Teknologi, Mekanisasi, Sarana Produksi Pangan
Teknologi, Mekanisasi, Sarana Produksi Pangan
PANGAN
Pada saat ini, kedudukan teknologi pertanian di Indonesia belum cukup efektif, hal ini
tercermin dalam menurunnya kapasitas produksi daya saing pangan nasional. Sebagai upaya
meningkatka kapasitas produksi pemerintah melakukan impor bahan pangan dalam jumlah
besar.Kebijakan impor ini akan memperlemah daya saing pertanian nasional dalam jangka
panjang.
Perubahan teknologi produksi dari tipe tekologi pertanian subsistence dan rendah
masukan teknologi (low external inputs) ke tipe teknologi produksi pertanian monokultur
dengan varietas tanaman berproduksi tinggi merupakan konsep teknologi produksi era
‘revolusi hijau’. Perubahan paradigma teknologi produksi ini memerlukan paket dukungan
teknologi berupa irigasi, pupuk mineral, pestisida, dan benih produksi tinggi.
Peningkata pemakaian pupuk mineral dan pestisida kimia selama era revolusu hijau
telah memberikan dampak negatif dalam bentu pencemaran lingkungan, penurunan
keanekaragaman hayati, peningkatan resistensi hama, dan pengurangan daya dukung bagi
predator alam dan parasit (Pimentel, 2005). Dengan demikian, upaya pengembangan
teknologi produksi pertanian di masa depan perlu diarahkann pada kelestarian lingkungan
demi mendukung ketahanan pangan dan menjamin keberlanjutan pertanian di generasi
berikutnya.
Pada saat ini, ara yang ditetapkan pakar pertanian dunia dalam menanggapi dampak
revolusi hijau adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Dalam konsep ini,
diperlukan perubahan radikal terhadap praktik pertanian agat terjaga kelestarin dan
produktivitas pertaian. Dampak negatif pada keberlanjutan lingkungan pertanian akan
mengancam masa depan pertanian (Li Ching, 2008)
Komponen sistem pangan terdiri atas (i) ketersediaan pagan dengan unsur pendukung
produksi, distribusu, dan pertukaran, (ii) akses pangan dengan unsur pendukung
keterjangkauan finansial, alokasi, dan pilihan, (iii) kegunaan pangan dengan unsur
pendukung nilai nutrisi, sosial, dan keamanan pangan (ngram et al., 2005).
Tekanan terhadap sistem pangan berasal dari faktor ; (i) kemiskinan dan
keterbelakangan pendidikan, (ii)kenaikan harga pangan, (iii) keterbatasan lapangan kerja,
(iv)akses pasar buruk, (v)ketidakjelasan kepemilikan lahan, (vi) perubahan iklim (Scholes et
al., 2004).
Teknologi produksi yang tidak efektif dikaitkan dngan faktor berikut ; pertama,
lambannya proses transisi dari teknologi produksi revolusi hijau ke teknologi pertanian
berkelanjutan.Ini disebabkan lemahny akebijkan yang mendukung pengembangan pertanian
ramah lingkungan. Al ini tercermin dai sulitnya memperoleh kesepakatan perumusan
teknologi alternatif untuk memperbaiki teknologi revolusi hijau (Sumarno, 2007). Kedua,
teknologi pertanian yang dikembangkan belum selaras dengan kebutuhan dan persoalan nyata
yang dihadapi pengguna (Lakitan, 2009). Ketiga, kenyataan sangat lambatnya proses inovasi
teknologi dalam transisi pertanian subsisten ke usaha tani komersial memang sejalan dengan
konsep sustainable pathways dalam induce innovation ayami dan Park (Handaka, 2004).
Grand design ini perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu (i) cakupan teknologi
produksi yang meliputi sumber daya lahan, sarana produksi biologis, sarana produksi sinteis,
alat mesin, dan kelestarian lingkungan, (ii) kemampuan teknologi meningkatkan produksi,
(iii) kemampuan teknologi mengurangi kerentanan sistem pangan terhadap perubahan iklim,
(iv) pengembangan teknologi memihak pengguna primer teknologi, (v) pengembangan
teknologi diwujudkan melalui kerja sama pemerintah, (vi) pengembangan teknologi bersifat
demand-driven, (vii) pengembangan teknologi produksi punya visi mewujudkan pertanian
berbasis iptek. (viii) memiliki tolak ukur keberhasilan pengembangan teknologi produksi.
Pada umunya, mekanisasi pertanian dimaknai sebagai pengunaan alat dan esin untuk
berbagai kegitan dalam proses produksi pertanian. Teknologi mekanis diperlukan untuk
mendukung pekerjaan manusia di bidang pertanian agar beban kerja fisik jadi lebih ringan,
kapasitas kerja meningkat, dan kualitas kerja lebih baik.Teknologi ini berwujud peralatan dan
mesin yang digerakkan oleh motor yang bekerja sesuai rancangannya.
Dalam kaitannya dengan ketaanan pangan, mekanisasi akan dapat berperan jika
penerapan teknologinya mampu mendorong peningkatan produksi dengan biaya produksi
yang lebih rendahdaripada dengan tenaga manual.
Rendahnya adopsi teknologi mekanisasi umunya disebabkan oleh (i) akses teknologi
tidak memadai, (ii) kurangnya motivasi.
Tujuan dasa mekanisasi pertanian sebenarnya untuk meningkatkan efisiensi lahan dan
tenaga kerja, meningkatkan luas lahan yang dapat ditanami, menghemat energi, dan sumber
daya (benih, pupuk, air), meningkatkan efektivitas, produktivitas, dan kualitas hasil tani,
mengurangi beban petani, menjaga kelestarian lingkungan dan produksi pertanian yang
berkelanjutan, serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani (Salokh et al., 1998).
Pertanian lahan sempit pada umunya sangat intensif agar produksi per satuan luas
(yield) maksimal. Karena itu diperlukan sarana produksi dan cara budidaya yang tepat hingga
memerlukan biaya yang besar. Petani memiliki keterbatasan biaya hingga pertanian intensif
dilaksanakan dengan input teknologi yang tidak seimbang hingga berdampak negatif terhadap
produksi dan lingkungan. Teknologi mekanisasi berpeluang memperbaiki praktik ini melalui
cara pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen dan pasca panen yang efisien. Jika
teknologi mekanis diterapkan disertai penggunaan yang terjamin kualitasnya, ini akan
berpeluan membantu menghasilkan yield yang setara atau lebih tinggi dengan keuntungan
lebih ramah lingkungan.
Agar pertanian mekanisasi cepat berkembang di masa depan, perlu dilakukan ; (i)
membangun asosiasi petani, )ii) penetapan kebijakan perdagangan yang kondusif,
(iii)peningkatan kemampuan dan pengembangan, (iv) mendirikan lembaga keuangan
pertanian, (v) memberikan pendidikan ke petani, (vi) mendirikan fasilitas produksi dan
perbaikan, (vii) meningkatkan jasa penyewaan alsintan agar petani kecil mendapat manfaat
dari alsintan (Handaka et al., 2004).
Dari segi kebutuhan pupuk, pemakaian pupuk kimia sintetik 250 kg/ha setara dengan
pengunaan pupuk organik 25 ton/ha, jumlah yang besar dari segi biaya dan tenaga kerja
(Husnain et al, 2005). Apabila tantangan teknologi sarana produksi pupuk ini tidak diatasi
pemakaian pupuk kimia akan terus berlangsung kearena potensi produktivitas tanaman,
dengan pupuk organik sebelum revolusi hijau sangat rendah, yaitu 2,5-3,2 kg/ha (Sumarno,
2007).
Sebagai negara tropis, potensi serangan haman dapat berlangsung sepanjang tahun
karena inang dan bahan makanan tersedia. Penerapan budidaya padi ecara monokultur
dengan varietas tunggal tanpa periode bero menjadikan tanaman padi sebagai inagng tanpa
pemutusan siklus. Teknologi pengendalian hama terpadu merupakan alternatif mengurangi
pestisida sintetik yang mencemari lingkungan.
Alat mesin pertanian diperlukan untuk membantu pelaksanaan proses produksi agar
tepat waktu, meringankan kerja, dan meningkatkan roduktivitas. Ketersediaan alat mesin
bergantung kebutuhan yang timbul sesuai dengan arah perkembangan mekanisasi peetanian
di ektor produksi pertanian panagn. Penyediaan sarana peralatan tanam, inovasi teknologi
berkelanjutan bersama dengan petani agar dapat diperoleh peralaan yang dapat diadopsi
petani.Penyediaan sarana mesin juga dapat meningkatkan ketertarikan generasi muda masuk
ke sektor pertanian dengan petimbangan kenyamanan kerja dan prestise yang lebih baik di
mata masyarakat.
Dalam mendukung ketahanan pangan, luas lahan potensial yang dapat dikembangkan
menjadi lahan pertanian perlu diperjelas datanya. Sistem pemasokan air air irigasi di lahan
tanaman pangan beririgasi perllu diperbaiki. Kemungkinan perluasan jaringan irigasi di lhan
kering perlu dapat perhatian karena air berpotensi meningkatkan jumlah pertanaman tiap
tahunnya. Ancaman perubhan iklim perl mendapat perhatian utama. Adaptasi cara buididaya
tanaman terhadp perubahan iklim perlu dikaji serus hingga petani tidak mengalami
kebingungan dalam menyikap perubahan iklim.
Penyediaan lahan pertanian pangan saat ini mengalami masalah akibat pertambahan
pnduduk dan persaingan kepentigan penggunaan lahan. Ini memicu alih fungsi lahan
pertanian pangan untuk kepentingan nirpertnian dan penurunan kualitas lahan akibat
aksploitasi berlebih, akibatnya terjadi pengurangan kualitas lahan yang mengancam
ketahanan pangan nasional. Karena itu penambahan areal pertanian pangan dan pemeliharaan
kualitas lahan pertanian yang produktif mendesak untuk dilakukan (Suhartanto, 2009).
Strategi perluasan tersebut meliputi ; (i) pemanfaatan lahan terlantar yang luasnya
mencapai 12,4 juta ha, (ii) pengendalian konversi ahan pertanian yang encapai 32000 ha per
tahun, (iii) perluasan sawah di luar jawa dengan persiapan matang, (iv) perluasan areal
pertanian lahan kering yang terbatas pada lahan tidur (alang-alang), (v) penataan keagrarian
untuk memberikan hak guna usaha tanah jangka panjang pada petani untuk menghindari
eksploitasi lahan secara berlebihan (Mulyani et al., 2006).
KESIMPULAN