Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN EDEMA PARU/


ACCUTE LUNG OEDEMA (ALO)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

PROGRAM PROFESI NERS

2019

1
BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi

Edema paru didefisikan sebagai terkumpulnya cairan ekstravaskular yang patolo


gis didalam paru ( Tjokronogoro, 1999).

Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga intertis
ial maupun dalam alveoli. Edema merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat
lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes
keluar dari dan menimbulkan dispnu yang sangat berat ( Smeltzer, 2001).

Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravas


kuler dalam paru, yang disebabkan oleh dua keadaan, yaitu: peningkatan tekanan
hidrostatis dan peningkatan permeabilitas paru. (Muttaqin, 2013)

Jadi edema paru merupakan akumulasi cairan dalam rongga paru, cairan abnorm
al dalam intertisial maupun alveoli dan merupakan komplikasi dari gagal jantung
kiri.

B. Etiologi

1. Edema paru kardiogenik

Penyebab terbanyak edema paru adalah gagal jantung kiri.


Penyebab tersering adalah aterosklerotik, hipertensi, kelaianan katup, miopat
i.

2
2. Sindrom kongesti vena

Peningkatan tekanan kapiler paru dan edema paru dapat terjadi pada penderit
a dengan kelebihan cairan intravaskular dengan ukuran jantung normal. Sind
rome ini sering terjadi pada penderita yang mendapat cairan kristaloid atau d
arah intavena dalam jumlah besar, terutama pada penderita dengan gangguan
fungsi ginjal.

3. Edema paru non-kardiak


a) Sepsis

Infeksi ekstrapulmonal merupakan factor penyebab karena adanya penin


gkatan permeabilitas kapiler paru.

b) Gangguan neurogenik

Terjadi pada penderita dengan gangguan sistem saraf. Adanya rangsanga


n hipotalamus yang menyebabkan rangsangan pada sistem adrenergic, ya
ng menyebabkan pergeseran volume darah dari sirkulasi sistemik ke sirk
ulasi pulmonal dan penurunan komplians paru.

C. Patofisiologi

Perubahan yang dini pada edema paru adalah peningkatan aliran limfatik. Karen
a saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi arteriol
paru dan saluran nafas yang kecil, pembengkakan saluran limfatik ini akan mem
beri dampak pada struktur disekitarnya dengan akibat perubahan hubungan tekan
an pada struktur tersebut. Salah satu akibatnya adalah obstruksi pada saluran naf
as kecil yang telah dibuktikan merupakan perubahan fisiologis dini pada penderi
ta dengan gagal jantung kiri. Karena lesi ini tidak merata disaluran paru, timbull
ah dalam distribusi ventilasi dan perfusi yang kemudian menyebabkan hipoksem
ia ringan. Terkenanya arterior kecil juga dapat menyebabkan gambaran radiologi
s dini pada gagal jantung kiri yaitu suatu redistribusi aliran darah dari basis ke ap
ek paru pada penderita dalam posisi tegak.

3
Kalau terbentuknya cairan intertensial melebihi kapasitas sistem limfatik, akan t
erjadi edema di dinding alveolar. Pada fase ini compliance (pemenuhan) paru be
kurang. Hal ini akan menyebabkan takipnea, yang mungkin merupakan tanda kli
nik dini penderita edema paru. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran dar
ah menyebabkan pemburukan hipoksemia. Namun demikian ekskresi karbon dio
ksida tidak terganggu, dan penderita akan menunjukkan keadaan hiperventilasi d
engan alkalosis respiratori. Selain hal yang telah disebutkan diatas, defek fungsi
juga mempunyai andil, dan pada fase ini mungkin akan terjadi peningkatan pinta
s kanan ke kiri melaui alveoli yang tidak mengalami ventilasi.
Pada fase alveolar flooding, semua gambaran menjadi lebih berat, compliance a
kan menurun dengan nyata. Karena alveoli terisi dengan cairan, sementara aliran
darah ke daerah tersebut tetap berlangsung, pintas kanan ke kiri aliran darah aka
n menjadi lebih berat dan menyebabkan hipoksemia yang rentan terhadap pening
katan konsentrasi peningkatan, konsentrasi oksigen yang diinspirasi. Kecuali pad
a keadaan yang amat berat, hiperventilasi dan alkalosis respiratori akan tetap ber
langsung. Secara radiologis akan tampak infiltrat alveolar yang tersebar diseluru
h paru, terutama didaerah perihilar dan basal.

Kongesti paru terjadi bila vaskuler paru menerima darah yang berlebihan dari ve
ntrikel kanan, yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Sed
ikit ketidakseimbangan antara aliran masuk pada sisi kanan dan aliran keluar pad
a sisi kiri jantung mengakibatkan konsekuensi yang berat.

Perkembangan edema paru menunjukkan bahwa fungsi jantung sudah sangat tid
ak adekuat, peningkatan tekanan akhir diastole ventrikel kiri dan peningkatan tek
anan vena pulmonal dapat terjadi. Hal meningkatkan tekanan hidrostatik yang m
engakibatkan cairan merembes keluar. Gangguan limfatik berperan dalam penim
bunan cairan di dalam jaringan paru.

Kapiler paru yang membesar oleh darah yang berlebih akibat ketidakmampuan v
entrikel kiri untuk memompa, tidak mampu lagi mempertahankan zat yang terka
ndung didalamnya. Cairan, mula-mula serous dan kemudian mengandung darah,
lolos kejaringan alveoli disekitarnya melalui hubungan antara bronkhioli dan br
nkhi. Cairan ini kemudian bercampur dengan udara dan terkocok selama pernafa

4
san, dan dikeluarkan melalui mulut dan hidung. Karena adanya timbunan cairan,
paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang dan udara tidak dapat masuk, a
kibatnya adalah hipoksia berat.

Pathway

5
Faktor kardiogenik Faktor nonkardiogenik

Gagal jantung kiri jant


ung kiri sepsis Gangguan Limfatik
Aliran balik arteri pulmo
nal Pe aliran limfatik pada art
eriola paru
Kongesti paru Terganggunya kapiler paru
Edema saluran limfatik
Peningkatan permeabilitas din
Pe tekanan hidrostatik ding kapiler paru
Pe tekanan hidrostatik

Cairan merembes dalam rongga


intertisial dan alveoli

EDEMA PARU

Cairan bercampur udara Kontraktur paru Edema dinding alv


eolar

ekspansi paru inefektif


Napas basah Dispnea mend Cairan intertisi
Perfusi inadekuat adak al berlebih

Ronkhi, wheezing
Gagal ventilasi

Hipoksemia, takipnea

Inefektif bersihan jalan


napas Sianosis
Pola Napas ti
Gangguan pertukar dak efektif
hiperventilasi
an gas
Kelebihan volume cai
ran
Alkalosis respiratorik

6
D. Manifestasi klinik

1. Dispnae mendadak
2. Napas basah
3. Takipnea
4. Takikardi
5. Ronkhi dan wheezing diseluruh lapang paru
6. Gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur
7. Asfiksia (seperti kehabisan nafas)
8. Tangan menjadi dingin dan basah
9. Bantalan kuku sianotik
10. Warna kulit menjadi abu-abu
11. Nadi cepat dan lemah
12. Distensi vena jugularis
13. Batuk hebat (peningkatan jumlah sputum mukoid)
14. Kesadaran stupor

E. Komplikasi

1. ARDS (Accute Respiratory Distres Syndrome)

Karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengem
bang dan udara tidak dapat masuk, akibatnya adalah hipoksia berat.

2. Gagal napas akut

Tidak berfungsinya penapasan dengan derajat dimana pertukaran gas tidak a


dekuat untuk mempertahankan gas darah arteri (GDA).

3. Atelektasis paru

7
4. Kematian

Kematian pada edema paru tidak dapat dihindari lagi.


Pasien dapat mengalami komlikasi jika tidak segera dilakukan tindakan yang
tepat.

F. Evaluasi diagnostik

1. Pemeriksaan laboratorium
a) Gas Darah Arteri (GDA)

pH ( >7,45 )
PCO (< 35 mmHg)
menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis respiratori.

2. Pemeriksaan radiologi
a) Rontgen thorak

Tampak infiltrat alveolar yang tersebar diseluruh paru, terutama di daera


h perihilar dan basal.

G. Penatalaksanaan

1. Medis
a) Pemberian oksigen tambahan

Oksigen diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan


hipoksia dan dispnea.

b) Farmakoterapi
(1) Diuretik

8
(a) Furosemide (lasix)

Diberikan secara intravena untuk memberi efek diuretik cepat. Fu


rosemide juga mengakibatkan vasodilatasi dan penimbunan darah
di pembuluh darah perifer yang pada gilirannya mengurangi juml
ah darah yang kembali kejantung, bahkan sebelum terjadi efek di
uretic.

(b) Bumetanide (Bumex) dan diuril (sebagai pengganti furosemide)


(2) Digitalis
(a) Digoksin
(b) Digokain

Untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan curah ventrikel kiri.P


erbaikan kontraktilitas jantung akan meningkatkan curah jantung, me
mperbaiki dieresis dan menurunkan tekanan diastole, jadi tekanan ka
piler paru dan transudasi atau perembesan cairan ke alveoli akan berk
urang.

(3) Aminofilin

Bila pasien mengalami wheezing dan terjadi bronkospasme yang bera


rti untuk merelaksasi bronco spasme.
Aminofilin diberikan secara IV secara terus menerus dengan dosis se
suai berat badan.

c) Pemasangan Indelwing catheter

Kateter dipasang dalam beberapa menit karena setelah diuretic diberikan


akan terbentuk sejumlah besar urin.

d) Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik

Jika terjadi gagal nafas meskipun penatalaksanaan telah optimal, perlu di


berikan intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik (PEEP=Tekanan Eksp
irasi Akhir Positif)

9
e) Pemantauan hemodinamika invasif

Pemasangan kateter swan-ganz untuk pemantauan CVP, tekanan arteri p


ulmonalis dan tekanan baji arteri pulmonalis, suhu, SvO2. Dapat dipergu
nakan untuk menentukan curah jantung, untuk pengambilan contoh darah
vena dan arteria pulmonalis, dan untuk pemberian obat. Jalur vena ini da
pat digunakan untuk pemberian cairan. Asupan cairan selalu terpantau.

f) Pemantauan hemodinamika

Suatu metode yang penting untuk mengevaluasi volume sekuncup denga


n penggunaan kateter arteri pulmonal multi-lumen.
Kateter dipasang melalui vena cava superior dan dikaitkan ke atrium kan
an. Balon pada ujung kateter lalu dikembangkan, sehingga kateter dapat
mengikuti aliran darah melalui katup trikuspidalis, ventrikel kanan, katup
pulmonal, ke arteri pulmonalis komunis dan kemudian ke arteri pulmona
l kanan atau kiri, akhirnya berhenti pada cabang kecil arteri pulmonal. Ba
lon kemudian dikempiskan begitu kateter telah mencapai arteri pulmonal,
kemudian diplester dengan kuat.
Tekanan direkam dengan balon pada posisi baji pada dasar pembuluh dar
ah pulmonal. (tekanan baji kapiler rata-rata 14 dan 18 mmHg menunjukk
an fungsi ventrikel kiri yang optimal). Pembacaan bentuk gelombang dan
tekanan dicatat selama pemasangan untuk mengidentifikasi letak kateter
dalam jantung.

2. Keperawatan
a) Berikan dukungan psikologis
(1) Menemani pasien
(2) Berikan informasi yang sering, jelas tentang apa yang sedang
dilakukan untuk mengatasi kondisi dan apa makna respons terhadap
pengobatan.
b) Atur posisi pasien

10
Pasien diposisikan dalam posisi tegak, dengan tungkai dan kaki dibawah,
sebaiknya kaki menggantung disisi tempat tidur, untuk membantu arus b
alik vena ke jantung.

c) Auskultasi paru
d) Observasi hemodinamik non invasive/ tanda-tanda vital (tekanan darah,
nadi, frekuensi napas, tekanan vena jugularis)
e) Pembatasan asupan cairan pada klien.
f) Monitor intake dan output cairan tubuh klien
g) Catat tekanan yang direkam dengan balon kateter arteri pulmonal multi-
lumen pada posisi baji pada pembuluh darah pulmonal.

11
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Airway

Gejala : - Batuk produktif atau non produktif

- Dyspne saat aktivitas


- Tidur sambil duduk
- Riwayat penyakit paru kronis

Tanda : produksi sputum

 Frekuensi napas meningkat


 suara stridor
 wheezing dan ronchi pada lapang paru
 dyspnea
 nafas cepat dan dalam
 takipnea
2. Breathing

Gejala : - Penggunaan otot bantu pernafasan

- Pernapasan diafragma meningkat

Tanda : - Dyspnea

- Takipnea
- Bradipnea
- penurunan bunyi napas
- Nafas cuping hidung
- Retraksi dinding dada
- RR meningkat

12
3. Sirkulasi

Gejala: - Keletihan / kelelahan terus menerus

- pembuluh darah vasokonstriksi

Tanda : - Gelisah

- TD rendah (gagal pemompaan)


- Nadi cepat dan lemah
- Aritmia
- Bunyi jantung tambahan (S3 dan S4)
- Takikardi
- Pucat
- Sianosis
4. Disability

Gejala : - perubahan status mental

- Lemah/ lesu

Tanda : - gelisah

- penurunan kesadaran:

Somnolen

Apatis
Delirium
Stupor
Soporokoma
Koma

- letargi.

13
B. Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan pada


rongga intertisial dan alveoli paru.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama, konduksi
listrik.
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan hipersekresi sekunder.
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveolus, kerusakan difusi alveoli.

C. Intervensi keperawatan

Noc
1. Keseimbangan cairan, status pernapasan
2. Status sirkulasi, ke efektifan pompa jantung
3. Ztatus pernafasan : kepatenan jalan napas
4. Status pernapasan : ventilasi
5. Status pernapasan : pertukaran gas
NIC
1. Manajemen elektrolit
2. Perawatan jantung akut
3. Manajemen jalan napas, monitor pernapasan
4. Manajemen jalan napas, monitor pernapasan
5. Manajemen jalan napas, monitor pernapasan, manajemen jalan na
pas

14
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medi
kal Bedah Brunner and Suddart Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC.

Soeparman, dkk. (1999). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI.

15

Anda mungkin juga menyukai