Anda di halaman 1dari 25

PERAN PEMUDA DALAM

PEMILU

Disusun oleh
Iandi Santulus
1IA18/53418184

Teknik Informatika
Universitas Gunadarma
Tahun Ajaran 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
Kasih karuniaNya sehingga Makalah Peran Pemuda dalam Pemilu ini dapat saya selesaikan
sebagaimana adanya.

Penyusunan makalah ini saya tujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial
Dasar Teknik Informatika Universitas Gunadarma dengan dosen pengampu bidang studi ISD,
agar para mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pentingnya peran para pemuda
khususnya mahasiswa dalam pelaksanaan Pemilu berdasarkan UU No. 7 Tahun 2017.

Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Sosial
Dasar bapak Edi Fakhri yang senantiasa meluangkan waktunya untuk mengajar di kelas kami.
Tak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa yang telah
memberikan dukungan dan semangatnya kepada saya, sehingga makalah ini dapat saya
selesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari akan kekurangan penyusunan makalah ini, untuk itu saya
mengharapkan masukan, saran dan kritik yang sifatnya membangun demi penyempurnaan
makalah ini dikemudian hari. Akhirnya, semoga makalah ini dapat menjadi referensi para
mahasiswa lain dalam mengkritisi pelaksanaan Pemilu maupun dalam pembuatan tugas.

Jakarta, 25 Januari 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ 2

DAFTAR ISI............................................................................................................... 3

BAB I : PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah............................................................................ 4

Rumusan Masalah ..................................................................................... 5

Tujuan Penulisan ....................................................................................... 5

BAB II : PEMBAHASAN

Pengertian Pemilihan Umum .................................................................... 6

Sistem Penyelenggaraan Pemilihan Umum .............................................. 6

UU No. 17 Tahun 2017 tentang Pemilu .................................................... 8

Antusiasme Pemuda dalam Pelaksanaan Pemilu ...................................... 12

Sikap Mahasiswa yang Seharusnya terhadap Pemilu ............................... 14

BAB III : KESIMPULAN ..................................................................................... 18

BAB IV : PENUTUP ............................................................................................. 21

LAMPIRAN GAMBAR ............................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 25

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemilu dalam negara demokrasi seperti Indonesia, merupakan suatu proses yang
mengharuskan proses pelaksanaan Pemilu dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip yang
tercantum dalam UU No.7 Tahun 2017. Prinsip-prinsip tersebut antara lain prinsip pelaksanaan
berdasarkan asas Langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, dan penyelenggara pemilu
harus memenuhi prinsip: a. mandiri; b. jujur; c. adil; d. berkepastian hukum; e. tertib; f.
terbuka; g. proporsional; h. profesional; i. akuntabel; j. efektif; dan k. efisien.

Pemuda merupakan penerus perjuangan generasi terdahulu untuk mewujudkan cita-cita


bangsa. Pemuda menjadi harapan dalam setiap kemajuan di dalam suatu bangsa dengan ide-
ide ataupun gagasan yang berilmu, wawasan yang luas, serta berdasarkan kepada nilai-nilai
dan norma yang berlaku di dalam masyarakat.

Sebagai generasi muda hendaknya mereka menyadari bahwa di tangan merekalah


harapan bangsa Indonesia dipertaruhkan. Melihat dari potensi yang melekat pada generasi
muda, sudah selayaknya para pemuda Indonesia terjun untuk ikut serta dalam mengisi
kemerdekaan dan pembangunan nasional.

Peran pemuda dalam mengisi kemerdekaan dan pembangunan nasional dapat


memberikan dampak positif bagi pertumbuhan bangsa, termasuk dalam penyelenggaraan
Pemilihan Umum (Pemilu). Para generasi muda harus diberikan pemahaman bahwa
memberikan hak suara dalam Pemilu sangat penting, sebab hak suara merekalah yang
menentukan pemimpin sebagai penentu kebijakan, yang nantinya kebijakan itu berdampak
pada mereka juga. Sebagai pemuda yang peduli akan tanah kelahirannya, sudah semestinya
pemuda tidak lagi menjadi penonton yang baik, yang siap menerima setiap keputusan yang ada
seolah-olah tidak peduli dengan siapapun yang akan memimpin, bagaimana program kerjanya
dan bagaimana pula dengan janji politik yang telah dijanjikannya sewaktu kampanye.

4
B. RUMUSAN MASALAH
Pada makalah ini, penulis mengajukan rumusan masalah terbatas sebagai berikut :
1. Bagaimanakah sistem Pemerintahan Indonesia dalam pelaksanaan Pemilu ?
2. Apa saja isi dari UU No. 17 Tahun 2017 ?
3. Bagaimana antusiasme pemuda dalam pelaksanaan Pemilu dari tahun ke tahun?
4. Bagaimana seharusnya sikap mahasiswa terhadap Pemilu ?

C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH


Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan rumusan masalah sebagaimana tersebut di
atas yaitu :
1. Untuk mengetahui sistem Pemerintahan Indonesia dalam pelaksanaan Pemilu.
2. Untuk mengetahui peningkatan antusiasme pemuda dalam pelaksanaan Pemilu
dari tahun ke tahun.
3. Untuk mengetahui sikap yang seharusnya dimiliki oleh mahasiswa dalam
pelaksanaan Pemilu.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemilihan Umum

Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan


kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Menurut Pasal 1 ayat (2)
Undang-Undang Dasar Repubik Indonesia, Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar ini menunjukan bahwa demokrasi adalah hak
mutlak yang dimiliki rakyat dan dijamin dalam konstitusi. Pelaksanaan demokrasi yang
diwujudkan dalam pemilihan umum yang langsung, umum, bebas dan rahasia. Pemilu untuk
menyusun kelembagaan negara yaitu Ekesekutif (Presiden dan Wakil Presiden) dan Lembaga
Legislatif dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
dan Dewan Perwakila Rakyat Daerah (DPRD) yang dilaksanakan secara demokratis.

Permaknaan kedaulatan ditangan rakyat dalam perwujudannya manakala negara atau


pemerintah menghadapi masalah besar yang bersifat nasional, baik di bidang ketatanegaraan,
hukum, politik, ekonomi, agama dan sosial budaya, maka semua warga negara diundang atau
diwajibkan untuk ikut serta berpartisipasi membahas, merembuk, menyatakan pendapat serta
membuat suatu keputusan bersama. Keputusan bersama ini dilakukan melalui pemilihan
umum, inilah prinsip demokrasi yang esensial.

B. Sistem Penyelenggaraan Pemilihan Umum

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum, akan tetapi
umumnya berkisar pada 2 prinsip pokok, yaitu :

a. Single-member constituency (satu daerah memilih satu orang wakil rakyat; biasanya
disebut Sistem Distrik). Sistem yang mendasarkan pada kesatuan geografis. Jadi
setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah
yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Sistem
seperti ini mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya :

6
1. Kurang memperhitungkan adanya partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika
golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.
2. Kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik,
kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya.

Disamping itu sistem ini juga mempunyai kelebihan, antara lain :

1. Wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya
dengan penduduk distrik lebih erat.
2. Lebih mendorong kearah integrasi partai-partai politik karena kursi yang
diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Mendorong partai-partai
untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerjasama.
3. Berkurangnya partai dan meningkatnya kerjasama antara partai-partai yang
mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil dan meningkatkan stabilitas
nasional.
4. Sederhana dan mudah untuk diselenggarakan

b. Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil rakyat;


biasanya dinamakan Proportional Representation atau Sistem Perwakilan Berimbang).
Gagasan pokok dari sistem ini adalah bahwa jumlah kursi yang diperoleh oleh sesuatu
golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya.
Sistem ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya :

1. Mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru.


2. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang
merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya.
3. Mempersukar terbentuknya pemerintah yang stabil, oleh karena umumnya harus
mendasarkan diri atas koalisi dari dua-partai atau lebih.

Keuntungan system Propotional diantaranya :

1. System propotional dianggap representative, karena jumlah kursi partai dalam


parlemen sesuai dengan jumlah suara masyarakat yang di peroleh dalam pemilu.
2. System ini di anggap lebih demokatis dalam arti lebih egalitarian, karena praktis
tanpa ada distorsi.

7
C. UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum

Setelah disetujui Rapat Paripurna DPR-Ri pada 21 Juli 2017 dinihari, Presiden Joko
Widodo pada 15 Agustus 2017 lalu telah mengesahkan Undang-Undang Nomor (UU) 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). UU ini terdiri atas 573 pasal, penjelasan, dan 4
lampiran.

Ditegaskan dalam UU ini, Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas Langsung, umum,


bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dan dalam menyelenggarakan pemilu, penyelenggara pemilu
harus melaksanakan Pemilu berdasarkan pada -asas sebagaimana dimaksud, dan
penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip: a. mandiri; b. jujur; c. adil; d. berkepastian
hukum; e. tertib; f. terbuka; g. proporsional; h. profesional; i. akuntabel; j. efektif; dan k.
efisien.

“Penyandang disabilitas yang . memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama


sebagai pemilih, sebigai calon anggpta DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon
Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD, dan sebagai Penyelenggara Pemilu,”
bunyi Pasal 5 UU ini.

Menurut UU ini, peserta Pemilu untuk pemilihan umum anggota DPR, DPRD Provinsi,
dan DPRD Kabupaten / Kota. adalah partai politik, yang telah ditetapkan/lulus verifikasi oleh
Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Partai politik dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan: a. berstatus
badan hukum sesuai dengan Undang-Undangtentang Partai Politik; b. memiliki kepengurusan
di seluruh provinsi; c. memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen) jumlah
kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; d. memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh
persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan; e. menyertakan paling sedikit
30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat
pusat; f. memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu
perseribu) dari jumlah Penduduk pada kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada
huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan karti tanda anggota; g. mempunyai kantor tetap
untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan
terakhir Pemilu; h. mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik kepada KPU;
dan i. menyertakan nomor rekening dana Kampanye Pemilu atas nama partai politik kepada
KPU.

8
“Partai politik yang telah lulus verilikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud tidak
diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu,” bunyi Pasal 173 ayat
(3) UU No. 7 Tahun 2017 ini.

Ditegaskan dalam UU ini, Partai Politik dapat menjadi Peserta Pemilu dengan
mengajukan pendaftaran untuk menjadi calon Peserta Pemilu kepada KPU, dengan surat yang
ditandatangani oleh ketua umum dan sekretaris jenderal atau nama lain pada kepengurusan
pusat partai politik, dan disertai dokumen persyaratan yang lengkap.

“Jadwal waktu pendaftaran Partai Politik Peserta Pemilu ditetapkan oleh KPU paling
lambat 18 (delapan belas) bulan sebelum hari pemungutan suara,” bunyi psal 176 ayat (4) UU
ini.

Adapun penetapan partai politik sebagai Peserta Pemilu, menurut UU ini, dilakukan
dalam sidang pleno KPU paling lambat 14 (empat belas) bulan sebelum hari pemungutan suara.
Sementara penetapan nomor urut partai politik sebagai peserta pemilu dilakukan secara undi
dalam sidang pleno KPU yang terbuka dengan dihadiri wakil Partai Politik Peserta Pemiiu

a. Pemilu DPD

Untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan daerah, menurut UU ini, pesertanya dalah
perseorangan yang telah memenuhi persyaratan, di antaranya: a. Warga Negara Indonesia yang
telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. dapat berbicara,
membaca, dan/atau menulis dalam bahasa Indonesia; e. berpendidikan paling rendah tamat
sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah
kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat; f. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik, Indonesia, dan Bhinneka
Tunggal lka; g. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 5 (ima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan
kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana; h. sehat jasmani dan rohani dan
bebas dari penyalahgunaan’narkotika; i. terdaftar sebagai Pemilih; dan j. bersedia bekerja
penuh waktu.

Untuk kepala daerah, wakil kepala daeratr, Kepala Desa dan perangkat desa, Badan
Permusyawaratan Desa, aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota

9
Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan
pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah dan/atau badan usaha milik
desa, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, menurut UU ini,
mengundurkan diri jika ingin menjadi Peserta Pemilu DPD.

Persyaratan dukungan untuk mencalonkan diri sebagai Peserta Pemilu DPD adalah:

1. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap sampai
dengan 1.000.000 (satu juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 1.000
(seribu) Pemilih;

2. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari
1.000.000 (satu juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) orang harus mendapatkan
dukungan paling sedikit 2.000 (dua ribu) Pemilih; :

3. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari
5.000.000 (lima juta) sampai dengan 10.000.000 (sepuluh juta) orang harus mendapatkan
dukungan paling sedikit 3.000 (tiga ribu) Pemilih;

4. provinsi dengan jumtah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari
10.000.000 (sepuluh juta) sampai dengan 15.000.000 (lima belas juta) orang harus
mendapatkan dukungan paling sedikit 4.000 (empat ribu) Pemilih;

5. provinsi dengan jumlah Penduduk yang termuat di dalam daftar pemilih tetap lebih dari
15.000.000 (lima belas juta) orang harus mendapatkan dukungan paling sedikit 5.000
(lima ribu) Pemilih.

“Dukungan sebagaimana dimaksud tersebar di paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari
jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan,” bunyi Pasal 183 ayat (2) UU No. 7
Taahun 2017 ini.

b. Sengketa Partai

UU ini juga mengatur mengenai kemungkinan terjadinya perselisihan kepengurusan partai


politik. Menurut UU ini, kepengurusan Partai Politik tingkat pusat yang menjadi Peserta
Pemilu dan dapat mendaftarkan pasangan calon dan calon anggota DPR, calon anggota DPRD
provinsi, dan calon anggota DPRD kabupaten/kota merupakan kepengurusan Partai Politik
tingkat Pusat yang sudah memperoreh putusan Mahkarmah Partai atau nama lain, dan

10
didaftarkan serta ditetapkan dengan keputusan menteri menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Dalam hal masih terdapat perselisihan atas putusan Mahkamah Partai atau nama lain
sebagaimana dimaksud, menurut UU ini, kepengurusan partai politik-tingkat pusat yang
menjadi Peserta Pemilu dan dapat mendaftarkan Pasangan Calon dan calon anggota DPR, calon
anggota DPRD provinsi, dan calon anggota DPRD kabupaten /kota merupakan kepengurusan
yang sudah memperoleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan
didaftarkan serta ditetapkan dengan keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Putusan Mahkamah Partai atau nama lain dan/atau putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud, menurut UU ini, wajib didaftarkan
ke kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintatran di bidang hukum dan hak asasi
manusia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitng sejak terbentuknya kepengurusan
yang baru dan wqiib ditetapkan dengan keputusan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
diterimanya persyaratan.

“Dalam hal pendaftaran dan penetapan kepengurusan Partai Politik sebagaimana dimaksud
belum selesai, sementara batas waktu pendaftaran Pasangan Calon, calon anggota DPR, calon
anggota DPRD provinsi, dan calon anggota DPRD kabupaten/kota di KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota akan berakhir, kepengurusan partai politik yang menjadi Peserta Pemilu dan
dapat mendaftarkan Pasangan Calon, calon anggota DPR, calon anggota DPRD provinsi, dan
calon anggota DPRD kabupaten/kota adalah kepengurusan Partai Politik yang tercantum dalam
keputisan terakhir menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan
hak asasi manusia,” bunyi Pasal 184 ayat (4) UU ini.

11
D. Antusiasme Pemuda dalam Pelaksanaan Pemilu

Sejak kemerdekaan Negara Republik Indonesia hingga tahun 2014, bangsa Indonesia
telah menyelenggarakan sebelas kali pemilihan umum, yaitu pemilihan umum tahun 1955,
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009 dan 2014. Dari pengalaman sebanyak
itu, penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia sudah menjadi realitas demokrasi yang
berkedaulatan rakyat.

Pemilihan umum selalu menumbuhkan harapan baru. Sekitar 20 juta jiwa yang
merupakan pemilih pemula berkesempatan menentukan wajah baru Indonesia dalam Pemilu
2014. Antusiasme para pemilih pemula begitu terasa. Untuk pertama kali dalam hidupnya,
mereka akan menjalankan hak politiknya. Jumlah pemilih kelompok pemula di Indonesia dari
pemilu ke pemilu terus bertambah. Berdasarkan catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU),
jumlah pemilih pemula pada Pemilu 2014 mencapai 11 persen dari total 186 juta jiwa pemilih.
Jumlah ini meningkat dibandingkan dua pemilu sebelumnya. Pada tahun 2004, jumlah pemilih
pemula sekitar 27 juta dari 147 juta pemilih (18,4 persen). Sementara pada Pemilu 2009, ada
sekitar 36 juta pemilih dari 171 juta pemilih (21 persen). Kelompok pemilih pemula ini adalah
mereka yang berusia 17-22 tahun, yang untuk pertama kalinya akan berpartisipasi dalam
pemilu. Status mereka adalah pelajar, mahasiswa, atau pekerja muda. Menurut Kepala
Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sonny Harry Harmadi,
kelompok ini berpendidikan baik, mengenal teknologi maju, dan memperoleh banyak pengaruh
dari televisi. Dengan tingkat pendidikan dan akses informasi yang lebih baik, kelompok ini
cenderung paham perkembangan politik di Indonesia terkini, serta mengambil keputusan
dengan rasional. Mereka melek politik dan teknologi.

Pemilih pemula yang berjumlah besar dan melek politik ini menjadi kekuatan tersendiri
dalam pemilu. Rupanya, antusiasme kelompok pemilih ini pun cukup tinggi. Hasil survei yang
dilakukan Litbang Kompas beberapa waktu lalu merangkum antusiasme tersebut. Mayoritas
responden (92,8 persen) yang merupakan pemilih pemula menyatakan ingin memberikan
suaranya pada 9 April 2014. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, kelompok pemilih pemula
laki-laki sangat antusias memberikan suara (97 persen) dibandingkan perempuan (88 persen).
Antusiasme tidak berbeda jika menelisik kelompok ini berdasarkan kondisi geografis baik di
wilayah perkotaan maupun pedesaan. Namun, jika dilihat berdasarkan kelas sosial, terdapat
sedikit perbedaan. Antusiasme yang besar muncul dari kelompok pemilih pemula dari kelas
ekonomi menengah dan bawah, yaitu masing-masing sebesar 96 persen dan 92 persen.

12
Sementara pada kelas sosial atas, walau tidak sebesar dua kelas ekonomi lainnya, antusiasme
yang besar hanya ditunjukkan oleh 66 persen responden.

Antusiasme yang tinggi ini menunjukkan kesadaran politik semakin tumbuh di


kalangan anak muda. Hal ini menjadi harapan baru di tengah menurunnya partisipasi politik di
ajang kontestasi nasional. Partisipasi pemilih di tiga pemilu pascareformasi menunjukkan tren
penurunan. Jika pada tahun 1999 pemilu diikuti oleh 92,7 persen pemilih, partisipasinya
menurun menjadi 84 persen di tahun 2004. Penurunan berlanjut pada 2009 menjadi 70,9
persen. Selain faktor kesadaran politik, membesarnya partisipasi di pemilu dilihat Guru Besar
Ilmu Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti sebagai bentuk kepercayaan kepada
pemerintahan atau sistem politik. Fenomena ini bisa dimaknai sebagai masih terjaganya tingkat
kepercayaan pemilih pemula terhadap sistem politik yang sedang berlangsung. Sebab, jika
tidak memiliki modal kepercayaan terhadap sistem politik, partisipasi pemilih pemula pasti
ikut tergerus. Meski demikian, di luar faktor kesadaran dan kepercayaan politik tadi, hasil
survei ini juga mengungkap tiga indikator lain yang menggambarkan antusiasme pemilih
pemula. Ketiga indikator itu adalah pilihan partai politik, pilihan calon anggota legislatif, dan
keyakinan pasca pemilihan. Tiga dari empat responden survei ini mengungkapkan sudah
memiliki pilihan partai politik. Sudah mantapnya pilihan partai politik mendorong pemilih
pemula untuk datang ke tempat pemungutan suara.

Pemilih pemula pun sudah mencermati calon anggota legislatif yang akan berlaga
memperebutkan kursi legislatif, terutama di tingkat nasional. Sebanyak 68,7 responden tertarik
mengikuti pemilu karena memiliki keyakinan terhadap sosok caleg yang akan dipilihnya.
Terakhir, antusiasme pemilih pemula dipengaruhi keyakinan bahwa pemilu dapat mengatasi
persoalan-persoalan kronis bangsa. Korupsi dan kenaikan harga barang merupakan dua
masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini dan menjadi perhatian pemilih pemula.
Bukan kali ini saja antusiasme pemilih muda terlihat dalam pemilu. Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur DKI Jakarta putaran kedua tahun 2012 juga menangkap fenomena yang sama.
Hasil survei pasca pemilihan (exit poll) Litbang Kompas saat itu mengungkap tidak kurang
dari 93 persen responden yang merupakan pemilih pemula datang ke tempat pemungutan suara
dan memberikan suaranya. Media sosial merupakan wadah yang diakrabi anak-anak muda
yang melek teknologi dan menjadi strategi jitu untuk menggerakkan para pemilih muda
berbondong-bondong datang ke bilik suara.

13
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menyerahkan Data Penduduk Potensial
Pemilih Pemilu (DP4) kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ada 196,5 juta orang yang
dipastikan memiliki hak memilih dalam Pemilu 2019. Meski demikian, masih ada data ganda
dan perekaman kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) yang harus dituntaskan agar tidak
ada hak pilih yang hilang. Data pemilih 2019 tersebut terdiri atas pemilih laki-laki 98.657.761
orang dan perempuan 97.887.875 orang. Sementara itu, daerah dengan pemilih terbanyak
antara lain Jawa Barat dengan 33.138.630 pemilih. Disusul Jawa Timur dengan 31.312.285
pemilih, Jawa tengah 27.555.487 pemilih, Sumatera Utara 10.763.893 pemilih, dan DKI
Jakarta dengan 7.925.279 pemilih. Kemudian Kemendagri mencatat ada 5.035.887 orang
pemilih pemula pada Pemilu 2019. Data ini masuk dalam Daftar Penduduk Pemilih Potensial
Pemilu (DP4). Jumlah ini didapat dari hasil pengurangan total Daftar Penduduk Pemilih
Potensial Pemilu (DP4) dan data penduduk wajib KTP elektronik. DP4 berjumlah 196.545.636,
sedangkan jumlah data wajib KTP sejumlah 191.509.749.

E. Sikap Mahasiswa yang Seharusnya terhadap Pemilu

Semua bangsa dan semua umat pemeluk agama, dan semua peradaban di dunia, di mana
saja dan kapan saja, mengakui bahwa pemuda mempunyai potensi, saham dan peran yang besar
dalam setiap perubahan yang terjadi sepanjang perjalanan sejarah kehidupan mereka. Sejak
peradaban klasik sampai peradaban kontemporer selalu ada ruang yang tersedia untuk para
pemuda dalam berkiprah, mengaktualisasi diri dan menampilkan potensi dan perannya di
tengah tengah perjalan sejarah bangsa dan umatnya khususnya dalam pemilu. Bahkan kitab-
kitab suci agamapun memperkuat asumsi yang demikian.

Dasar dan motivasi yang menggerakkan para pemuda baik pada masa dahulu, kini
(sekarang) dan yang akan datang untuk berperan dalam perubahan-perubahan bangsa dan
masyarakat untuk menjadi yang lebih baik secara umum khususnya dalam penyelenggaraan
pemilu, dapat di identifikasi sebagai berikut: Pertama, faktor keagamaan, karena dorongan
yang benilai dari ajaran agama, mereka memandangnya sebagai wujud pengabdian dan ibadah
yang wajib dilakukan, tanpa menuntut imbalan, melalui perjuangan dan pengorbanan. Kedua,
Kebangsaan, semangat nasionalitas yang mendorong mereka untuk berjuang agar memperoleh
kehidupan yang lebih sejahtera, bersatu dan adil untuk bangsa dan Negara, Ketiga,
Keprihatinan, karena nasib bangsanya dan dirinya sendiri yang masih jauh dari yang
diharapkan, baik dalam kehidupan ekonomi, politik, hukum dan lain-lain. Semuanya harus
diperjuangkan dan dirubah. Keempat, Kepentingan, Karena adanya dorongan untuk

14
meningkatkan kualitas diri, kesejahteraan hidup, dan status sosial yang lebih mapan.
Dahulu, pada saat bangsa Indonesia memperingati “Hari Sumpah Pemuda“ , (yang kejadiannya
sudah berlangsung 90 tahun silam, tepatnya pada tahun 1928 ) “Pemuda” menjadi issu besar
dalam pembicaraan dan slogan-slogan di media masa, seperti “Saatnya Kaum Muda
Memimpin“, “Saatnya Yang Muda Bicara“, “Kapan lagi Pemuda Akan Tampil“ dan lain
sebagainya. “Sumpah Pemuda“ bagi bangsa Indonesia dianggap sebagai salah satu tonggak
penting dalam perjalanan sejarahnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita menjadi
teringat pidato Bung Karno (Presiden Indonesia pertama) : “Berikan aku sepuluh pemuda maka
akan kugoncang dunia“.

Tapi siapakah yang dimaksud dengan Pemuda ? Menurut PBB, yang dimaksud dengan
Pemuda (Youth), adalah seseorang yang berusia di antara 15 – 24 tahun, dan batasan ini
disahkan dalam International Youth Year 1985, dan diakui di seluruh dunia. Namun di
beberapa negara, terjadi perbedaan definisi dan pengelompokan umur. Misalnya saja di
Indonesia, kata Pemuda dipakai KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia), dengan
pengelompokan umur antara 17 – 40 tahun atau HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda
Indonesia), yang mematok umur maksimal 40 tahun sebagai anggotanya. GP. Ansor (Gerakan
Pemuda Ansor) salah satu organisasi pemuda Islam yang paling besar jumlah anggotanya di
Indonesia, menetapkan batasan usia anggotanya antara usia 20 – 45 tahun.

Perubahan-perubahan di Indonesia sejak zaman penjajahan menuju langkah-langkah


“Kebangkitan Nasional“, terutama yang secara transparan melibatkan kebangkitan para
pemuda-pemuda, dapat dibagi dalam tiga tahapan, antara lain: Pertama : Menuju Kebangkitan
Nasional (1900 – 1945), berawal dari mahasiswa Indonesia yang belajar di Timur Tengah.
Ditandai dengan munculnya beberapa“ organisasi Islam“ seperti Jam’iyah al-Khair (1905),
Syarikat Islam (1912), Muhammadiyah (1912), Al-Irsyad (1915), Persis (1923), Nahdlatul
Ulama (1926), Majlis Islam A’la Indonesia / MIAI (1937), Majlis Syura Muslimin
Indonesia/Masyumi (1943). Dengan berkembangnya organisasi-organisasi Islam tersebut,
terjadi perubahan–perubahan orientasi yang signifikan dikalangan komunitas Islam, baik
sebagai “umat” maupun sebagai “bangsa”. Periode ini melahirkan tokoh-tokoh pemuda, seperti
Cokroaminoto, A. Wahab Hasbullah, Mas Mansur, Agus Salim, Muhammad Natsir, A. Wahid
Hasyim, A. Kahar Mudzakir, Sudirman, Bung Tomo, dan lain-lain. ditambah dengan tokoh-
tokoh pemuda nasionalis sekuler, seperti Sukarno, Hatta, Muhammad Yamin, Syahrir, Ali
Sastroamidjaja. Selanjutnya mereka menjadi pemipin-pemimpin Indonesia modern.

15
Sekarang, Setelah Kemerdekaan Indonesia (1945- sekarang), untuk mengisi
kemerdekaannya, terasa sekali kebutuhan Indonesia terhadap berbagai macam keahlian yang
dimiliki putera-putera bangsa, mulai dari administrasi pemerintahan, ekonomi–keuangan, ilmu
dan teknologi, kesehatan rakyat, pendidikan, politik dan birokrasi, dan lain sebagainya. Di satu
sisi semua hal tersebut membuka peluang-peluang, tapi di sisi lain, membuka persaingan-
persaingan di antara putera-putera bangsa. Tidak jarang dalam persaingan-persaingan ini
terjadi usaha saling meminggirkan, dan saling memojokkan. Selama masa rezim Orde Lama
dibawah kepemimpinan presiden Sukarno, orde baru dibawah kepemimpinan presiden
Suharto, orde reformasi dibawah kepemimpinan presiden Prof. BJ. Habibie, presiden Abdur
Rahman Wahid, presiden Megawati, presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan presiden Joko
Widodo.

Selama masa-masa tersebut pemuda-pemuda yang tergabung dalam organisasi-


organisasi Islam, seperti GP. Ansor, Pemuda Muhammadiyah, Himpunan Mahasiswa
Islam/HMI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII dan lain-lain melakukan konsolidasi
intensif. Pada waktu terjadi gerakan reformasi tahun 1966, para pemuda tersebut dengan
bergabung dengan kekuatan pemuda-pemuda lain, melakukan aksi demontrasi di jalan-jalan
ibu kota dan kota-kota besar lainnya sampai rezim Orde Lama jatuh dan digantikan rezim Orde
Baru di bawah kepemimpinan Suharto. Muncul nama tokoh-tokoh pemuda Islam, seperti : M.
Subchan ZE, Emil Salim, M. Zamroni, Akbar Tanjung, Fahmi Idris, dan lain-lain, mereka
merupakan politisi-politisi muda Islam (pada waktu itu) yang kemudian hari menjadi Menteri
atau memimpin Lembaga-lembaga Tinggi Negara. Di sisi lain muncul tokoh-tokoh pemikiran
Islam kontemporer, seperti : Nurcholis Majid, Abdurrahman Wahid, Imadudin Abdurrahim,
Amin Abdullah, Amin Rais, dan lain-lain. Pemikiran-pemikiran mereka mempengaruhi
masyarakat Islam di Indonesia, khususnya para pemuda-pemudanya. Dalam bidang sains dan
technology, nama-nama Prof. Baiquni, Prof. Dodi Tisnamidjaya, Prof. B.J. Habibie, dan lain-
lain. Mereka telah menyiapkan pakar-pakar Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) di
kalangan generasi muda Islam, dan sekarang sudah cukup banyak yang telah menempati posisi-
posisi strategis dalam industri berat di Indonesia.

Dalam bidang kebudayaan dan seni, nama-nama Umar Khayam, Rendra, Usmar Ismail,
Asrulsani, Kuntowijoyo, dan lain-lain. Mereka sejak muda sudah mempunyai pengaruh dan
andil dalam perubahan-perubahan di bidangnya masing–masing. Secara kasuistik dapat dibuat
ilustrasi tentang peranan pemuda Islam dalam perubahan di Indonesia, adalah kelahiran ICMI

16
(Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia), sebuah organisasi yang sering dipandang sebagai
kumpulan elit Muslim ini, Organisasi Cendekiawan Muslim ini lahir secara resmi pada
Desember 1990. Apapun kekurangan-kekuarangannya, ICMI telah ikut membuat perubahan di
Indonesia, antara lain, pada Pemilu 1992.

Nanti dari mereka, banyak lahir tokoh-tokoh pemuda yang berpengaruh dan pada
waktunya mereka menemukan momentum untuk tampil sebagai pemimpin umat dan bangsa
yang ikut mempengaruhi perubahan di Indonesia khususnya dalam kontestasi pemilu yang
jujur dan adil dengan berbagai kreatifitas dan inovasi yang progresif sebagai perwujudan
kedaulatan rakyat untuk menghasilkan pemerintahan negara yang berdasarkan pancasila dan
UUD 1945. Baik dalam pemilu legislatif untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dan
pemilu presiden dan wakil presiden untuk memilih pasangan presiden dan wakil presiden.

Mahasiswa sebagai representasi dari kaum muda dan kaum intelektual yang faham
akan kondisi dan kebutuhan bangsa ini tidak bisa tinggal diam melihat kondisi bangsa ini
dalam menghadapi pesta demokrasi pemilihan umum tahun ini. Mahasiswa harus sadar dan
mengetahui bahwa tahun ini adalah momentum perubahan negeri., tahun yang menentukan
nasib bangsa setidaknya untuk lima tahun ke depan.

Selanjutnya, hal konkret yang bisa dilakukan oleh mahasiswa adalah melakukan
pendidikan politik (politic education). Masyarakat Indonesia secara umum masih dalam
proses belajar terkait halnya dengan demokrasi. Oleh karenanya, pencerdasan mengenai
politik merupakan hal yang sangat penting untuk diterima oleh masyarakat. moPendidikan
politik ini dilakukan dengan menyampaikan mengenai betapa pentingnya pemilu dan
keterlibatan masyarakat di dalamnya. Mahasiswa juga ikut mengedukasi masyarakat untuk
memilih wakil dan pemimpin yang kapabel, bermoral, bersih, dan mau berkarya untuk
bangsa. Pendidikan politik yang dilakukan mahasiswa ini diharapkan bisa mengurangi
tindakan golput dari masyarakat, serta mengurangi praktik money politic.

Pendidikan politik ini dilakukan di kalangan keluarga, teman, tetangga, serta kepada
masyarakat umum melalui berbagai media yang bisa dilakukannya. Hal penting bagi
mahasiswa adalah aktualisasi pendidikan politik terhadap diri sendiri yaitu dengan
berpartisipasi dengan menggunakan hak pilihnya dan tidak menerima politik uang.

17
BAB III
KESIMPULAN

Pemiliihan Umum 2019 sudah tinggal beberapa minggu lagi. Beberapa partai politik, baik
yang baru didirikan maupun yang sudah lama ada akan bersaing untuk memperebutkan
dukungan masyarakat, termasuk salah satunya pemuda. Hampir setiap kegiatan pemilu, peran
pemuda cukup mendominasi, bahkan ada yang melampaui 90 persen dari keseluruhan masa
yang hadir dalam kampanye. Ketika juru kampanye meneriakan yel ataupun jargon parpolnya,
sambutan pemuda tampak begitu semarak sekali.

Tak dapat dipungkiri, dukungan pemuda dalam setiap pemilu tak pernah surut. Tidak saja
di Indonesia, di setiap Negara manapun partisipasi pemuda dalam pemilu selalu dominan. Yang
menjadi pertanyaannya adalah apakah antusiasme pemuda terhadap politik ini dikarenakan hati
nuraninya atau ada hal lain, seperti ikut-ikutan saja?

Sejak era sebelum kemerdekaan, pasca kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, sampai Orde
Reformasi partisipasi pemuda dalam menyuarakan demokrasi itu tak diragukan lagi. Sumpah
pemuda yang dikumandangkan 1928, proklamasi kemerdekaan 1945, dan reformasi 1998,
menunjukkan bahwa peran pemuda dalam kebangkitan bangsa memang begitu dominan dan
strategis. Ini dikarenakan pada masa ini (pemuda), punya kekuatan otot dan otak yang kuat.
Kata kasarnya apapun bisa dilakukan oleh pemuda. Seperti kata Soekarno, berikan saya
sepuluh orang pemuda, maka akan ku goncang dunia ini.

Pemilu merupakan ajang pesta demokrasi rakyat, digelar setiap lima tahun sekali. Tentu
saja banyak pemuda yang untuk pertama-kalinya memiliki hak pilih. Lantas,
ke Parpol manakah sebagian besar pemuda menyalurkan aspirasinya. Nah, hal inilah yang
perlu digarap secara cermat oleh setiap Parpol. Jumlah suara pemuda itu puluhan juta, tentu
saja diperlukan perlakuan khusus untuk mendekati kalangan pemuda.

Dalam massa kampanye yang berlangsung beberapa pekan, tentu saja setiap Parpol akan
beradu jurus atau strategi untuk memperoleh dukungan pemuda. Ada yang memasang jurus
klasik, umpamanya dengan penawaran program yang menyangkut kepentingan pemuda. Ada
juga Parpol yang mendekati pemuda dengan menggunakan jurus yang berbau psikologis,
artinya apa yang menjadi minat dan kecenderungan pemuda lantas disajikan selama masa
kampanye. Tak heran menjelang Pemilu 2014 beragam kecanggihan teknologi informasi akan
dimanfaatkan Parpol, misalnya situs jejaring social.

18
Karena pemuda cenderung lebih suka hiburan, hura-hura dan kumpul-kumpul, maka
berbagai hiburan pun digelar, mulai dari menampilkan music rock, dangdut, pop, hingga
berupaya menampilkan selebritis idola kaula muda. Beberapa selebritis yang berhasil masuk
parlemen terutama karena dukungan pemuda.

Tak dapat dipungkiri, bahwa dengan cara menampilkan selebritis kesohor, dengan
sendirinya jumlah masa kampanye akan membludak, terutama kalangan pemilih berusia muda.
Bagi Parpol yang kantungnya tebal, upaya mendatangkan selebritis memang tidak sulit,
berapapun honornya mampu membayarnya. Namun bagi Parpol dengan kantung pas-pasan
memang cukup sulit untuk menampilkan artis dalam kegiatan kampanye, kecuali jika sang artis
dengan suka rela dan ikhlas mendukungnya.

Sebagai gambaran yang menujukkan betapa efektifnya unsur hiburan dalam


mengumpulkan massa, umpamanya pada Pemilu 1982 lalu, dalam suatu kampanye di Jakarta,
sebuah Parpol bisa menghadirkan satu juta massa, terutama karena kehadiran Rhoma Irama
beserta Grup Soneta yang saat itu mencapai puncak kejayaan. Sebagian besar dari massa yang
hadir, tentu saja dari kalangan pemuda. Dalam Pemilu 2014 Parpol yang sanggup
mendatangkan komedian Sule atau Tukul dalam kampanyenya sudah bisa diduga akan
kebanjiran masa. Persoalannya apakah 2014 keduanya masih eksis, atau mungkin sudah
tergeser selebritis lain.

Untuk meraih suara dan simpatik pemuda, maka tak heran jika para tokoh Parpol dan para
jurkam yang sebenarnya sudah tak muda lagi kembali berpenampilan muda, bahkan
dipanggung kampanye tak segan-segan untuk berjoget, bernyanyi dan berteriak-teriak histeris.
Dalam arena kampanye memang para “koboy kolot” banyak bermunculan, tampak begitu
dinamis dan sangat memikat penampilannya, bahkan tampak lebih muda dari para pemuda.
Tentu saja para pemuda akan segera jatuh simpatik pada tokoh Parpol yang demikian.

Pemuda memang identik dengan gairah, semangat, demokrasi dan keterbukaan. Pemuda
tak menyukai segala sesuatu yang loyo dan muluk-muluk, pemuda memang amat menyukai
realita. Dengan demikian, salah satu “jurus” untuk meraih dukungan pemuda dalam Pemilu
2014 ialah dengan menawarkan keterbukaan, program yang tidak muluk-muluk serta realistis.

Dalam setiap acara kampanye, gairah pemuda seperti terbakar dan makin bergelora. Dalam
setiap kampanye ketergantungan Parpol terhadap kalangan pemuda begitu tinggi, karena
sebagian besar dari massa yang hadir memang para pemuda. Sudah sewajarkan keikutsertaan

19
pemuda tidak disia-siakan, apalagi jika ditanamkan perasaan sentimen atau prasangka yang
buruk terhadap Parpol lain, hingga dikhawatirkan menimbulkan perpecahan antar pemuda.

Kampanye harus dijadikan ajang untuk mendidik dan memberikan pengalaman bagi para
pemuda, sama sekali bukan untuk memecah belah kekompakan pemuda. Selayaknya di antara
Parpol terjadi kerjasama dan kekompakan, terutama untuk menggelar pesta demokrasi yang
bersih, termasuk menumbuhkembangkan kesadaran berbangsa dan bernegara bagi kalangan
pemuda. Jangan sampai peran pemuda dalam pemilu hanya ikut-ikutan saja. Untuk para politisi
senior, berikanlah contoh terbaik bagi para pemuda.

20
BAB IV
PENUTUP

Demikian makalah ini saya susun. Sebagai warga negara yang baik, kita harus
menunaikan hak dan kewajiban kita. Memilih dalam pemilu disatu sisi adalah hak, namun disisi
lainnya adalah kewajiban kita. Sebagai banagsa dan negara yang besar, harapan kita banyak
yang kesemuanya menuju Indonesia yang lebih baik.
Penulis menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, namunpun
demikian, penulis berharap ada manfaatnya bagi kita semua. Atas kekurangan yang ada,
penulis harapakan saran dan masukannya. Manfaat selalu ada dalam setiap pilihan yang tepat.
Norma tertinggi demokrasi bukan “jangkauan kebebasan” atau “jangkauan kesamaan”, tetapi
ukuran tertinggi partisipasi. (A. d. Benoist)

21
Lampiran gambar :

22
23
24
DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo,Miriam,2007,Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta:Ikrar Mandidrabadi.


______________,2008,edisi revisi Dasar-dasar Ilmu Politik,Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama.
Soehino,2010,Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan dan Pelaksanaan Pemilihan
umum di Indonesia, Yogyakarta:UGM.
Tim Eska Media. 2002, Edisi Lengkap UUD 1945. Jakarta: Eska Media.
Undang-undang Politik 2003, UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum.
UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD.
http://diy.kpu.go.id/web/2018/10/01/pentingnya-generasi-muda-dalam-pemilihan-umum/
https://nasional.kompas.com/read/2014/04/08/1946582/Antusiasme.Pemilih.Muda
https://news.detik.com/berita/2646389/partisipasi-pemilih-di-pilpres-2014-menurun-ini-
penjelasan-kpu
http://theconversation.com/selera-politik-pemilih-muda-indonesia-partai-lama-capres-sipil-
90825
http://setkab.go.id/inilah-undang-undang-nomor-7-tahun-2017-tentang-pemilihan-umum-1/

25

Anda mungkin juga menyukai