Anda di halaman 1dari 16

STUDI KASUS PENYEBAB KETIDAKRATAAN WARNA HASIL PENCELUPAN

DENGAN ZAT WARNA REAKTIF

Harjito,Supardi Sigit, dan Indrato Harsadi


Dosen Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Industri
Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang

ABSTRAK

Ketidakrataan warna hasil pencelupan pada bahan akan menurunkan nilai suatu bahan tekstil,
untuk memperbaikinya selain memerlukan biaya proses yang tinggi, kadang-kadang sulit
dilaksanakan. Telah diteliti beberapa penyebab terjadinya ketidak rataan warna selama proses
pencelupan. Penelitian dilakukan pada pencelupan zat warna reaktif cara rendam peras
pemanggangan (pad – dry - cure). Dari hasil penelitian menunjukka bahwa terdapat 18 hal yang
dapat menjadi penyebab terjadinya ketidak rataan warna hasil pencelupan yaitu ; hasil proses
persiapan bahan kurang baik, kandungan air pada bahan yang akan dicelup tidak rata, efek peras
hasil celup (wet pick/w.p.u) pada bahan tidak rata, pelarutan zat warna atau zat pembantu tidak
sempurna, pemakaian zat pembantu merusak zat warna yang digunakan, isi larutan celup pada
bak rendam peras (bak padder) habis, permukaan rol pemeras tidak rata, kain mengandung
benang berbeda, kualitas zat pembantu kurang baik, kain melipat pada waktu dicelup, konstruksi
kain berbeda, kain hasil celup rendam peras terkena air sebelum fiksasi, pencelupan dari bahan
hasil pelunturan warna, pengeringan setelah pencelupan tidak rata, mesin berhenti pada waktu
proses, kontrol temperatur ruang pemanas pada mesin tidak jalan, kipas sirkulasi udara panas
dalam ruangan mesin tidak jalan, pencucian bahan setelah pencelupan kurang bersih.

Kata Kunci : Zat Warna Reaktif, Ketidakrataan warna, Proses Pencelupan

49
I. PENDAHULUAN

Proses pencelupan adalah proses pemberian warna pada bahan secara merata dan bersifat

permanen. Secara merata dapat diartikan bahwa kettuaan warnanya sama pada seluruh bahan yang

dihasilkan proses pencelupan.

Kerataan warna hasil pencelupan dapat menentukan kualitas bahan. Bahan yang mempunyai

ketidakrataan warna, warna tua dan muda yang bervariasi pada bahan membuat nilai bahan tersebut turun

dan untuk memperbaikinya selain memerlukan biaya proses yang tinggi kadang-kadang sulit

dilaksanakan. Ketidakrataan warna hasil pencelupan dapat terjadi pada satu gulungan kain atau terjadi

perbedaan warna antar gulungan satu dengan yang lainnya atau antar tumpukan/lot kain.

Untuk mengatasi terjadinya ketidakrataan pencelupan harus dilakukan pengawasan yang ketat pada

faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketidakrataan pencelupan, hal ini dilaksanakan sebelum proses

pencelupan. Dalam melaksanakan pengawasn tersebut, perlu diketahui faktor penyebab ketidakrataan

dalam proses pencelupan, pengawasan ini juga dapat digunakan untuk mempermudah mencari penyebab

apabila terjadi ketidakrataan dalam proses pencelupan sehingga kejadian ini akan cepat diatasi.

Pencelupan cara rendam peras banyak digunakan dalam industri tekstil seperti pada pencelupan

rendam peras bacam (pad-batching), redam peras pemanggangan (pad- dry - cure), rendam peras termosol

(pad – dry thermosol).

Dalam penelitian ini dicoba diamati hal-hal yang dapat menimbulkan ketidakrataan warna hasil

pencelupan khususnya pada proses cara rendam peras pemanggangan.

II. PERCOBAAN

2.1. Bahan

- Kain kapas dengan konstruksi sebagai berikut :

Anyaman polos ; nomor benang lusi/pakan Ne1 40; tetal lusi 103,4/inci;

tetal pakan 89,9/inci; bert kain/m2 122,86 gram.

Zat yang dipakai :

50
1. Zat warna : Remazol Brilliant Blue R. Sp. (CI. ReactiveBlue 19)

2. Zat pembantu ; Urea, natrium bikarbonat, zat anti migrasi (Stabiron B 100)

2.2. Alat

- neraca analitik

- peralatan gelas

- mesin pemeras/padder “Werner Mathis AG” tipe U.F

- mesin pengering “Werner Mathis AG” tipe DHE buatan Switzerland

- mesin “Hot Air Jet Test Dryer” (Stenter laboratorium) buatan Osaka

- Spectrophotometer “Milton Roy-Color Graph”

2.3. Metode Percobaan

Bahan direndam peras dalam larutan zat warna sesuai dengan resep kemudian dilakukan
0 0
pengeringan 100 C x 2 menit, termofiksasi 150 C x 2 meit, pencucian, penyabunan, pencucian,

pengeringan.

Pengujian dilakukan dengan mengukur ketuaan warna yang dinyatakan dalam K/S zat warna, dengan

menggunakan alat Spektrophotometer “Milton Roy – Color Graph”

Resep Pencelupan Kondisi Normal :

- Zat warna Remazol Brilliant Blue R.Sp 40 g/l

- Urea 150 g/l

- Natrium bikarbonat 20 g/l

- Stabiron B 100 20 g/l

- Temperatur Temperatur kamar

- Efek Peras (WPU) 60 %

III. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian dari penyebab ketidakrataan warna pada proses pencelupan seperti pada Tabel 1

berikut :

51
Tabel 1 Nilai K/S Zat Warna Dari Bahan Hasil Celup Menggunakan Zat Warna Remazol Brill. Blue R.

Sp Pada Beberapa Kondisi Pencelupan.

NO KONDISI PENCELUPAN KETERANGAN K/S ZAT WARNA

1. Daya serap bahan tidak rata - Kurang dari 1 detik 6, 119

- Lebih dari 15 detik 4,909

2. % kandungan air pada bahan yang - Kandungan air 0% 6,119

akan dicelup tidak rata - Kandungan air 60% 5,609

3. Efek peras (% wet pick up) hasil - Wet pick up 60% 6,119

pencelupan tidak rata - Wet pick up 50% 5,399

4. Pelarutan zat warna atau zat - Pelarutan sempurna 6,119

pembantu tidak sempurna - Pelarutan tidak 5,599

sempurna

5. Kesalahan pemakaian zat pembantu - Zat pembantu tidak 6,119

merusak zat warna yang digunakan merusak zat warna

- Zat pembantu merusak 0,149

zat warna

6. Isi larutan celup pada bak celup Isi bak - penuh 6,119

sedikit (habis) - sedikit 2,339

7. Permukaan rol pemeras tidak rata Rol pemeras :

- rata 6,119

- tidak rata 6,689

8. Kain mengandung benang dari jenis - Serat kapas 6,119

52
serat berbeda - Serat Poliester 0,2426

9. Kualitas zat pembantu pencelupan Anti migrasi Stabiron

kurang baik akibat penyimpanan B.100 :

lama dan tidak tertutup - Masih baru, tertutup 6,119

rapat

- Sudah lama, tidak 6,049

tertutup

10. Kain melipat pada waktu proses - Kain tidak melipat 6,119

pencelupan - Kain melipat 5,599

11. Perbedaan konstruksi dari bahan Konstruksi bahan :

yang dicelup 40 x 40 plat 1/1

103, x 89,9 6,119

40/2 x 40/2

105 x 58 4,248

Keper runcing 3/1

12. Bahan hasil celup rendam peras - Tidak terkena air 6,119

terkena air sebelum proses fiksasi - Terkena air 1,921

13. Bahan yang dicelup dari hasil - Bahan bukan dari 6,119

beberapa kali pelunturan warna pelunturan warna

- Hasil pelunturan warna 9,709

14. Pengeringan bahan tidak rata setelah - Bahan kering 6,119

pencelupan rendam peras sebelum - Bahan lembab 5,098

proses fiksasi

15. Mesin berhenti waktu proses celup Mesin celup :

karena listrik mati atau kondisi mesin - Tidak berhenti waktu 6,119

53
kurang baik celup

- Berhenti waktu celup 6,749

16. Alat kontrol temperatur ruangan Alat kontrol temperatur

mesin tidak jalan tingginya - Jalan (fiksasi pada 6,119

temperatur ruangan hanya perkiraan 1500C)

sehingga bisa kurang atau lebih - Tidak jalan (fiksasi 5,429

tinggi dari temperatur yang pada temperatur kurang

disarankan dari 1500C)

17. Kipas sirkulasi udara dalam ruang Kipas sirkulasi udara :

proses tidak jalan - Jalan 6,119

- Tidak Jalan 6,049

18. Pencucian bahan hasil celup tidak - Pencucian bersih 6,119

bersih - Pencucian kurang 7,176

bersih

3.1. Daya Serap Bahan

Salah satu akibat dari proses persiapan yang kurang baik adalah kurang sempurnanya

penghilangan kotoran pada bahan yang dapat berupa kanji, lemak dan kotoran lainnya sehingga

memungkinkan daya serap pada bahan tidak merata dan kurang baik.

Hasil pencelupan dari bahan yang mempunyai daya serap tidak rata seperti pada Tabel 1 nomor 1.

Dari data diatas dapat dilihat adanya perbedaan nilai ketuan warna (K/S zat warna) dari bahan

yang mempunyai daya serap berbeda. Hasil pencelupan bahan yang mempunyai daya serap tinggi akan

menghasilkan warna hasil pencelupan lebih tua dibanding bahan yang mempunyai daya serap rendah. Hal

ini dikarenakan pada bahan yang mempunyai daya serap tinggi berarti penyerapan larutan zat warna tidak

terhalangi oleh kotoran sehingga zat warna banyak yang terserap, nilai K/S tinggi. Bahan yang masih

54
mengandung kotoran akan mempunyai daya serap rendah karena penyerapan terhalang oleh kotoran

sehingga larutan zat warna yang terserap sedikit, nilai ketentuan warna (K/S zat warna) rendah.

Adanya perbedaan daya serap pada bahan akibat kurang sempurnanya proses persiapan dapat

mengakibatkan perbedaan warna pada bahan di dalam satu gulungan, antar gulungan atau antar lot bahan.

Untuk menghindari terjadinya ketidak rataan warna pencelupan akibat kurang sempurna pada

proses persiapan, dilakukan pengawasan dan pengujian terhadap bahan hasil setiap tahapan proses

persiapan sehingga, apabila didapat hasil persiapan yang kurang sempurna dapat langsung diperbaiki.

3.2. Kandungan Air

Hasil percobaan pencelupan pengaruh dari bahan yang mempunyai kandungan air tidak rata,

dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 2.

Dari hasi percobaan di atas dapat dilihat bahwa kandungan air yang berbeda pada bahan yang

dicelup dengan cara rendam peras, akan memberikan nilai K/S zat warna yang berbeda. Hal ini

diakibatkan kain yang mengandung air akan menyerap larutan zat warna lebih sedikit dari pada bahan

yang sudah mengandung air. Adanya air akan mengencerkan larutan zat warna yang terserap sehingga

hasil celupnya memberikan nilai K/S zat warna yang kecil. Ketidak samaan kandungan air pada bahan

dapat terjadi pada satu gulungan bahan, antar gulungan atau antar lot bahan.

Untuk menanggulangi terjadinya ketidak rataan warna pada hasil celup cara rendam peras akibat

perbedaan jumlah kandungan air pada bahan, dianjurkan agar kain yang akan dicelup cara rendam peras

supay dikeringkan dahulu seperti pengeringan pada mesin stenter.

3.3. Efek Peras (Wet Pick Up/WPU)

Hasil pencelupan cara rendam peras dengan efek peras (wpu) pada bahan yang tidak merata dapat

dilihat pada Tabel 1 nomor 3.

Persentase efek peras (wpu) adalah jumlah larutan yang terbawa oleh setiap kg bahan setelah

bahan melalui rol pemeras. Dari data diatas terlihat adanya perbedaan nilai ketuaan warna (K/S zat warna)

pada bahan akibat persen efek peras yang berbeda.

55
Nilai persen efek peras yang besar menunjukkan jumlah larutan yang terserap oleh bahan akan

lebih banyak, sehingga hasil pencelupan yang mempunyai persen efek peras yang besar, warnanya akan

lebih tua.

Ketidak rataan persen efek peras pada kain ini dapat diakibatkan oleh :

- tekanan rol di kedua bagian pinggir dan bagian tengah yang tidak sama

- rol sedikit melengkung

Untuk menghindari terjadinya ketidak rataan warna yang disebabkan oleh perbedaan persen efek

peras pada kain, maka sebelum pencelupan dimulai dianjurkan agar diperiksa terlebih dahulu kesamaan

tekanan pada seluruh bagian rol dan juga periksa apakah rol tersebut melengkung atau tidak.

3.4. Pelarutan Zat Warna atau Zat Pembantu

Hasil penelitian pencelupan yang diakibatkan oleh pelarutan zat warna atau zat pembantu yang

tidak sempurna dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 4.

Dari data dapat dilihat bahwa kesempurnaan dalam pelarutan zat warna dan zat pembantu sangat

penting untuk mendapatkan hasil pencelupan yang rata. Zat warna atau zat pembantu yang tidak larut

akan menempel pada bahan, menghalangi masuknya larutan zat warna ke dalam bahan. Zat warna dan zat

pembantu yang tidak larut juga mengurangi konsentrasi zat tersebut dalam larutan celup sehingga

mempengaruhi terhadap ketuaan warna

Untuk mendapatkan kesempurnaan dalam pelarutan zat warna dan zat pembantu, disarankan

pelarutan dilakukankan menurut prosedur yang ditetapkan dan dibantu pengadukan oleh alat/mesin

pengaduk. Juga disarankan agar larutan hasil pelarutan disaring dahulu sebelum digunakan dalam

pencelupan untuk menghindari zat yang tidak larut terbawa ke dalam pencelupan.

3.5. Pemakaian Zat Pembantu Merusak Zat Warna

Hasil penelitian pencelupan dari penggunaan zat pembantu yang merusak zat warna dapat dilihat

pada Tabel 1 nomor 5.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa penggunaan zat pembantu pencelupan yang merusak zat

warna yang digunakan mengakibatkan ketidak rataan pencelupan. Penambahan zat pembantu yang

56
merusak zat warna dapat terjadi akibat kesalahan operator dalam mengambil zat pembantu atau akibat

tingkat pengetahuan operator yang kurang. Sebagai gambaran yang jelas dari kesalahan dalam

penambahan zat pembantu yang merusak zat warna, pada percobaan pencelupan zat warna reaktif yang

ditambahkan natrium hidrosulfit dalam larutan celup. Zat warna reaktif dapat rusak oleh natrium

hidrosulfit sehingga hasil pencelupan tidak sempurna. Zat pembantu yang tidak sesuai dapat

mempengaruhi zat warna, dengan terjadinya reaksi antara zat warna dengan zat pembantu sehingga zat

warna menjadi rusak.

Untuk mengatasi kesalahan penggunaan tersebut maka nama/label zat pembantu harus dipasang

pada setiap kemasan. Disamping itu perlu diketahui dahulu sifat dari zat pembantu tersebut terhadap zat

warna yang digunakan dengan dilakukan tes secara laboratorium sehingga terjadinya ketidak rataan

pencelupan dalam proses produksi dapat diatasi.

3.6. Isi Larutan Celup Pada Bak Rendam Peras (Bak Padder)

Hasil percobaan pencelupan pengaruh dari akibat larutan celup pada bak rendam peras habis,

dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 6.

Dari data di atas dilihat bahwa akibat tinggal sedikit atau habisnya larutan celup pada bak redam

peras dapat mengakibatkan ketidakrataan hasil pencelupan. Dengan sedikitnya larutan celup dalam bak

padder, bahan yang dicelup ditidak terbasahi secara sempurna sehingga warna hasil pencelupan tidak rata.

Jumlah stok larutan celup untuk mengisi bak rendam peras biasanya dibuat sesuai dengan daya

tampung dari bak penampung, kemudian dari bak penampung ini larutan dialirkan ke bak rendam peras.

Terjadinya kekosongan larutan celup pada bak rendam peras dapat terjadi :

- Jumlah larutan celup tiap menit yang dialirkan dari bak penampung ke bak rendam peras lebih

sedikit dari jumlah larutan celup yang terserap bahan setiap menit.

- Larutan celup pada bak penampung habis tidak terkontrol sebelum larutan pengisi yang baru dibuat.

Untuk menjaga terjadinya kedu hal diatas maka perlu diperhitungkan jumlah larutan celup yang

harus dialirkan tiap menit dari larutan penampung ke bak rendam peras dengan jumlah yang sesuai

dengan jumlah larutan celup yang terbawa bahan setiap menit. Untuk menjaga kekosongan dari larutan

57
celup dalam bak penampung, maka perlu diperhitungkan kapan larutan celup pengisi bak penampung

harus dibuat sebelum isi bak tersebut habis.

3.7. Permukaan Rol Pemeras

Hasil penelitian pencelupan akibat permukaan rol pemeras tidak rata dapat dilihat pada Tabel 1

nomor 7.

Dari data di atas dapat dilihat adanya ketidakrataan hasil pencelupan karena rol pemeras tidak

rata. Terjadinya ketidakrataan warna hasil pencelupan akibat rol tidak rata seperti cacat lubang pada rol,

mengakibatkan rol yang cacat ini tidak dapat menekan larutan celup pada kain pada waktu pemerasan.

Akibatnya kandungan zat warna pada bagian kain yang tidak terperas tadi lebih banyak, dan warnanya

menjadi lebih tua.

Untuk menghindari ketidakrataan warna akibat permukaan rol tidak rata maka sebaiknya rol

yang cacat tidak digunakan untuk pencelupan sebelum diperbaiki.

3.8. Kain Mengandung Benang Dari Jenis Serat Berbeda

Hasil penelitian pencelupan dari bahan yang mengandung jenis serat yang berbeda dapat dilihat

pada Tabel 1 nomor 8.

Dari data diatas terlihat adanya ketidakrataan hasil pencelupan akibat adanya jenis serat yang

mempunyai sifat pencelupan berbeda pada satu bahan. Ini terjadi misalnya pada kain kapas terdapat

benang lusi atau pakan dari serat poliester dimana serat poliester tidak dapat dicelup dengan zat warna

untuk pencelupan serat kapas sehingga benang ini akan memberikan nilai cacat pada kain hasil celup.

Untuk mengatasi ini perlu kontrol yang ketat waktu pemisahan benang dari jenis serat yang

berbeda diproses persiapan pembuatan kain/pertenunan.

3.9. Kualitas Zat Pembantu Pencelupan

Hasil pencelupan dengan menggunakan zat pembantu pencelupan yang kualitasnya kurang baik

dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 9.

Dari data di atas dapat dilihat adanya ketidakrataan hasil pencelupan akibat penggunaan zat

pembantu yang kurang baik. Pada percobaan ini digunakan dua macam zat anti migrasi Stabiron B.100,

58
yaitu : pertama yang masih baru dari kemasan gudang yang tersimpan dan tertutup rapat, kedua zat anti

migrasi yang diambil dari kemasan tidak tertutup yang telah tersimpan lama di gudang. Adanya

penyimpanan yang terbuka lama dapat menyebabkan terjadinya perubahan dari zat anti migrasi oleh

udara atau air sehingga dapat mempengaruhi hasil pencelupan. Untuk menjaga terjadinya hal tersebut

disarankan agar zat pembantu yang digunakan dalam pencelupan di uji dahulu keaktifannya dan dalam

penyimpanan dihindari dari hal-hal yang dapat menurunkan daya kerja dari zat tersebut.

3.10. Kain Melipat Pada Waktu Proses Pencelupan Rendam Peras

Hasil penelitian pengukuran warna akibatnya kain melipat pada waktu proses rendam peras dapat

dilihat pada Tabel 1 nomor 10.

Dari data diatas dapat dilihat ketidakrataan warna hasil pencelupan rendam peras akibat kain

melipat pada waktu proses pencelupan, ketiakrataan ini dapat terjadi karena adanya lipatan pada kain.

Lipatan ini dapat berupa garis yang memanjang.

Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pengawasan yang ketat pada waktu proses

pencelupan.

3.11. Perbedaan Konstruksi Pada Bahan Yang Dicelup

Hasil pencelupan dari bahan mengandung konstruksi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1

nomor 11.

Data di atas menunjukkan adanya perbedaan nilai ketuaan warna (K/S zat warna) dari bahan yang

mempunyai konstruksi berbeda. Pada proses pencelupan, masuknya larutan zat warna ke dalam serat akan

mengalami hambatan oleh konstruksi bahannya sendiri seperti adanya lilitan serat dalam benang dan

jalinan benang dalam. Konstruksi bahan berpengaru terhadap besarnya hambatan laju masuknya larutan

zat warna ke dalam bahan sehinggaa bahan yang mempunyai konstruksi berbeda memberikan hasil

pewarnaan yang berbeda.

Untuk mengatasi perbedaan warna yang diakibatkan oleh perbedaan konstruksi bahan, maka

pengawasan terhadap kesamaan konstruksi bahan dapat lebih ditingkatkan.

3.12. Bahan Hasil Celupan Terkena Air Sebelum Proses Fiksasi

59
Hasil pengukuran warna dari bahan hasil celup rendam peras terkena air sebelum proses fiksasi

dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 12.

Dalam proses pencelupan cara rendam peras, ikatan at warna dan serat terjadi pada proses fiksasi.

Pada percobaan ini, terjadi pada proses pemanggangan (cure). Sebelum proses fiksasi, zat warna beum

mengadakan ikatan dengan serat sehingga zat warna akan mudah dihilangkan dari serat. Apabila bahan

hasil celup rendam peras terkena air sebelum proses fiksasi, maka pada bagian baha ini terjadi

pengenceran zat warna yang memudahkan larutan zat warna ini bermigrasi ke daerah sekeliling bahan,

sehingga bagian bahan yang terkena air warnanya menjadi muda.

Untuk menjaga terjadinya hal semacam ini dianjurkan agar bahan hasil celup rendam peras yang

belum diproses fiksasi, dilindungi dari percikan air dengan menutup dengan plastik dan dijauhkan dari

percikan air.

3.13. Bahan Yang Dicelup Merupakan Hasil Proses Pelunturan Warna

Pengaruh dari bahan hasil proses pelunturan warna terhadap nilai K/S zat warna dapat dilihat

pada Tabel 1 nomor 13.

Pelunturan warna secara keseluruhan dari bahan hasil celup untuk menghasilkan warna bahan

putih yang sama dengan warna bahan sebelum dicelup, sulit dicapai terutama untuk zat warna tertentu,

sehingga bahan hasil pelunturan masih mengandung sisa warna hasl celupan. Apabila bahan ini dicelup

ulang maka kemungkinan timbul efek celupan dengan warna yang lebih tua dibanding bahan yang dicelup

dari bahan bukan hasil pelunturan warna.

Untuk menghindari ha diatas maka dianjurkan agar bahan hasil celupan dari bahan hasil

pelunturan warna dipisahkan. Sedangkan untuk mendapatkan warna hasil celupan yang sama dengan

warna standar maka sebaiknya tidak digunakan bahan hasl proses pelunturan warna.

3.14. Pengeringan

Hasil pengukuran warna dari bahan hasil celup dengan kekeringan yang tidak rata setelah

pencelupan dapat dilihat pada Tabel 1 nomor 14.

60
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa ada perbedaan nilai K/S zat warna bahan hasil celup

dengan kekeringan sebelum proses fiksasi yang berbeda. Untuk bahan yang sudah kering begitu bahan

masuk ke dalam ruangan fiksasi langsung terjadi ikatan antara zat warna dan serat, seluruh waktu selama

bahan dalam ruangan dipergunakan untuk proses fiksasi sehingga warna bahan yang dihasilkan lebih tua.

Untuk bahan yang masih basah, waktu fiksasi yang disediakan selama bahan dalam ruang fiksasi

sebahagian digunakan untuk penguapan air dari bahan kemudian setelah kering baru terjadi proses fiksasi.

Oleh karena sebahagian waktu digunakan untuk penguapan maka waktu untuk fiksasi berkurang,

akibatnya fiksasi tidak sempurna sehingga ikatan zat warna dan serat tidak sempurna. Hal ini akan

berpengaruh pada ketuaan warna sehingga hasil pencelupan menjadi lebih muda warnanya.

Supaya tidak terjadi masalah ini, dianjurkan agar dilakukan pengontrolan terhadap kerataan

temperatur udara dalam ruangan tempat pengeringan untuk mendapatkan kekeringan bahan yang rata.

3.15. Akibat Mesin Berhenti Waktu Proses

Hasil pengukuran warna dari bahan hasil celup akibat berhentinya mesin dapat dilihat pada Tabel

1 nomor 15.

Mesin berhenti pada waktu proses dapat terjadi pada semua mesin seperti pada mesin rendam

peras, mesin pengeringan atau mesin fiksasi. Akibat mesin rendam peras berhenti, maka sebagian bahan

tersebut lebih tuah. Berhentinya mesin dapat terjadi antara lain karena listrik mati, atau kondisi mesin

yang kurang lancar.

3.16. Alat Kontrol Temperatur Ruangan Mesin

Hasil pengukuran warna akibat alat kontrol temperatur ruangan mesin tidak jalan dapat dilihat

pada Tabel 1 nomor 16.

Salah satu contoh akibat alat kontrol temperatur pada mesin fiksasi tidak jalan, maka temperatur

dalam ruang fiksasi kemungkinan tidak sesuai dengan yang diinginkan. Pada percobaan ini temperatur

fiksasi diset pada temperatur di bawah temperatur yang dianjurkan (1500C), yaitu fiksasi pada temperatur

1200C, ternyata hasil warnanya lebih muda. Hal ini menunjukkan bahwa temperatur ang berakibat pada

ketuaan warna.

61
Oleh karena itu pengawasan terhadap temperatur perlu dilakukan agar ketidaksamaan warna hasil

pencelupan dapat diatasi sebelumnya.

3.17. Kipas Sirkulsi Udara Dalam Ruang Proses

Hasil pengukuran warna akibat kipas sirkulasi udara tidak jalan dapat dilihat pada tabel 1 nomor

17.

Fungsi kipas sirkulasi udara pada mesin fiksasi adalah untuk membantu agar temperatur dalam

ruang fiksasi dapat homogen.

Apabila kipas tidak dijalankan kemungkinan temperatur udara dalam ruang tidak homogen,

sehingga temperatur udara di atas dan di bawah permukaan kain tidak sama. Hal ini berakibat tidak

meratanya hasil fiksasi, yang berakibatkan pula pada hasil kerataan warna.

3.18. Pencucian

Hasil pengukuran warna dari bahan hasil celup sebagai akibat proses pencucian setelah celup

kurang bersih terlihat pada tabel 1 nomor 18.

Pada data di atas dapat dilihat adanya perbedaan warna dari bahan hasil pencelupan dengan

kebersihan hasil pencucian yang berbeda. Dalam proses pencelupan, zat warna yang berada dalam bahan

tidak semuanya terfiksasi dengan serat, zat warna yang tidak terfiksasi ini dihilangkan zat warna yang

tidak terfiksasi kurang sempurna, maka zat warna ini akan terus menempel pada bahan sehingga warna

bahan akan kelihatan lebih tua.

IV. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian penyebab ketidak rataan hasil pencelupan proses Rendam-Peras-

Pemanggangan untuk zat warna reaktif, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Proses persiapan bahan yang akan dicelup kurang baik

2. Kandungan air pada bahan yang akan dicelup tidak rata

3. Efek peras hasil celup pada bahan tidak rata

4. Pelarutan zat warna atau zat pembantu yang tidak sempurna

62
5. Pemakaian zat pembantu merusak zat warna yang digunakan

6. Isi larutan celup pada bak rendam peras (bak padder) sedikit/habis

7. Permukaan rol pemeras tidak rata

8. Kain Mengandung benang dari jenis serat yang berbeda

9. Kualitas zat pembantu yang kurang baik

10. Kain melipat pada waktu dicelup

11. Konstruksi kain berbeda

12. Kain hasil celup rendam peras kena air sebelum fiksasi

13. Bahan yang dicelup dari hasil pelunturan warna

14. Pengeringan tidak rata dari bahan setelah pencelupan rendam peras

15. Mesin berhenti pada waktu proses

16. Pengendalian temperatur ruang pemanas pada mesin tidak jalan

17. Kipas sirkulasi udara panas pada mesin tidak jalan

DAFTAR PUSTAKA

Casperz, Vencent, 19991, Metode Perancangan Percobaan Ilmu Pengetahuan Ilmu Teknik,
Bandung : Penerbit CV. Armico.

Castino, Ruth. A, 1974, Spinning dan Dyeing the Natural Way, London : Evans Brothers
Limited.

Chang, Peter M.K, 2002, Pengendalian Mutu Terpadu untuk Industri Tekstil, Jakarta :
Pradnya Paramita.

Hamby PS. and Grover Eliot B., 1960, Hand Book of Textile and Quality Control, Newyork :
Textile Book Publisher.

Hanafiah, Kemas Ali, 2005, Rancangan Percobaan Aplikatif, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.

Juameri, dkk. 1997, Pengetahuan Barang Tekstil, Bandung : Institut Tehnologi Tekstil.

63
Klein W. 1987, The Technology of Draw Frame, England : The Textil Institute of Textile
Technology.

Klein W. 1991, The Technology of Short Staple Fibre in Spinning, Manchester : The Textile
Institute.

Luwa, Zellweger, Ag, CH, 1999, 8610 Uster, Swizerland.

Moerdoko, Wibowo, dkk. 1973, Evaluasi Tekstil Bagian Fisika, Bandung : Institut Tehnologi
Tekstil.

Robinson, JS, 1980, Spinning Extruding and Processing of Fibres, New Jersey : Noyes Data
Corporation.

Sudjana, 1996, Metode Statistik Edisi ke-6, Bandung : Penerbit Tarsito Bandung.

64

Anda mungkin juga menyukai