Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Energi Pengaktifan (Ea)


Molekul-molekul pereaksi selalu bergerak dan peluang terjadinya
tumbukan selalu ada. Akan tetapi, tumbukan yang terjadi belum tentu menjadi
reaksi jika energi yang dimiliki oleh masing-masing pereaksi tidak cukup untuk
menghasilkan tumbukan efektif, meskipun orientasi molekul sudah tepat untuk
menghasilkan tumbukan efektif. Agar tumbukan antarmolekul pereaksi efektif dan
menjadi reaksi maka fraksi molekul yang bertumbukan harus memiliki energi
lebih besar daripada energi pengaktifan.
Energi pengaktifan adalah energi minimum yang diperlukan untuk
menghasilkan tumbukan efektif agar terjadi reaksi. Energi pengaktifan
dilambangkan oleh Ea. Menurut Arrhenius, hubungan antara fraksi tumbukan
efektif dan energi pengaktifan bersifat eksponensial sesuai persamaan berikut,
-Ea
F = eRT .......................................................... (2.1)
Keterangan:
f = frekuensi molekul yang bertumbukan secara efektif
R = tetapan gas
Ea = energi pengaktifan
T = suhu reaksi (K)
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa reaksi dengan energi pengaktifan
kecil memiliki harga f yang besar. Akibatnya, nilai tetapan laju (k) besar dan
reaksi berlangsung lebih cepat. Jika suhu dinaikkan, harga f menjadi besar dan
tetapan laju (k) juga besar sehingga reaksi berlangsung lebih cepat. Energi
pengaktifan untuk setiap reaksi (misalnya: A + B C) umumnya memiliki bentuk
seperti grafik berikut:

Gambar 2.1 Hubungan energi potensial dan koordinat reaksi.

52
53

Pada grafik tersebut energi pengaktifan diungkapkan sebagai energi


penghalang yang harus diatasi oleh setiap molekul pereaksi agar menjadi produk.
Energi hasil reaksi lebih rendah dari energi pereaksi maka nilai ΔH untuk reaksi
tersebut negatif. Dengan kata lain, reaksinya eksoterm. Sebaliknya, jika arah
reaksi dibalikkan, yakni: C A + B maka produk reaksi (A + B) memiliki energi
lebih besar dari pereaksi C. Besarnya energi pengaktifan untuk reaksi
kebalikannya, Ea(balik) = Ea(maju) + ΔHreaksi.
Jadi, selisih energi pengaktifan untuk kedua reaksi adalah sebesar
ΔHreaksi. Katalis dapat mempercepat reaksi dengan jalan turut serta dalam tahap-
tahap reaksi dan pada akhir reaksi katalis diperoleh kembali. Reaksi penguraian
hidrogen peroksida akan lebih cepat jika pada reaksi ditambahkan katalis MnO2.
Persamaan reaksinya:
H2O2( l ) → H2O( l ) + O2(g)
Kerja katalis dalam mempercepat reaksi adalah dengan cara membuat
jalan alternatif (jalan pintas) bagi pereaksi dalam membentuk produk, yaitu
dengan cara menurunkan energi pengaktifannya, seperti ditunjukkan pada gambar
berikut,

Gambar 2.2 Mekanisme reaksi yang ditempuh oleh katalis adalah dengan cara
menurunkan energi pengaktifan reaksi.
Jalan atau tahap-tahap reaksi yang ditempuh oleh pereaksi menjadi hasil
reaksi dapat dijelaskan. Misalnya, reaksi penguraian H2O2 dengan katalisator
MnO2 adalah sebagai berikut:
Tahap 1 : 2H2O2 + MnO2 → 2H2O + 2MnO3
Tahap 2 : 2MnO3 + 2H2O2 → 2H2O + 2O2 + MnO2
Reaksi total : 4H2O2 → 4H2O + 2O2
54

Katalis dapat menurunkan energi pengaktifan reaksi, baik ke arah pereaksi


maupun ke arah produk dengan selisih energi sama besar, tetapi ΔHreaksi tidak
berubah(Benny,1994).
Senyawa volatil adalah senyawa yang mudah menguap. Liquid yang
volatile pada temperatur kamar akan menguap persatuan waktu sebanding dengan
banyaknya molekul liquid permukaan. Secara kinetika kimia, kecepatan reaksi
pengubahan liquid uap adalah sebanding dengan jumlah spesies yang terlibat
dalam reaksi :
-dL
V= =k(L)................................................(2.2)
dt

Dimana :
K = tetapan kesetimbangan
t = waktu (detik)
V = kecepatan reaksi penguapan
dL = Pengurangan liquid

Harga K bervariasi oleh temperature dari persamaan Arrhenius diperoleh :


∆E*⁄
K=Ae- RT ..........................................................

(2.3)
Atau :
E
log K = log A- 2,303 RT.........................................(2.4)

x = 1/T....………………………...…………....(2.5)
y = Log K………………………………...…...(2.6)
E
Slope = - R………………………………...…..(2.7)

E = Slope × R………………………………....(2.8)
Dimana :
A = tetapan Arhenius
E = Energi Aktivasi
R = Tetapan gas ideal (8,314 J/mol K)
K = tetapan laju reaksi pada suhu konstan T
T = suhu mutlak (K)
55

Dari persamaan plot K vs 1/T menghasilkan garis lurus dengan slope –


E/2,303R dan intersept log K, dan harga energi pengaktifan penguapan serta
tetapan Arhenius dapat ditentukan(Team Teknik Kimia, 2016).

2.2. Penguapan
Uap air yang telah menguap dari teh panas terkondensasi menjadi tetesan
air.Gas air tidak terlihat, tetapi awan tetesan air adalah petunjuk dari penguapan
yang diikuti oleh kondensasi. Penguapan atau evaporasiadalah proses perubahan
molekul di dalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas
(contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan dari kondensasi. Umumnya
penguapan dapat dilihat dari lenyapnya cairan secara berangsur-angsur ketika
terpapar pada gas dengan volume signifikan.
Rata-rata molekul tidak memiliki energi yang cukup untuk lepas dari
cairan. Bila tidak cairan akan berubah menjadi uap dengan cepat. Ketika molekul-
molekul saling bertumbukan mereka saling bertukar energi dalam berbagai
derajat, tergantung bagaimana mereka bertumbukan. Terkadang transfer energi ini
begitu berat sebelah, sehingga salah satu molekul mendapatkan energi yang cukup
buat menembus titik didih cairan. Bila ini terjadi di dekat permukaan cairan
molekul tersebut dapat terbang ke dalam gas dan "menguap".
Ada cairan yang kelihatannya tidak menguap pada suhu tertentu di dalam
gas tertentu (contohnya minyak makan pada suhu kamar). Cairan seperti ini
memiliki molekul-molekul yang cenderung tidak menghantar energi satu sama
lain dalam pola yang cukup buat memberi satu molekul "kecepatan lepas" - energi
panas - yang diperlukan untuk berubah menjadi uap. Namun cairan seperti ini
sebenarnya menguap, hanya saja prosesnya jauh lebih lambat dan karena itu lebih
tak terlihat(Arsyad, 1997).
Penguapan merupakan salah satu proses perubahan fisik. Peguapan juga
dipandang sebagai suatu reaksi dimana yang berperan sebagai zat cair adalah
pereaksi sedangkan hasil reaksi adalah uap yang bersangkutan.Kalor penguapan
dan perubahan energi penguapan adalah kalor reaksi dan perubahan entalpi yang
dibutuhkan atau dilepaskan pada penguapan 1 mol zat dalam fase cair menjadi 1
56

mol zat dalam fase gas pada titik didihnya. Selanjutnya, karena penguapan dapat
dipandang sengai proses yang hanya terdiri atas satu tahap, maka kalor penguapan
dapat dipandang sebagai energi pengaktifan reaksi penguapan. Berdasarkan
perumpamaan ini, kalor penguapan dapat diukur dengan cara yang
lazimdigunakan untuk energi pengaktifan. Dengan demikian, kalor penguapan
pada berbagai suhu dengan mengartikan E sebagai kalor penguapan(Brady, 1999).
Panas atau kalor penguapan adalah energi yang dibutuhkan untuk mengubah
suatu kuantitas zat menjadi gas. Energi ini diukur pada titik didih zat dan nilainya
biasanya dikoreksi ke 298 K, koreksi ini kecil dan sering lebih kecil dari
pada deviasi standar nilai terukur. Nilainya biasanya dinyatakan dalam kJ/mol.
Panas penguapan dapat dipandang sebagai energi yang dibutuhkan untuk
mengatasi interaksi antar molekul didalam cairan (atau padatan pada sublimasi).
Temperatur adalah ukuran panas dinginnya dari suatu benda.Panas
dinginnya suatu bendaberkaitan dengan energi termis yang terkandung dalam
benda tersebut. Makin besar energi termisnya, makin besar temperaturnya. Harus
diperhatikan, jika menggunakan panas penguapan untuk mengukur kekuatan gaya
antarmolekul, bahwa gaya-gaya tersebut mungkin tetap ada dalam fase gas
(seperti pada kasus air), sehingga nilai perhitungan kekuatan ikatan akan menjadi
terlalu rendah. Hal ini terutama ditemukan pada logam, yang sering membentuk
molekul ikatan kovalen dalam fase gas. Dalam kasus ini, perubahan entalpi
standar atomisasi harus digunakan untuk menemukan nilai energi ikatan yang
sebenarnya.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penguapan


2.3.1 Memperluas Permukaan Zat Cair
Peristiwa lepasnya molekul zat cair tidak dapat berlangsung secara serentak
akan tetapi bergiliran dimulai dari permukaan zat cair yang punya kesempatan
terbesar untuk melakukan penguapan. Dengan demikian untuk mempercepat
penguapan kita juga bisa melakukannya dengan memperluas permukaan zat cair
tersebut. Contohnya air teh panas dalam gelas akan lebih cepat dingin jika
dituangkan ke dalam cawan atau piring.
57

2.3.2 Meniupkan Udara diatas Permukaan Zat Cair


Pada saat pakaian basah dijemur, proses pengeringan tidak sepenuhnya
dilakukan oleh panas sinar matahari, akan tetapi juga dibantu oleh adanya angin
yang meniup pakaian sehingga angin tersebut membawa molekul-molekul air
keluar dari pakaian dan pakaian menjadi cepat kering.

2.3.3 Mengurangi Tekanan


Pengurangan tekanan udara pada permukaan zat cair berarti jarak antar
partikel udara diatas zat cair tersebut menjadi lebih renggang.Dengan
memperkecil tekanan udara pada permukaan zat, berakibat jarak antar molekul
udara menjadi besar. Hal ini mengakibatkan molekul-molekul pada permukaan zat
cair akan berpindah ke udara diatasnya sehingga mempercepat proses penguapan.
Akibatnya molekul air lebih mudah terlepas dari kelompoknya dan mengisi ruang
kosong antara partikel-partikel udara tersebut. Hal yang sering terjadi disekitar
kita adalah jika kita memasak air di dataran tinggi akan lebih cepat mendidih
daripada ketika kita memasak di dataran rendah(Anonim, 2012).

2.4 Pengaruh Kalor Terhadap Kenaikan Suhu Zat


Jika sebuah benda dipanaskan, makasuhu/temperatur benda akan naik,
sebaliknya jika benda didinginkan,maka suhu/temperaturnya akan turun.

2.4.1 Kalor Jenis Zat


Kalor jenis adalah banyaknya kalor yang diperlukan oleh suatu zat untuk
menaikkan suhu 1 kg zat tersebut sebesar 1oC.Alat yang digunakan untuk
mengukur kalor jenis zat adalah kalorimeter.Perubahan suhu yang diakibatkan
oleh jumlah kalor yang sama pada zat yang berbeda adalah tidak sama.

2.4.2 Kapasitas Kalor


Kapasitas kalor suatu zat adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk
menaikkan suhu zat itu sebesar 1°C.Untuk benda yang bermassa tetap, nilai mc
pada persamaan Q = m .c .ΔT memiliki nilai yang tetap pula. Nilai mc ini dapat
dipandang sebagai satu kesatuan, sehingga mc diberi nama khusus, yaitu kapasitas
58

kalor. Banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu/temperatur suatu


benda sebanding dengan kapasitas kalor banda tersebut dan perubahan suhunya.
Jika dinyatakan dengan rumus dapat di tulis:
Q
H= ………………………………………….(2.4)
At
Keterangan:
H = Kapasitas kalor, (Joule/°C)

Hubungan antara kapasitas kalor dan kalorjenis zat dapat ditulis:


Q m ×c ×t
H= = = m × c……..…………...………(2.5)
At At

2.5 Pengaruh Kalor Terhadap Perubahan Wujud Zat


Kalor yang diserap suatu zat tidak selalu menyebabkan kenaikan
suhu/temperatur zat tersebut. Kadangkala kalor yang diserap oleh suatu zat dapat
mengubah wujud zat tersebut tanpa menaikkan suhunya, contoh es yang
dipanaskan lama kelamaan akan menjadi air, sebaliknya air yang didinginkan,
lama kelamaan akan menjadi es. Zat dapat berada dalam tiga wujud, yaitu padat,
cair, dan gas. Pada saat terjadi perubahan wujud, misalnya dari padat menjadi cair
atau dari cair menjadi gas, selalu disertai dengan pelepasan atau penyerapan kalor.
Akan tetapi perubahan wujud tidak disertai dengan perubahan suhu.Perubahan
wujud dari padat menjadi cair disebut mencair atau melebur, sebaliknya
perubahan wujud zat dari cair menjadi padat disebut membeku.
Pada temperatur 00C, es dipanaskan atau diberikan kalor, dan ternyata
temperatur es tidak mengalami perubahan, tetapi es berubah wujud menjadi air.
Kalor adalah bentuk energi yang berpindah dari benda yang lebih tinggi ke benda
yang suhunya lebih rendah ketika kedua benda bersentuhan. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa air terasa hangat. Hangatnya air dalam botol karena
memperoleh kalor (panas) yang berasal dari perubahan energi kinetik (gerak) air
tersebut. Energi kalor dapat ditimbulkan dari berbagai bentuk energi, seperti
energi kimia, energi listrik, energi kinetik, energi nuklir dan sebagainya. Satuan
59

kalor dalam sistem Internasional (SI) dinyatakan dalam Joule (J). Satuan kalor
lainnya adalah kalori.
1 kilo kalori = 1000 kalori = 10 kubik kalori.

Menurut James Prescott Joule:


1 kalori = 4,2 joule atau 1 joule = 0,24 kalori
1 Kkal = 4,2 x 10 joule, angka ini disebut tara kalor mekanik.

2.6 Kesetimbangan Thermal dan Kontak Thermal


Kesetimbangan termal yaitu situasi yang mana dua benda yang dalam
keadaan kontak thermal menukarkan energi termal dalam jumlah yang sama.
Waktu yang diperlukan untuk mencapai kesetimbangan termal tergantung sifat
benda tersebut. Pada saat kesetimbangan termal kedua benda mempunyai
temperatur yang sama.Kesetimbangan termal tercapai bila dua benda atau sistem
mencapai suhu yang sama dan berhenti untuk bertukar energi melalui panas.
Ketika dua benda ditempatkan bersama-sama, objek dengan energi panas lebih
akan kehilangan energi ke objek dengan energi panas yang lebih sedikit.
Akhirnya, suhu mereka akan sama dan mereka akan berhenti pertukaran energi
panas sebagai objek tidak lebih hangat atau lebih dingin dari yang lain. Pada titik
ini, mereka berada dalam keadaan kesetimbangan termal.
Kontak termal merupakan konsep penting yang berkaitan dengan
kesetimbangan termal. Beberapa sistem yang dianggap berada dalam kontak
termal jika mereka mampu mempengaruhi suhu yang lain. Jika botol soda akan
dihapus dari kulkas dan ditempatkan di meja dapur yang pada suhu kamar, meja
dan botol soda berada dalam kontak termal. Energi panas dari meja mengalir ke
dingin botol soda. Akhirnya, suhu mereka akan sama dan mereka akan berada
dalam keadaan kesetimbangan termal. Dalam sistem termal yang melibatkan
objek dalam kontak termal, panas mengalir dari benda yang lebih hangat, yang
berisi lebih banyak energi termal, ke benda dingin, yang berisi lebih sedikit energi
termal.Oleh karena itu, benda-benda dan sistem dapat baik mendapatkan atau
kehilangan panas(Anonim, 2014).
60

2.7 Kloroform
Kloroform merupakan turunan asam formiat dan termasuk senyawa
polihalogen yaitu senyawa turunan karboksilat yang mengikat lebih dari satu atom
halogen. Kata kloroform berasal dari kata halogen dan formiat yang artinya
struktur senyawa dapat diturunkan dari asam formiat dengan menggantinya
dengan atom halogen.
Sifat fisika dan kimia kloroform (CHCl3), yaitu sebagai berikut:
1. Titik didihnya 61oC
2. Titik beku -6,4oC
3. Titik lelehnya -62oC
4. Density 1,45
5. Indeks bias 1,4476
6. Cairannya tidak mudah terbakar
7. Tidak berwarna
8. Cairannya berbau khas
9. Sangat mudah menguap
10. Merupakan asam lemah
11. Tidak larut dalam air
12. Larut dalam pelarut organik
13. Kloroform murni peka terhadap cahaya
14. Karsinogenik toksik dan berbahaya bagi kesehatan.

2.7.1 Kegunaan Kloroform


Adapun kegunaan kloroform sebagai berikut:
1. Pelarut yang baik untuk banyak senyawa organik seperti garam ammonium,
sulfanium, dan phosfanium.
2. Pelarut untuk minyak asetat, lemak, alkaloid, lilin, dammar, dan lain-lain.
3. Pelarut dalam spektroskopi inframerah
4. Menurunkan suhu beku karbontetraklorida dalam industri karet anastetik.

2.7.2 Bahaya Kloroform


Adapun bahaya dari kloroform sebagai berikut:
61

1. Kontak langsung dapat menyebabkan iritasi kulit dan mata.


2. Bisa menyebabkan pusing, kelelahan, dan kemandulan.
3. Bisa menyebabkan kerusakan hati dan ginjal.
4. Ketidak teraturan kerja hati.
5. Ketika terkena cahaya dan udara, kloroform dapat teroksidaasi dengan
lambat membentuk fosgen yang sangat beracun
(Anonim, 2014).

2.8 Etanol
Etanol juga dikenal sebagai etil alkohol adalah senyawa kimia dengan
rumus kimia (C2H5OH). Ia merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada
keadaan atmosfer ia berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak
berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas. Etanol digunakan
sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar. Adapun sifat fisik dan
kimia metanol yaitu sebagai berikut:
Sifat fisika metanol (C2H5OH)
1. Massa molar 46.04 g/mol
2. Berwarna bening
3. Densitas 0.918 g/cm³,
4. Titik leleh –97°C, -142.9°F (176 K),
5. Titik didih 64.7°C, 148.4°F (337.8 K).
6. Viskositas 0.59 mPa·s at 20°C
7. Momen dipol 1.69

Sifat kimia Ethanol (C2H5OH)


1. Mudah terbakar,
2. Mudah menguap
3. Tidak berwarna
4. Bau yang khas

Anda mungkin juga menyukai