Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simlisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Pembuatan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat dalam simplisia
terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar tinggi dan hal ini memudahkan zat
berkhasiat dapat diatur dosisnya (Departemen RI, 1995).
2.1.2 Pembagian Ekstrak
Berdasarkan atas sifatnya ekstrak dapat dikelompokkan menjadi 3:

1) Ekstrak encer (extractum tennue)


Sediaan ini memiliki konsentrasi seperti madu dan dapat dituang.
2) Ekstrak kental (extractum spissum)
Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. 3) Ekstrak
kering (extractum siccum) Sedian ini memiliki konsentrasi kering dan
mudah digosokkan, melalui penguapan cairan pengekstraksi dan
pengeringan sisanya akan terbentuk suatu produk yang sebaliknya memiliki
kandungan lembab tidak lebih dari 5 % (Voigt, 1984).
3) Penyarian
Penyarian merupakan proses perpindahan massa zat aktif yang semula
berada dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam
cairan penyari. Kriteria cairan penyari yang baik haruslah memenuhi syarat
antara lain murah dan mudah didapat, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi
netral, tidak mudah menguap, dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya
menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, dan tidak mempengaruhi zat
berkhasiat (Anonim, 1986).
2.1.3 Metode Pembuatan Ekstrak
a. Maserasi
Maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut
organik pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi
senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi
pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di
luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam
pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama
perendaman yang dilakukan untuk proses maserasi akan memberikanefektivitas yang
tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut
(Anonim,2009).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan
penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang berperan pada
perkolasi antara gaya, berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan,
difusiosmosis,adhesi, dan daya kapiler (Anonim, 1986).
c. Sohkletasi
Sohkletasi merupakan penyempurnaan alat ekstrasi. Uap cairan penyari naik
ke atas melalui pipa samping, kemudian diembunkan kembali dengan pendingin
tegak. Cairan turun ke labu melalui tabung berisi serbuk simplisia. Adanya sifon
mengakibatkan seluruh cairan akan kembali ke labu (Anonim, 1986).
d. Refluks
Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relative konstan dengan adanya
pendinginan balik. Ekstraksi refluks digunakan untuk mengekstraksi bahan-bahan
yang tahan terhadap pemanasan (Sudjadi, 1986). Prinsip dari metode refluks adalah
pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan
didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan
mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut
akan tetap ada selama reaksi berlangsung. Sedangkan aliran gas N diberikan agar
tidak ada uap air atau gas oksigen yang masuk terutama pada senyawa organologam
untuk sintesis senyawa anorganik karena sifatnya reaktif (Sudjadi, 1986).
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan
ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap
cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan
penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali
sampel yang berada pada labu alas bulat. Demikian seterusnya berlangsung secara
berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan
sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan
(Sudjadi, 1986).
2.2 Tinjauan tentang Tanaman Sirih (Piper betle L.)
Kedudukan tanaman sirih dalam sistematika tumbuhan :
a. Klasifikasi Tanaman Sirih (Piper betle L.) (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Classis : Dicotyledoneae
Ordo : Piperales
Familia : Piperaceae
Spesies : Piper betle L.
b. Nama Lain Sirih (Piper betle L.)
Daun sirih di Indonesia mempunyai nama yang berbeda–beda sesuai dengan
nama daerahnya masing-masing, yaitu si ureuh (Sunda); sedah, suruh Jawa); sirih
(Sampit); ranub (Aceh); cambia (Lampung); base seda (Bali) (Syamsuhidayat dan
Hutapea, 1991).
c. Morfologi Tanaman Sirih (Piper betle L.)
Tanaman sirih merupakan tanaman yang tumbuh memanjat, tinggi 5 cm-15
cm. Helaian daun berbentuk bundar telur atau bundar telur lonjong. Pada bagian
pangkal berbentuk jantung atau agak bundar, tulang daun bagian bawah gundul atau
berbulu sangat pendek, tebal berwarna putih, panjang 5-18 cm, lebar 2,5 - 10,5 cm.
Daun pelindung berbentuk lingkaran, bundar telur sungsang atau lonjong panjang
kira-kira 1 mm. Perbungaan berupa bulir, sendiri-sendiri di ujung cabang dan
berhadapan dengan daun. Bulir bunga jantan, panjang gaggang 1,5 - 3 cm, benang
sari sangat pendek. Bulir bunga betina, panjang gaggang 2,5 – 6 cm, kepala putik 3 –
5. Buah Buni, bulat dengan ujung gundul. Bulir masak berbulukelabu, rapat, tebal 1–
1,5 cm. Biji berbentuk bulat (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
d. Kandungan Kimia Daun Sirih (Piper betle L.)
Kandungan kimia daun sirih antara lain saponin, flavonoid, polifenol, dan
minyak atsiri (Syamshidayat dan Hutapea, 1991)
e. Kegunaan Daun Sirih (Piper betle L.)
Daun Sirih mempunyai khasiat sebagai obat batuk, obat bisul, obat sakit mata,
obat sariawan, obat hidung berdarah (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
2.3 Tinjauan Tanaman Mahoni (Swietenia mahagoni) (Raja. 2009)
a. Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Clas : Dicotyledon
Ordo : Polygales
Famili : Meliaceae
Genus : Swietenia
Spesies : Swietenia mahagoni
b. Deskripsi Tanaman
Tumbuhan Mahoni /Swietenia mahagonitermasuk Famili Meliaceae yang
dianjurkan untuk pengembangan HTI (Hutan Tanaman Industri) ,berasal dari Hindia
barat yang beriklim tropis, tetapi sudah lama dibudidayakan diIndonesia, dan sudah
beradaptasi dengan iklim tropis Indonesia. Mahoni dalam klasifikasinya ada dua
spesies yang cukup dikenal yaitu S. macrophylla(mahoni daun lebar) dan S.
mahagoni (mahoni daun sempit).Tanaman mahoni umumnya ditanam dipinggir-
pinggir jalan atau di lingkungan rumah tinggal dan halaman perkantoran sebagai
tanaman peneduh. Mahoni termasuk jenis tanaman pohon tinggi, percabangannya
banyak, tingginya dapat mencapai kira-kira 10 – 30 m. Mahoni dapat tumbuh dengan
baik ditempat-tempat yang terbuka dan kena sinar matahari langsung, baik didataran
rendah maupun dataran tinggi (1000 m diatas permukaan laut ).
Swiegenia mahagoni termasuk tumbuhan bioremediator yaitu tumbuhan yang
mampu menyerap pencemar tanpa mengalami kerusakanatau gangguan pertumbuhan.
Swietenia mahagoni memiliki /Plumbum diudara . Pb merupakan salah satu logam
berat yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena bersifat karsinogenik, dapat
menyebabkan mutasi,terurai dalam jangka waktu yang lama dan tokisisitasnya yang
tidak berubah.Pb dapat mencemari udara, tanah, air, tumbuhan, hewan dan bahkan
manusia. Masuknya Pb ke tubuh manusia dapat melalui pencernaan bersamaan
dengan tumbuhan yang biasa dikonsumsi manusia. Pohon pelindung sekaligus filter
udara Swiegenia mahagoni mampu mengurangi polusi udara sekitar 47%-69%
(Soerjani, 1977).
2.4 Uraian Bahan
1. Aquadest (FI Edisi III, 1979)
Nama Resmi : AQUA DESTILATA
Nama Lain : Aquadest
RM/BM : H2O/ 18,02
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa


Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut
2. Alkohol (Ditjen POM, RI, 1979 : 65)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Etanol
RM/BM : C2H6O/ 46,07 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, mudah


bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar dengan
memberikan warna biru yang tidak berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, kloroform P, dan eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, ditempat
sejuk, jauh dari api.
Kegunaan : Zat Tambahan
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu infus, selang infus,
toples, botol, laksban hitam, labu alas bulat, penangas.
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu daun sirih (Piper
betle L), aquadest, dan etanol.
3.2 Prosedur Kerja
1. Maserasi
a) Siapkan alat dan bahan
b) Timbang 100 gr simplisia yang sudah kering dan kemudian dimasukkan
kedalam bejana maserasi
c) Tambahkan larutan penyari sebanyak 500 ml
d) Tutup rapat bejana maserasi
e) Proses maserasi dibiarkan selama ± 24 jam atau lebih sehingga semua zat aktif
telah terekskresi semua
f) Maserat disaring dan ditampung, kemudian diuapkan dengan rotavapor
g) Maserat diuapkan hingga diperoleh ekstrak kering, kemudian dimasukkan ke
dalam vial dan ditimbang
h) Identifikasi senyawa dengan metode kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan
menggunakan perbandingan eluen polar dan non polar.
i) Profil KLT (penampakan noda) dilihat pada sinar UV 254 nm dan 366 nm serta
pereaksi H2SO4 10 %.
2. Perkolasi
a) Siapkan alat dan bahan
b) Timbang 100 gram simplisia yang sudah kering. Jumlah sampel tidak lebih dari
2/3 tinggi perkolator
c) Basahi serbuk simplisia dengan larutan penyari, diamkan ± 3 jam dalam bejana
tertutup rapat
d) Masukkan massa sedikit demi sedikit kedalam perklolator sambil ditekan hati-
hati
e) Tuang cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas
simplisia masih terdapat selapis cairan penyari
f) Tutup perkolator dan biarkan selama ± 24 jam
g) Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml/ menit
h) Tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat
selapis cairan penyari diatas simplisia hingga diperoleh 80 bagian perkolat
i) Massa iperas dan perasan tersebut dicampurkan ke dalam perkolat, kemudian
tambahkan cairan penyari hingga volume tang diinginkan
j) Perkolat dipindahkan ke dalam bejana, ditutup rapat, dibiarkan selama 2 hari
ditempat sejuk, di saring
k) Diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental, kemudian dimasukkan kedalam vial
dan ditimbang
l) Identifikasi senyawa dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) dengan
menggunakan perbandingan eluen polar dan non polar.
m) Profil KLT (penampakan noda) dilihat pada sinar UV 254 nm dan 366 nm serta
pereaksi H2SO4 10%.
3. Refluks
a) Siapkan alat dan bahan
b) Timbang simplisia kering sebanyak 50 gram, masukkan kedalam labu alas bulat
c) Masukkan cairan penyari/pelarut hingga semua simplisia terendam
d) Pasang labu alas bulat pada alat refluks yang telah dihubungkan dengan
kondensor
e) Panaskan simplisia selama 1 jam
f) Saring ekstrak yang diperoleh dengan kertas saring
g) Langkah diatas dilakukan hingga semua sampel selesai direfluks
h) Ekstrak disaring dan diuapkan dengan rotavapor hingga diperoleh ekstrak
kering, kemudian dimasukkan ke dalam vial dan ditimbang
i) Identifikasi senyawa dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) dengan
menggunakan perbandingan eluen polar dan non polar
j) Profil KLT (penampakan noda) dilihat pada sinar UV 254 nm dan 366 nm serta
pereaksi H2SO4 10%.

Anda mungkin juga menyukai