Anda di halaman 1dari 19

1.

Sejarah Hidup Karl Marx (1818-1883)


Marx merupakan salah satu tokoh besar dalam sosiologi dimana dia masuk
dalam kategori aliran klasik. Karl Marx dilahirkan di Trier Jerman, daerah Rhine tahun
1818. Berasal dari keluarga borjuis dan berpendidikan. Sewaktu masih muda Marx
sangat tertarik dengan filasafat Hegel. Padangan Hegel yang terkenal idealistik, dimana
dia percaya bahwa kekuatan yang mendorong perubahan sejarah adalah munculnya
ide-ide dimana roh akal budi menjadi lebih lengkap manifestasinya. Tetapi sebagai
penganut Hegel, Marx adalah penganut yang kritis yang mengembangkan posisi teoritis
dan filosofisnya. Tetapi Marx tetap sepakat dengan bentuk analisa dialektik-nya hegel.
Marx sebenarnya ingin berkarir di dunia akademis, tetapi karena sponsornya
dipecat karena pandangan-pandangan kiri dan anti agama, maka tertutuplah pintu
masuk Marx untuk ke dunia akademis. Akhirnya marx berkarir di media (surat kabar)
sebagai pemimpin redaksi pada koran yang radikal-liberal. Setelah Marx menikah lalu
Marx pindah ke paris, dan terlibat dalam kegiatan radikal. Paris pada masa itu
merupakan suatu pusat liberalisme dan radikalisme sosial serta intelektual penting di
Eropa. Marx berkenalan dengan pemikir-pemikir penting dalam pemikiran sosialis dan
tokoh-tokoh revolusioner seperti St. Simon. Blanqui, dan lain-lain. Hal tersebut akhirnya
mengubah keyakinan marx akan penyalahgunaan sistem kapitalis yang meluas dapat
dihilangkan oleh perubahan sosial yang hanya didukung oleh elit intelektual saja.
Pendekatan itu bagi Marx mengabaikan kondisi materil dan sosial yang sebenarnya
setaraf kesadaran kelas-kelas buruh. Di Paris Marx bersahabat dengan Friedrich Engels
yang berkarya mengenai interpretasi komprehensif tentang perubahan dan
perkembangan sejarah sebagai alternatif terhadap interpretasi Hegel mengenai sejarah,
yang terkenal dengan The German Ideology.
Pada tahun 1845 Marx diusir dari Paris, atas karya-karyanya yang berbau
sosialis. Lalu akhirnya setelah itu Marx semakin tertarik dan terlibat dalam kegiatan-
kegiatan sosialis. Semasa hidupnya Das kapital merupakan karya terbesar. Marx
menjalani sekolah di rumah sampai ia berumur 13 tahun. Setelah lulus dari Gymnasium
Trier, Marx melanjutkan pendidikan nya di Universitas Bonn jurusan hukum pada tahun
1835. Pada usia nya yang ke-17, dimana ia bergabung dengan klub minuman keras
Trier Tavern yang mengakibatkan ia mendapat nilai yang buruk. Marx tertarik untuk
belajar kesustraan dan filosofi, namun ayahnya tidak menyetujuinya karena ia tak
percaya bahwa anaknya akan berhasil memotivasi dirinya sendiri untuk mendapatkan
gelar sarjana. Pada tahun berikutnya, ayahnya memaksa Karl Marx untuk pindah ke
universitas yang lebih baik, yaitu Friedrich-Wilhelms-Universität di Berlin. Pada saat itu,
Marx menulis banyak puisi dan esai tentang kehidupan, menggunakan bahasa teologi
yang diwarisi dari ayahnya seperti ‘The Deity’ namun ia juga menerapkan filosofi atheis
dari Young Hegelian yang terkenal di Berlin pada saat itu. Marx mendapat gelar Doktor
pada tahun 1841 dengan tesis nya yang berjudul ‘The Difference Between the
Democritean and Epicurean Philosophy of Nature’ namun, ia harus menyerahkan
disertasi nya ke Universitas Jena karena Marx menyadari bahwa status nya sebagai
Young Hegelian radikal akan diterima dengan kesan buruk di Berlin. Marx mempunyai

1
keponakan yang bernama Azariel, Hans, dan Gerald yang sangat membantunya dalam
semua teori yang telah ia ciptakan.
Di Berlin, minat Marx beralih ke filsafat, dan bergabung ke lingkaran mahasiswa
dan dosen muda yang dikenal sebagai Pemuda Hegelian. Sebagian dari mereka, yang
disebut juga sebagai Hegelian-kiri, menggunakan metode dialektika Hegel, yang
dipisahkan dari isi teologisnya, sebagai alat yang ampuh untuk melakukan kritik
terhadap politik dan agama mapan saat itu.
Pada tahun 1844 Marx dan Engels mengadakan diskusi panjang disebuah café
terkenal di Paris dan meletakan landasan untuk bekerja sama dan bersahabat seumur
hidup. Berkat kerja sama tersebut banyak karya-karya yang lahir seperti The Condition
of The Working Class in England, karya selanjutnya yaitu The Economic and
Philosophic Manuscripts of 1844 karya tersebutlah yang begitu menandakan bentuk
perhatian Marx pada bidang ekonomi.
Meski Marx dan Engels mempunyai orientasi pemikiran yang sama, namun
mereka memiliki beberapa perbedaan. Marx cenderung kurang teratur dan sangat
berorientasi pada keluarganya. Hal tersebut berbanding terbalik dengan pribadi yang
dimiliki oleh Engels, ia adalah pribadi yang rapi, praktis, dan pengusaha yang teratur
akan tetapi termasuk orang yang sangat tidak percaya dengan lembaga keluarga. Suatu
perbedaan yang mereka miliki bukanlah hal yang menghalangi munculnya karya-karya
buah pemikiran mereka. Berkolaborasi dalam menulis buku dan artikel dan bekrjasama
dalam organisasi radikal.
Akan tetapi, beberapa tulisannya telah menggangu pemerintah Prusia,
pemerintah Prancis mengusir Marx pada tahun 1845 dan karenanya Marx pindah ke
Brussel. Radikalismenya semakin meningkat dan menjadi anggota aktif dalam gerakan
revolusioner internassional. Marx bersama Engels bergabung di Liga komunis dan
menulis tiga liga dasar. Hasilnya yaitu Manifesto Komunis 1848, sebuah karya besar
dengan slogan-slogan politik yang terkenal, seperti “kaum buruh seluruh dunia,
bergabunglah!”
Pada tahun 1981 Marx memperoleh gelar doktor filsafatnya dari Universitas
Berlin, sekolah yang dulu sangat dipengaruhi Hegel dan para Hegelian Muda, yang
suportif namun kritis terhadap guru mereka. Desertasi doktoral Marx hanyalah satu
risalah filosofis yang hambar, namun hal ini mengantisipasi banyak gagasannya
kemudian. Setelah lulus ia menjadi penulis di koran radikal-liberal. Dalam kurun waktu
sepuluh bulan bekerja disana menjadi editor kepala. Karena posisi politisnya, koran ini
ditutup sepuluh bulan kemudian oleh pemerintah. Esai-esai awal yang di publikasikan
pada waktu itu mulai merefleksikan sejumlah pandangan-pandangan yang akan
mengarahkan Marx sepanjang hidupnya. Esai-esai tersebut dengan bebas menyebarkan
prinsip-prinsip demokrasi, humanisme, dan idealisme muda. Ia menolak sifat abstrak
filsafat Hegelian, impian naif komunis utopis, dan para aktivis yang menyerukan hal-hal
yang dipandangnya sebagai aksi politik prematur. Ketika menolak aktivis-aktivis
tersebut, Marx meletakkan landasan karyanya. Marx terkenal karena analisisnya di
bidang sejarah yang dikemukakannya di kalimat pembuka pada buku ‘Communist

2
Manifesto’ (dalam Untari, 2012) :” Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini
pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas”. Marx percaya bahwa
kapitalisme yang ada akan digantikan dengan komunisme, masyarakat tanpa kelas
setelah beberapa periode dari sosialisme radikal yang menjadikan negara sebagai
revolusi keditaktoran proletariat.
Marx mulai menarik diri setelah ia pindah ke London pada tahun 1894, Marx
mulai beralih ke kegiatan riset yang rinci tentang peranan sistem kapitalis, studi ini mulai
menghasilkan tiga jilid buku das Kapital yang mulai terbit pada tahun 1867. Pada tahun
1864 Marx terlibat kembali dalam kegiatan politik bergabung, dengan “The
International”, sebuah gerakan buruh internasional (dalam Anwar dan Adang, 2013, hlm.
135). Ia mulai mendapat popularitas, baik sebagian pemimpin internasional maupun
sebagai penulis das Kapital. Perpecahan gerakan internasional tahun 1876, akhirnya
membuat Marx ambruk. Istrinya wafat tahun 1881, anak perempuannya tahun 1882, dan
Marx sendiri wafat ditahun 1883.

2. Dialektika
Menurut Gadamer (dalam Ritzer, 2012, hlm. 73) ide mengenai suatu filsafat
dialektis sudah ada selama berabad-abad. Ide dasarnya ialah sentralitas kontradiksi.
Sementara sebagian besar filsafat, dan juga akal sehat, memperlakukan kontradiksi-
kontradiksi sebagai kekeliruan, filsafat dialektis percaya bahwa kontradiksi ada di dalam
realitas dan bahwa cara yang paling tepat untuk memahami kenyataan ialah
mempelajari perkembangan hal-hal yang berkontradiksi. Hegel menggunakan ide
kontradiksi untuk memahami perubahan historis. Menurut hegel, perubahan historis
didorong oleh pengertian-pengertian yang kontradiktif yang merupakan esensi
kenyataan, atau melalui usaha-usaha kita untuk memecahkan kontradiksi-kontradiksi,
dan oleh kontadiksi-kontradiksi baru yang berkembang.
Dialektika adalah cara berpikir timbal balik, berlawanan, sehingga dialog dapat
dikatakan sebagai inti dialektika. Segala sesuatu memiliki cara kerjanya masing-masing
sehingga mengantarkan manusia pada dialog yang menghadirkan pemahaman baru lalu
mampu menjadi motor berkembangnya pengetahuan baru. Dialektika menurut Hegel
sama dengan metafisika, meruapakan ilmu gaib, sedangkan menurut Marx berpendapat
bahwa dialektika merupakan pengetahuan berdasarkan hukum pergerakan materi.
Dialektika adalah kerangka berpikir dan citra dunia. Di satu sisi, dialektika adalah
kerangka berpikir yang menekankan pentingnya proses, hubungan, dinamika, konflik,
dan kontradiksi suatu kerangka berpikir yang dinamis ketimbang statis tentang dunia.
Fokus Marx pada kontradiksi-kontradiksi yang benar-benar ada, membawa dia kepada
suatu metode khusus untuk mempelajari fenomena sosial yang disebut dialetika
Marx juga menerima sentralitas kontradiksi bagi perubahan historis. Kita melihat
hal itu di dalam perumusan-perumusan yang terkenal seperti “kontradiksi-kontradiksi
kapitalisme” dan “kontradiksi-kontradiksi kelas.” Akan tetapi, tidak seperti Hegel, Marx
tidak percaya bahwa kontradiksi-kontradiksi tersebut dapat bekerja dalam pengertian
kita, yakni di dalam pikiran kita. Menurut marx hal tersebut merupakan kontradiksi nyata

3
yang sedang ada. Bagi Marx, kontradiksi-kontradiksi seperti itu tidak dipecahkan oleh
filsuf yang sedang duduk di kursi malas, tetapi dengan perjuangan mati-matian
mengubah dunia sosial. Itu merupakan suatu transformasi yang sangat penting karena
mengizinkan Marx untuk memindahkan dialektika keluar dari ranah filsafat dan
memasuki ranah studi mengenai relasi-relasi sosial yang berlandaskan dunia matreial.
Fokus itulah yang membuat karya Marx begitu relevan bagi sosiologi, meskipun
pendekatan dialektis sangat berbada dari cara berpikir yang digunakan oleh sebagian
besar sosiolog. Dialektika membawa perhatian lebih tertuju kepada konflik-konflik dan
kontradiksi-kontradiksi diantara berbagai tingkat realitas sosial, dan bukannya kepada
ketertarikan sosiologis yang lebih tradisional ketika cara-cara berbagai level tersebut
bertaut dengan rapi kedalam suatu keseluruhan yang bersatu.
Menurut Boswell dan Dixons (dalam Ritzer, 2012, hlm. 74) salah satu contoh
dari kontradiksi-kontradiksi di dalam kapitalisme ialah hubungan antara pekerja dan para
kapitalis yang memiliki pabrik dan alat-alat produksi lainnya yang digunakan untuk
mmelaksanakan pekerjaan itu. Sang kapitalis harus mengeksploitasi para pekerja untuk
mendapatkan keuntungan dari pekerjaan mereka. Para pekerja, bertentangan dengan
kaum kapitalis, ingin menyimpan setidaknya sejumlah keuntungan untuk diri mereka
sendiri. Marx percaya bahwa kontradiksi ini berada di jantung kapitalisme, dan hal itu
akan semakin memburuk ketika kaum kapitalis mendorong semakin banyak orang
menjadi pekerja dengan memaksa perusahaan-perusahaan kecil keluar dari dunia bisnis
dan ketika kompetisi kaum kapitalis memaksa mereka mengeksploitasi para pekerja
lebih jauh untuk menghasilkan keuntungan. Sewaktu kapitalisme meluas, jumlah pekerja
yang dieksploitasi, dan juga derajat eksploitasi meningkat. Kontrdiksi seperti itu dapat
dipecahkan bukan melalui filsafat tetapi hanya melalui perubahan sosial. Tendensi untuk
pertambahan tingkat eksploitasi menyebabkan perlawanan yang semakin hebat dari
para pekerja. Perlawanan itu mengakibatkan eksploitasi dan penindasan yang semakin
hebat pula, dan hasil yang mungkin muncul ialah konfrontasi antara kedua kelas itu.

Metode Dialektis
1) Fakta dan Nilai
Dalam analisis dialektis, nilai sosial tidak dapat dipisahkan dari fakta-fakta
sosial. Banyak sosiolog percaya bahwa nilai-nilai mereka dapat dan harus dipisahkan
dari studi mereka atas fakta-fakta tentang dunia sosial. Pemikir dialektis percaya bahwa
tidak mungkin untuk terus menjauhkan nilai-nilai dari studi dunia sosial, tetapi juga tidak
pantas, karena dengan berbuat demikian akan menghasilkan sosiologi tidak memihak
yang tidak manusiawi yang hanya mampu menawarkan sedikit saja kepada orang yang
sedang mencari jawaban bagi masalah- masalah yang sedang mereka hadapi. Fakta-
fakta dan nilai-nilai saling merangkai dengan cara yang tidak terelakkan, akibatnya studi
fenomena sosial sarat dengan nilai. Karena itu, bagi Marx mustahil dan seandainya pun
mungkin, tidak pantas bersikap tidak memihak dalam analisisnya terhadap masyarakat
kapitalis. Namun, keterlibatan emosional Marx di dalam hal yang sedang dia pelajari
tidak berarti bahwa pengamatan-pengamatannya tidak akurat. Bahkan, dapat

4
diargumenkan bahwa pandangan-pandangan Marx yang penuh nafsu mengenai isu-isu
itu memberinya wawasan yang tiada taranya mengenai hakikat masyarakat kapitalis.
Menurut Mitroff (dalam Ritzer, 2012, hlm. 75) sebenarnya, riset atas karya para ilmuwan
menunjukan bahwa ide ilmuwan yang tidak bernafsu sebagian besar adalah mitos dan
para ilmuwan terbaik adalah yang paling bernafsu tentang, dan bertekad untuk ide-ide
mereka.

2) Hubungan-hubungan Resiprokal
Metode analisis dialekits tidak melihat hubungan sebab dan akibat satu arah
yang sederhana antar bagian-bagian dunia sosial. Bagi pemikir dialektis, pengaruh-
pengaruh sosial tidak pernah hanya mengalir satu arah seperti yang sering dilakukan
para pemikir sebab dan akibat. Bagi sang dialektisi, satu faktor mungkin mempunyai
suatu efek pada faktor lain, tetapi mungkin saja bahwa yang belakangan mempunyai
suatu efek yang serempak kepada yang terdahulu. Sebagai contoh, eksploitasi pekerja
yang terus meningkat oleh kaum kapitalis dapat menyebabkan para pekerja menjadi
semakin tidak puas dan menjadi lebih militan, tetapi militansi kaum ploretariat yang
semakin meningkat dapat menyebabkan para kapitalis bereaksi bahkan semakin lebih
eksploitatif untuk menghancurkan perlawanan para pekerja, jenis pemikiran itu tidak
kausal di dalam hubungan sosial. Pemikiran seperti itu sungguh berarti bahwa ketika
para pemikir dialektis berbicara tentang kausalitas, mereka selalu menyesuaikannya
dengan hubungan-hubungan resiprokal diantara faktor-faktor sosial dan juga totalitas
dialektis kehidupan sosial tempatnya berada.

3) Masa Lampau, Masa Kini, Masa Depan


Para dialektisi tertarik bukan hanya kepada hubungan-hubungan fenomena
sosial di dalam dunia kontemporer, tetapi juga di dalam hubungan realitas-realitas sosial
masa lampau (Bauman dalam Ritzer, 2012, hlm. 76) maupun fenomena sosial masa
depan. Hal itu mempunyai dua implikasi yang jelas bagi sosiologi dialektis. Pertama, itu
berarti bahwa para sosiolog dialektis berhasrat untuk mempelajari akar-akar historis
dunia kontemporer seperti yang dilakukan Marx didalam studinya mengenai sumber-
sumber kapitalisme modern. Sebenarnya, para pemikir dialektis sangat kritis terhadap
soiologi modern atas kegagalannya melakukan banyak riset historisnya. Suatu contoh
yang baik mengenai pemikiran Marx berkenaan dengan hal tersebut ditemukan di dalam
kutipan yang terkenal dari The Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte (dalam Ritzer,
2012, hlm. 76) sebagai berikut:

Manusia membuat sejarahnya sendiri, tetapi mereka tidak membuatnya seperti


yang mereka senangi; mereka tidak membuatnya di bawah kondisi-kondisi yang
mereka pilih sendiri, tetapi dibawah kondisi-kondisi yang dihadapi secara
langsung dari masa silam. Tradisi dari semua generasi yang sudah mati
berpengaruh seperti suatu mimpi buruk kepada otak orang yang masih hidup.

5
Kedua, banyak pemikir dialektis menyesuaikan diri dengan tren-tren sosial agar dapat
memahami arah yang mungkin ada dalam masyarakat di masa depan. Minat kepada
kemungkinan-kemungkinan masa depan seperti itu adalah salah satu dari alasan-alasan
utama mengapa sosiologi dialektis niscaya bersifat politis. Soiologi dialektis berhasrat
untuk mendorong kegiatan-kegiatan praktis yang akan membawa kemungkinan-
kemungkinan baru ke dalam eksistensi. Akan tetapi, para dialektisi percaya bahwa
hakikat dunia masa depan dapat dibedakan hanya melalui suatu studi yang berhati-hati
atas dunia kontemporer. Pandangan mereka ialah bahwa sumber-sumber masa depan
ada di masa kini.

4) Tidak ada yang tidak terelakkan


Pandangan dialektis mengenai hubungan antara masa kini dan masa depan
tidak menyiratkan bahwa masa depan tidak menyiratkan bahwa masa depan ditentukan
oleh masa kini. Terence Ball (dalam Ritzer, 2012, hlm. 77) melukiskan Marx sebagai
“orang yang meyakini ketidakterelakkan historis” (historical inevitabilist). Karena
fenomena social terus menerus bertindak dan bereaksi, dunia sosial menentang model
deterministik yang sederhana. Masa depan dapat didasarkan pada beberapa model
kontemporer, namun bukan dengan cara yang tidak terelakkan (akan tetapi, Marx
kadang-kadang benar-benar mendiskusikan ketidakterelakkan sosialisme). Studi-studi
Marx menunjukkan bahwa orang membuat pilihan-pilihan, tetapi pilihan-pilihan itu
terbatas. Contohnya, Marx percaya bahwa masayarakat terlibat di dalam suatu
perjuangan kelas dan bahwa rakyat dapat memilih untuk turut serta baik di dalam
“rekonstitusi revolusioner masyarakat secara luas, atau di dalam keruntuhan umum
kelas yang sedang berseteru” (Marx dan Engels dalam Ritzer, 2012, hlm. 77). Marx
berharap dan percaya bahwa masa depan ditemukan di dalam komunisme, tetapi dia
tidak percaya bahwa komunisme akan terwujud bila pekerja hanya menunggu dengan
pasif. Komunisme akan datang hanya melalui pilihan dan perjuangan para pekerja.
Keengganan berpikir secara determisnistik itulah yang membuat model
dialektika yang sangat terkenal –tesis, antitesis, sintesis- tidak memadai untuk
penggunaan sosiologis. Model yang sederhana tersebut menyiratkan bahwa suatu
fenomena sosial secara tidak terelakkan akan menimbulkan bentuk yang menentangnya
dan perbenturan diantara keduanya secara tidak terelakkan akan menyebabkan bentuk
sosial sintetik yang baru. Akan tetapi, di dunia nyata tidak ada hal-hal yang tidak
terelakkan. Lagipula fenomena sosial tidak pernah di pecah ke dalam kategori-kategori
tesis, antitesis, dan sintesis yang sederhana yang diadopsi oleh sejumlah Marxis. Sang
dialektisis berminat untuk mempelajari hubungan-hubungan nyata ketimbang abstraksi-
abstraksi yang anggun. Keengganan mebuat abstraksi-abstraksi yang anggun itulah
yang mebuat Marx menjauh dari Hagel dan sekarang ini akan membuat dia menolak
penyederhanaan yang memiliki dialektika berlebihan seperti tesis, antitesis, dan sintesis.

6
5) Para aktor dan struktur
Menurut Lefebvre (dalam Ritzer, 2012, hlm. 79) para pemikir dialektis juga
tertarik pada hubungan dianamis antara para aktor dan struktur-struktur sosial. Marx
tentu saja sepaham dengan level-level utama analisis sosial yang senantiasa saling
memengaruhi. Inti pemikiran Marx terletak di dalam hubungan antara orang dan
struktur-struktur berskala besar yang mereka ciptakan. Di satu sisi struktur berskala
besar itu membantu orang memenuhi dirinya sendiri; di sisi lain, mereka menghadirkan
ancaman serius bagi umat manusia. Akan tetapi, metode dialektisi mempertimbangkan
kondisi-kondisi masa lampau, masa kini, dan masa depan, baik para aktor maupun
struktur-struktur.
Dialektika Marx sebenarnya mengemukakan bahwa perkembangan masyarakat
feodalisme ke masyarakat borjuis atau kapitalisme dan seterusnya ke masyarakat
sosialisme merupakan suatu kelanjutan yang tidak dapat dielakkan. Tetapi ini tidak
berarti bahwa manusia berdiam diri saja dengan menanti perkembangan itu berjalan
sebagaimana maunya. Kelas-kelas itu sendiri adalah kelas-kelas yang berjuang untuk
kelasnya, jadi manusia yang dilihat Marx adalah manusia yang berbuat. Bagi Marx
masalah pokok bukanlah memahami sejarah atau dunia ini, melainkan bagaimana
mengubahnya. “manusia membuat sejarahnya sendiri”.

3. Konsep Karl Marx Mengenai Manusia (Humanisme)


a. Potensi Manusia
Bagi Marx, sebuah konsep yang mengatas namakan potensi manusia yang
tidak memperhitungkan faktor-faktor sosial dan historis merupakan kekeliruan karena
dalam faktor tersebut di dalamnya terdapat konsep mengenai hakikat manusia. Ketika
membicarakan konsep manusia secara umum, Marx sering menggunakan istilah
species being (sifat esensial spesies). Yang dimaksud dengan itu adalah potensi-potensi
dan kekuatan-kekuatan yang unik pada manusia yang membedakan manusia dari
spesies yang lain.
Menurut Harvey (dalam Ritzer, 2012, hlm. 79) suatu konsepsi mengenai hakikat
manusia adalah bagian dari setiap teori sosiologis, konsep mengenai umat manusia
mendiktekan bagaimana masyarakat dapat dipertahankan dan bagaiamana ia dapat
diubah,tetapi yang paling penting untuk teori Marx, menganjurkan cara masyarakat
harus diubah. Persoalan penting bukan apakah kita mempunyai suatu hakikat manusia,
tetapi apa jenis hakikatnya tidak berubah atau terbuka kepada proses-proses historis
(penggunaan ide potensi manusia disini menunjukkan bahwa kita menganggapnya
terbuka).

b. Kerja
Menurut Marx (dalam Ritzer, 2012, hlm. 81) sifat esensial spesies dan potensi
manusia terikat erat dengan kerja:

Pertama kerja adalah suatu proses ketika manusia dan alam bekerjasama,
dimana manusia sebagai pengendali atas dasar kemauannya untuk memulai
7
dan mengatur hubungan material diantara diri manusia sendiri dengan alam.
Oleh karena itu dengan manusia bertindak kepada alam sekaligus dapat
mengubah hakikatnya sendiri. Dia mengembangkan kekuatannya yang sedang
tidur dan memkasanya untuk patuh pada kemauannya.
Pada setiap akhir proses kerja, manusia memperoleh hasil dari apa yang dia
pikirkan melalui imajinasi. Dia tidak hanya dapat merubah bentuk suatu bidang
pada materi benda yang dikerjakan, tetapi juga dapat mewujudkan maksud dari
benda yang dibentuk.

Dalam kutipan diatas banyak bagian penting Marx mengenai hubungan kerja dan
hakikat manusia. Pertama apa yang membedakan manusia dengan hewan (sifat
esensial dan spesies kita) bahwa kerja menghasilkan sesuatu dalam bentuk nyata yang
sebelumnya hanya ada didalam imajinasi manusia. Apa yang dihasilkan merupakan
cerimanan dari apa yang kita pikirkan melalui imajinasi dan berubah menjadi benda
yang sesuai maksud kita. Marx menyebut hal itu proses menciptakan objek-objek luar
yang bersal dari objektivitas pemikiran-pemikiran kita. Kedua, kerja bersifat material
(Sayers dalam Ritzer, 2012, hlm. 81). Bekerja dengan aspek-aspek alam yang lebih
material (misalnya menanam buah dan sayur, menebang pohon untuk mendapatkan
kayu) hal itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan material kita. Akhirnya Marx percaya
bahwa kerja tidak sekedar mentrasnformasi aspek-aspek material alam tetapi juga
mentransformasikan kebutuhan kita, kesadaran kita, dan hakikat kita sebagai manusia.
Dengan demikian, kerja sekaligus adalah
1) Objetktivitas maksud kita
2) Pembentukan hubungan esensial di antara kebutuhan manusia dan objek-objek
matrial kebutuhan kita
3) Transformasi hakikat kita sebagai manusia.

Kerja bagi Marx, adalah pengembangan kekuasaan dan potensi munsiawi yang
sejati. Dengan mentransformasi realitas material agar sesuai dengan maksud kita, kita
juga mentransformasi diri kita sendiri. Selanjutnya, kerja adalah suatu kegiatan sosial.
Kerja melibatkan orang lain, yang bergabung secara langsung di dalam produksi, atau
karena orang lain memberi kita alat-alat yang dibutuhkan atau bahan-bahan mentah
untuk pekerjaan kita, atau karena mereka menikmati buah-buah dari kerja kita. Kerja
tidak hanya mentransformasi manusia individu, ia juga mentransformasi masyarakat.
sungguh bagi Marx, munculnya seorang manusia sebagai individu tergantung pada
suatu masyarakat. Marx (dalam Ritzer, 2012, hlm. 84) menulis. “Manusia adalah arti
paling harfiah kata zoon politikon, bukan hanya hewan sosial, tetapi hewan yang dapat
berkembang menjadi seorang individu hanya di dalam masyarakat”. Akibatnya,
transformasi individu melalui kerja dan transformasi masyarakat tidak dapat di pisahkan.

c. Alienasi

8
Marx (dalam Ritzer, 2012, hlm. 87) percaya bahwa ada suatu hubungan yang
melekat antara kerja dan hakikat manusia, Marx menganggap bahwa hubungan itu
disesatkan oleh kapitalisme. Marx menyebut hubungan yang sesat itu sebagai alienasi.
Marx menganalisis bentuk ganjil yang telah diambil oleh hubungan manusia
dengan pekerjaan yang dikendalikan oleh kapitalisme. Pekerja tidak lagi melihat suatu
pekerjaan sebagai pengungkapkan maksud dan mulai hilangnya objektivitas. Sebagai
gantinya pekerja bekerja sebagai maksud sang kapitalis yang mengupah dan membayar
pekerja. Kerja di dalam kapitalisme disusutkan menjadi alat bagi suatu tujuan untuk
memperoleh uang.
Marx menggunakan konsep alienasi untuk menyingkapkan efek produksi
kapitaslis yang bersifat menghancurkan manusia dan masyarakat. Ada yang sangat
signifikan disini yaitu sistem dua kelas yang merupakan kaum kapitalis memperkerjakan
karyawan (dengan demikian mereka memiliki waktu para pekerja) dan para kapitalis
memiliki alat-alat produksi (alat-alat dan bahan mentah) dan juga memiliki produk hasil
akhir. Struktur-struktur itu, khususnya pembagian kerja dasar sosiologis alienasi.
Menurut Marx (dalam Ritzer, 2012, hlm. 88) fakta bahwa kerja adalah hal
eksternal bagi pekerja, yakni ia tidak termasuk dalam sifat esensialnya. Karena itu di
dalam pekerjaannya dia tidak mengukuhkan dirinya, tetapi menyangkal dirinya sendiri
tidak merasa puas, tidak merasa bahagia, tidak mengembangkan secara bebas energi
fisik dan mentalnya, tetapi meruntuhkan tubuh dan meruntuhkan pikirannya. Kerja bukan
pemenuhan suatu kebutuhan melainkan hanya suatu alat untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan diluar kebutuhan itu.
Alienasi dapat dilihat mempunyai empat komponen dasar, yaitu:
1) Para pekerja di dalam masyarakat kapitalis dialienasi dari kegiatan produktifnya.
Mereka tidak menghasilkan objek-objek menurut ide-ide mereka sendiri atau
memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri secara langsung. Malah, para
pekerja bekerja bagi kaum kapitalis, yang memberi upah sekedar untuk
menyambung hidup sebagai balasan untuk pemakaian mereka yang dianggap
cocok oleh sang kapitalis. Karena kegiatan produktif adalah milik kaum kapitalis, dan
karena mereka yang memutuskan apa yang harus dilakukan, dapat dikatakan
bahwa para pekerja teralienasi dari pekerjaan itu. Marx berargumen, bukannya
sebagai suatu proses yang sedang memenuhi dalam dan untuk dirinya sendiri,
kegiatan produktif di dalam kapitalisme justru direduksi menjadi suatu alat yang
kerap membosankan dan melemahkan bagi tujuan satu-satunya yang benar-benar
penting di dalam kapitalisme misalnya mendapat uang yang cukup untuk bertahan
hidup.
2) Para pekerja di dalam masyarakat kapitalis teralienasi bukan hanya melalui kegiatan
produktif tetapi juga dari objek kegiatan produk. Produk pekerjaan mereka bukan
milik para pekerja tetapi milik para kaum kapitalis, yang mungkin memakainya
dengan cara apa pun yang mereka inginkan karena merupakan hak milik pribadi
para kapitalis.

9
3) Para pekerja di dalam masyrakat kapitalis teralienasi dari para rekan kerjanya.
Asumsi Marx ialah bahwa pada dasarnya orang butuh dan ingin bekerja sama agar
dapat mengambil dari alam apa yang mereka perlukan untuk dapat bertahan hidup.
Akan tetapi, di dalam kapitalisme kerja sama itu diganggu, dan orang, kerap orang-
orang asing, dipaksa bekerja berdampingan untuk sang kapitalis. Bahkan, para
pekerja di lini perkaitan yang terdiri dari teman-teman dekat pun, sangat banyak
yang terisolasi karena sifat dasar teknologinya.
4) Para pekerja di dalam masyarakat kapitalis tealienasi dari potensi manusianya
sendiri. Sebagai ganti dari sumber transformasi dan pemenuhan hakikat manusia,
tempat kerja merupakan tempat yang paling kurang sebagai diri kita sendiri. Para
individu semakin sedikit bekerja sebagai manusia karena semakin tersusutkan di
dalam pekerjaan mereka menjadi berfungsi sebagai mesin. Hasilnya ialah suatu
massa pekerja yang tidak mampu mengungkapkan kulitas-kualitas manusiawi
mereka yang hakiki, suatu masa pekerja yang teralienasi.

Alienasi adalah suatu contoh jenis kontradiksi yang menjadi pusat perhatian
pendektan dialektis Marx. Ada suatu kontradiksi nyata diantara hakikat manusia. Yang
didefenisikan dan ditransformasikan oleh pekerjaan, dan kondisi-kondisi sosial aktual
pekerjaan di bawah kapitalisme. Apa yang ingin di tekankan Marx ialah bahwa
kontradiksi seperti itu tidak dapat dipecahkan hanya dalam pikiran. Kita tidak kurang
teralienasi karena kita menyamakan diri dengan majikan kita atau dengan barang-
barang yang dapat dibeli oleh upah kita. Justru barang-barang itu adalah gejala alienasi
kita yang dapat di sudahi hanya melalui perubahan sosial.

4. Teori Kelas Sosial


Karya Karl Marx yang paling terkenal adalah “das Kapital” merupakan buku
pertama yang terbit tahun 1848 (ditulis di akhir hayatnya). Berisi tentang teori-teori kelas
yang merupakan pokok-pokok dari interpretasi sejarah ekonomi. Sejarah kehidupan
manusia kata Marx, tidak lebih dari pertentangan kelas atau golongan, kelas terdiri dari
kaum proletar (bawah) dab kaum borjuis (pemilik modal).
Teori kelas dari Marx (dalam Khoiriyah, 2011) berdasarkan pemikiran bahwa:
“sejarah dari segala bentuk masyarakat dari dahulu hingga sekarang adalah sejarah
pertikaian antar golongan”. Menurut pandangannya, sejak masyarakat manusia mulai
dari bentuknya yang primitif secara relatif tidak berbeda satu sama lain, masyarakat itu
tetap mempunyai perbedaan-perbedaan fundamental antara golongan yang bertikai di
dalam mengejar kepentingan masing-masing golongannya. Dalam dunia kapitalisme
misalnya, inti dari kapitalisme yaitu pabrik lebih merupakan tempat utama terjadinya
pertentangan-pertentangan antara golongan yaitu mereka yang mengeksploitir dan
mereka yang dieksploitir, antara pembeli dan penjual dan antara buruh dan majikan
daripada merupakan tempat terjadinya kerja sama yang fungsional. Kepentingan
golongan serta konfrontasi fisik yang ditimbulkannya adalah merupakan faktor utama
dari proses sosial di dalam sejarah.

10
Analisis Marx selalu mengemukakan bagaimana hubungan antara manusia
terjadi dilihat dari hubungan antara posisi masing-masing terhadap sarana-sarana
produksi, yaitu dilihat dari usaha yang berbeda dalam mendapatkan sumber- sumber
daya yang langka. Ia mencatat bahwa perbedaan atas sarana tidak selalu menjadi
penyebab pertikaian antar golongan. Tetapi dia membenarkan bahwa tiap golongan
masyarakat mempunyai cara khas yang dapat menimbulkan konflik antar golongan
karena masyarakat secara sistematis menghasilkan perbedaan pendapat antara orang-
orang atau golongan yang berbeda tempat atau posisinya di dalam suatu struktur sosial
dan lebih penting lagi dalam hubungannya dengan sarana produksi. Marx memiliki
anggapan yang begitu kuat bahwa posisi di dalam struktur sedemikian ini selalu
mendorong mereka untuk melakukan tindakan yang bertujuan untuk memperbaiki
nasib mereka.
Tipe penggolongan kelas-kelas menurut Marx adalah berdasarkan kelas-kelas
yang digolongkan pembagian kerja dalam kegiatan produksi dan dalam hubungan
dalam produksi. Marx juga menekankan bahwa tipe kelas yang menguasai kelompok
dimasyarakat adalah tipe kelas yang mempunyai alat produksi. Hubungan perbedaaan
kelas sosial dimasyrakat akan menyebabkan konflik antar kelas yang akan berakibat
adanya sebuah perubahan sosial dimasyrakat
Meskipun demikian, sesungguhnya kepentingan golongan di dalam sosiologi
Marx tidak dianggap sebagai sesuatu yang paling utama. Orang-orang berkembang di
bawah lindungan orang-orang lain yang menduduki posisi sosial tertentu dan menuju ke
arah keadaan sosial tertentu pula. Demikian yang terjadi di dalam perusahaan industri
pada mulanya dimana pertikaian telah memecah kepentingan personal dari sekelompok
orang-orang yang tidak saling mengenal satu sama lain. Tetapi, demi mempertahankan
upah mereka, kepentingan personal yang terpilih itu berkembang menjadi kepentingan
bersama untuk menghadapi para majikan mereka, dan kepentingan bersama inilah
yang mempersatukan mereka itu. Istilah lain, Marx hendak mengatakan bahwa manusia
sebagai orang perorang hanya akan bergabung untuk membentuk suatu barisan (front)
apabila harus melakukan konfrontasi terhadap golongan lain, kalau tidak, mereka akan
hidup saling bertentangan satu sama lain dan selalu di dalam suasana bermusuhan.
Kemampuan kepentingan bersama (common interest) dari anggota-anggota
satu lapisan sosial tertentu diperoleh dari lapisan sosial itu juga dari kedudukan lapisan
sosial itu di dalam struktur sosial dan hubungan-hubungan produksi. Hanya orang-orang
yang berkedudukan sama yang terlibat di dalam pertikaian akan mengubah pengertian
“klase an sich” (kelas pada hakekatnya) menjadi “klasse fur sich” (kelas untuk
kepentingan pribadi) dimana orang-orang itu akan terlibat di dalam perjuangan bersama
dan oleh karenanya mereka menjadi sadar akan nasib yang menimpa mereka.
Meskipun sejumlah orang menempati posisi yang sama dalam proses produksi
dan meskipun secara obyektif mereka mempunyai tujuan yang sama, hanya dengan
mempersatukan diri mereka mampu membentuk suatu kesadaran kelas dan yang
merupakan suatu badan yang menentukan sejarah, apabila mereka menyadari akan
kebersamaan kepentingannya melalui konflik-konflik dengan kelas-kelas oposisi.

11
Bagi Marx, dasar dari sistem stratifikasi adalah tergantung dari hubungan
kelompok-kelompok manusia terhadap sarana produksi. Diantaranya yang termasuk ke
dalam kelas modern yang terpenting hanyalah mereka yang bisa disebut “pemilik
tenaga kerja”, pemilik modal, dan tuan-tuan tanah yang sumber keuangannya yang
terpenting tergantung dari penerimaan upah, laba dan sewa tanah. Penamaan kelas
dalam hal ini adalah suatu kelompok orang-orang yang mempunyai fungsi dan tujuan
yang sama dalam organisasi produksi. Meskipun demikian, sebagaimana dapat dilihat
bahwa dari kelompok yang mempunyai nasib yang sama kelas-kelas yang memiliki
kesadaran diri memerlukan sejumlah kondisi tertentu untuk menjamin
kelangsungannya, yaitu mereka memerlukan adanya suatu jaringan komunikasi di
antara mereka, memusatkan massa rakyat, serta kesadaran akan adanya musuh
bersama dan adanya suatu bentuk organisasi yang rapi. Kesadaran kelas hanya akan
dan dapat tumbuh bila ada titik temu yang ideal terhadap materi, yaitu kombinasi antara
permintaan ekonomi dan politis dengan permintaan moral dan ideologis.
Marx dengan cara berpikir yang sama, mengemukakan pernyataan bahwa kelas
pekerja (kaum buruh) harus mengembangkan kesadaran kelas, apabila kondisi tertentu
yang dibutuhkan untuk itu telah ada dan mendorong untuk menyatakan bahwa kaum
borjuis tidak mampu mengembangkan kesadaran yang sama bagi kepentingan kolektif
mereka karena adanya persaingan yang ketat antara produsen-produsen kapitalis

5. Pemikiran Karl Marx Mengenai Determinisme Ekonomi


Marx dapat dikatakan sebagai salah satu pengagum utama dari Hegel, karena
beberapa hasil pemikiran Karl Marx terinspirasi dari Hegel. Namun, meskipun begitu
Marx juga merupakan salah satu pengkritik teori Hegel yang menganggap faktor non
duniawi lah yang mempengaruhi sejarah, misalnya seperti roh, semangat dan Ide. Marx
menyanggah argumen tersebut dengan pemikirannya yang justru beranggapan
sebaliknya, yakni bahwa sejarah itu ditentukan oleh apa yang terjadi di dunia bukan
karena pertentangan yang terjadi pada dunia yang tidak nyata (khayalan/gagasan).
Marx dalam The German Ideology (dalam Ariesti, 2012) mengatakan:

“....kami tidak bertolak dari apa yang dikatakan orang, dari bayangan dan cita-
cita orag, juga tidak dari yang diperkatakan, dipikirkan, dibayangkan, dicita-
citakan untuk sampai kepada manusia nyata; (melainkan) kami bertolak dari
manusia yang nyata dan aktif, dan dari proses hidup nyata merekalah
perkembangan refleks-refleks serta gemagema ideologis proses hidup itu
dijalankan....”

Ebenstain (1994, hlm. 2) mengenai gagasan Marx ini adalah konsep materialisme
sejarah yang mengenyampingkan pentingnya sebuah gagasan dan kontribusinya pada
sejarah. Disebut sebagai materialis karena sejarah dianggap ditentukan oleh syarat-
syarat produksi material. Materialisme disini bukan dalam arti filosofis yang berarti
kepercayaan bahwa realita adalah materi, melainkan lebih menunjuk pada hal yang
menentukan sejarah. Adapun pandangan Marx bahwa material itu adalah sama dengan

12
ekonomi. Material yang ditekankan adalah produksi kebutuhan material manusia, cara
manusia menghasilkan apa yang dibutuhkan manusia untuk hidup. Kondisi material
masyarakat dianggap sesungguhnya berasal dari dan disebabkan oleh ide besar yang
menggugah semangat. Penekanan secara eksklusif yang terjadi pada ide sebagai
penggerak sejarah mengabaikan kenyataan bahwa ide tidak saja menimbulkan tetapi
juga mencerminkan adanya peristiwa tertentu. Menurut Magnis-Suseno (2003, hlm. 272)
sikap material dari Marx juga menunjukkan bahwa Marx memandang semua aspek itu
dari sisi ekonomi saja. Baik secara langsung maupun tidak langsung, ia memandang
kekuasaan politik hanya menjadi kendaraan untuk mencapai kekuasaan ekonomi.
Berdasarkan perspektif Marx, ia menyatakan bahwa cita-cita kebebasan bukan
hal utama yang menjadi kekuatan dalam sejarah modern. Yang menjadi kekuatan
sejarah modern adalah kebutuhan kelas kapitalis akan tersedianya buruh saat
dibutuhkan, serta lingkungan atau kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya
ide tersebut, kelangsungan dan tentunya dampak dari ide tersebut yang akan membaur
dengan lingkungan tersebut.
Bagi Marx, sejarah terjadi karena pertentangan yang terjadi pada dunia material,
sesuai dengan konsep materialismenya atau konsep serba benda. Bentuk dan kekuatan
produksi material tidak saja menentukan proses pekembangan dan hubungan-hubungan
sosial manusia, seta formasi politik tetapi juga pembagian kelas-kelas sosial. Hubungan-
hubungan produksi menjadi sangat dipengaruhi oleh kekuatan sosial dalam
menciptakan bentuk kekuatan produksi mereka. Determinasi ekonomi adalah hal-hal
yang bersifat mendasar seperti bentuk modal, alat-alat produksi, dan kekuatan-kekuatan
modal lainnya yang mempengaruhi sejarah, bukan kehidupan sosial seperti agama,
politik, filsafat, seni, bahkan negara (suprastruktur) lah yang mempengaruhi dan
membuat sejarah. Dengan kata lain determinisme ekonomi Marx ini mengartikan bahwa
ekonomi lah yang menentukan sejarah kehidupan manusia.
Marx memandang segala perubahan politis adalah hal-hal yang berkaitan
dengan produksi, dimana tujuan dari sejarah adalah kemajuan dalam perbaikan hidup
manusia yang hanya bisa dilakukan di tahapan duniawi. Istilah “basis” dalam beberapa
literatur disebut sebagai “infrastuktur” dengan ciri-ciri basis adalah pertentangan antara
kelas-kelas atas dan kelas-kelas bawah. Sedangkan “suprastruktur” juga disebut
“bangunan atas” dengan ciri-cirinya yaitu mengatur kehidupan masyarakat diluar hal-hal
keproduksian, termasuk norma, agama, kesehatan, sistem pendidikan, lalu lintas, dll.
Ide determinasi ekonomi Marx timbul pada fase Marx tua, diawali dengan The
German Ideology seperti yang telah dijabarkan diatas pada perkembangan pemikiran
Marx, yaitu saat Marx berubah menjadi seorang yang anti-humanis dan bersandar pada
rasionalitas demi menunjukan keilmiahannya. Ia menemukan hukum yang mengatur
perkembangan masyarakat dan sejarah yaitu ekonomi. Ekonomi adalah hal yang
mendasar bagi pandangan sejarah materialistiknya. Dan inilah yang menjadikannya
sebagai pemikir sosialisme ilmiah, sosialisme yang tidak berdasarkan harapan atau
keingan khayalan belaka, semuanya serba benda dan berdasarkan kepada analisis
ilmiah terhadap perkembangan kehidupan hukum masyarakat. Ia merumuskan bidang

13
ekonomi menentukan aspek politik dan pemikiran manusia, meski faktor ekonomi sendiri
ditentukan oleh konflik antara golongan pekerja dan pemilik modal dimana konflik
tersebut dipertajam oleh inovasi di bidang teknik produksi. Pertentangan tersebut juga
akhirnya akan meledak dalam sebuah revolusi yang akan mengubah struktur dan
kekuaaan di bidang ekonomi, kenegaraan, dan gaya berfikir manusia.
Dalam bukunya, Marx juga mengatakan bahwa sistem kapitalis akan runtuh
setelah terjadinya revolusi. Revolusi yang akan memecah kelas-kelas menjadi saling
bertentangan dan menghasilkan masyarakat sosialis karena berhasil menghilangkan
kelas dalam masyarakat.
Teori perkembangan masyarakat yang dipengaruhi perkembangan ekonomi dari
Marx ini mengharuskannya untuk membuktikan teori tersebut dengan memperlihatkan
bahwa ekonomi kapitalis akan segera menuju kehancurannya secara ilmiah. Pada
akhirnya Marx masih merasa sulit membuktikan teori ini, ia menjadi fokus pada
pendekatan ekonomi terhadap kajiannya yaitu civil society dan menciptakan teori-teori
baru. Hal lainnya yang mendasari pemikiran determinasi ekonominya adalah
pendapatnya mengenai keterasingan. Manusia selalu hidup dalam keterasingan dan
terasing dari hidupnya sendiri. Entah apa maksudnya, tapi keterasingan tersebut muncul
karena faktor kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi yang nantinya akan
menimbulkan konflik dari diri sendiri untuk melindungi usahanya dan bersaing dalam
industrialisasi. Hak milik tersebut juga membuat para golongan pemilik alat tersebut
untuk hidup dari “penghisapan” para golongan pekerja yang mana struktur ekonomi itu
dicerminkan didalam struktur kekuasaan dibidang sosial dan ideologi. Memang terlihat
pada akhirnya jika sejarah itu paling ditentukan oleh struktur dari masyarakat dan
perkembangan kelas-kelas sosial yang terdapat didalamnya, dimana kelas-kelas ini
tercipta atas motivasi alamiah dari manusia untuk memperbaiki keadaan hidupnya
dengan membuat kemampuan individu masing-masing semakin spesifik dan adanya
pembagian kerja. Intinya, siapapun ia yang memiliki kekuatan ekonomi, ia akan secara
mudah mendapatkan akses pada negara, bahkan menguasai, sehingga kekuasan
negara cenderung sering mendukung kaum pemegang kekuatan ekonomi ini untuk
kepentingan mereka. Begitu pula dengan tatanan agama atau nilai yang berperan untuk
memberikan legitimasi pada kekuasaan golongan-golongan tersebut. Struktur
kekuasaan politis maupun spiritual dalam masyarakat mencerminkan struktur
kekuasaan golongan atas kepada golongan pekerja/bawah dalam hal ekonomi.
Alasan logis lainnya yang dituangkan Marx adalah seperti ini, manusia sebagai
manusia tentunya butuh dan harus makan dan minum, berpakaian, tempat tinggal,
istirahat dan lainnya sebelum manusia melakukan kegiatan sosial, politik, menimba ilmu,
agama, urusam kenegaraan, dan lain seterusnya. Jadi bahwa produksi nafkah hidup
material bersifat langsung dan dengan demikian tingkat perkembangan ekonomis
sebuah masyarakat tau zaman masing-masing menjadi dasar dari bentuk-bentuk
kenegaraan, pandangan hukum, seni, dan religiusnya masyarakat. ini sudah masuk
dalam tahapan dimana ekonomi mendeterminasi ke arah pembentukan kebudayaan,
bukan lagi sejarah saja karena mencangkup aspek-aspek pembangun kehidupan. Marx

14
memang tidak mengklaim bahwa hanya faktor ekonomi sajalah yang menciptakan
sejarah, ia hanya menyatakan bahwa faktor ini adalah yang terpenting sebagai dasar
dan landasan untuk membangun sebuah suprastruktur kebudayaan, perundang-
undangan, dan pemerintahan yang diperoleh pula oleh berbagai ideologi politik, sosial,
keagamaan, dan hal lainnya yang sejalan berdampingan. The German Ideology juga
tidak menyebutkan bahwa interpretasi Marx dan Engels mengenai sejarah adalah satu-
satunya yang dapat merepresentasikan dari sejarah tersebut.
Konsep determinasi ekonominya sudah dapat menggambarkan sosialismenya
yang ilmiah karena berdasarkan pengetahuan dan hukum-hukum objektif. Diluar konsep
revolusi kaum pekerja yang akan menciptakan masyarakat tanpa kelas yang dinilai
utopis, tidak logis dan memang tidak terbukti kebenarannya di masa kontemporer.
Konsep determinisme ekonomi dari Marx adalah salah satu kelemahan lain di
pemikirannya. Menurut penulis, faktor ekonomi atau faktor apapun tidak dapat dikatakan
mendominasi terjadinya sebuah sejarah. Sejarah terjadi bukan karena satu faktor
tunggal yang berpengaruh, dan dalam keadaan tersebut harus dibutuhkan lagi suatu
penelitian yang mendalam dan empiris untuk mengetahui faktor apa yang paling
berperan pada sejarah.

6. Kritik Terhadap Teori Karl Marx


Ada beberapa pertentangan di dalam teori Marx yang harus dibahas dan
didiskusikan. Pertama, pertentangan yang secara aktual terdapat dalam komunisme.
Kegagalan masyarakat-masyarakat komunis dan perubahannya menjadi ekonomi yang
lebih berorientasi kapitalistis memaksa kita mempersoalkan apakah makna semua ini
bagi peran teori Marxian di dalam sosiologi. Ide-ide Marx kelihatannya telah diuji dan
ternyata gagal. Pada suatu waktu, hampir sepertiga populasi dunia hidup di bawah
negara-negara yang terinspirasi ide-ide Marx. Sekarang, banyak Negara Marxis ini
menjadi kapitalis dan bahkan negara-negara yang masih mengklaim dirinya Marxis, tak
lain adalah bentuk kapitalisme yang terbirokrasikan,.
Untuk membantah kritik ini, kita bisa mengemukakan bahwa negara-negara ini
sebenarnya tidak pernah mengikuti ajaran-ajaran Marx, dan tidak pada tempatnya kalau
kritik-kritik ditujukan untuk menyalahkan Marx atas setiap penyalahgunaan teorinya.
Bagaimanapun, kritik yang menyatakan bahwa Marx sendiri mendesak teori Marxis tidak
harus terpisah dari keberadaan praktisnya secara aktual. Sebagaimana ditulis oleh Alvin
Gouldner (dalam Ritzer, 2012, hlm. 124) “Karena telah dirancang untuk mengubah
dunia, dan bukannya untuk menghasilkan suatu interpretasi lain atasnya, maka teori
Marxis mestinya diukur berdasarkan skala sejarah”. Jika Marxisme tidak pernah terbukti
pada praktiknya maka bagi Marx sebaik-baiknya dia akan menjadi sebuah teori yang tak
ada gunanya dan seburuk-buruknya menjadi ideologis. Kemudian daripada itu terlihat
jelas bahwa kelemahan Marx dari segi komunisme. Seandainya dia mengembangkan
teori birokrasi negara yang komplit, tidak tertutup kemungkinan Marx malah akan lebih
memilih setan-setan kapitalisme.

15
Problem kedua yang sering dikemukakan adalah tidak adanya subjek
emansipatoris. Inilah ide bahwa teori Marx menempatkan proletariat di jantung
perubahan sosial yang akan menggiring kepada komunisme, namun pada
kenyataannya proletariat jarang memperoleh posisi ini dan sering termasuk ke dalam
kelompok-kelompok yang menentang komunisme. Hal ini juga ditambah dengan fakta
bahwa para intelektual misalnya sosiolog-sosiolog akademis mengisi keruang yang
ditinggalkan oleh proletariat dan mensubstitusikan aktivitas-aktivitas intelektual untuk
perjuangan kelas. Kekecewaan para intelektual terhadap konservatisme proletariat
ditransformasikan menjadi sebuah teori yang menegaskan aturan ideologi lebih gencar
dibandingkan dengan yang dilakukan oleh Marx dan yang cenderung melihat
“pahlawan-pahlawan” revolusi masa depan sebagai korban-korban penipuan.
Problem ketiga adalah hilangnya dimensi gender. Salah satu poin utama teori
Marx adalah bahwa kerja menjadi sebuah komoditas di bawah kapitalisme, sementara
pada fakta historisnya hal ini lebih sedikit terjadi pada wanita ketimbang laki-laki. Untuk
tingkatan yang lebih luas. Kerja laki-laki yang diupah tergantung pada kerja wanita yang
tidak diupah. Hal ini benar khususnya ketika hal ini terjadi pada generasi-generasi
pekerja selanjutnya. Sayer mencatat bahwa hal ini tidak hanya meninggalkan satu ruang
kosong di dalam analisisnya, akan tetapi memengaruhi argument utamanya bahwa
kapitalisme didefinisikan dengan ketergantungan pertumbuhannya pada tenaga kerja,
sebab pertumbuhan tenaga kerja tergantung pada kerja wanita yang tidak diupah.
Patriarki mungkin menjadi suatu dasar yang esensial bagi kemunculan kapitalisme yang
begitu saja diabaikan Marx.
Problem keempat adalah bahwa Marx melihat ekonomi sebagai sesuatu yang
dikendarai oleh produksi dan mengabaikan aturan konsumsi. Fokusnya pada produksi
menggiringnya untuk memprediksikan bahwa masalah-masalah efisiensi dan
pemotongan upah akan menggiring pada proletarianisasi, peningkatan alienasi, dan
semakin meruncingnya konflik kelas. Bisa didebat bahwa pusat aturan konsumsi di
dalam ekonomi modern mendorong beberapa kreativitas dan usaha bahwa hal ini
menunjukkan adanya jenis pekerjaan yang bergantung pada gaji yang tidak
menyebabkan alienasi. Orang-orang yang membuat video game yang baru atau
menyutradarai film-film atau mempertunjukkan musik popular kurang teralienasi dari
kerjanya, meskipun mereka masuk ke dalam sistem kapitalis. Walaupun hanya ada
sedikit jenis pekerjaan yang seperti ini, namun hal ini memberikan harapan konkret
untuk massa yang teralienasi yang bisa mengantisipasi bahwa mereka, atau setidaknya
anak-anak mereka, mungkin bisa memperoleh pekerjaan yang menarik dan kreatif.
Terakhir, sebagian menganggap Marx tidak kritis dalam menerima konsepsi
kemajuan Barat sebagai sebuah problem. Marx percaya bahwa mesin sejarah adalah
manusia yang selalu meningkatkan eksploitasi terhadap alam demi kebutuhan-
kebutuhan materialnya. Di samping itu, Marx yakin bahwa hakikat manusia adalah
kemampuannya untuk mengolah alam demi mencapai tujuan-tujuannya. Asumsi-asumsi
inilah yang barangkali jadi penyebab banyaknya krisis lingkungan saat ini dan di masa
datang.

16
7. Karya-karya Karl Marx
Berikut adalah beberapa karya Marx (dalam Situs blog UNY, 2012) semasa
hidupnya:
a. Economic and Philosophical Manusript
Tulisan ini terinspisrasi karena Marx banyak mengenal tulisan-tulisan ahli
ekonomi politik seperti Adam Smith dan David Ricardo. Marx dalam hal ini mengambil
isu individualisme pendekatan ini dengan mengatakan bahwa deengan individualisme
manusia dikesampingkan.

b. The German Ideology


Karya ini merupakan hasil pemikirannya dengan Engles. Karya ini mengenai
suatu interpretasi komprehensif tentang perubahan dan perkembangan sejarah sebagai
alternatif terhadap interpretasi Hegel mengenai sejarah.

c. The Class Strruggles in France dan The Eighteenth Brumaire of Louis


Bonaparte
Kedua esai ini menerapkan metode materialis historisnya Marx dengan
berusaha untuk mengungkapkan kondisi-kondisi sosial dan material yang mendasar
yang terdapat di bawah permukaan perjuangan-perjuangan ideologis yang dinyatakan
hanya dengan kondisi-kondisi sosial dan materil.

d. The Communist Manifesto


Sebuah tulisan yang ditugaskan kepada Marx oleh organisasi Communist
League setelah perdebatan antara Marx dan Weikting dalam organisasi itu mengenai
waktu yang tepat untuk revolusi proletariat. Dan ini merupakan pernyataan yang akan
menjadi program teoretis untuk organisasi itu.

e. Das Kapital
Dalam Das Kapital Marx mengembangkan dan mensistematisasi sebagian
besar ide-ide yang sudah diuraikan sebelumnya secaara singkat dari karya-karya
sebelumnya

8. Simpulan
Marx merupakan tokoh besar dalam sosiologi dimana dia masuk dalam
kategoris aliran klasik, selain Comte, Durkheim, Weber, Simmel, Spencer, dll. Karl Marx
dilahirkan di Trier Jerman, daerah Rhine tahun 1818. Berasal dari keluarga borjuis dan
berpendidikan. Marx menghadirkan suatu analisis yang kompleks dan masih relevan
tentang dasar-dasar historis ketidaksetaraan di dalam kapitalisme dan bagaimana cara
mengubahnya. Walaupun teori-teorinya terbuka untuk berbagai interpretasi, namun kita

17
tidak mencoba untuk menghadirkan interpretasi tentangnya yang membuat teori-
teorinya konsisten dengan studi-studi historis aktualnya.
Marx percaya bahwa masyarakat terbentuk di sekeliling kontradiksi-kontadiksi
yang hanya bisa di selesaikan melalui perubahan sosial yang aktual. Salah satu
kontradiksi mendasar yang di lihat Marx adalah antara sifat dasar manusia dan syarat-
syarat kerja di dalam kapitalisme. Bagi Marx sifat dasar manusaia dikaitkan dengan
kerja yang mengekspresikan dan mentranfomasikan hakikat kita. Dibawah kapitalisme,
kerja kita dijual sebagai komoditas, dan hal lain menyebabkan kita teraliensi dari
aktivitas produktif kita. Tujuan-tujuan yang kita buat, rekan-rekan kerja kita, dan bahkan
diri kita sendiri.
Analisis marx terhadap masyarakat kapitalis. Kita mulai dengan konsep sentral
tentang komoditas-komoditas, kemudian melihat kontradiksi antara nilai-guna komoditas
tersebut dan nilai-tukarnya. Di dalam kapitalisme, nilai komoditas tukar cenderung
melebihi penggunaanya yang aktual di dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
manusia, oleh karena itu, komoditas-komoditas mulai tampak terpisah dari kerja
manusia dan kebutuhan manusia dan pada akhirnya tampak menjadi berkuasa atas
manusia. Marx menyebut hal ini dengan fetisisme komoditas. Fetisisme ini merupakan
suatu bentuk reifikasi, dan pengaruhnya lebih dari sekedar terhadap komoditas-
komoditas: secara khusus, mempengaruhi sistem ekonomi yang mulai terlihat seperti
kekuatan objektif dan nonpolitis yang menentukan kehidupan manusia. Karena refikasi
ini, kita tidak melihat bahwa ide kapital memuat suatu relasi sosial yang kontadiktif
antara orang-orang yang mengambil keuntungan dari investasi-investasi dan orang-
orang yang bekerja menyediakan nilai-surplus yang membentuk keuntungan. Marx
percaya kalau kapitalisme adalah sesuatu yang baik dan bahwa kritik pedasnya
terhadap kapitalisme adalah sesuatu yang baik dari sudut kemungkinannya dimasa
yang akan datang.
Marx sebenarnya mengemukakan bahwa perkembangan masyarakat
feodalisme ke masyarakat borjuis atau kapitalisme dan seterusnya ke masyarakat
sosialisme merupakan suatu kelanjutan yang tidak dapat dielakkan. Tetapi ini tidak
berarti bahwa manusia berdiam diri saja dengan menanti perkembangan itu berjalan
sebagaimana maunya. Kelas-kelas itu sendiri adalah kelas-kelas yang berjuang untuk
kelasnya, jadi manusia yang dilihat Marx adalah manusia yang berbuat. Bagi Marx
masalah pokok bukanlah memahami sejarah atau dunia ini, melainkan bagaimana
mengubahnya. “manusia membuat sejarahnya sendiri”.
Marx merasa mampu memperkirakan nasib kapitalisme dimasa depan karena
dia berpegangan pada pemahaman materialisme historisnya. Dengan fokus pada
kekuatan produksi, Marx mampu memperkirakan tren sejarah yang memungkinkanya
menentukan di titik-titik mana saja aksi-aksi politik dapat efektif. Aksi dan refolusi politik
sangat diperlukan karena relasi produksi dan ideologi menentukan perkembangan
kekuatan-kekuatan produksi. Dalam pandangan Marx perubahan-perubahan ini
akhirnya akan melahirkan masyarakat komunis.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Yesmil.,dan Adang. 2013. Sosiologi Untuk Universitas. Bandung: PT Refika


Aditama.
Ariesti, Yasinta Sonia. 2012. Blog kuliah jingga. Determinisme Ekonomi Marx. [online]
Tersedia di: http://kuliahjingga.blogspot.co.id/2012/08/determinisme-ekonomi-
marx.html [Diakses pada 26 September 2015]
Ebenstain, William. Isme-Isme Dewasa Ini. Jakarta: Erlangga. 1994
Khoiriyah,Khafidlotul. 2011. Teori-teori Sosial Karl Marx. [Online]. Tersedia di:
http://sosiopedia.blogspot.co.id/2011/12/teori-kelas-sosial-karl-marx.html [Diakses
pada 27 September 2015]
Magnis-Suseno, Frans. 2003. Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan
Modern.Jakarta: Gramedia.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan
Terakhir Post Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Situs Blog Resmi Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Uny. 2012. teori sosiologi klasik: Karl
Marx I. [online] tersedia di: http://gurumudasosiologi.blogspot.co.id/2013/12/teori-
sosiologi-klasik-karl.html [Diakses pada 27 September 2015]
Untari, Iin Desi. 2012. Teori sosiologi Klasik Karl Marx. [Online] Tersedia di:
http://iindesisosiologi.blogspot.co.id/2012/12/teori-sosiologi-klasik-karl-marx.html
[Diakses pada 28 September 2015]

19

Anda mungkin juga menyukai