Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA

PERCOBAAN VIII

ALEL GANDA

NAMA : ARDIANSA

NIM : H41181313

KELOMPOK : VI (ENAM)

HARI/TANGGAL PERCOBAAN : JUMAT/24 MARET 2019

ASISTEN : ST. HASMIRAWATI BASIR

LABORATORIUM GENETIKA
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Alel merupakan bentuk alternatif sebuah gen yang terdapat pada lokus

(tempat tertentu). Individu dengan genotipe AA dikatakan mempunyai alel A,

sedang individu aa mempunyai alel a. Demikian pula individu Aa memiliki dua

macam alel, yaitu A dan a. Jadi, lokus A dapat ditempati oleh sepasang (dua buah)

alel, yaitu AA, Aa atau aa, bergantung kepada genotipe individu yang

bersangkutan. Namun, kenyataannya yang sebenarnya lebih umum dijumpai

adalah bahwa pada suatu lokus tertentu dimungkinkan munculnya lebih dari

hanya dua dua macam alel, sehingga lokus tersebut dikatakan memiliki sederetan

alel. Fenomena semacam ini disebut sebagai alel ganda (multiple alleles)

(Susanto, Agus Hery, 2011).

Pengaruh alel ganda dapat dilihat salah satu contohnya pada sistem

golongan darah ABO. Karl Landsteener dalam penelitiannya menemukan adanya

dua antibodi alamiah di dalam darah dan dua antigen pada permukaan

eritrosit.Inilah penyebab terjadinya penggumpalan (beraglutinasi) sel-sel darah

merah (eritrosit) dari beberapa individu apabila bercampur dengan serum dari

beberapa orang (Agus, dkk., 2013).

Golongan darah seseorang ditetapkan berdasarkan macam antigen dalam

eritrosit yang dimilikinya. Orang yang mampu membentuk antigen A memiliki

alel IA dalam kromosom, yang mampu membentuk antigen B memiliki alel IB,

yang memiliki alel IA dan IB dapat membentuk antigen A dan antigen B,

sedangkan yang tidak mempu membentuk antigen sama sekali memiliki alel

resesif i (Suryo, 2005).


Oleh karena itu, berdasarkan dari teori maka dilakukan percobaan ini agar

mahasiswa mampu menetapkan golongan darah masing-masing individu dalam

populasi kelas, memahami pola pewarisan alel ganda, khususnya golongan darah

manusia dan menghitung frekuensi alel IA, IB dan i dalam populasi kelas.

I.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan yang akan dicapai pada percobaan ini adalah :

1. Menetapkan golongan darah masing-masing individu dalam populasi kelas.

2. Memahami pola pewarisan alel ganda, khususnya golongan darah manusia.

3. Menghitung frekuensi alel IA, IB dan i dalam populasi kelas.

I.3 Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan pada hari Jumat, 24 Maret 2019 pukul

14.00-17.00 WITA. Percobaan ini bertempat di Laboratorium Genetika, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Alel Ganda

Alel adalah gen-gen yang terletak pada lokus yang sama (bersesuaian) dan

memiliki pekerjaan yang hampir sama dalam kromosom homolog. Dilihat dari

pengaruh gen pada fenotipe, alel memiliki pengaruh yang saling

berlawanan dalam pengekspresian suatu sifat. Di dalam suatu lokus, terdapat

sepasang atau lebih alel. Bila terdapat sepasang alel dalam suatu lokus, maka

disebut alel tunggal. Bila terdapat lebih dari satu pasang alel dalam satu lokus,

maka disebut alel ganda atau multiple alelmorfi (Bintang dan Galai, 2012).

Alel ganda terjadi karena timbulnya mutasi gen. tetapi gen yang bermutasi

tidak selalu menghasilkan varian yang sama. Umpamanya, gen A bermutasi

menjadi a1 atau a2 atau a3, yang masing-masing menghasilkan fenotip yang

berlainan. Dengan demikian mutasi gen A dapat menghasilkan 4 macam varian,

sedangkan anggota alel-nya bukan hanya 2 (dua), tetapi ada 4 (empat), yaitu: A,

a1, a2 dan a3 (Anang, 2011).

Pada multiple alelmorfi, terjadi perbedaan sifat pengekspresian suatu gen.

Dua gen yang terdapat dalam lokus yang sama akan dapat memunculkan ekspresi

yang berbeda karena adanya interaksi antara kedua gen tersebut. Interaksi tersebut

dapat berupa pemnculan sifat yang dominan pada satu gen (menutupi sifat lain),

atau bercampurnya pemunculan sifat gen yang ada sehingga memunculkan sifat

kombinasi antara gen-gen tersebut/ seimbang (Bintang dan Galai, 2012).


Secara matematika hubungan antara banyaknya anggota alel ganda dan

banyaknya macam genotipe individu diploid dapat diformulasikan sebagai berikut

(Susanto, Agus hery, 2011)∶

Banyaknya macam genotipe =

𝟏
𝒏(𝒏+𝟏) atau
𝟐

Banyaknya macam genotipe

n = banyaknya anggota alel ganda

Pengaruh peranan alel ganda dapat dilihat pada kelinci. Beberapa warna

dasar kulit kelinci disebabkan oleh suatu seri alel ganda, yaitu (Suryo, 2005) :

1. c+ adalah alel yang menyebabkan kulit kelinci berambut abu-abu bercampur

kuning, cokelat dan dengan ujung rambut hitam. Kelinci ini merupakan

kelinci liar (normal).

2. cch adalah alel yang menyebabkan kulit kelinci berambut abu-abu perak, tanpa

warna kuning. Kelinci yang mempunyai fenotip ini disebut “chinchilla”.

3. ch adalah alel yang menyebabkan kulit kelinci berambut putih, kecuali telinga,

hidung, kaki dan ekor berwarna hitam. Kelinci ini dinamakan kelinci

Himalaya.

4. c adalah alel yang menyebabkan kulit kelinci berwarna putih.

II.2 Golongan darah ditentukan oleh alel ganda

Sebagian besar gen yang ada dalam populasi sebenarnya hadir dalam lebih

dari dua bentuk alel. Golongan darah ABO pada manusia merupakan satu contoh

dari alel berganda dari sebuah gen tunggal. Ada empat kemungkinan fenotip

untuk untuk karakter ini. Golongan darah seseorang mungkin A, B, AB atau O.


Huruf-huruf ini menunjukkan dua karbohidrat, substansi A dan substansi B, yang

mungkin ditemukan pada permukaan sel darah merah. Sel darah seseorang

mungkin mempunyai sebuah substansi (tipe A atau B), kedua-duanya (tipe AB),

atau tidak sama sekali (tipe O) (Oktari, Silvia., 2016).

Golongan darah merupakan salah satu contok kasus alel ganda khususnya

golongan darah ABO pada manusia. Selain golongan darah ABO masih ada

golongan darah lain berupa golongan darah sistem rhesus dan golongan darah

sistem MN (Basyir, 2010).

II.2.1 Golongan Darah Sistem MN

Selain sistem golongan darah ABO masih ada satu sistem golongan darah

yang lain yaitu sistem golongan darah MN. Golongan darah MN ditemukan oleh

K. Landsteiner dan P. Levine pada tahun 1927. Mereka menemukan antigen baru

yang diberi nama antigen M dan antigen N. Golongan darah berdasarkan sistem

ini menjadi tiga jenis yaitu golongan darah M, N dan MN (Sasmita, 2008).

Pada golongan darah ini tidak ada dominasi. Golongan darah ini

dikendalikan oleh lokus autosomal pada kromosom 4, dengan dua alel LM dan LN .

Anti-M dan anti-N adalah IgM dan sangat jarang menyebabkan gangguan pada

proses transfusi darah. Dengan kata lain tidak masalah seorang dengan golongan

darah M mendapatkan transfusi darah N (Oktari, Silvia., 2016).

II.2.2 Golongan darah sistem ABO

Kelompok darah ditemukan pada 1900 dan 1901 di University of Vienna

oleh Karl Landsteiner, dalam proses mencoba mempelajari mengapa transfusi

darah kadang-kadang menyebabkan kematian dan pada waktu lain

menyelamatkan seorang pasien. Semua golongan darah manusia dikelompokkan

dalam kelompok darah ABO. Ada empat tipe utama ; A, B, AB, dan O. Ada dua
antigen dan dua antibodi yang sebagian besar bertanggung jawab atas tipe ABO.

Kombinasi khusus empat komponen ini menentukan tipe individu dalam

kebanyakan kasus (Okatri, Silvia., 2016).

II.2.3 Inkompatibilitas Dalam Golongan Darah

Saat ini pengelolaan darah sering dilakukan pada laboratorium-

laboratorium klinik yang bertujuan untuk mengetahui jenis golongan darah. Salah

satu cara untuk menentukan jenis golongan darah manusia adalah dengan

menggunakan sistem A, B, dan O. Dilakukan dengan cara memberikan antiserum-

A dan antiserum-B pada sampel darah serta membandingkan keduanya. Misalnya,

orang dengan tipe darah A akan memiliki antigen pada permukaan sel darah

merah mereka. Akibatnya, anti-A antibodi tidak akan dihasilkan oleh mereka

karena mereka akan menyebabkan kerusakan darah mereka sendiri. Namun, jika

darah tipe B disuntikkan ke dalam sistem mereka, anti-B antibodi dalam plasma

mereka akan mengenalinya sebagai asing dan aglutinate meledak atau sel darah

merah yang diperkenalkan dalam rangka untuk membersihkan darah dari protein

asing (Oktari, Silvia., 2016).

II.2.4 Golongan Darah Sistem Rhesus

Rhesus adalah protein (antigen) yang terdapat pada permukaan sel darah

merah.Tidak berbeda dengan sistem penggolongan darah ABO, pada sistem

rhesus golongkan darah seseorang dibedakan berdasarkan adanya antigen tertentu

dalam darah. Antigen yang digunakan untuk menggolongkan darah berdasarkan

Rhesus disebut sebagai antigen D. Jika hasil tes darah seseorang menunjukan

adanya antigen D dalam darahnya, ia termasuk Rh+. Sebaliknya, jika seseorang

tidak memiliki antigen D, ia termasuk Rh- (Basyir, 2010).

Sistem penggolongan berdasarkan rhesus ini ditemukan oleh Landsteiner

dan Wiener pada tahun 1940. Disebut “rhesus” karena saat itu
Landsteiner-Wiener melakukan riset dengan menggunakan darah kera 'rhesus'

(Macaca mulatta), salah satu spesies kera yang banyak dijumpai di India dan Cina.

Penelitian itulah yang menyimpulkan, sel darah merah yang mempunyai faktor

protein (antigen) disebut rhesus positif Rh+ dan Rh- untuk sel darah merah yang

tidak memiliki faktor protein ( Sasmita, 2008).

Sekitar ± 85% orang-orang Eropa mempunyai golongan Rhesus Positif

(Rh Positif) pada ±15% sisanya, yang sel-selnya tidak diagglutinasikan (tidak

digumpalkan) disebut golongan rhesus negatif (Rh negatif). Insidens yang

mengalami Inkompatibilitas Rhesus (yaitu rhesus negatif) adalah 15% pada ras

berkulit putih dan 5% berkulit hitam, jarang pada bangsa Asia. rhesus negatif

pada orang Indonesia jarang terjadi, kecuali adanya perkawinan dengan orang

asing yang bergolongan rhesus negatif. Pada wanita rhesus negatif yang

melahirkan bayi pertama rhesus positif, risiko terbentuknya antibodi sebesar 8%.

Sedangkan insidens timbulnya antibodi pada kehamilan berikutnya sebagai akibat

sensitisitas pada kehamilan pertama sebesar 16%. Tertundanya pembentukan

antibodi pada kehamilan berikutnya disebabkan oleh proses sensitisasi,

diperkirakan berhubungan dengan respons imun sekunder yang timbul akibat

produksi antibodi pada kadar yang memadai. Kurang lebih 1% dari wanita akan

tersensitasi selama kehamilan, terutama trimester ketiga (Sasmita, 2008).

Golongan darah menurut sistem ABO dapat diwariskan dari orang tua

kepada anaknya. Land-Steiner membedakan darah manusia ke dalam empat

golongan yaitu A, B, AB dan O. Penggolongan darah ini disebabkan oleh macam

antigen yang dikandung oleh eritrosit (sel darah merah). Dua jenis penggolongan

darah yang paling penting adalah penggolongan ABO dan rhesus (faktor Rh).Di

dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh,

hanya saja lebih jarang dijumpai. Transfusi darah dari golongan yang tidak
kompatibel dapat menyebabkan reaksi transfusi imunologis yang berakibat

anemia hemolisis, gagal ginjal, syok dan kematian di karenakan terjadi penolakan

dari protein yang terdapat pada permukaan darah (Basyir, 2010).

Golongan darah yang berbeda yaitu A, B, AB dan O. ditentukan oleh

sepasang gen, yang diwarisi dari kedua orang tua.Setiap golongan darah dapat

dikenal dari zat kimia yang disebut antigen, yang terletak di permukaan sel darah

merah.Ketika seseorang membutuhkan transfusi darah, maka darah yang

disumbangkan haruslah sesuai dengan golongan darah tertentu. Kesalahan dalam

melakukan transfusi akan dapat menimbulkan komplikasi yang serius

(Sasmita, 2008).

Pemeriksaan golongan darah mempunyai berbagai manfaat dan

mempersingkat waktu dalam identifikasi golongan darah penting untuk diketahui

dalam hal kepentingan transfusi, donor yang tepat serta identifikasi pada kasus

kedokteran forensik seperti identifikasi pada beberapa kasus kriminal

(Sasmita, 2008).

Kesesuaian golongan darah sangatlah penting dalam transfusi darah. Jika

darah donor mempunyai faktor (A atau B) yang dianggap asing oleh resipien,

protein spesifik yang disebut antibodi yang diproduksi oleh resipien akan

mengikatkan diri pada molekul asing tersebut sehingga menyebabkan sel-sel

darah yang disumbangkan menggumpal. Penggumpalan ini dapat membunuh

resipien (Basyir, 2010).

Mengenali rhesus khususnya rhesus negatif menjadi begitu penting karena

di dunia ini hanya sedikit orang yang memiliki rhesus negatif. Persentase jumlah

pemilik rhesus negatif berbeda-beda antar kelompok ras. Pada ras bule (seperti

warga Eropa, Amerika dan Australia), jumlah pemilik rhesus negatif sekitar

15 – 18%. Sedangkan pada ras Asia, persentase pemilik rhesus negatif jauh lebih
kecil. Menurut data Biro Pusat Statistik 2010, hanya kurang dari satu persen

penduduk Indonesia, atau sekitar 1,2 juta orang yang memiliki rhesus negatif.

Karena persentasenya sangat kecil, jumlah pendonor pun amat langka, sehingga

bila memerlukan donor darah agak sulit (Basyir, 2010).

Pemilik rhesus negatif tidak boleh ditranfusi dengan darah rhesus positif.

Ini dikarenakan sistem pertahanan tubuh si reseptor (penerima donor) akan

menganggap darah (rhesus positif) dari donor itu sebagai “benda asing” yang

perlu dilawan seperti virus atau bakteri. Sebagai bentuk perlawanan, tubuh

reseptor akan memproduksi "anti-rhesus". Saat transfusi pertama, kadar antir-

hesus masih belum cukup tinggi sehingga relatif tak menimbulkan masalah serius.

Tapi pada tranfusi kedua, akibatnya bisa fatal karena anti-rhesus mencapai kadar

yang cukup tinggi (Basyir, 2010).

Anti-rhesus ini akan menyerang dan memecah sel-sel darah merah dari

donor, sehingga ginjal harus bekerja keras mengeluarkan sisa pemecahan sel-sel

darah merah itu. Kondisi ini bukan hanya menyebabkan tujuan tranfusi darah tak

tercapai, tapi malah memperparah kondisi si reseptor sendiri. Selain itu apabila

wanita dengan golongan darah rhesus negatif menikah dengan pria bergolongan

darah Rhesus positif maka janin dalam kandungan wanita pasti bergolongan darah

rhesus positif, hal ini menyebabkan antigen yang terdapat didalam janin

merangsang pembentukan antibodi Rh dalam darah ibu. Dalam kondisi ini, tubuh

wanita menghasilkan reaksi alergi terhadap keberadaan bayi (Basyir, 2010).

Bila antibodi tersebut melewati plasenta, antibodi tersebut akan

menyerang darah dari janin. Kondisi ini menyababkan darah janin hanya

mengandung eritroblas (eritrosit yang belum matang) yang memiliki daya afinitas

rendah terhadap O2 (oksigen). Hal inilah yang disebut eritroblastosis fetalis

(Oktari, Silvia., 2016).


Anemia pada janin dapat menyebabkan cederah parah pada sistem tubuh,

kerusakan otak. Bahkan kematian tubuh. Pada bayi eritblastosis yang hidup.

Pembuluh darah dalam hatinya tersumbat oleh sel-sel darah yang rusak sehingga

cairan empedu terserap oleh darah. Hal ini yang menyebabkan tubuhnya berwarna

kuning (Sasmita, 2008).

Dengan sifat sistem pertahanan tubuh manusia, janin yang bergolongan

darah Rhesus positif dan dikandung oleh wanita yang bergolongan rhesus negativ.

Pada kehamilan pertama biasanya bayi yang dilahirkan normal. Akan tetapi pada

kehamilan kedua dan seterusnya jika janinya bergolongan rhesus positif

kemungkinan besar janin mati dikandungan akibat serangan antibodi (Basyir,

2010).

Dalam bidang hukum untuk mengidentifikasi golongan darah seseorang.

Salah satunya dilakukan dengan menggabungkan cara penggolongan sistem darah

ABO dan MN. Misalnya jika terjadi peristiwa tertukarnya bayi dari dua keluarga,

untuk menentukan bayi yang dari keluarga yang bersangkutan dapat dicari

dengan cara ini (Sasmita, 2008).

II.3 Genetika Populasi

Populasi adalah suatu kelompok individu sejenis yang hidup pada suatu

daerah tertentu. Genetik populasi adalah cabang dari ilmu genetika yang

mempelajari gen-gen dalam populasi dan menguraikannya secara matematik

akibat dari keturunan pada tingkat populasi. Suatu populasi dikatakan seimbang

apabila frekuensi gen dan frekuensi genetik berada dalam keadaan tetap dari

setiap generasi. HukumHardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan

frekuensi genotipe dalam suatu populasi akan tetap konstan, yakni berada dalam

kesetimbangan dari satu generasi ke generasi lainnya kecuali apabila terdapat

pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu kesetimbangan tersebut. Pengaruh-


pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak acak, mutasi, seleksi, ukuran populasi

terbatas, hanyutan genetik, dan aliran gen. Hal yang penting untuk dimengerti

bahwa di luar laboratorium, satu atau lebih pengaruh ini akan selalu ada. Oleh

karena itu, kesetimbangan Hardy-Weinberg sangatlah tidak mungkin terjadi di

alam. Kesetimbangan genetik adalah suatu keadaan ideal yang dapat dijadikan

sebagai garis dasar untuk mengukur perubahan genetik (Campbell, dkk., 2008).

Syarat berlakunya asas Hardy-Weinberg (Campbell, dkk., 2008), yaitu :

1. Setiap gen mempunyai viabilitas dan fertilitas yang sama

2. Perkawinan terjadi secara acak dan tidak terjadi mutasi gen atau

3. frekuensi terjadinya mutasi sama besar

4. Tidak terjadi migrasi

5. Jumlah individu dari suatu populasi selalu besar

Jika lima syarat yang diajukan dalam kesetimbangan Hardy -Weinberg tadi

banyak dilanggar, jelas akan terjadi evolusi pada populasi tersebut, yang akan

menyebabkan perubahan perbandingan alel dalam populasi tersebut. Definisi

evolusi sekarang dapat dikatakan sebagai: ”Perubahan dari generasi ke generasi

dalam hal frekuensi alel atau genotipe populasi” (Campbell, dkk., 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Agus, Rosana dan Sjafaraenan. 2013. Penuntun Praktikum Genetika. Universitas


Hasanuddin. Makassar.

Anang, Asep. 2011. Alel Gandadan Gen Ganda. Erlangga. Yogyakarta.


Bintang, Galai. 2012. Alel Ganda. Erlangga. Yogyakarta.
Basyir, M., 2010. Penggunaan Sensor Elektronik Untuk Penentuan Golongan
Darah. 7 (2) : 4-7.

Campbell, N. A., Reece J. B., Urry, L. A., 2008,Biologi Edisi Kedelapan Jilid
Satu. Erlangga. Yogyakarta.
Oktari, A., Silvia N. D, 2016. Pemeriksaan Golongan Darah Sistem ABO Metode
Slide dengan Reagen Serum Golongan Darah A, B, O. 5 (2) : 1-5.
Sasmita, C., 2008, Penggolongan Darah Jenis ABO Dengan Mempergunakan
Pemodelan Hidden Markov, Universitas Indonesia, Depok.

Anda mungkin juga menyukai