Pedoman Penyusunan Dokumen Revisi
Pedoman Penyusunan Dokumen Revisi
PEDOMAN PENYUSUSAN
Dokumen Akreditasi
Klinik TLAJUNG
Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta
Pasal 1 Ayat 1 :
• Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip
deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan kententuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
1. Pencipta atau Pemegang hak cipta sebagai mana di maksud dalam Pasal 8 memiliki hak
ekonomi untuk melakukan: (a) penerbitan Ciptaan; (b) penggadaan Ciptaan segala
bentuknya; (c) penerjemahan Ciptaan; (d) pengadaptasian, pengaransemenan, atau
pentransformasian Ciptaan; (e) pendistribusian Ciptaan atau salinanannya; (f) pertujunkan
Ciptaan; (g) penggunguman Ciptaan; (h) komunikasi Ciptaan; dan (i) penyewaan Ciptaan.
Ketentuan Pidana
Pasal 113:
• Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf I untuk Pembangunan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp
100.000.000 (seratus juta rupiah)
• Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan / atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagai mana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1) huruf c, huruf d, huruf f, dan / atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
• Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan / atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf e, dan / atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
• Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagai maksud pada ayat 3 (tiga) yang dilakukan dalam
bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana pejara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan / atau
pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 114
Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan
sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan / atau pengadaan barang hasil
pelanggaran hak Cipta dan / atau Hak Terkait di tempat perdangangan yang dikelolanya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
PEDOMAN PENYUSUNAN
Dokumen Akreditasi Klinik Tlajung
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakan
Akreditasi klinik pratama merupakan upaya peningkatan mutu dan kinerja pelayanan
yang dilakukan melalui membangun sistem manajemen mutu, penyelenggaraan upaya
kesehatan, dan sistem pelayanan klinis untuk memenuhi standar akreditasi yang ditetapkan dan
peraturan perundangan serta pedoman yang berlaku.
Untuk membangun dan membakukan sistem manajemen mutu, sistem pelayanan, perlu
disusun pengaturan-pengaturan (regulasi) internal yang menjadi dasar dalam pelaksanaan upaya
kesehatan di klinik pratama. Regulasi internal tersebut berupa Kebijakan, Pedoman, Standar
Prosedur Operasional (SPO) dan dokumen lain disusun berdasarkan peraturan perundangan dan
pedoman-pedoman eksternal yang berlaku. Untuk memudahkan dalam mempersiapkan regulasi
internal, maka perlu disusun pedoman penyusunan dokumen akreditasi klinik Tlajung
Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk dapat digunakan sebagai pedoman bagi
pimpinan klinik, manajer, koordinator bagian dan tim mutu dalam menyusun dokumen-
dokumen yang dipersyaratkan dalam standar akreditasi. Pedoman ini disusun sebagai bahan
bagi klinik untuk menyusun kelengkapan pedoman tata naskah terkait dengan dokumen-
dokumen yang dipersyaratkan oleh standar akreditasi. Dalam pedoman tata naskah perlu
dimasukkan bagaimana penyusunan kebijakan, standar prosedur operasional, dengan tata
penomorannya.
D. Dasar Hukum
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42;
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112;
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116;
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa;
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah;
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan;
• Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 24;
• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan
Nasional, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193;
• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN Tahun
2015 – 2019;
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2010 tentang Izin
dan Penyelenggaraan Praktik Perawat;
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464 Tahun 2010 tentang Izin
dan Penyelenggaran Praktik Bidan;
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052 Tahun 2011 tentang Izin
Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/ MENKES/148/3/2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat;
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang
Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional;
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem
Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan;
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik;
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan;
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat;
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2015 tentang
Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat
Praktik Mandiri Dokter Gigi;
• Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 tentang
Pedoman Manajemen Puskesmas
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2015 tentang Renstra Kementerian
Kesehatan Tahun 2015 – 2019;
• Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432 Tahun 2016 tentang Komisi Akreditasi
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Bab II Penyelenggaraan Dokumentasi di Klinik Tlajung
A. Kebijakan
Kebijakan adalah Keputusan yang ditetapkan oleh Pimpinan Klinik Klinik Tlajung yang
merupakan garis besar yang bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan oleh: penanggung
jawab maupun pelaksana. Berdasarkan kebijakan tersebut, disusun pedoman/panduan dan
standar prosedur operasional (SPO) yang memberikan kejelasan langkah-langkah dalam
pelaksanaan kegiatan di Klinik.
Penyusunan Surat Keputusan didasarkan pada peraturan perundangan, baik Undang-
undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah, Peraturan Pimpinan
Daerah, Peraturan Menteri dan pedoman- pedoman teknis yang berlaku seperti yang
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Dinas Kesehatan
Provinsi, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Surat Keputusan Pimpinan KLINIK dituangkan dalam pasal-pasal dalam keputusan
tersebut, atau merupakan lampiran dari keputusan.
Format surat keputusan KlinikKlinik Tlajung disusun sebagai berikut:
• Semua halaman dalam Surat Keputusan menggunakan kertas berkop (logo klinik), logo
klinik disesuaikan dengan Buku Panduan Klinik Muhammadiyah Pasal 3.
• Pembukaan:
• Judul : ditulis dengan huruf kapital dan cetak tebal, simetris di tengah margin.
Contoh: KEPUTUSAN PIMPINAN KLINIK XXXXXX.
• Nomor: ditulis sesuai sistem penomoran surat keputusan di KLINIK (lihat di BAB IV
Tata Naskah). Nomor surat dapat dalam bentuk tulisan tangan atau ketikan.
• Judul surat keputusan ditulis dengan huruf kapital, cetak tebal dan simetris ditengah
margin.
• Jabatan pembuat keputusan ditulis simetris, diletakkan di tengah margin serta ditulis
dengan huruf capital dan cetak tebal.
• Konsideran, meliputi:
a. Menimbang:
• Memuat uraian singkat tentang pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang
dan alasan pembuatan keputusan,
• Huruf awal kata menimbang ditulis dengan huruf capital diakhiri dengan tanda
baca titik dua (:), dan diletakkan di bagian kiri,
• Konsideran menimbang diawali dengan
• penomoran menggunakan huruf kecil abjad dan dimulai dengan kata ”bahwa”
dengan “b” huruf kecil dan diakhiri dengan tanda baca (;)
b. Mengingat:
1) Memuat dasar kewenangan dan peraturan perundangan yang memerintahkan
pembuat keputusan tersebut,
2) Peraturan perundangan yang menjadi dasar hukum adalah peraturan yang
tingkatannya sederajat atau lebih tinggi,
3) Kata “mengingat” diletakkan di bagian kiri sejajar kata menimbang,
4) Konsideran yang berupa peraturan perundangan diurutkan sesuai dengan hirarki
tata perundangan dengan tahun yang lebih awal disebut lebih dulu, diawali
dengan nomor dengan huruf angka 1, 2, dst dan diakhiri dengan tanda baca (;).
• Diktum:
• Diktum “MEMUTUSKAN” ditulis simetris di tengah, seluruhnya dengan huruf
kapital;
• Diktum “Menetapkan” dicantumkan setelah kata memutuskan disejajarkan ke bawah
dengan kata menimbang dan mengingat, huruf awal kata menetapkan ditulis dengan
huruf kapital, dan diakhiri dengan tanda baca titik dua ( : );
• Nama keputusan sesuai dengan judul keputusan (Pimpinan), seluruhnya ditulis
dengan huruf capital dan diakhiri dengan tanda baca titik ( . ).
• Batang Tubuh.
• Batang tubuh memuat semua substansi keputusan yang dirumuskan dalam dictum-
diktum, misalnya:
KESATU :
KEDUA :
dst
• Dicantumkan saat berlakunya Peraturan/Surat Keputusan, perubahan, pembatalan,
pencabutan ketentuan, dan peraturan lainnya, dan
• Materi kebijakan dapat dibuat sebagai lampiran peraturan/keputusan, dan pada
halaman terakhir ditandatangani oleh pejabat yang menetapkan Peraturan/Surat
Keputusan.
• Kaki:
Kaki peraturan/keputusan merupakan bagian akhir substansi peraturan / keputusan yang
memuat penanda tangan penerapan peraturan/keputusan, pengundangan
peraturan/keputusan yang terdiri dari:
a. tempat dan tanggal penetapan,
b. nama jabatan diakhiri dengan tanda koma (,),
c. tanda tangan pejabat,
d. nama lengkap pejabat yang menanda tangani.
• Penandatanganan:
Peraturan/ Surat Keputusan Pimpinan Klinik ditandatangani oleh Pimpinan Klinik
dituliskan “Ditetapkan di:……. ”diawali huruf kapital, kemudian dibawahnya ditulis
“pada tanggal:……..” ditulis dengan huruf kecil. “Pimpinan klinik Klinik Tlajung“ ditulis
dengan huruf kapital. Nama dengan gelar dan dibawahnya diberikan nomor NIK.
• Lampiran peraturan/keputusan:
a. Halaman pertama harus dicantumkan judul dan nomor keputusan di kiri atas.
b. Halaman terakhir harus ditandatangani oleh Pimpinan Klinik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dokumen Peraturan / Surat Keputusan yaitu:
• Kebijakan yang telah ditetapkan Kepala FKTP tetap berlaku meskipun terjadi
penggantian Kepala Klinik hingga adanya kebutuhan revisi atau pembatalan.
• Untuk Kebijakan berupa Peraturan, pada Batang Tubuh tidak ditulis sebagai diktum
tetapi dalam bentuk Bab-bab dan pasal-pasal.
B. Manual Mutu
Manual mutu adalah dokumen yang memberi informasi yang konsisten ke dalam maupun
ke luar tentang sistem manajemen mutu. Manual mutu disusun, ditetapkan, dan dipelihara
oleh organisasi. Manual mutu tersebut meliputi:
Kata Pengantar
I. Pendahuluan
A. Latar belakang
1. Profil Organisasi
2. Kebijakan Mutu
3. Proses Pelayanan (Proses Bisnis)
B. Ruang Lingkup
C. Tujuan
D. Landasan hukum dan acuan
E. Istilah dan definisi
II. Sistem Manajemen Mutu dan Sistem Penyelenggaraan Pelayanan:
A. Persyaratan umum
B. Pengendalian dokumen
C. Pengendalian rekaman
III. Tanggung Jawab Manajemen:
A. Komitmen manajemen
B. Fokus pada sasaran/pasien
C. Kebijakan mutu
D. Perencanaan Sistem Manajemen Mutu dan Pencapaian Sasaran Kinerja/Mutu
E. Tanggung jawab, wewenang dan komunikasi
F. Wakil Manajemen Mutu/Penanggung Jawab Manajemen Mutu
G. Komunikasi internal
IV. Tinjauan Manajemen:
A. Umum
B. Masukan Tinjauan Manajemen
C. Luaran tinjauan
V. Manajemen Sumber Daya:
A. Penyediaan sumber daya
B. Manajemen sumber daya manusia
C. Infrastruktur
D. Lingkungan kerja
VI. Penyelenggaraan Pelayanan:
Pelayanan klinis (Upaya Kesehatan Perseorangan):
1. Perencanaan Pelayanan Klinis
2. Proses yang berhubungan dengan pelanggan
3. Pembelian/pengadaan barang terkait dengan pelayanan klinis:
a. Proses pembelian
b. Verifikasi barang yang dibeli
c. Kontrak dengan pihak ketiga
4. Penyelenggaraan pelayanan klinis:
a. Pengendalian proses pelayanan klinis
b. Validasi proses pelayanan
c. Identifikasi dan ketelusuran
d. Hak dan kewajiban pasien
e. Pemeliharaan barang milik pelanggan (spesiemen, rekam medis, dsb)
f. Manajemen risiko dan keselamatan pasien
5. Peningkatan Mutu Pelayanan Klinis dan Keselamatan Pasien:
a. Penilaian indikator kinerja klinis
b. Pengukuran pencapaian sasaran keselamatan pasien
c. Pelaporan insiden keselamatanpasien
d. Analisis dan tindak lanjut
e. Penerapan manajemen risiko
6. Pengukuran, analisis, dan penyempurnaan:
a. Umum
b. Pemantauan dan pengukuran:
1) Kepuasan pelanggan
2) Audit internal
3) Pemantauan dan pengukuran proses, kinerja
4) Pemantauan dan pengukuran hasil layanan
c. Pengendalian jika ada hasil yang tidak sesuai
d. Analisis data
e. Peningkatan berkelanjutan
f. Tindakan korektif
g. Tindakan preventif
VII. Penutup
Lampiran (jika ada)
E. Pedoman/ Panduan
Pedoman/ panduan adalah: kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah langkah-
langkah yang harus dilakukan.
Pedoman merupakan dasar untuk menentukan dan melaksanakan kegiatan. Panduan
adalah petunjuk dalam melakukan kegiatan, sehingga dapat diartikan pedoman mengatur
beberapa hal, sedangkan panduan hanya mengatur 1 (satu) kegiatan. Pedoman/ panduan
dapat diterapkan dengan baik dan benar melalui penerapan SPO.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dokumen pedoman atau panduan yaitu :
1. Setiap pedoman atau panduan harus dilengkapi dengan peraturan atau keputusan
Pimpinan Klinik untuk pemberlakuan pedoman/ panduan tersebut.
2. Peraturan Pimpinan Klinik tetap berlaku meskipun terjadi penggantian Pimpinan Klinik.
3. Setiap pedoman/ panduan sebaiknya dilakukan evaluasi minimal setiap 2-3 tahun sekali.
4. Bila Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Pedoman / Panduan untuk suatu kegiatan
/ pelayanan tertentu, maka Klinik dalam membuat pedoman/ panduan wajib mengacu
pada pedoman/ panduan yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan.
5. Format sistematika pedoman/panduan yang digunakan sebagai berikut :
a. Format Pedoman Pelayanan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Pedoman
C. Ruang Lingkup Pelayanan
D. Batasan Operasional
E. Landasan Hukum
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
B. Distribusi Ketenagaan
C. Jadwal Kegiatan
BAB III STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
B. Standar Fasilitas
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
BAB V LOGISTIK
BAB VI KESELAMATAN PASIEN
BAB VII KESELAMATAN KERJA
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU
BAB IX PENUTUP
b. Format Panduan Pelayanan Klinik
BAB I DEFINISI
BAB II RUANG LINGKUP
BAB III TATA LAKSANA
BAB IV DOKUMENTASI
Sistematika panduan pelayanan Klinik dapat dibuat sesuai dengan materi/isi panduan.
Pedoman/panduan yang dibuat adalah pedoman/panduan minimal yang harus ada di Klinik
yang dipersyaratkan sebagai regulasi yang diminta dalam elemen penilaian. Klinik telah
menggunakan e-file tetap mempunyai hardcopy pedoman/ panduan yang dikelola oleh tim
akreditasi Klinik.
F. Penyusunan Kerangka Acuan Program/Kegiatan.
Kerangka acuan disusun untuk program atau kegiatan yang akan dilakukan oleh Klinik,
misalnya: program senam Prolanis, Program Imunisasi, dsb. Dalam menyusun kerangka
acuan harus jelas tujuan dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam mencapai tujuan.
Tujuan dibedakan atas tujuan umum yang merupakan tujuan secara garis besar dari
keseluruhan program/kegiatan, dan tujuan khusus yang merupakan tujuan dari tiap-tiap
kegiatan yang akan dilakukan. Dalam kerangka acuan harus dijelaskan bagaimana cara
melaksanakan kegiatan agar tujuan tercapai, dengan penjadualan yang jelas, dan evaluasi
serta pelaporan.
1. Sistematika/ Format Kerangka Acuan Program/ Kegiatan Sistematika atau format
kerangka acuan Program/ Kegiatan adalah sebagai berikut :
a. Pendahuluan
b. Latar belakang
c. Tujuan umum dan tujuan khusus
d. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan
e. Cara melaksanakan kegiatan
f. Sasaran
g. Jadwal pelaksanaan kegiatan
h. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
i. Pencatatan, Pelaporan dan evaluasi kegiatan
Jika diperlukan, dapat ditambahkan butir-butir lain sesuai kebutuhan, tetapi tidak
diperbolehkan mengurangi, misalnya rencana pembiayaan dan anggaran
Petunjuk Penulisan
a. Pendahuluan
Yang ditulis dalam pendahuluan adalah hal-hal yang bersifat umum yang masih
terkait dengan upaya/ kegiatan
b. Latar belakang
Latar belakang adalah merupakan justifikasi atau alasan mengapa program tersebut
disusun. Sebaiknya dilengkapi dengan data-data sehingga alasan diperlukan program
tersebut dapat lebih kuat.
c. Tujuan umum dan tujuan khusus
Tujuan ini adalah merupakan tujuan Program/ kegiatan. Tujuan umum adalah tujuan
secara garis besarnya, sedangkan tujuan khusus adalah tujuan secara rinci
d. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan
Kegiatan pokok dan rincian kegiatan adalah langkah-langkah kegiatan yang harus
dilakukan sehingga tercapainya tujuan Program/kegiatan. Oleh karena itu antara
tujuan dan kegiatan harus berkaitan dan sejalan.
e. Cara melaksanakan kegiatan
Cara melaksanakan kegiatan adalah metode untuk melaksanakan kegiatan pokok dan
rincian kegiatan. Metode tersebut bisa antara lain dengan membentuk tim, melakukan
rapat, melakukan audit, dan lain- lain
f. Sasaran
Sasaran program adalah target pertahun yang spesifik dan terukur untuk mencapai
tujuan- tujuan upaya/ kegiatan.
Sasaran Program/kegiatan menunjukkan hasil antara yang diperlukan untuk
merealisir tujuan tertentu. Penyusunan sasaran program perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
Sasaran yang baik harus memenuhi “SMART” yaitu :
1) Specific : sasaran harus menggambarkan hasil spesifik yang diinginkan, bukan
cara pencapaiannya. Sasaran harus memberikan arah dan tolok ukur yang jelas
sehingga dapat dijadikan landasan untuk penyusunan strategi dan kegiatan yang
spesifik.
2) Measurable : sasaran harus terukur dan dapat dipergunakan untuk memastikan apa
dan kapan pencapaiannya. Akontabilitas harus ditanamkan kedalam proses
perencanaan. Oleh karenanya meetodologi untuk mengukur pencapaian sasaran
(keberhasilan upaya/ kegiatan) harus ditetapkan sebelum kegiatan yang terkait
dengan sasaran tersebut dilaksanakan.
3) Agressive but Attainable : apabila sasaran harus dijadikan standar keberhasilan,
maka sasaran harus menantang, namun tidak boleh mengandung target yang tidak
layak.
4) Result oriented : sedapat mungkin sasaran harus menspesifikkan hasil yang ingin
dicapai. Misalnya : mengurangi komplain masyarakat terhadap pelayanan rawat
inap sebesar 50%
5) Time bound : sasaran sebaiknya dapat dicapai dalam waktu yang relatif pendek,
mulai dari beberapa minggu sampai beberapa bulan (sebaiknya kurang dari 1
tahun). Kalau ada Program/kegiatan 5 (lima) tahun dibuat sasaran antara. Sasaran
akan lebih mudah dikelola dan dapat lebih serasi dengan proses anggaran apabila
dibuat sesuai dengan batas- batas tahun anggaran di Klinik.
g. Jadwal pelaksanaan kegiatan
Skedul atau jadwal adalah merupakan perencanaan waktu untuk tiap- tiap rincian
kegiatan yang akan dilaksanakan, yang digambarkan dalam bentuk bagan Gantt.
h. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
Yang dimaksud dengan evaluasi pelaksanaan kegiatan adalah evaluasi pelaksanaan
kegiatan terhadap jadwal yang direncanakan. Jadual tersebut akan dievaluasi setiap
berapa bulan sekali (kurun waktu tertentu), sehingga apabila dari evaluasi diketahui
ada pergeseran jadwal atau penyimpangan jadwal, maka dapat segera diperbaiki
sehingga tidak mengganggu Program/ kegiatan secara keseluruhan. Karena itu yang
ditulis dalam kerangka acuan adalah kapan (setiap kurun waktu berapa lama) evaluasi
pelaksanaan kegiatan dilakukan dan siapa yang melakukan. Yang dimaksud dengan
pelaporannya adalah bagaimana membuat laporan evaluasi pelaksanaan kegiatan
tersebut dan kapan laporan tersebut harus dibuat. Jadi yang harus ditulis di dalam
kerangka acuan adalah cara bagaimana membuat laporan evaluasi dan kapan laporan
tersebut harus dibuat dan ditujukan kepada siapa.
i. Pencatatan, Pelaporan dan evaluasi kegiatan
Pencatatan adalah catatan kegiatan dan yang ditulis dalam kerangka acuan adalah
bagaimana melakukan pencatatan kegiatan atau membuat dokumentasi kegiatan.
Pelaporan adalah bagaimana membuat laporan program dan kapan laporan harus
diserahkan dan kepada siapa saja laporan tersebut harus diserahkan.
Evaluasi kegiatan adalah evaluasi pelaksanaan Program/kegiatan secara
menyeluruh. Jadi yang ditulis didalam kerangka acuan, bagaimana melakukan
evaluasi dan kapan evaluasi harus dilakukan.
1. Pengertian
2. Tujuan
3. Kebijakan
4. Referensi
5. Prosedur
6. Diagram Alir
7. Unit terkait
• Penjelasan :
Penulisan SPO meliputi : nama Klinik dan logo, judul SPO, nomor dokumen, tanggal
terbit dan tandatangan Pimpinan Klinik, pengertian, tujuan, kebijakan, prosedur/
langkah- langkah, dan unit terkait diberi kotak/ tabel.
d. Petunjuk Pengisian SPO
1) Logo yang dipakai adalah logo Klinik, nama klinik, dan alamat klinik sesuai dengan
Kop surat.
2) Kotak Heading : masing-masing kotak (Klinik, judul SPO, No. dokumen, No.revisi,
Halaman, SPO, tanggal terbit, ditetapkan Pimpinan Klinik ) diisi sebagai berikut :
• Heading dan kotaknya dicetak pada setiap halaman. Pada halaman pertama kotak
heading harus lengkap, untuk halaman- halaman berikutnya kotak heading dapat
hanya memuat: kotak nama Klinik, judul SPO, No.dokumen, No.Revisi dan
halaman.
• Kotak Klinik diberi nama Klinik dan Logo klinik.
• Judul SPO : diberi Judul /nama SPO sesuai proses kerjanya
• No. Dokumen: diisi sesuai dengan ketentuan penomeran yang berlaku di Klinik,
dibuat sistematis agar ada keseragaman. Nomor bisa diketik atau tulis tangan.
• No. Revisi : diisi dengan status revisi, dengan menggunakan angka, misalnya
untuk dokumen baru dapat diberi nomor 0, sedangkan dokumen revisi pertama
diberi nomor 1, dan seterusnya.
• Halaman : diisi nomor halaman dengan mencantumkan juga total halaman untuk
SPO tersebut. misalnya : halaman pertama : 1/5, halaman kedua: 2/5, halaman
terakhir : 5/5.
• SPO diberi penamaan sesuai ketentuan (istilah) yang digunakan Klinik/FKTP.
• Tanggal terbit : diberi tanggal sesuai tanggal terbitnya atau tanggal
diberlakukannya SPO tersebut
• Ditetapkan Pimpinan Klinik : diberi tandatangan Pimpinan Klinik, nama jelas dan
NIK.
3) Isi SPO
Isi dari SPO minimal adalah sebagai berikut:
• Pengertian : yang paling awal diisi judul SPO adalah, dan berisi penjelasan dan
atau definisi tentang istilah yang mungkin sulit dipahami atau menyebabkan salah
pengertian/ menimbulkan multi persepsi.
• Tujuan : berisi tujuan pelaksanaan SPO secara spesifik. Kata kunci : “ Sebagai
acuan penerapan langkah-langkah untuk ……”
• Kebijakan : berisi kebijakan Pimpinan Klinik yang menjadi dasar dibuatnya SPO
tersebut. Dicantumkan kebijakan yang mendasari SPO tersebut, contoh untuk
SPO imunisasi pada bayi, pada kebijakan dituliskan: Keputusan Pimpinan Klinik
No 005/2014 tentang Pelayanan Imunisasi.
• Referensi: berisikan dokumen ekternal sebagai acuan penyusunan SPO, bisa
berbentuk buku, peraturan perundang- undangan, ataupun bentuk lain sebagai
bahan pustaka,
• Langkah- langkah prosedur : bagian ini merupakan bagian utama yang
menguraikan langkah-langkah kegiatan untuk menyelesaikan proses kerja
tertentu.
• Unit terkait : berisi unit-unit yang terkait dan atau prosedur terkait dalam proses
kerja tersebut.
Dari keenam isi SPO sebagaimana diuraikan di atas, dapat ditambahkan antara
lain: bagan alir, dokumen terkait, dsb, yang penting dalam satu organisasi
menggunakan satu format yang seragam.
• kegiatan :
• Akhir kegiatan :
• Simbol Keputusan :
Penghubung :
mencatat proses kegiatan dan membuat alurnya kemudian Tim Mutu diminta memberikan
tanggapan.
• Di dalam SPO dapat dikenali dengan jelas siapa melakukan apa, dimana, kapan, dan
mengapa.
• SPO jangan menggunakan kalimat majemuk, subjek, predikat dan objek harus jelas.
• SPO harus menggunakan kalimat perintah/instruksi dengan bahasa yang dikenal pemakai.
• SPO harus jelas, ringkas, dan mudah dilaksanakan. Untuk SPO pelayanan pasien maka
harus memperhatikan aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Untuk SPO profesi
harus mengacu kepada standar profesi, standar pelayanan, mengikuti perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) kesehatan, dan memperhatikan aspek keselamatan pasien.
6) Proses penyusunan SPO
1) SPO disusun dengan menggunakan format sesuai dengan panduan penyusunan
penyelenggaraan dokumentasi Klinik Klinik Tlajung ini.
2) Penyusunan SPO dapat dikoordinir oleh tim akreditasi Klinik dengan mekanisme sebagai
berikut :
a) Pelaksana atau unit kerja menyusun SPO dengan melibatkan unit terkait.
b) SPO yang telah disusun oleh pelaksana atau unit kerja disampaikan ke tim akreditasi.
c) Fungsi tim akreditasi Klinik didalam penyusunan SPO adalah :
1) Memberikan tanggapan, mengkoreksi dan memperbaiki SPO yang telah disusun oleh
pelaksana atau unit kerja baik dari segi bahasa maupun penulisan,
2) Mengkoordinir proses pembuatan SPO sehingga tidak terjadi duplikasi SPO /tumpang
tindih SPO antar unit,
3) Melakukan cek ulang terhadap SPO
- SPO yang akan ditandatangani oleh Pimpinan Klinik.
4) Penyusunan SPO dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan SPO. Untuk SPO
pelayanan dan SPO administrasi, untuk melakukan identifikasi kebutuhan SPO bisa dilakukan
dengan menggambarkan proses bisnis di unit kerja tersebut atau alur kegiatan dari kerja yang
dilakukan di unit tersebut. Sedangkan untuk SPO klinis, identifikasi kebutuhan dilakukan dengan
mengetahui pola penyakit yang sering ditangani di unit kerja tersebut. Dari identifikasi
kebutuhan SPO dapat diketahui berapa banyak dan macam SPO yang harus dibuat/disusun.
Untuk melakukan identifikasi kebutuhan SPO dapat pula dilakukan dengan memperhatikan
elemen penilaian pada standar akreditasi, minimal SPO - SPO apa saja yang harus ada. SPO
yang dipersyaratkan di elemen penilaian adalah SPO minimal yang harus ada di Klinik/ FKTP.
Sedangkan identifikasi SPO dengan menggambarkan terlebih dahulu proses bisnis di unit kerja
adalah seluruh SPO secara lengkap yang harus ada di unit kerja tersebut.
5) Mengingat SPO merupakan flow charting dari proses kegiatan maka untuk memperoleh
pengertian yang jelas bagi subyek, penulisan SPO adalah dimulai dengan membuat flow chart
dari kegiatan yang dilaksanakan. Caranya adalah membuat diagram kotak sederhana yang
menggambarkan langkah penting dari seluruh proses.
Setelah dibuatkan diagram kotak maka diuraikan kegiatan di masing- masing kotak dan dibuat
alurnya.
6) Semua SPO harus ditandatangani oleh Pimpinan Klinik,
7) Agar SPO dapat dikenali oleh pelaksana maka perlu dilakukan sosialisasi SPO - SPO
tersebut dan bila SPO tersebut rumit maka untuk
Klinik, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penyimpanan SPO yang asli disimpan dengan rapi
dan mudah dicari kembali bila diperlukan.
c) SPO softcopy / fotocopy disimpan di masing-masing unit kerja Klinik, dimana SPO
tersebut dipergunakan. Bila SPO tersebut tidak berlaku lagi atau tidak dipergunakan maka
diganti dengan yang masih berlaku saja. Sekretariat Tim akreditasi dapat memusnahkan fotocopy
SPO yang tidak berlaku tersebut, namun untuk SPO yang asli agar tetap disimpan.
d) Softcopy SPO di unit kerja klinik diletakkan di komputer di tiap-tiap unit tempat yang
mudah dilihat dan mudah dibaca oleh pelaksana.
7) Tata Cara Pendistribusian SPO
a) Distribusi adalah kegiatan atau usaha menyampaikan SPO kepada unit upaya atau
pelaksana yang memerlukan SPO tersebut agar dapat digunakan sebagai panduan dalam
melaksanakan kegiatannya. Kegiatan ini dilakukan oleh tim mutu akreditasi sesuai pedoman tata
naskah.
b) Distribusi harus memakai ekspedisi dan/ atau formulir tanda terima.
c) Distribusi SPO bisa hanya untuk unit kerja tertentu tetapi bisa juga untuk seluruh unit
kerja lainnya.
d) KLINIK sudah menggunakan e-file ,maka
distribusi SPO bisa melalui dokumen elektronik berupa Sistem Informasi Manajemen (SIM)
Dokumen yang diatur kewenangan otorisasi disetiap unit kerja, sehingga unit kerja dapat
mengetahui batas kewenangan dalam membuka SPO.
8) Evaluasi SPO.
Evaluasi SPO dilakukan terhadap isi maupun penerapan SPO.
Evaluasi penerapan/kepatuhan terhadap SPO dapat dilakukan dengan menilai tingkat kepatuhan
terhadap langkah-langkah dalam SPO. Untuk evaluasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan
daftar tilik/check list
• Daftar tilik adalah daftar urutan kerja (actions) yang dikerjakan secara konsisten, diikuti
dalam pelaksanaan suatu rangkaian kegiatan, untuk diingat, dikerjakan, dan diberi tanda (check-
mark).
• Daftar tilik merupakan bagian dari sistem manajemen mutu untuk mendukung
standarisasi suatu proses pelayanan.
• Daftar tilik tidak dapat digunakan untuk SPO
yang kompleks.
• Daftar tilik digunakan untuk mendukung, mempermudah pelaksanaan dan memonitor
SPO, bukan untuk menggantikan SPO itu sendiri.
(1) Langkah-langkah menyusun daftar tilik Langkah awal menyusun daftar tilik dengan
melakukan Identifikasi prsedur yang membutuhkan daftar tilik untuk
I. Penataan Dokumen.
Untuk memudahkan didalam pencarian dokumen akreditasi Klinik dikelompokan masing-
masing bab/ kelompok pelayanan dengan diurutkan setiap urutan kriteria dan elemen penilaian,
dan diberikan daftar secara berurutan. •
47
Bab IV
TATA NASKAH
B. Pembuatan Dokumen
Menetapkan format dokumen (terlampir) Menetapkan ketentuan penulisan dokumen, yaitu :
1) Jenis huruf : Bookman old style
2) Ukuran : 11 untuk isi dokumen
3) Ukuran : 14, huruf kapital, dicetak tebal (Bold) untuk judul dokumen
4) Ukuran : 18, huruf kapital, dicetak tebal (Bold) untuk jenis dokumen
5) Spasi : 1,15
6) Ukuran kertas : A4
7) Tipe Margin : Top 2,54 cm, Left 2,54 cm, Bottom
2,54 cm, Right 2,54 cm
C. Pengesahan Dokumen
Setiap dokumen terkendali harus mendapat bukti persetujuan dan pengesahan dari personil yang
berwenang
E. Pengkodean Dokumen
1) Administrasi Manajemen dengan kode: A.,
a. Bab I, (A/I),
2) Upaya Kesehatan perseorangan, kode : B,
a. Bab II, (B/ II),
b. Bab III, (B/ III),
c. Bab IV, (B/IV)
3) Standar Prosedur Operasional, disingkat: SPO,
4) Daftar tilik disingkat: Dt,
F. Penomoran Dokumen
1) Surat masuk dan keluar sesuai dengan aturan klinik
2) Penomoran kelompok pelayanan dilakukan oleh kelompok pelayanan masing- masing
disesuaikan dengan sistem pengkodean yang telah ditentukan,
3) Penomoran dokumen diurutkan sesuai dengan pengodean,
4) Urutan penomoran meliputi: Nomor urut dokumen, Kode pelayanan, Kode dokumen,
Jenis dokumen, Bulan, dan Tahun:
Contoh: 005/ B/ IV/SPO/ 6/ 2015 (005: nomor urut SPO, B: Kode pelayanan upaya, IV: Bab IV,
SPO: Standar Prosedur Operasional,6: bulan 6/ Juni,2015: tahun 2015)
G. Penyimpanan Dokumen/Arsip
1) Dokumen rekam medik inaktif wajib disimpan sekurang- kurangnya dua tahun, terhitung
dari tanggal terakhir pasien meninggal, atau pindah tempat (di CD/Flash Disk), setelah batas
waktu sebagaimana dimaksud diatas dilampaui, rekam
klinis dapat dimusnahkan, kecuali persetujuan tindakan dan persetujuan lain harus disimpan
jangka waktu 10 tahun, terhitung dari tanggal dibuatnya
2) Penyimpanan dokumen/ arsip klinik sesuai dengan sistem penyimpanan dokumen/ arsip
aturan klinik
3) Penyimpanan dokumen akreditasi disimpan dimasing- masing kelompok pelayanan,
sedangkan dokumen asli semua kelompok pelayanan dan program di simpan oleh administrasi
dan manajemen (admen)
Dokumen diperbanyak dan didistribusikan kepada semua pihak yang berkepentingan. Staf
administrasi bertanggung jawab menyimpan dokumen asli dan memelihara Formulir Daftar
Induk Manual Mutu, Pedoman, SPO dan Formulir.
I. Revisi Dokumen
Suatu dokumen dapat direvisi dengan tata cara:
1) Pemohon revisi mengisi formulir usulan revisi
2) Permintaan revisi disetujui oleh personil yang berwenang
3) Revisi dicatat dalam rekaman historis perubahan pada tiap dokumen
53
Bab V
Penutup
Pada prinsipnya dokumen Klinik Klinik Tlajung adalah Tulis yang dikerjakan dan kerjakan yang
ditulis, bisa dibuktikan serta dapat ditelusuri dengan buktinya. Namun pada penerapannya
tidaklah semudah itu. Penyusunan kebijakan, pedoman/ panduan, standar prosedur operasional
dan program selain diperlukan komitmen Pimpinan klinik, juga diperlukan staf yang mampu dan
mau menyusun dokumen tersebut. Dengan tersusunnya Buku Pedoman Pengendalian Dokumen
ini diharapkan dapat membantu dalam menyusun dokumen- dokumen yang dipersyaratkan oleh
standar akreditasi. •