PENDAHULUAN
Kehadiran anak bagi orang tua merupakan suatu tantangan sahubungan dengan
bagi anak. Orang tua sering kali keliru dalam memperlakukan anak karena
ketidaktahuan mereka akan cara membimbing dan mengasuh yang benar. Apabila hal
ini terus berlanjut, maka pertumbuhan dan perkembangan anak dapat terhambat
(Ambarwati, 2012).
Keseimbangan tubuh sudah mulai berkembang terutama dalam berjalan yang sangat
sendiri. Tumbuh kembang yang paling nyata pada tahap ini adalah kemampuan untuk
mengeksplor dan memanipulasi lingkungan tanpa tergantung pada orang lain. Tampak
Toddler juga belajar mengendalikan buang air besar dan kecil menjelang usia tiga
seperti belajar penerapan toilet training dengan benar (Wong, 2009). Faktor yang dapat
mempengaruhi kegagalan toilet training antara lain : tingkat pengetahuan yang kurang,
peran keluarga dan adanya ketegangan hubungan ibu anak dalam kesiapan dari anak
Anak usia toddler (1-3 tahun) merupakan periode kritis dengan plastisitas yang
tinggi dalam proses tumbuh kembang. Usia 1-3 tahun disebut juga golden periode yang
mana pertumbuhsn sel otak cepat dalam waktu singkat dan peka terhadap stimulasi.
Pengalaman fleksibel mengambil alih fungsi sel sekitarnya dengan membentuk sinap-
sinap serta sangat mempengaruhi periode tumbuh kembang selanjutnya. Anak pada usia
ini harus mendapat perhatian serius, tidak hanya nutrisi yang memadai, tetapi juga
dengan memperoleh pengalaman yang sesuai perkembangan (A. Aziz Aimul Hiayat,
2009).
Salah satu tugas utama masa toddler adalah toilet training. Kontrol volunter
spincter anal dan uretra kira-kira dicapai setelah anak bisa berjalan, rata- rata usia 18
untuk keberhasilan proses tersebut . Anak harus mampu mengenali urgensi untuk
kepada orangtua. Selain itu ada berbagai motivasi yang penting untuk memuaskan
wong, 2014).
Toilet training terdiri dari bowel control atau kontrol buang air besar, dan
bladder control atau kontrol buang air kecil. Saat yang tepat untuk mulai melatih anak
melakukan toilet training adalah setelah anak bisa mulai bisa berjalan (sekitar usia 1,5
tahun). Anak mulai bisa dilatih kontrol buang air besar setelah usia 18-24 bulan dan
biasanya lebih cepat dikuasai dari pada kontrol buang air kecil, tetapi pada umumnya
anak benar-benar bisa melakukan kontrol buang air besar saat usia sekitar tiga tahun
(Soetjiningsih, 2012).
Toilet training atau latihan berkemih (BAK) dan defekasi (BAB) merupakan
salah satu tugas perkembangan anak pada usia toddler (1-3 tahun), dimana pada usia ini
kemampuan untuk mengontrol rasa ingin berkemih dan defekasi mulai berkembang.
Melalui toilet training anak akan mulai belajar bagaimana mereka mengendalikan
keinginan untuk buang air kecil dan selanjutnya mereka mulai terbiasa menggunakan
toilet secara mandiri. Latihan toilet yang baik merupakan latihan membedakan mana
yang baik atau buruk yang pertama bagi anak-anak. Hal ini akan berpengaruh kepada
pencapaian toilet training pada masa toddler yaitu faktor fisik anak, psikis anak, dan
kesiapan orang tua. Dalam hal toilet training salah satu faktor yang sangat penting
adalah kesiapan orang tua dalam hal ini adalah pengetahuannya. Orang tua merupakan
faktor terdekat dalam interaksi dengan anak. Pengetahuan orang tua tentang toilet
training berperan besar dalam keberhasilan ataupun prosentasi pencapaian dalam toilet
training. Orang tua harus benar-benar mengerti dan paham tentang toilet training. Hal
Pengetahuan tentang toilet training sangat penting untuk dimiliki oleh seorang
ibu. Hal ini akan berpengaruh pada penerapan toilet training pada anak. Ibu yang
mempunyai tingkat pengetahuan yang baik berarti mempunyai pemahaman yang baik
menginjak 2 tahun supaya anak terbiasa BAB dan BAK pada tempatnya dan tidak boleh
sembarangan, jadi keterlibatan orang tua sangat diperlukan dalam mengajarkan toilet
pantat dari depan kebelakang) dan bagaimana mencuci tangan dengan bersih.
Penggunaan sabun dan handuk dengan gambar kartun akan membantu mereka untuk
membawa dampak positif bagi mereka, yaitu suasana yang menyenangkan. Bagi orang
tua sangat penting sekali untuk mengajarkan arti sebuah keberhasilan (Nirwana, 2011).
Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya
perlakuan atau aturan yang ketat dari orang tua yang dapat mengganggu kepribadian
anaknya dimana anak bisa bersikap keras kepala, tetapi bila orang tua santai dalam
memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian
ekspresif dimana anak lebih lega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara,
jumlah balita di Indonesia pada tahun 2012 tercatat sebanyak 23.352.721 jiwa penduduk
Indonesia, dan data dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) nasional tahun 2010
diperkirakan jumlah balita yang susah mengontrol BAB dan BAK (ngompol) di usia
sampai pra sekolah mencapai 75 juta anak.2 Dinas Kesehatan Tanah Bumbu (2016),
Saat ini kebanyakan orang tua membiasakan anak memakai diapers karena hanya
melihat dari sudut pandang kepraktisan dan kenyamanan saja. Padahal menggunakan
diapers yang terlalu sering menimbulkan dampak negatif baik itu dampak jangka
pendek maupun dampak jangka panjang pada anak, dampak jangka pendek pada anak
yaitu menimbulkan iritasi kulit, gatal serta luka dan dampak jangka panjang pada anak
yaitu anak merasa ketergantungan sehingga tidak terbiasa ke toilet untuk buang air.
Menurut penelitisn Sa'diyah (2014), dengan judul “Hubungan Peran Ibu Dalam
Keberhsilan Toilet Training Anak Pada Usia Toddler di PAUD Melati II Desa Bumirejo
Kabupaten Kebumen”. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Hubungan Peran Ibu
Dalam Keberhsilan Toilet Training Anak Pada Usia Toddler di PAUD Melati II Desa
cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai anak
usia toddler yang bersekolah di PAUD Melati II Desa Bumirejo Kabupaten Kebumen
dengan sampe 46 responden. Analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah
chi aquare. Hasil penelitian menunjukkan responden yang berperan dan berhasil dalam
toilet training yaitu sebanyak 33 responden (91,7), responden yang tidak berperan dan
tidak berhasil dalam toilet training sebanyak 6 responden (60%), responden yang tidak
berperan tetapi berhasil dalam toilet training sebanyak 4 responden (40%), sedangkan
responden yang berperan dan tidak berhasil dalam toilet training adalah sebanyak 3
responden (8,3%). Dari hasil analisa uji chi square dengan nilai p=0.001 yang berarti
ada hubungan peran ibu dalam keberhsilan toilet training anak pada usia toddler di
Palembang terhadap 10 ibu yang memiliki anak usia 1 sampai 3 tahun. Peneliti
melakukan wawancara pada 10 ibu, didapatkan 10 ibu kurang mengerti dan kurang
memahami tentang toilet training. 3 dari 10 ibu sudah mengajarkan latihan toilet
training kepada anaknya tetapi masih belum tahu mengajarkan toilet training dengan
benar. 5 ibu yang tidak mengarahkan anaknya pada saat sang anak ingin BAB atau BAK
harus membuka celana sehingga kotoran (feses) atau air kencing menempel pada celana.
2 ibu masih membiasakan anaknya memakai diapres sehingga sang anak merasa
Dari uraian latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
adakah Hubungan Pengetahuan Ibu dalam Pelaksanaan Toilet Training pada Anak Usia
Dari hasil observasi ditemukan bahwa masih banyak ibu yang belum memahami
tentang toilet training. Anak yang seharusnya sudah diajarkan latihan toilet training
tetapi di Puskesmas 4 Ulu Palembang masih banyak ibu yang tidak mengajarkan
anaknya untuk toilet training. Ketika sang anak ingin BAB atau BAK, ibu tidak
sehingga kotoran (feses) dan air kencing menempel pada celana. Maka dari itu rumusan
dalam penelitian ini adalah adakah Hubungan Pengetahuan Ibu dalam Pelaksanaan
Toilet Training pada Usia Toddler di Puskesmas 4 Ulu Kota Palembang tahun 2019.
adakah Hubungan Pengetahuan Ibu Dalam Pelaksanaan Toilet Training Pada Toddler
training.
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pelaksanaan toilet training pada anak
usia toodler.
berguna untuk ibu yang memiliki anak usia 1-3 tahun tentang pelaksanaan toilet
training.
memiliki anak usia 1-3 tahun. Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas 4 Ulu
Palembang pada bulan mei 2019. Desain penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif
yaitu mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau yang tersedia di
suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian. Teknik pengumpulan data yang