PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN
1
1. Tujuan umum
Adapun tujuan umum penyusunan makalah ini yaitu untuk dapat mengetahui
serta memahami Asuhan Keperawatan pada klien dengan masalah kanker
seviks.
2. Tujuan khusus
Secara khusus, setelah mempelajari makalah ini mahasiswa/ diharapkan dapat :
a. Menjelaskan pengertian kanker serviks.
b. Menyebutkan etiologi kanker serviks.
c. Menjelaskan patofisiologi dari kanker serviks.
d. Menyebutkan manifestasi klinis kanker serviks.
e. Mengetahui pemeriksaan diagnostik.
f. Mengetahui penatalaksanaan umum medikal.
g. Mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan, yang terdiri dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi
dan evaluasi pada klien dengan kanker serviks.
C. RUANG LINGKUP
Dalam penyusunan makalah ini kelompok hanya membahas penyakit
secara tinjauan teoritis dan pemberian asuhan keperawatan pada klien
dengan kanker serviks dengan pendekatan proses keperawatan mulai dari
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,
implementasi, dan evaluasi keperawatan.
D. METODE PENULISAN
Dalam penyusunan makalah ini kelompok menggunakan
metode kepustakaan dengan cara mencari dari buku-buku sebagai referensi,
membaca dan mempelajari buku-buku literatur yang terkait dengan kanker
serviks. Kelompok juga mengambil beberapa referensi dari internet.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
2
Sistematika penuyusunan makalah ini terdiri dari empat bab, yakni Bab I
tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penyusunan, ruang
lingkup penyusunan, metode penyusunan, dan sistematika penyusunan; Bab II
tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep dasar stroke; Bab III asuhan
keperawatan stroke secara teoritis, yang terdiri pengkajian, diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi; Bab IV penutup, yang terdiri
dari kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol
dan merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, FKKP, 1997).
Kanker serviks atau atau kanker leher rahim adalah kanker pada serviks
uterus atau leher rahim yang terjadi memerlukan waktu yang cukup lama,
tetapi progresif. Awalnya bermula dari kelainan sel yang mengalami
mutasi, lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan
epitel yang disebut displasia (Dalimartha, 2004).
2. ANATOMI FISIOLOGI
3
Serviks merupakan segemen uterus berada pada bagian bawah yang
dilapisi epitel torak pensekresi mukus dalam keseimbangan lanngsung dengan
epitel vagina, yang berfungsi sebagai jalan lahir.
Ekstoserviks merupakan epitel berlapis yang gepeng serupa dengan
vagina, dengan peralihan agak mendadak diantra keduanya, sambungan
skuamakolummar. Serviks mengalami perubahan/dramatis selama masa usia
reproduktif maupun dalam siklus menstruasi. Sambungan skuamokolumnar
normalnya terletak dalam kanalis endoservikalis, tetapi dapat berada jauh di
luar ada ektoserviks, baik pasca persalinan atau atas dasar kongenital.
Mukus serviks dihasilkan sebagai respon terhadap estrogrn dengan eversi
sel torak pemeriksaan mucus padaektoserviks, suatu sekret mukoid dan
kadang-kadang purulen bisa dialami. Walaupun ini bisa enyebabkan secret
yang berbau busuk, tetapi tidak ada makna patologi dan tampaknya mengubah
kapasitas reproduksi.
Saluran yang tedapat pada serviks disebut kanalis servikalis berbentuk
sebagai saluran lonjongan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-
kelenjar berbentuk sel-sel toraks bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum
seminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum
(OUI) dan pint vagina (OUE). Ostiu Oteri Eksternum. Kedua pintu ini penting
dalam klinik misalnya pada penilaian jalannya persalinan, abortus dan
sebagainya.
4
3. ETIOLOGI
Penyebab penyakit menular seksual pertama kali diduga oleh Virus herpes
simpleks tipe 2, tetapi kemudian dipastikan bahwa penyebabnya adalah virus
human papiloma setelah mempelajari patogenesis kanker serviks uteri dan
condyloma acuminata (Schmits, 1997a, b
; Cotrans et al.,1997). Biasanya
khas wanita melaporkan riwayat infeksi serviks paling sering dikaitkan
dengan karsinoma serviks yang disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe
2; jenis Human Papilloma Virus 16, 18, ban 3i dan mungkin sitomegalovirus.
Virus ini mengubah asam deoksiribonukleat (DNA) inti sel-sel yang belum
matang. Penambahan air mani (sperma) dari banyak mitra menjadi pencetus
awal dari sebuah proses yang berakhir pada diplasia dan beberapa tahun
kemudian berkembang menjadi karsinoma (Bobak et al., 1993). Penelitian
akhir di luar negeri mengatakan bahwa virus yang disebut HPV menyebabkan
faktor risiko seorang wanita untuk terkena kanker serviks meningkat tajam.
Dikatakan, para wanita dengan HPV tinggi, paling sedikit 30 kali lebih
cenderung berisiko mengidap penyakit kanker serviks dibanding dengan wanita
dengan HPV negatif (Diananda, 2008).
4. PATOFISIOLOGI
Karsinoma serviks uteri 95% terdiri dari karsinoma sel skuamos dan
sisanya merupakan adenokarsinoma dan jenis kanker lain. Hampir seluruh
karsinoma serviks didahului derajat pertumbuhan prakarsinoma yaitu displasia
dan karsinoma in situ. Proses perubahan dimulai di daerah sambungan
skuamos-kolumnar (SSK) dari selaput lendir porsio. Perubahan mula-mula
ditandai dengan epitel atipik dengan mitosis aktif, susunan sel tidak teratur
meliputi sepertiga bagian basal epidermis, dan perubahan ini disebut displasia
ringan. Bila proses berlanjut, maka perubahan akan melibatkan separoh atau
dua pertiga atau seluruh lapisan epidermis dan masing-masing disebut displasia
sedang, berat, dan karsinoma in situ yang sangat potensia menjadi karsinoma
invasif (Tambunan, 1993).
5
Proses perubahan sel epitel menjalar ke arah endoserviks dan eksoserviks.
Pada daerah endoserviks terjadi hiperplasia sel cadangan yang terletak di
bagian basal epitel endoserviks dan potensial tumbuh menjadi karsinoma sel
kecil. Karsinoma yang tumbuh di daerah ektoserviks dikenal sebagai
karsinoma sel skuamos dengan keratin, dan di daerah peralihan sel skuamos
dan kolumnas akan tumbuh karsinoma sel skuamos tanpa keratin (Tambunan,
1993).
Terjadinya perubahan derajat sel epitel displasia dan karsinoma in situ
memerlukan waktu yang relatif lama. Demikian juga perubahan karsinoma in
situ menjadi karsinoma invasif terjadi setelah bertahun- tahun. Salah satu bukti
yang menyokong teori ini adalah perbedaan umur yang bermakna antara
penderita prakarsinoma dan karsinoma invasif. Umur penderita prakarsinoma
10-15 tahun lebih muda daripada penderita karsinoma invasif. Perilaku biologis
sel tumor dalam proses pertumbuhan memungkinkan neoplasma dapat
dideteksi pada tingkat pertumbuhan awal (Tambunan, 1993).
Dalam perjalanan pertumbuhan prakarsinoma sebagian besar displasia
regresi menjadi epitel dengan perubhan minimal sampai normal. Demikian juga
karsinoma in situ sebagian kecil mengalami regresi menjadi displasia sedang
ataupun ringan. Akan tetapi karsinoma invasif tidak pernah mundur menjadi
karsinoma in situ atau displasia. Dari proses pertumbuhan neoplasma ini
dapat dipelajari bahwa pada prakarsinoma stadium pertumbuhan lanjut
sebagian berubah menjadi prakarsinoma dan sebagian tumbuh menjadi
karsinoma invasif. Semakin lama status prakarsinoma semakin sedikit
kemungkinan terjadi reversibel (Tambunan, 1993).
Dalam perjalanan pertumbuhan prakarsinoma sebagian besar displasia
regresi menjadi epitel dengan perubhan minimal sampai normal. Demikian juga
karsinoma in situ sebagian kecil mengalami regresi menjadi displasia sedang
ataupun ringan. Akan tetapi karsinoma invasif tidak pernah mundur menjadi
karsinoma in situ atau displasia. Dari proses pertumbuhan neoplasma ini
dapat dipelajari bahwa pada prakarsinoma stadium pertumbuhan lanjut
sebagian berubah menjadi prakarsinoma dan sebagian tumbuh menjadi
6
karsinoma invasif. Semakin lama status prakarsinoma semakin sedikit
kemungkinan terjadi reversibel (Tambunan, 1993).
7
6. Stadium 5
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 5-10%.
5. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang diketahui adalah hubungan seksual pada usia yang
sangat muda dan pasangan yang selalu berganti-ganti. Faktor risiko lainnya
merokok, paritas yang tinggi dan adanya riwayat penyakit menular seksual
memiliki risiko terkena kanker serviks yang lebih tinggi, sementara itu
wanita yang melakukan hubungan seks pertama kali dengan usia yang
lebih tua (≥20 tahun) memiliki risiko terkena kanker serviks yang lebih
sebagian besar dari faktor luar (eksternal). Faktor risiko tersebut antara
lain:
1) Melakukan hubungan seksual pada usia yang pada usia kurang dari 20
tahun.
seksual.
2004).
8
3) Riwayat penyakit kelamin dan infeksi virus seperti herpes dan kutil
genetalia.
terjadinya kanker serviks pada wanita yang rendah beta karoten dan
9
12) Kontrasepsi
6. MANIFESTASI KLINIS
10
6. KOMPLIKASI
Kompilikasi yang terjadi akibat kanker serviks yaitu :
1. Nyeri
Jika sel kanker sudah menyebar pada ujung saraf, tulang atau otot biasanya
menimbulkan nyeri yang berat. Dapat diatasi dengan pengurang rasa sakit,
tergantng dari erat ringan nyeri yang dirasakan. Obat yang digunakan bisa dari
parasetamoldan NSAID (obat anti inflamasi non steroid) seperti ibuprofen, hingga
pada nyeri yang lebih besar seperti golongan opiat contohnya kodein dan orfin.
2. Gagal ginjal
Pada bebraapa kasus kanker serviks stadium lanjut, sel kanker dapat
menekan aliran urine dari ginjal. Urine yang terganggu penyalurannya akan
menumpuk pada ginjal atau disebut dengan hidronefrosis. Hal ini bisa
menyebabkan ginjal membengkak dan membesar.
Penanganan gagal ginjal yang disebabkan oleh kanker serviks bisa
dilakukan dengan pembuatan saluran untuk mengeluarkan urin yang menumpuk
dari ginjal dengan selang yang dimasukka ke kulit (nefrostoi perkutan). Selain itu
bisa juga dengan melebarkan saluran ureter dengan memasukkan cincin logam
(stent) di dalamnya.
3. Penggumpalan darah
Sebagaimana halnya dengan kanker-kanker lainnya, kanker serviks dapat
menyebabkan darah menjadi lebih kental sehingga mudah terjadi penggumpalan.
Tirah baring (bed rest) setelah operasi dan kemoterapi juga dapat meningkatkan
risiko pembentukan gumpalan. Tumor yang besar dapat menekan pembuluh darah
vena di panggul sehingga menyebabkan lambatnya aliran darah. Hal ini
menyebabkan penggumpalan darah di daerah kaki.
Gejala adanya penggumpalan darah antara lain:
11
- Kulit teraba hangat di area gumpalan darah
Hal yang sangat diwaspadai dari terjadinya gumpalan darah ini adalah
gumpalan ini dapat mengalir terbawa aliran darah ke paru-paru dan menyumbat
aliran darah di sana. Kasus ini dikenal dengan embolisme paru. Efeknya fatal, bisa
menyebabkan kematian.
4. Perdarahan
Jika kanker menyebar ke vagina, usus besar, atau kandung kemih, dapat
menyebabkan kerusakan parah dan menghasilkan perdarahan. Perdarahan bisa
terjadi di vagina, rektum (usus besar sebelum anus), atau bisa juga keluar bersama
urin.
5. Fistula
Fistula adalah salurang yang tidak normal yang menghubungkan dua
bagian pada tubuh. Pada kebanyakan kasus kanker serviks, fistula terbentuk di
antara kandung kemih dan vagina. Kelainan ini menyebabkan adanya cairan urin
yang keluar terus menerus dari vagina (berasal dari kandung kemih). Selain itu
fistula juga dapat terbentuk antara vagina dan rektum.
Fistula merupakan komplikasi yang tidak umum terjadi pada kanker
serviks. Kejadiannya 1 berbanding 50 kasus kanker stadium lanjut.
Penanganannya adalah dengan operasi. Meskipun kadang ini sulit dilakukan untuk
penderita kanker serviks karena kondisinya yang rapuh sehingga tidak sanggup
menghadapi efek operasi. Selain operasi, gejala fistula bisa diatasi dengan
penggunaan obat untuk mengurangi cairan yang keluar serta penggunaan krim
atau lotion untuk mengatasi kerusakan jaringan di sekitarnya dan mencegah iritasi.
12
disebabkan oleh berbagai hal seperti kerusakan jaringan, kebocoran dari kandung
kemih atau rektum melalui vagina, atau infeksi bakteri pada vagina.
Penanganannya adalah dengan memberikan gel antibakteri yang
mengandung metronidazol dan menggunakan pakaian yang mengandung karbon
(arang). Karbon atau arang efektif dalam menyerap bau yang tidak sedap.
7. PENATALAKSANAAN
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear
Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear.
Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini
mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu
suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula
kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.
13
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda
pap smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam
cairan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta
memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan
sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan semacam
sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel
yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker
serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan
pemeriksaan standar berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan
sesuai stadium penyakit dan gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap
smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%.
b. Kolposkopi
14
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes
sangat mudah dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non
dokter ginekologi, bidan praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya
sangat sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam
asetat, akan tampak bercak-bercak putih pada permukaan serviks yang
tidak normal.
d. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan
lensa ekstensi 50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan
dan slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut
negatif atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika
SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika
servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari
3%. Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi.
Kombinasi servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai
sensitivitas masing-masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-
masing 73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian
servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda yang baik untuk skrining
massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi,
15
maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam
deteksi kanker serviks.
e. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan
pembesaran 2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan
sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila
tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas
dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak
12,6% dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994
membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi pada
sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%;
spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%;
positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut
memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan
untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak
ada.
17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Data dasar :
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga yang dilakukan dengan
cara anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang.
b. Data pasien :
Identitas pasien, usia, status perkawinan, pekerjaan jumlah anak,
agama, alamat jenis kelamin dan pendidikan terakhir.
c. Keluhan utama :
Pasien biasanya datang dengan keluhan intra servikal dan disertai
keputihan menyerupai air.
d. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien pada stadium awal tidak merasakan keluhan yang
mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul
keluhan seperti : perdarahan, keputihan, dan rasa nyeri intra servikal.
e. Riwayat penyakit sebelumnya :
Data yang dikaji adalah :
Riwayat abortus, infeksi pasca abortus, infeksi masa nifas, riwayat
operasi operasi kandungan, serta adanya tumor. Riwayat keluarga yang
mendekati kanker.
f. Keadaan psiko-sosial-ekonomi dan budaya :
Ca.Serviks sering dijumpai pada kelompok sosial ekonomi yang rendah,
berkaitan dengan kualitas dan kuantitas makanan atau gizi yang dapat
mempengaruhi imunitas tubuh, serta tingkat personal hygine terutama
kebersihan dari saluran urogenital.
g. Data khusus
18
1. Riwayat kebidanan : paritas, kelainan menstruasi, lama, jumlah dan
warna darah adalah hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah darah
keluar setelah kolitus, pekerjaan yang dilakukan sekarang.
2. Pemeriksaan penunjang
Sitologi dengan cara pemeriksaan Pap Smear, kolposkopi, servikografi,
pemeriksaan visual langsung, gineskopi.
- Intervensi :
19
- Observasi TTV
- Observasi perdarahan (jumlah, warna, laama)
- Cek golongan darah
- Beri O2 jika diperlukan
- Pemasangan vagina tampon
- Terapi IV
- Intervensi
- Jelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan
- Berikan makan TKTP
- Anjurkan makan sedikittapi sering
- Jaga lingkungan pada saat makan
- Beri nutrisi parenteral jika perlu
- Pasang NGT jika perlu
c Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan
intra servikal
- Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan klien tahu cara-cara
mengatasi nyeri yang timbul akibat kanker yang dialami
- Kriteria hasil
a. Klien dapat menyebutkan cara-cara mengurangi nyeri yang
dirasakan
20
b. Tanyakan derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai dengan skala
nyeri
c. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
d. Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
e. Kolaborasi keluarga tim paliatif nyeri
21
- Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan, konsep diri dan persepsi klien menjadi
stabil
- Kriteria hasil :
a. Klien mampu untuk mengekspresikan tentang kondisinya
b. Klien mampu membagi perasaan dengan perawat, keluarga dan
orang dekat
c. Klien mengkomunikasikan perasaan tentang perubahan dirinya
secara konstruktif
d. Klien mampu beradaptasi dalam perawatan diri
e. Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri
- Intervensi
i. Kontak dengan klien sering dan perlakukan dengan hangat dan sifat
posistif
ii. Berikan dorongan pada klien untuk mengekspresikan perasaan dan
pikiran tentang kondisi, kamajuan, progrese, sistem pendukung dan
pengobatan
iii. Berikan informasi yang dapat dipercaya dan klarifikasi setiap
misprespsi tentang penyakitnya
iv. Bantu klien mengidentifikasi potensialkesempatan untuk hidup mandiri
dan melewati hidup dengan kanker, meliputi hubungan interpersonal,
peningkatan pengobatan,kekuatan pribadi dan pengertian serta
perkembangan spiritual dan moral
IV. Evaluasi
1. Pasien bebas dari perdarahan dan hipoksis jaringan
2. Kebutuhan kalori dan nutrisi pasien tercukupi kebutuhan tubuh.
3. Pasien dapat mengontrol neri dan nueri pasien dapat berkurang
4. Ansietas, kekuatiran dan kelemahan menurun sampai dengan tingkat
yang dapat diatasi
22
5. Pasien dapat mengungkapkan dampak dari diagnosa kanker terhadap
perannnya dan mendemostrasikan kemampuan menghadapi perubahan
peran.
23
BAB IV
PENUTUP
1. KESIMPULAN
oleh fator risiko yaitu perilaku seks yang masih sangat dini, kebiasaan
petanda tumor.
nyeri krronis, fistula serta keluarnya cairan yang berbau dari rahim.
2. SARAN
24
DAFTAR PUSTAKA
Kesehatanhlistik.com/komplikasi-kanker-serviks/
Asih Yamin. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku dari Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC
Dhani Alief Pradana, Muhammas Rusta. 2011. Jurnal pasien kanker serviks di
RSUP Dokter Adam Malik Medan Tahun 2011
Carpenito, Lynda Jaull. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8.Jakarta :
EGC
Wulandari Sri Atik. Pengertian dan Pemahaman Risiko Ca Serviks pada wanita
subur di Indonesia Fakultas Krdoktersan Universitas Kusuma Surabaya. Surabaya
Pradana Arief Dhani. 2011. Pasien Kanker Serviks di RSUP Adam Malik Medan.
Medan.
25