Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU PENYAKIT TANAMAN


“MIKOLOGI”

Oleh :
Nama : Indahyo Tumanggor
NIM : 155040207111141
Kelompok : E1
Asisten : Qurrota Ayuni Aprilian

JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN


PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jamur merupakan mikroba yang paling banyak jenisnya berperan sebagai
patogen tanaman. Jamur adalah organisme yang sifat hidupnya parasitik atau
saprofitik yang berperan sebagai pengurai/dekomposer bahan organik. Penyakit
pada tumbuhan biasanya disebabkan oleh jamur. Mempelajari suatu cabang ilmu
inilah yang disebut dengan mikologi. Mikologi yang merupakan ilmu dalam
mempelajari jamur yang berguna untuk mengetahui macam-macam jamur,
bagaimana jamur dapat menyebabkan suatu tanaman sakit dan diaplikasikan
dengan menggunakan suatu media. Penggunaan media percobaan tersebut
dilakukan dengan berbagai kegiatan mulai dari isolasi, purifikasi hingga
identifikasi untuk menentukan jenis cendawan yang menyebabkan tanaman sakit.
Oleh karena itu, praktikum ini perlu dilakukan agar praktikan mampu melakukan
dan memahami diagnosis penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur. Dilihat
dari awal timbulnya gejala serangan, tanda penyakit hingga perbanyakan jamur
dengan isolasi, purifikasi sampai identifikasi.
1.2 Tujuan
Pelaksanaan kegiatan praktikum ini bertujuan untuk mengetahui metode
mengisolasi jamur penyebab penyakit dari jaringan tanaman, kemudian
melakukan purifikasi untuk mendapatkan koloni tunggal hingga melakukan
identifikasi hasil purifikasi baik secara makroskopis maupun mikroskopis
sehingga mampu mengetahui jenis jamur yang diperoleh dan dideskripsikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Penyakit
a. Penyakit adalah suatu proses fisiologi tumbuhan yang abnormal dan
merugikan yang disebabkan oleh faktor primer (biotik atau abiotik) dan
ganguannya bersifat terus menerus serta akibatnya dinyatakan oleh aktivitas
sel/jaringan yang abnormal. Akibat yang muncul tersebut disebut gejala
(Semangun, 2007).
b. Plant disease occurs when one or several functions the physiology becomes
abnormal due to interference or environmental conditions certain (abiotic
factor) (Agrios, 1997).
2.2 Mekanisme Terjadinya Penyakit
Menurut Triharso (1995), mekanisme terjadinya penyakit terdiri dari :
a. Inokulasi atau penularan
Inokulasi merupakan terjadinya kontak pertama kali antara patogen dengan
tanaman. Langkah-langkah yang terjadi pada proses inokulasi, dimulai dari :
inokulum patogen sampai ke permukaan tubuh tanaman inang melalui
perantaraan angin, air, serangga dan sebagainya.
b. Penetrasi
Penetrasi merupakan proses masuknya patogen atau bagian dari patogen ke
dalam sel, jaringan atau tubuh tanaman inang. Patogen melakukan penetrasi
dari permukaan tanaman ke dalam sel, jaringan atau tubuh tanaman inang
melalui empat macam cara, yaitu secara langsung menembus permukaan tubuh
tanaman, melalui lubang-lubang alami, melalui luka, dan melalui perantara
(pembawa, vektor).
c. Infeksi
Infeksi merupakan suatu proses dimulainya patogen memanfaatkan nutrien
(sari makanan) dari inang. Proses ini terjadi setelah patogen melakukan kontak
dengan sel-sel atau jaringan rentan dan mendapatkan nutrien dari sel-sel atau
jaringan tersebut. Selama proses infeksi, patogen akan tumbuh dan
berkembang di dalam jaringan tanaman. Infeksi yang terjadi pada tanaman
inang, akan menghasilkan gejala penyakit yang tampak dari luar. Beberapa
proses infeksi dapat bersifat laten atau tidak menimbulkan gejala yang tampak
mata, akan tetapi pada saat keadaan lingkungan lebih sesuai untuk
pertumbuhan patogen atau pada tingkat pertumbuhan tanaman selanjutnya,
patogen akan melanjutkan pertumbuhannya, sehingga tanaman menampakan
gejala sakit.
d. Invasi
Invasi merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan patogen setelah
terjadi infeksi. Individu jamur dan tumbuhan parasitik umumnya melakukan
invasi pada tanaman dimulai sejak proses infeksi dengan cara tumbuh dalam
jaringan tanaman inang, sehingga tanaman inang selain kehilangan nutrien, sel-
selnya atau jaringan juga rusak karenanya.
e. Penyebaran
Penyebaran patogen berarti proses berpindahnya patogen atau inokulum dari
sumbernya ke tempat lain. Penyebaran patogen dapat terjadi secara aktif
maupun pasif. Penyebaran pasif yang berperan besar dalam menimbulkan
penyakit, yaitu dengan perantaraan angin, air, hewan (terutama serangga), dan
manusia.
2.3 Pengertian Jamur Patogen
a. Jamur atau fungi adalah sel eukariotik tidak memiliki klorofil, tumbuh sebagai
hifa, memiliki dinding sel yang mengandung kitin, bersifat heterotrof,
menyerap nutrien melalui dinding selnya, dan mengekskresikan enzym-enzym
ekstraselular ke lingkungan melalui spora, melakukan reproduksi seksual dan
aseksual (Gandjar et al., 2006).
b. Fungi are organisms that have a nucleus, spores, lacking chlorophyll, a cell
wall composed of cellulose, chitin or a combination of both, in the form of
filaments or yarns branched insulated or not insulated. Threads on this fungus
called hyphae. Hyphae comprised of the nucleated cells one (uninucleate) or
two (binukleat). Fungal hyphae together to form a collection of hyphae is
called mycelium (Alexopoulos, 1996).
2.4 Pengertian Isolasi, Purifikasi, dan Identifikasi
a. Isolasi adalah proses pengambilan mikroorganisme dari lingkungannya untuk
kemudian ditumbuhkan dalam suatu medium di laboratorium (Semangun,
1996).
b. Isolation constitute techniques to separate microbes from a sample containing
mixtures of microbes (Pelczar, 1986).
a. Purifikasi atau disebut juga pemurnian adalah pemisahan satu jenis
mikroorganisme patogen dari media inokulasi yang terdiri mungkin saja dari
beberapa macam mikroorganisme dalam satu media, purifikasi ini dilakukan
untuk memudahkan dalam pengidentifikasian patogen tersebut (Semangun,
1996).
b. Purification is the process of rendering something pure, i.e clean of foreign
elements and /or pollution (Pelczar, 1986).
a. Pengertian identifikasi (penyakit) secara umum adalah membuat kepastian
terhadap suatu penyakit berdasarkan gejala yang tampak, atau suatu proses
untuk mengenali suatu penyakit tanaman melalui gejala dan tanda penyakit
yang khas termasuk faktor-faktor lain yang berhubungan dengan proses
penyakit tersebut (Nurhayati,2012).
b. Identification is the effort introduction of a thing by observing its distinctive
properties (Singleton dan Sainsbury, 2006).
2.5 Metode Isolasi, Purifikasi, dan Identifikasi Berdasarkan Literatur
Isolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan
menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Teknik isolasi dilakukan untuk
memperoleh biakan murni ada beberapa cara tergantung substratnya. Isolasi
mikroba dari substrat cair dapat menggunakan cara sebar (spread method) dan
cara tuang (pour-plate method). Isolasi mikroba dari substrat padat dapat
menggunakan cara tabur (spread method) dan cara suspense. Hal yang perlu
diperhatikan pula adalah dalam memilih sumber biakan, seperti memilih koloni
yang representatif untuk diambil menjadi biakan murni. Koloni yang berada di
bagian tengah dari sampel biasanya kurang terkontaminasi dibandingkan koloni
yang berada di bagian pinggir. Selain itu, koloni yang dipilih adalah yang benar-
benar telah terpisah dengan koloni lain. Setelah melakukan isolasi, diperlukan
upaya untuk menjaga agar biakan tersebut tetap baik, misalnya dengan disimpan
di pendingin atau alat pengering (Harley dan Prescott, 2002).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Isolasi
3.1.1 Alat dan Bahan
Alat Fungsi
Cutter Untuk memotong bagian tanaman yang
bergejala sakit
Pinset Untuk memindahkan potongan sampel
bagian yang bergejala
Cawan Petri Sebagai tempat media PDA (isolasi),
alkohol, khloroks dan aquadest
Bunsen Untuk mensterilisasi alat
Gelas ukur Sebagai wadah alkohol (sterilisasi alat)
Plastik Wrap Untuk meng-cover hasil isolasi di
cawan Petri
Kamera Untuk mengambil gambar patogen hasil
isolasi
Alat Tulis Untuk menulis pada kertas label
Bahan Fungsi
Alkohol Untuk sterilisasi
Aquades Untuk sterilisasi
Kloroks Untuk meluruhkan mikroorganisme
Media PDA Untuk tempat media menanam isolat
Spesimen Sebagai bahan yang akan diamati
Tissue steril Untuk mengeringkan spesimen
Kertas Label Untuk memberi keterangan pada hasil
isolasi
Spiritus Sebagai bahan bakar bunsen

3.1.2 Cara Kerja


Mencuci sampel tanaman bergejala pada air mengalir

Melakukan sterilisasi tangan dan tempat yang digunakan

Memotong bagian tanaman ½ sakit dan ½ sehat (± 1 cm)

Meletakkan dan merendam potongan sampel dengan larutan


kloroks, alkohol, dan aquades masing-masing selama 1 menit
dan kemudian dikeringkan pada tissue steril

Menanam isolat di media PDA kemudian diberi label dan ditutup


dengan plastik wrap

Melakukan pengamatan setiap hari selama 1 minggu dan di


dokumentasikan

3.2 Purifikasi
3.2.1 Alat dan Bahan
Alat Fungsi
Jarum Oose Untuk mengambil/memindahkan koloni
patogen
Bunsen Untuk mensterilisasi alat
Plastik Wrap Untuk meng-cover hasil isolasi di
cawan Petri
Gelas ukur Sebagai wadah alkohol (sterilisasi alat)
Kamera Untuk mengambil gambar patogen hasil
isolasi
Alat Tulis Untuk menulis pada kertas label
Bahan Fungsi
Alkohol Untuk sterilisasi
Media PDA Untuk membiakkan biakan murni yang
telah dipurifikasi
Spiritus Sebagai bahan bakar bunsen
Isolat hasil Isolasi Bahan untuk purifikasi
Kertas Label Untuk memberi keterangan pada hasil
isolasi

3.2.2 Cara Kerja


Sterilisasi tangan dan tempat yang akan digunakan

Mengambil sedikit koloni hasil isolasi menggunakan jarum oose

Meletakkan atau menanam di media PDA yang baru

Melakukan wrapping cawan petri setelah dilakukan purifikasi

Melakukan pengamatan kembali setiap harinya dan di dokumentasi


hasil kerja

3.3 Identifikasi
3.3.1 Alat dan Bahan
Alat Fungsi
Mikroskop Elektron Untuk identifikasi kenampakan
mikroskopis patogen
Object glass dan Cover glass Untuk tempat isolat yang diamati
(sebagai preparat)
Jarum Oose Untuk mengambil koloni

Kamera Untuk dokumentasi hasil identifikasi


Bahan Fungsi
Aquades Untuk menjernihkan koloni dalam kaca
preparat
Alkohol Untuk mensterilkan alat
Biakan murni patogen Spesimen yang diamati

3.3.2 Cara Kerja


Menyiapkan biakan murni patogen

Memanaskan Object glass lalu mengambil sedikit aquadest dan


meletakkannya diatasnya

Mengambil sedikit koloni menggunakan jarum Oose

Meletakkan di atas object glass dan ditutup oleh cover glass

Mengamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 kali

Dokumentasi hasil kerja


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Alternaria porri
4.1.1 Gejala yang ditimbulkan patogen

(Gambar Literatur) (Gambar Dokumentasi)


Dari dokumentasi hasil purifikasi yang dilakukan, kenampakan
makroskopis dari jamur A. porri memiliki bentuk kenampakan mikroskopis
yang berbeda dengan gambar literatur yang didapat bahwa isolat dari jamur
tersebut memiliki koloni berwarna abu-abu atau hitam sedangkan koloni hasil
dokumentasi berwarna putih. Hal ini dapar dikatakan bahwa pengambilan
gejala yang terkena penyakit yang disebabkan oleh jamur A. porri pada bawang
merah di lapangan belum tepat.
4.1.2 Kenampakan mikroskopis
Berdasarkan gambar yang didapatkan Alternaria porri mempunyai
misellium berwarna kecokelat, konidiofor tegak, memiliki sekat, dengan
ukuran020 – 180 X 4 -18 μm. Konidium berbentuk mirip gada terbalik
memiliki warna cokelat berukuran 105 – 200 X 12 – 24 μm, dengan sekat
melintang sebanyak 6 - 12 buah dan tiga buah sekatzmembujur. Konidiumnya
memiliki paruh (beak) dibagian ujungnya, paruhvbersekat, panjang paruh
kuang lebih setengah dari panjang konidiumvatau lebih. Konidium dan
konidofornya berwarna gelap atau cokelat, konidium berbentuk gada yang
memiliki sekat, pada salah satu ujungnya lebih besar dan tumpul, ujung
satunya menyempit dan agak panjang. Konidium dapat ditularkan oleh angin
dan menginfeksi tumbuhan melalui stomata atau luka pada tanaman. Patogen
bisa bertahan hidup dari waktu ke waktu pada sisa-sisa tumbuhan (Direktorat
Perlindungan tanaman, 2006). Hasil identifikasi isolat jamur patogen dengan
pengamatan mikroskopis digambarkan sebagai berikut :

(Gambar Literatur)
4.2 Colletrotricum capcisi
4.2.1 Gejala yang ditimbulkan patogen
Patogen Colletotrichum capcisi merupakan penyebab penyakit penting
pada tanaman cabai. Antraknosa merupakan penyakit pada tanaman cabai
karena penyakit ini mampu menurunkan kuantitas dan kualitas buah cabai dan
menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Gejala awal terlihat adanya
bercak berwarna kecoklatan sedikit berlekuk. Pada gejala lanjut buah
mengerut, kering seperti mummi. Pada buah yang telah mengerut terdapat
bintik-bintik kecil yang berwana kehitam-hitaman. Penyakit ini mampu
menimbulkan kerusakan pada semua buah cabai, baik buah yang masih muda
maupun yang sudah matang (Krestini, 2012). Penyakit antraknosa pada
tanaman cabai menyebabkan kerugian sebesar 60% bahkan lebih pada suatu
hamparan lahan. Bercak pada tanaman berkembang cepat pada musim hujan,
bahkan pada lingkungan yang kondusif penyakit ini dapat menurunkan
ketahanan suatu areal pertanaman cabai.
4.2.2 Kenampakan makroskopis
Jamur Colletotrichum capsici mempunyai bentuk spora seperti bulan
sabit, ujung spora runcing, ukuran spora 24,3 x 4,4 m dengan kecepatan
tumbuh 9,8 mm per hari (Melin, 2014). Jamur C. capcisi ialah memiliki warna
miselium putih keabu-abuan sampai dengan hitam. Arah pertumbuhannya ke
samping dan struktur miseliumnya kasar. Hasil identifikasi secara makroskopis
isolat jamur patogen digambarkan sebagai berikut :

(Gambar Dokumentasi) (Gambar Literatur)


4.2.3 Kenampakan mikroskopis
Bentuk hifa jamur Colletotrichum capsici berwarna agak gelap dan tidak
bersekat, konidiofor tidak bercabang dan konidia berbentuk bulan sabit tidak
bersekat serta hialin. Menurut Agrios (1997) menyatakan bahwa C. capsici
menghasilkan spora berupa konidia yang berbentuk silindris, hialin dengan
ujung-ujungnya yang tumpul dan bengkok seperti bulan sabit. Hasil identifikasi
isolat jamur patogen dengan pengamatan mikroskopis digambarkan sebagai
berikut :

(Gambar Literatur)
A = Aservulus
B = Konidiofor
C = Konidia
4.3 Fusarium oxysporum
4.3.1 Gejala yang ditimbulkan patogen
Layu fusarium umumnya terjadi pada pertengahan musim panas ketika
temperatur udara dan tanah tinggi. Awal terbentuknya penyakit tanaman ini
adalah perubahan warna daun yang paling tua menjadi kekuningan (daun yang
dekat dengan tanah). Seringkali perubahan warna menjadi kekuningan terjadi
pada satu sisi tanaman atau pada daun yang sejajar dengan petiole tanaman.
Daun yang terinfeksi akan layu dan mengering, tetapi tetap menempel pada
tanaman. Kelayuan akan berlanjut ke bagian daun yang lebih muda dan
tanaman akan segera mati. Batang tanaman akan tetap keras dan hijau pada
bagian luar, tetapi pada jaringan vaskular tanaman, terjadi diskolorisasi, berupa
luka sempit berwarna cokelat. Diskolorisasi dapat dilihat dengan mudah
dengan cara memotong batang tanaman didekat tanah dan akan terlihat luka
sempit berbentuk cincin berwarna cokelat, diantara daerah sumbu tanaman dan
bagian terluar batang (Cahyono, 2008).
4.3.2 Kenampakan makroskopis
Secara makroskopis, terlihat perkembangan koloni yaitu mulai dari
diameter koloni, warna koloni, miselium udara, dan profil koloni. Berdasarkan
data yang diamati secara langsung, bagian dasar koloni berwarna putih
cenderung krem, kemudian bagian atas berwarna putih dengan permukaan
yang halus. Untuk diameter berkisar antara 7 - 7,5 cm, kemudian miselium
udata sedikit, dan profil koloni halus. Berdasarkan pengamatan secara
makroskopis tersebut dapat dikatakan pada kultur jamur di media padat seperti
pada agar dekstrosa kentang (PDA), jamur Fusarium sp. dapat memiliki
penampilan yang berbeda-beda meskipun berasal dari tanaman inang yang
sama. Dan secara umum, miselium udara pertama kali muncul berwarma putih,
dan kemudian dapat berubah menjadi berbagai warna sesuai dengan regangan
dari Fusarium sp.
Pigmen hifa Fusarium sp. Umumnya bervariasi, berpigmen hialin (tidak
berwarna), jika berwarna berarti jamur tersebut berpigmen, umumnya adalah
pigmen melanin yang terikat pada dinding sel hifa. Dalam Sastrahidayat
(1986), jamur yang ditumbuhkan pada medium PDA mula-mula miselium
berwarna putih, semakin tua warna menjadi krem atau kuning pucat, dalam
keadaan tertentu berwarna merah muda agak ungu dengan miselium bersekat
dan membentuk percabangan. Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan hifa
vegetatif jamur biasanya berupa penghambatan ataupun pemicuan
pertumbuhannya sehingga cahaya dapat berpengaruh pada konsentrasi
produski pigmen dan pertumbuhan hifa. Secara umum cendawan yang
ditumbuhkan pada kondisi terang terus akan mempunyai miselium udara yang
lebih banyak dibandingkan pada kondisi yang lain. Sporodokia terbentuk hanya
pada beberapa strain. Sebaliknya koloni berwarna kekuningan hingga
keunguan. Konidiofor dapat bercabang dapat tidak, dan membawa monofialid
(Kirnando, 2011)
Hal ini disebabkan adanya sifat jamur yang tumbuh mengikuti arah
cahay (fototrop). Hasil identifikasi secara makroskopis isolat jamur patogen
digambarkan sebagai berikut :

(Gambar Dokumentasi) (Gambar Literatur)


4.3.3 Kenampakan mikroskopis
Jamur Fusarium sp. mempunyai 3 alat reproduksi, yaitu mikrokonidia
(terdiri dari 1-2 septa), makrokonidia (3-5 septa), dan klamidospora
(pembengkakan pada hifa). Mikrokonidia berbentuk bulat telur, tidak bersekat
atau bersekat satu dengan ukuran 8-12 x 3 µm pada perbesaran 400x .
Makrokonidia berbentuk bulan sabit dengan sekat 3-5, berukuran 27,536,25 x
3-5 µm). Hifa bersekat dan bercabang. Hal yang sama juga diungkapkan oleh
Semangun (2007), bahwa Fusarium sp. memiliki struktur yang terdiri dari
mikronidium dan makronidium. Konidiofor bercabang-cabang dan makro
konidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, sering kali berpasangan. Hasil
identifikasi isolat jamur patogen dengan pengamatan mikroskopis digambarkan
sebagai berikut :
(Gambar Literatur)
4.4 Gloeosporium gloeosporioides
4.4.1 Gejala yang ditimbulkan pathogen
Patogen Gloeosporium gloesporioides menyebabkan penyakit busuk
buah pada tanaman apel. Pada buah dibawa kulit terdapat bagian yang
warnanya berubah menjadi coklat muda. Bagian ini melebar dan pusatnya
mengendap, sehingga mirip dengan kerucut. Infeksi yang terjadi di kebun
menjelang buah dipetik dapat berkembang terus selama buah diangkut dan
disimpan sebagai penyakit pasca panen. Penyakit ini dapat menyerang batang
juga dan menyebabkan terjadinya kanker yang jorong dan mengendap (Pathak,
1976).
4.4.2 Kenampakan makroskopis
Secra makroskopis jamur Gloeosporium sp. memiliki ciri berbentuk
seperti lingkaran, berwarna putih dan tepi koloni tidak rata dan apabila dilihat
dari permukaan bawahnya terdapat bintik-bintik hitam. Miselium bersekat dan
konidia berbentuk lonjong, bening dan terdiri dari satu atau dua sel. Hasil
identifikasi secara makroskopis isolat jamur patogen digambarkan sebagai
berikut :

(Gambar Dokumentasi) (Gambar Literatur)

4.4.3 Kenampakan mikroskopis


Menurut Alexopolus dkk (1996), ciri mikroskopis Gloeosporium sp.
adalah konidia berbentuk basil dan tersebar banyak disekitar hifa. Hasil
identifikasi dibawah mikroskop menunjukkan bahwa jamur ini memiliki
konidia berbentuk batang atau basil, hifa hialin dan tidak bercabang. Hasil
identifikasi isolat jamur patogen dengan pengamatan mikroskopis digambarkan
sebagai berikut :

(Gambar Literatur)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pratikum yang telah dilakukan dari proses isolasi,purifikasi hingga
identifikasi dari keempat patogen jamur didapatkan hasil yang sesuai yaitu pada
jamur patogen Fusarium Oxysporum, Colletotricum capcisi, Alternaria porri, dan
Gloeosporium gloeosporioides yang menunjukan ciri- ciri mikroskopis hampir
sama dengan perbandingan literatur namun pada Alternaria porri dan
Gloeosporium gloeosporioides masih belum dapat teridentifikasi hal ini karena
pada pratikum hasil kenampakan mikroskopis pada mikroskop tidak terlihat jelas
hal ini dimungkinkan karena Alternaria porri dan Gloeosporium gloeosporioides
sulit di biakan pada media buatan.
5.2 Saran
Praktikum kali ini sudah berjalan baik dan jelas, tetap pertahankan.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G. N. 1997. Ilmu Penyakit Tumbuhan.(Terjemahan) Edisi Ketiga. UGM-
Press, Yogyakarta.
Alexopoulos, C. J., C. W. Mims, and M. Blackwell. 1996. Introductory Micology.
4th ed. Canada. John Wiley & Sons, Inc.
Cahyono, B. 2008. Tomat: Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen. Kanisius,
Yogyakarta.
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Pedoman Deteksi Dini Seragan
Oeganisme Pengganggu Tumbuhan (Pnyakit Tanaman Padi), Direktorat
Perlindungan Tanaman Pangan, Jakarta, 2006.
Gandjar, Indrawati. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia.
Kirnando, A. F., 2011. Pengaruh Gliocladium virens Dan Varietas Terhadap
Perkembangan Penyakit Fusarium oxysporum f.sp lycopersici (Sacc)
Pada Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Smith) Di Lapangan.
Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Krestini. 2012. Pengujian Ketahanan Lima Klon Cabai (Capsicum Spp) Terhadap
Serangan Penyakit Antraknosa (Colletotrichum capsici). Balai Penelitian
Tanaman Sayuran, Lembang.
Nurhayati. 2012. Diagnosa Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya : Jakarta.
Pathak, V.N (1976), Dieases of fruit Crops. Dept. Primary Indust, Queensland,
114 p.
Pelczar, M. J. 1986. Chan Eement of Microbiology. McGraw-Hill Book Company
Inc, USA.
Sastrahidayat, I. R. 1986. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional. Surabaya.
Semangun H. 2000. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University
Press : Yogyakarta.
Semangun, H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Singleton dan Sainsbury. 2006. Dictionary of Microbiology and Molecular
Biology 3rd Edition. John Wiley and Sons. Sussex, England.
Triharso, 1995. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Faperta UGM : Yogyakarta.
Melin, Araz. 2014. Hama Dan Penyakit Pada Tanaman Cabai Serta
Pengendaliannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (Bptp) Jambi.
LAMPIRAN
1. Alternaria porri

2. Colletotricum capcisi

3. Fusarium oxysporum
4. Gloesporium gloeosporioides

Anda mungkin juga menyukai