu dengan yang
mencelamu dalam kebenaran”.

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Zuhud adalah dimana seseorang itu tidak
terlalu mementingkan harta kekayaan dunia atau dunia. Harta kekayaan atau dunia hanyalah
sarana untuk mencapai tujuan hakiki yakni kehidupan akhirat.

Zuhud menurut bahasa adalah berpaling dari sesuatu karena hinanyasesuatu tersebut dan karena
(seseorang) tidak memerlukannya.

Zuhud menurut istilah adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaatdemi kehiduan akhirat

Sebagian orang salah paham dengan istilah zuhud. Dikira zuhud adalah hidup tanpa harta. Dikira
zuhud adalah hidup miskin. Lalu apa yang dimaksud dengan zuhud yang sebenarnya.

Dalam hadits di atas terdapat dua nasehat, yaitu untuk zuhud pada dunia, ini akan membuahkan
kecintaan Allah, dan zuhud pada apa yang ada di sisi manusia, ini akan mendatangkan kecintaan
manusia

B. PENYEBUTAN ZUHUD DALAM Al QUR’AN DAN HADITS

Masalah zuhud telah disebutkan dalam beberapa ayat dan hadits. Di antara ayat yang
menyebutkan masalah zuhud adalah firman Allah Ta’ala tentang orang mukmin di kalangan
keluarga Fir’aun yang mengatakan,

ٌ ‫) يَا قَ ْو ِم ِإنَّ َما َه ِذ ِه ْال َحيَاة ُ الدُّ ْنيَا َمت َا‬38( ‫الرشَا ِد‬
َ ‫ع َو ِإ َّن ْاْلَ ِخ َرةَ ه‬
‫ِي‬ َ ‫ون أ َ ْه ِد ُك ْم‬
َّ ‫س ِبي َل‬ ِ ُ‫َوقَا َل الَّذِي آ َ َمنَ يَا قَ ْو ِم اتَّ ِبع‬

39( ‫ار ْالقَ َر ِار‬


ُ َ‫د‬

“Orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu
jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan
(sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” )QS. Ghafir: 38-39)

Dalam Ayat Lainnya, Allah Ta’ala Berfirman,

‫) َو ْاْلَ ِخ َرة ُ َخي ٌْر َوأَ ْبقَى‬16( ‫) بَ ْل تُؤْ ثِ ُرونَ ْال َحيَاةَ الدُّ ْنيَا‬17(

“Tetapi kamu )orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah
lebih baik dan lebih kekal.” )QS. Al A’laa: 16-17(

Mustaurid berkata bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


ُ ‫سبَّابَ ِة – فِى ْاليَ ِم فَ ْليَ ْن‬
‫ظ ْر ِب َم يَ ْر ِج ُع‬ َ ‫صبَ َعهُ َه ِذ ِه – َوأَش‬
َّ ‫َار يَحْ يَى ِبال‬ ْ ‫اْلخ َرةِ ِإالَّ ِمثْ ُل َما يَجْ َع ُل أ َ َحد ُ ُك ْم ِإ‬
ِ ‫َّللاِ َما الدُّ ْنيَا فِى‬
َّ ‫َو‬

“Demi Allah, tidaklah dunia dibanding akhirat melainkan seperti jari salah seorang dari kalian
yang dicelup -Yahya berisyarat dengan jari telunjuk- di lautan, maka perhatikanlah apa yang
dibawa.” )HR. Muslim no. 2858(

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, “Dunia seperti air yang tersisa di jari ketika jari
tersebut dicelup di lautan sedangkan akhirat adalah air yang masih tersisa di lautan”
Bayangkanlah, perbandingan yang amat jauh antara kenikmatan dunia dan akhirat!

Dari Sahl bin Sa’ad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ٍ‫سقَى كَافِ ًرا ِم ْن َها ش َْر َبةَ َماء‬


َ ‫ض ٍة َما‬ ِ َ‫لَ ْو كَان‬
َّ َ‫ت الدُّ ْنيَا تَ ْع ِد ُل ِع ْند‬
َ ‫َّللاِ َجنَا َح بَعُو‬

“Seandainya harga dunia itu di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk tentu Allah tidak mau
memberi orang orang kafir walaupun hanya seteguk air.” )HR. Tirmidzi no. 2320. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

C. MAKNA ZUHUD TERHADAP DUNIA

Yang dimaksud dengan zuhud pada sesuatu –sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Rajab Al
Hambali- adalah berpaling darinya dengan sedikit dalam memilikinya, menghinakan diri darinya
serta membebaskan diri darinya. Adapun mengenai zuhud terhadap dunia para ulama
menyampaikan beberapa pengertian, di antaranya disampaikan oleh sahabat Abu Dzar.

Abu Dzar Mengatakan,

َّ ‫ى‬
ِ‫َّللا‬ َّ ‫ضا َع ِة ْال َما ِل َولَ ِك َّن‬
ِ َ‫الزهَادَة َ ِفى الدُّ ْن َيا أ َ ْن الَ تَ ُكونَ ِب َما ِفى َيدَيْكَ أ َ ْوثَقَ ِم َّما ِفى َيد‬ َ ‫ت ِبتَحْ ِر ِيم ْال َحالَ ِل َوالَ ِإ‬ َ ‫الزهَادَة ُ ِفى الدُّ ْن َيا لَ ْي‬
ْ ‫س‬ َّ
َ‫ت لَك‬ ُ َ
ْ َ‫َب فِي َها لَ ْو أنَّ َها أ ْب ِقي‬ َ ُ َ
ِ ‫صيبَ ِة إِذَا أ ْنتَ أ‬
َ ‫صبْتَ ِب َها أ ْرغ‬ ْ
ِ ‫ب ال ُم‬ َ
ِ ‫َوأ ْن ت َ ُكونَ فِى ث َ َوا‬

“Zuhud terhadap dunia bukan berarti mengharamkan yang halal dan bukan juga menyia-nyiakan
harta. Akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah engkau begitu yakin terhadapp apa yang ada di
tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu. Zuhud juga berarti ketika engkau tertimpa
musibah, engkau lebih mengharap pahala dari musibah tersebut daripada kembalinya dunia itu
lagi padamu.”

Yunus bin Maysaroh menambahkan pengertian zuhud yang disampaikan oleh Abu Dzar. Beliau
menambahkan bahwa yang termasuk zuhud adalah, “Samanya pujian dan celaan ketika berada di
atas kebenaran”

Cobalah kita perhatikan penjelasan dari Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah terhadap tiga unsur
dari pengertian zuhud yang telah disebutkan di atas.

Pertama: Zuhud adalah yakin bahwa apa yang ada di sisi Allah itu lebih diharap-harap dari apa
yang ada di sisinya. Ini tentu saja dibangun di atas rasa yakin yang kokoh pada Allah. Oleh
karena itu, Al Hasan Al Bashri menyatakan, “Yang menunjukkan lemahnya keyakinanmu, apa
yang ada di sisimu (berupa harta dan lainnya –pen) lebih engkau harap dari apa yang ada di sisi
Allah.”

Abu Hazim –seorang yang dikenal begitu zuhud- ditanya, “Apa saja hartamu?” Ia pun berkata,
“Aku memiliki dua harta berharga yang membuatku tidak khawatir miskin: [1] rasa yakin pada
Allah dan [2] tidak mengharap-harap apa yang ada di sisi manusia.”

Lanjut lagi, ada yang bertanya pada Abu Hazim, “Tidakkah engkau takut miskin?” Ia
memberikan jawaban yang begitu mempesona, “Bagaimana aku takut miskin sedangkan Allah
sebagai penolongku adalah pemilik segala apa yang ada di langit dan di bumi, bahkan apa yang
ada di bawah gundukan tanah?!”

Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Hakikat zuhud adalah ridho pada Allah ‘azza wa jalla.” Ia
pun berkata, “Sifat qona’ah, itulah zuhud. Itulah jiwa yang “ghoni”, yaitu selalu merasa
cukup.”Intinya, pengertian zuhud yang pertama adalah begitu yakin kepada Allah.

Kedua: Di antara bentuk zuhud adalah jika seorang hamba ditimpa musibah dalam hal dunia
berupa hilangnya harta, anak atau selainnya, maka ia lebih mengharap pahala dari musibah
tersebut daripada dunia tadi tetap ada. Ini tentu saja dibangun di atas rasa yakin yang sempurna.

Siapakah yang rela hartanya hilang, lalu ia lebih harap pahala?! Yang diharap ketika harta itu
hilang adalah bagaimana bisa harta tersebut itu kembali, itulah yang dialami sebagian manusia.
Namun Abu Dzar mengistilahkan zuhud dengan rasa yakin yang kokoh. Orang yang zuhud lebih
berharap pahala dari musibah dunianya daripada mengharap dunia tadi tetap ada. Sungguh ini
tentu saja dibangun atas dasar iman yang mantap.

D. FAKTOR – FAKTOR TIMBULNYA RASA ZUHUD

Zuhud merupakan salah satu kedudukan yang sangat penting dalam tasawuf. Hal ini dapat dilihat
dari pendapat ulama tasawuf yang senantiasa mencantumkan zuhud dalam pembahasan tentang
maqamat,meskipun dengan sistematika yang berbeda – beda. Al-Ghazali menempatkan zuhud
dalam sistematika : al-taubah, al-sabr, al-faqr, al-zuhud, al-tawakkul, al-mahabbah, al-ma’rifah
dan al-ridla. Al-Tusi menempatkan zuhud dalamsistematika : al-taubah,al-wara’,al-zuhd, al-
faqr,al-shabr,al-ridla,al-tawakkul, dan al-ma’rifah. Sedangkan al-Qusyairi menempatkan zuhud
dalam urutan maqam : al-taubah,al-wara’,al-zuhud, al-tawakkul dan al-ridla.

Jalan yang harus dilalui seorang sufi tidaklah licin dan dapat ditempuh dengan mudah. Jalan itu
sulit,dan untuk pindah dari maqam satu ke maqam yang lain menghendaki usaha yang berat dan
waktu yang bukan singkat, kadang – kadang seorang calon sufi harus bertahun – tahun tinggal
dalam satu maqam.

Para peneliti baik dari kalangan orientalis maupun Islam sendiri saling berbeda pendapat tentang
faktor yang mempengaruhi zuhud. Nicholson dan Ignaz Goldziher menganggap zuhud muncul
dikarenakan dua faktor utama,yaitu : Islam itu sendiri dan kependetaan Nasrani, sekalipun
keduanya berbeda pendapat tentang sejauhmana dampak faktor yang terakhir.

Harun Nasution mencatat ada lima pendapat tentang asal – usul zuhud. Pertama, dipengaruhi
oleh cara hidup rahib-rahib Kristen. Kedua, dipengaruhi oleh Phytagoras yang megharuskan
meninggalkan kehidupan materi dalamrangka membersihkan roh. Ajaran meninggalkan dunia
dan berkontemplasi inilah yang mempengaruhi timbulnya zuhud dan sufisme dalam Islam.
Ketiga, dipengaruhi oleh ajaran Plotinus yang menyatakan bahwadalam rangka penyucian roh
yangtelah kotor,sehingga bisa menyatu dengan Tuhan harus meninggalkan dunia. Keempat,
pengaruh Budha dengan faham nirwananya bahwa untukmencapainya orang harus meninggalkan
dunia dan memasuki hidup kontemplasi. Kelima, pengaruh ajaran Hindu yang juga mendorong
manusia meninggalkan dunia dan mendekatkandiri kepada Tuhan untuk mencapai persatuan
Atman dengan Brahman

Sementara itu Abu al’ala Afifi mencatat empat pendapat parapeneliti tentang faktor atau asal –
usul zuhud. Pertama, berasal dari atau dipengaruhi oleh India dan Persia. Kedua, berasal dari
atau dipengaruhi oleh askestisme Nasrani. Ketiga, berasal atau dipengaruhi oleh berbagai sumber
yang berbeda- beda kemudian menjelma menjadi satu ajaran. Keempat, berasal dari ajaran Islam.
Untukfaktor yang keempat tersebut Afifi memerinci lebih jauh menjadi tiga :

Pertama, faktor ajaran Islam sebagaimana terkandung dalam kedua sumbernya, al-Qur’an dan al-
Sunnah. Kedua sumber ini mendorong untukhidup wara’, taqwa dan zuhud.

Kedua, reaksi arohaniah kaum muslimin terhadap sistemsosial politik dan ekonomi di kalangan
Islam sendiri,yaitu ketika Islam telah tersebar keberbagai negara yangsudah barang tentu
membawa konskuensi – konskuensi tertentu,seperti terbukanya kemungkinan diperolehnya
kemakmuran di satu pihak dan terjadinya pertikaian politik interen umat Islam yang
menyebabkan perang saudara antara Ali ibn Abi Thalib dengan Mu’awiyah,yang bermula dari
al-fitnah al-kubraI yang menimpa khalifahketiga, UstmanibnAffan (35 H/655 M). Dengan
adanya fenomena sosial politik seperti itu ada sebagian masyarakat dan ulamanya tidak
inginterlibat dalamkemewahan dunia dan mempunyai sikap tidak mau tahu terhadap pergolakan
yang ada,mereka mengasingkan diri agar tidak terlibat dalam pertikaian tersebut.

Ketiga, reaksi terhadap fiqih dan ilmukalam, sebab keduanya tidak bisa memuaskan dalam
pengamalan agama Islam. Menurut at-Taftazani, pendapat Afifi yang terakhir ini perlu
ditelitilebih jauh, zuhud bisa dikatakan bukan reaksi terhadap fiqih dan ilmu kalam, karena
timbulnya gerakan keilmuan dalamIslam, seperti ilmu fiqih dan ilmukalam dan sebaginya
muncul setelah praktek zuhud maupun gerakan zuhud. Pembahasan ilmu kalam secara sistematis
timbul setelah lahirnya mu’tazilah kalamiyyah pada permulaan abad II Hijriyyah, lebih akhir lagi
ilmu fiqih,yakni setelah tampilnya imam-imam madzhab, sementara zuhud dan gerakannya telah
lama tersebar luas didunia Islam.
TAWAKAL
A. LATAR BELAKANG
Maqamat dalam Ilmu Tasawuf berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah
berdasarkan apa yang telah diusahakannya. Disamping itu maqamat berarti jalan yang harus
ditempuh oleh seorang sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Allah.
Menurut al-Ghozali dalam kitabnya Ihya’ ‘Ulumad-Din, maqamat terdiri dari delapan
tingkat, yaitu taubat, sabar, zuhud, tawakal, mahabbah, ridha dan makrifat.
Ketika kita memfokuskan pandangan kepada semua amal hati, sebenarnya semua itu adalah
dasar dan materi iman yang mencuat darinya, maka kita akan menemukan bahwa tidak ada maqam
yang paling komprehensif dengan cakupan atas semua ilmu dan amal sebuah hati daripada
Tawakal kepada Allah SWT. Diantara semua amal tersebut Tawakal adalah sesuatu yang paling
kokoh dan diantara kedudukan-kedudukan itu, dia adalah yang paling mulia.
Tawakal adalah suatu kondisi yang menggabungkan antara ilmu dan iman. Tidak mungkin
seorang hamba tidak membutuhkan tawakal, baik tawakal kepada Allah yang di Tangan-Nya
kekuasaan atas segala sesuatu, atau tawakal kepada sesama makhluk yang lemah seperti dirinya.
Tidak memiliki kuasa memberikan manfaat atau bahaya. Tidak memiliki kekuasaan untuk
mematikan, menghidupkan, dan membangkitkan kembali yang telah mati. Itulah sebuah maqam
yang sama sekali tidak bisa diabaikan begitu saja oleh setiap manusia selama-lamanya.
Dia tinggal memilih, apakah bertawakal kepada Allah atas segala sesuatu, Dia memberi
pahala dan tidak diberi balasan untuk-Nya, ataukah bertawakal kepada makhluk yang pasti lemah
seperti dirinya sendiri.
Atas dasar inilah saya menaruh perhatian yang sangat besar untuk menjelaskan maqam yang
sangat mulia bagi tawakal kepada Allah, sehingga Ibnu Abbas menyebutnya sebagai inti iman.
Sedangkan Sa’id jabir mengatakan, “Tawakal adalah separuh dari iman”, sedangkan Al-Fudhail
bin Iyadh menyifatinya, “Tawakal adalah pangkal ibadah”.

B. PENGERTIAN TAWAKAL
1. Arti Etimologis

Tawakal (bahasa Arab: ‫ )تو ُكل‬atau tawakkul dari kata wakala dikatakan, artinya, ‘meyerah
kepadaNya’.1[1]

Dalam agama Islam, tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam
menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan.

2. Arti Terminologis

Tawakkal adalah suatu sikap mental seorang yang merupakan hasil dari keyakinannya yang
bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia diajari agar meyakini bahwa hanya Allah yang
menciptakan segala-galanya, pengetahuanNya Maha Luas, Dia yang menguasai dan mengatur
alam semesta ini. Keyakinan inilah yang mendorongnya untuk menyerahkan segala persoalannya
kepada Allah. Hatinya tenang dan tenteram serta tidak ada rasa curiga, karena Allah Maha Tahu
dan Maha Bijaksana.2[2]

Dengan demikian, tawakkal kepada Allah bukan berarti penyerahan diri secara mutlaq
kepada Allah, melainkan penyerahan diri yang harus didahului dengan ikhtiar secara maksimal.
Abu Mu’thy Balkhy berkata kepada Hatim al-‘Ashom : “Betulkah engkau berjalan tanpa
bekal di hutan ini hanya semata-mata bertawakal ? Jawabnya : “Tidak, aku bepergian jauh pasti
berbekal”, “Lalu apa bekalnya ?” Jawabnya : “ perkara bekalku, yaitu :

1. Aku yakin bahwa dunia seisinya adalah milik allah SWT


2. Semua makhluk adalah hamba-Nya
3. Segala usaha/bekerja adalah semata hanya faktor penyebab saja, sedangkan rizqi ada di tangan
Tuhan

C. SUMBER Al-QUR’AN DAN HADITS TENTANG TAWAKAL

Semua perintah dalam bertawakkal, biasanya selalu didahului oleh perintah melakukan
sesuatu. Firman Allah SWT :

‫لَاِ ِإ َّن هللاَ يُ َحبُّ ْال ُمت َ َو ِ لك ِليْن‬


َ ‫علَى َ ل‬
َ ‫عزَ ْمتَفَت َ َو َّك ْل‬
َ ‫فَإِذَا‬

“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”. )QS. Ali Imran:
159)3[5]
Oleh rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya sebagai berikut :

َ‫ لَ ْوأَنَّ ُك َْم تَت َ َو َّكلُ ْون‬: ‫سلَّ ََم يَقُ ْو ُل‬


َ ‫ع َل ْي ِه ََو‬
َ ُ‫ى هللا‬
َّ ‫صل‬
َ ِ‫س ْو َل هللا‬ َ : ‫ع ْنهُ قَ َل‬
ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬ َ ُ‫ى هللا‬
َ ‫ض‬ ُ ‫ع ْن‬
ِ ‫ع َم َر َر‬ َ
َ ِ‫صا ََوت َ ُر َْو ُح ب‬
‫طانًا‬ َّ ‫علَى هللاِ َح َّق ت َ َو َّك ِل ِه لَ َرزَ َق ُك َْم َك َما يَ ْر ُز ُق‬
ً ‫ ت َ ْغد َُْو ِخ َما‬،‫الطي َْر‬ َ
)‫(رَواه الترمذي‬

“Umar r.a. berkata : “Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Andaikan kamu
bertawakkal (menyerah) kepada Allah dengan sungguh-sungguh, niscaya Allah akan memberi
rizky kepadamu sebagaimana burung yang keluar pagi dengan perut kosong (lapar) dan kembali
pada senja hari dalam keadaan sudah kenyang”. )HR. Turmudzi(4[6]

D. RUKUN-RUKUN TAWAKAL
Tawakal tidak didapati kecuali sesudah mengimani empat hal yang merupakan rukun-rukun
tawakal.
Pertama, beriman bahwa Al Wakil Maha Mengetahui segala apa yang dibutuhkan oleh si
muwakkil (yang bertawakal).
Kedua, beriman bahwa Al Wakil Maha Kuasa dalam memenuhi kebutuhan muwakkil.
Ketiga, beriman bahwa Dia tidak kikir.
Keempat, beriman bahwa Dia memiliki cinta dan rahmat kepada muwakkil.5[7]

E. DERAJAT-DERAJAT TAWAKAL

Pertama, keyakinannya kepada Allah seperti keyakinannya kepada wakil yang telah dikenal
kebenarannya, kejujurannya, perhatian, petunjuk dan kasih sayangnya.

Kedua, keadaanya terhadap Allah SWT seperti keadaan anak kecil kepada ibunya. Ia tidak
mengenal selain ibunya dan segala urusan hanya mengandalkannya. Ia adalah pikiran pertama
yang terlintas dihatinya. Kedudukan ini menuntut manusia untuk tidak berdoa dan tidak memohon
kepada selain Allah SWT. Kerena percaya pada kemurahan-Nya dan kasih sayang-Nya.

Ketiga, seperti pucatnya orang sakit, yang bisa terus berlangsung dan terkadang lenyap. Jika
engkau katakan apakah hamba boleh berencana dan mengandalkan sebab-sebab.
Maka ketahuilah bahwa kedudukan ketiga menolak perencanaan secara berlangsung selama
ia tetap dalam keadaan itu. Kedudukan kedua menolak perencanaan, kecuali dari segi pengandalan
kepada allah SWT dengan berdoa dan merengek seperti anak kecil yang hanya memanggil
ibunya.6[8]
F. MANFAAT TAWAKAL
Setelah kami jelaskan kedudukan tawakal, kami merasa senang untuk menunjukkan
sebagian buah yang agung yang bisa dipetik oleh orang yang bertawakal setelah berhasil
mewujudkan maqam ‘kedudukan yang sangat tinggi dan mulia ini. Hal terpenting diantaranya
adalah :
1. Mewujudkan iman.
2. Ketenangan jiwa dan rehat hati.
3. Kecukupan dari Allah segala kebutuhan orang yang bertawakal.
4. Sebab terkuat dalam mendatangkan berbagai manfaat dan menolak berbagai mudlarat.
5. Mewariskan cinta Allah kepada sang hamba.
6. Mewariskan kekuatan hati, keberanian, keteguhan dan menantang para musuh.
7. Mewariskan kesabaran, ketahanan, kemenangan dan kekokohan.
8. Mewariskan rezeki, rasa ridha dan memelihara dari kekuasaan syetan
9. Sebab masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab.

G. MACAM-MACAM TAWAKAL

Tawakal dibagi menjadi dua macam, antara lain :

1. Tawakal kepada Allah


Macam-macam Tawakal kepada Allah, yaitu :
a. Tawakal kepada Allah dalam istiqamah dirinya dengan petunjukknya, pemurnian tauhid.
b. Tawakal kepada Allah dalam penegakan agama Allah di muka bumi, menaggulangi kehancuran,
melawan bid’ah, berijtihad melawan orang kafir, amar makruf nahi munkar.
c. Tawakal kepada Allah dalam rangka seorang hamba ingin mendapatkan berbagai hajat dan bagian
duniawi atau dalam rangka menghindari berbagai hal yang tidak diharapkan dan berbagai musibah
duniawi.
d. Tawakal kepada Allah dalam rangka mendapatkan dosa dan kekejian.
2. Tawakal kepada selain Allah

Bagian ini terbagi menjadi dua macam, yaitu :


a. Tawakal Bernuansa Syirik
Ini juga terbagi menjadi dua :
Pertama, tawakal kepada selain Allah Ta’ala dalam hal yang tidak mampu mensikapinya
selain Allah azza wa Jalla, “Seperti halnya orang-orang yang bertawakal kepada orang-orang yang
telah mati dan para thaghut dalam rangka menyampaikan harapan tuntutannya berupa
pemeliharaan, penjagaan, rezeki dan syafaat.
Kedua, tawakal kepada selain Allah berkenaan dengan perkara-perkara yang dimampui
sebagaimana yang ia kira oleh orang yang bertawakal tersebut. Ini adalah syirik kecil.
b. Perwakilan yang diperbolehkan
Yaitu ketika seseorang mewakilkan suatu pekerjaan yang dimampui kepada orang lain. Dengan
demikian orang yang mewakilkan itu mencapai sebagian apa yang menjadi tututannya.7[9]

Anda mungkin juga menyukai