Anda di halaman 1dari 21

JENIS JEMBATAN

Pengertian jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk
menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti
lembah yang dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya yang
melintang tidak sebidang dan lain-lain.

Jenis jembatan berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi dan tipe struktur sekarang ini telah
mengalami perkembangan pesat sesuai dengan kemajuan jaman dan teknologi, mulai dari yang
sederhana sampai pada konstruksi yang mutakhir.

Berdasarkan fungsinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut.

1) Jembatan jalan raya (highway bridge),

2) Jembatan jalan kereta api (railway bridge),

3) Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge).

Berdasarkan lokasinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut.

1) Jembatan di atas sungai atau danau,

2) Jembatan di atas lembah,

3) Jembatan di atas jalan yang ada (fly over),

4) Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert),

5) Jembatan di dermaga (jetty).

Berdasarkan bahan konstruksinya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam,


antara lain :

1) Jembatan kayu (log bridge),

2) Jembatan beton (concrete bridge),

3) Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge),

4) Jembatan baja (steel bridge),

5) Jembatan komposit (compossite bridge).

Berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara
lain :

1) Jembatan plat (slab bridge),


2) Jembatan plat berongga (voided slab bridge),

3) Jembatan gelagar (girder bridge),

4) Jembatan rangka (truss bridge),

5) Jembatan pelengkung (arch bridge),

6) Jembatan gantung (suspension bridge),

7) Jembatan kabel (cable stayed bridge),

8) Jembatan cantilever (cantilever bridge).

STRUKTUR JEMBATAN
Secara umum struktur jembatan dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu struktur atas dan
struktur bawah.

1) Struktur Atas (Superstructures)

Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima beban langsung yang meliputi berat
sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu-lintas kendaraan, gaya rem, beban
pejalan kaki, dll.

Struktur atas jembatan umumnya meliputi :

a) Trotoar :

o Sandaran dan tiang sandaran,

o Peninggian trotoar (Kerb),

o Slab lantai trotoar.

b) Slab lantai kendaraan,

c) Gelagar (Girder),

d) Balok diafragma,

e) Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang),


f) Tumpuan (Bearing).

2) Struktur Bawah (Substructures)

Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas dan beban lain yang
ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan, tumbukan, gesekan pada tumpuan
dsb. untuk kemudian disalurkan ke fondasi. Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan oleh
fondasi ke tanah dasar.

Struktur bawah jembatan umumnya meliuputi :

a) Pangkal jembatan (Abutment),

o Dinding belakang (Back wall),

o Dinding penahan (Breast wall),

o Dinding sayap (Wing wall),

o Oprit, plat injak (Approach slab)

o Konsol pendek untuk jacking (Corbel),

o Tumpuan (Bearing).

b) Pilar jembatan (Pier),

o Kepala pilar (Pier Head),

o Pilar (Pier), yg berupa dinding, kolom, atau portal,

o Konsol pendek untuk jacking (Corbel),

o Tumpuan (Bearing).

3) Fondasi

Fondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar. Berdasarkan
sistimnya, fondasi abutment atau pier jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam
jenis, antara lain :

a) Fondasi telapak (spread footing)

b) Fondasi sumuran (caisson)

c) Fondasi tiang (pile foundation)

o Tiang pancang kayu (Log Pile),


o Tiang pancang baja (Steel Pile),

o Tiang pancang beton (Reinforced Concrete Pile),

o Tiang pancang beton prategang pracetak (Precast Prestressed Concrete Pile), spun pile,

o Tiang beton cetak di tempat (Concrete Cast in Place), borepile, franky pile,

o Tiang pancang komposit (Compossite Pile).

KRITERIA PERENCANAAN JEMBATAN


1.Survei dan Investigasi

Dalam perencanaan teknis jembatan perlu dilakukan survei dan investigasi yang meliputi :

1) Survei tata guna lahan,

2) Survei lalu-lintas,

3) Survei topografi,

4) Survei hidrologi,

5) Penyelidikan tanah,

6) Penyelidikan geologi,

7) Survei bahan dan tenaga kerja setempat.

Hasil survei dan investigasi digunakan sebagai dasar untuk membuat rancangan teknis yang
menyangkut beberapa hal antara lain :

1) Kondisi tata guna lahan, baik yang ada pada jalan pendukung maupun lokasi jembatan
berkaitan dengan ketersediaan lahan yang ada.

2) Ketersediaan material, anggaran dan sumberdaya manusia.

3) Kelas jembatan yang disesuaikan dengan kelas jalan dan volume lalu lintas.

4) Pemilihan jenis konstruksi jembatan yang sesuai dengan kondisi topografi, struktur tanah,
geologi, hidrologi serta kondisi sungai dan perilakunya.

2.Analisis Data
Sebelum membuat rancangan teknis jembatan perlu dilakukan analisis data hasil survei dan
investigasi yang meliputi, antara lain :

1) Analisis data lalu-lintas.

Analisis data lalu-lintas digunakan untuk menentukan klas jembatan yang erat hubungannya
dengan penentuan lebar jembatan dan beban lalu-lintas yang direncanakan.

2) Analisis data hidrologi.

Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya debit banjir rancangan, kecepatan aliran,
dan gerusan (scouring) pada sungai dimana jembatan akan dibangun.

3) Analisis data tanah.

Data hasil pengujian tanah di laboratorium maupun di lapangan yang berupa pengujian sondir,
SPT, boring, dsb. digunakan untuk mengetahui parameter tanah dasar hubungannya dengan
pemilihan jenis konstruksi fondasi jembatan.

4) Analisis geometri.

Analisis ini dimaksudkan untuk menentukan elevasi jembatan yang erat hubungannya dengan
alinemen vertikal dan panjang jalan pendekat (oprit).

3.Pemilihan Lokasi Jembatan

Dasar utama penempatan jembatan sedapat mungkin tegak lurus terhadap sumbu rintangan
yang dilalui, sependek, sepraktis dan sebaik mungkin untuk dibangun di atas jalur rintangan.

Beberapa ketentuan dalam pemilihan lokasi jembatan dengan memperhatikan kondisi setempat
dan ketersediaan lahan adalah sebagai berikut :

1) Lokasi jembatan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan


kebutuhan lahan yang besar sekali.

2) Lahan yang dibutuhkan harus sesedikit mungkin mengenai rumah penduduk sekitarnya, dan
diusahakan mengikuti as jalan existing.

3) Pemilihan lokasi jembatan selain harus mempertimbangkan masalah teknis yang


menyangkut kondisi tanah dan karakter sungai yang bersangkutan, juga harus
mempertimbangkan masalah ekonomis serta keamanan bagi konstruksi dan pemakai jalan.

4.Bahan Konstruksi Jembatan

Dalam memilih jenis bahan konstruksi jembatan secara keseluruhan harus mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut :

1) Biaya konstruksi,
2) Biaya perawatan,

3) Ketersediaan material,

4) Flexibilitas (konstruksi dapat dikembangkan atau dilaksanakan secara bertahap),

5) Kemudahan pelaksanaan konstruksi,

6) Kemudahan mobilisasi peralatan.

Tabel 1. berikut menyajikan rangkuman jenis konstruksi, bahan konstruksi dan bentang
maksimum jembatan standar Bina Marga yang ekonomis dalam keadaan normal yang sering
digunakan.

Tabel 1. Bentang maksimum jembatan standar untuk berbagai jenis dan bahan

BAHAN JENIS BENTANG MAX.(M)


Beton Culvert 4.00 – 6.00

Slab bridge 6.00 – 8.00

T-Girder, I-Girder 6.00 – 25.00


Beton PCI-Girder 15.00-35.00
Prategang
Prestressed Box 40.00 – 50.00
Girder
Baja Truss bridge 60.00 – 100.00
Komposit Compossite bridge 10.00 – 40.00

Contoh jembatan non-standar yang telah dibangun di Indonesia, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Contoh jembatan non-standar di Indonesia

NAMA JEMBATAN JENIS JEMBATAN BENTANG


(M)
Jembatan Serayu Prestressed Concrete 128.00

Kesugihan, Jateng Cantilever Box Girder


Jembatan Tonton, Nipah Balance Cantilever 160.00

Batam Concrete Box Girder


Jembatan Kahayan Steel Arch Bridge 150.00

Kalteng
Jembatan Rempang, Concrete Arch Bridge 245.00
Galang Batam
Jembatan Mahakam 2 Suspension Bridge 270.00

Kaltim
Jembatan Batam, Tonton Cable Stayed Bridge 350.00

Batam

Untuk membandingkan kelebihan dan kekurangan masing-masing bahan dan jenis konstruksi
jembatan yang akan dibangun di suatu daerah, perlu dilakukan evaluasi dengan memberi
penilaian pada masing-masing bahan dan jenis konstruksi jembatan tersebut seperti contoh
yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Contoh perbandingan bahan dan jenis konstruksi jembatan

Perbandingan Beton Beton Baja Komposit

prestress
Ketersediaan bhn 4 2 4 2
Fabrikasi 4 2 4 3
Waktu perakitan 4 3 1 2
Tenaga kerja 4 3 4 4
Ancaman korosi 4 3 1 2
Erection 1 2 4 3
Mobilisasi 1 2 4 3
Umur konstruksi 4 4 4 4
Expandable 4 3 1 2
Perawatan 4 3 1 1
Bentang tersedia 2 3 4 3
Perancah 4 3 1 2
Bekisting lantai 2 2 2 2
Kontrol elemen 4 4 2 2
Total nilai 46 39 37 35

Keterangan nilai :

4 = sangat menguntungkan,

3 = menguntungkan,

2 = cukup menguntungkan,

1 = kurang menguntungkan.

PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN


Perencanaan struktur jembatan yang ekonomis dan memenuhi syarat teknis ditinjau dari segi
keamanan serta rencana penggunaannya, merupakan suatu hal yang sangat penting untuk
diupayakan. Dalam perencanaan teknis jembatan perlu dilakukan identifikasi yang menyangkut
beberapa hal antara lain :
1) Kondisi tata guna lahan, baik yang ada pada jalan pendukung maupun lokasi jembatan
berkaitan dengan ketersediaan lahan yang ada.

2) Kelas jembatan yang disesuaikan dengan kelas jalan dan volume lalu lintas.

3) Struktur tanah, geologi dan topografi serta kondisi sungai dan perilakunya.

4) Pemilihan jenis struktur dan bahan konstruksi jembatan yang sesuai dengan kondisi medan,
ketersediaan material dan sumber daya manusia yang ada.

5) Penguasaan tentang teknologi perencanaan, metode pelaksanaan, peralatan, material/


bahan mutlak dibutuhkan dalam perencanaanjembatan.

6) Analisis Struktur yang akurat dengan metode analisis yang tepat agar diperoleh hasil
perencanaan jembatan yang optimal.

Metode perencanaan struktur jembatan yang digunakan ada dua macam, yaitu Metode
perencanaan ultimit (Load Resistant Factor Design, LRFD) dan Metode perencanaan tegangan
ijin (Allowable Stress Design, ASD). Perhitungan struktur atas jembatan umumnya dilakukan
dengan metode ultimit dengan pemilihan faktor beban ultimit sesuai peraturan yang berlaku.
Metode perencanaan tegangan ijin dengan beban kerja umumnya digunakan untuk perhitungan
struktur bawah jembatan (fondasi). Untuk tipe jembatan simple girder, perhitungan dapat
dilakukan secara manual dengan Excel. Untuk tipe jembatan yang berupa rangka, perhitungan
struktur dilakukan dengan komputer berbasis elemen hingga (finite element) untuk berbagai
kombinasi pembebanan yg meliputi berat sendiri, beban mati tambahan, beban lalu-lintas
kendaraan (beban lajur, rem, pedestrian), dan beban pengaruh lingkungan (temperatur, angin,
gempa) dengan pemodelan struktur 3-D (space-frame). Metode analisis yang digunakan adalah
analisis linier metode matriks kekakuan langsung (direct stiffness matriks) dengan deformasi
struktur kecil dan material isotropic. Program komputer yang digunakan untuk analisis adalah
SAP2000. Dalam program tersebut berat sendiri struktur dan massa struktur dihitung secara
otomatis.

Dalam blog ini diberikan beberapa contoh perhitungan struktur jembatan beton prategang mulai
dari struktur atas yang terdiri dari slab lantai jembatan dan girder prategang (prestressed
concrete I girder) sampai struktur bawah yang berupa abutment dan pier tipe dinding termasuk
fondasinya. Perhitungan PCI-girder ini digunakan untuk perencanaan struktur Jembatan
Srandakan II, Kulon Progo, D.I. Yogyakarta dan Jembatan Tebing Rumbih, Kalsel. Selain itu
diberikan juga beberapa contoh perhitungan struktur atas sebagai berikut :

 Prestressed Concrete Box Girder (Gejayan Fly Over, Yogyakarta).

 Concrete I – Girder (Jembatan Ngawen, Gunung Kidul).

 Concrete T – Girder (Jembatan Brantan, Kulon Progo).

 Compossite Girder (Jembatan Bonjok, Kebumen, Jateng)

Untuk jembatan beton tipe busur (Concrete Arch Bridge) diberikan contoh perhitungan yang
meliputi :
 Jembatan Plat Lengkung (Jembatan Wanagama, D.I. Yogyakarta)

 Jembatan Rangka Lengkung (Jembatan Sarjito II, Yogyakarta).

Contoh perhitungan struktur jembatan tipe plat untuk bentang pendek meliputi :

 Underpass (Jombor Fly Over, Yogyakarta)

 Box Culvert (Jembatan Kalibayem, Yogyakarta)

Selain perhitungan Pier tipe dinding, juga diberikan contoh perhitungan Pier tipe yang lain
seperti :

 Pier Tipe Kolom Tunggal (Gejayan Fly Over, Yogyakarta)

 Pier Tipe Portal (Jembatan Boro, Purworejo, Jateng)

MANAJEMEN DAN STRATEGI PENCAPAIAN MUTU


JEMBATAN

A. LATAR BELAKANG

Peningkatan sarana transportasi sangat diperlukan untuk menunjang pertumbuhan


ekonomi dan menunjang pembangunan nasional di masa yang akan datang. Sesuai
dengan perkembangan daerah yang bersangkutan, jembatan merupakan salah satu
sarana prasarana transportasi yang sangat menentukan dalam upaya menunjang
kelancaran lalu lintas dan meningkatkan aktifitas perekonomian di daerah yang mulai
berkembang. Oleh pembangunan jembatan baik kualitas maupun kuantitasnya
mempunyai arti penting untuk guna menunjang tercapainya program merupakan hal
yang sangat penting jembatan.

Jembatan yang merupakan bagian dari sistem jaringan transportasi darat mempunyai
peranan yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menunjang pembangunan
nasional di masa yang akan datang. Oleh sebab itu perencanaan, pembangunan dan
rehablillasi serta fabrikasi konstruksi jembatan perlu diupayakan seefektif dan seefisien
mungkin, sehingga pembangunan jembatan dapat mencapai sasaran mutu jembatan
yang direncanakan. Manajemen dan strategi pencapaian mutu jembatan harus
dilakukan untuk menghindari terjadinya rekonstruksi yang harus dilakukan apabila ada
bagian yang tidak memenuhi stándar mutu yang diharapkan.
Para pemerhati Jembatan Indonesia yang terdiri dari Kalangan Pemerintahan,
Akademisi, Konsultan Perencana dan Pengawas, Kontraktor atau Pelaksana Fabrikasi
dan Supplier turut terlibat dan bertanggung jawab atas pembangunan jembatan yang
efektif, efisien dan berdaya guna sesuai dengan tuntutan zaman dan perkembangan
teknologi.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud kegiatan manajemen dan strategi pencapaian mutu jembatan adalah untuk
dapat memberikan arahan dan pedoman terhadap pembangunan prasarana
transportasi yang berupa jembatan yang memenuhi stándar mutu dan berdaya guna
sehingga dapat menunjang strategi Pembangunan Wilayah di Pemerintah Daerah
Kabupaten maupun Propinsi.
Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk mendapatkan cara penanganan yang efisien
dan efektif dalam pencapaian mutu jembatan yang memenuhi stándar.

C. PENGERTIAN JEMBATAN

Jembatan adalah suatu struktur kontruksi yang memungkinkan route transportasi


melalui sungai, danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain. Jembatan adalah
suatu struktur konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang
terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai
saluran irigasi dan pembuang . Jalan ini yang melintang yang tidak sebidang dan lain-
lain.
Sejarah jembatan sudah cukup tua bersamaan dengan terjadinya hubungan komunikasi
dan transportasi antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam
lingkungannya. Macam dan bentuk serta bahan yang digunakan mengalami perubahan
sesuai dengan kemajuan jaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sekali
sampai pada konstruksi yang mutakhir.
Mengingat fungsi dari jembatan yaitu sebagai penghubung dua ruas jalan yang dilalui
rintangan, maka jembatan dapat dikatakan merupakan bagian dari suatu jalan, baik
jalan raya atau jalan kereta api.
Berikut beberapa jenis jembatan :
1. Jembatan diatas sungai
2. Jembatan diatas saluran irigasi/ drainase
3. Jembatan diatas lembah
4. Jembatan diatas jalan yang ada (fly over)

Bagian-bagian Konstruksi Jembatan terdiri dari :


Konstruksi Bangunan Atas (Superstructures)
Sesuai dengan istilahnya, bangunan atas berada pada bagian atas suatu jembatan,
berfungsi menampung beban-beban yang ditimbulkan oleh suatu lintasan orang,
kendaraan, dll, kemudian menyalurkan pada bangunan bawah.
Konstruksi bagian atas jembatan meliputi :
1. Trotoir
2. Sandaran dan tiang sandaran
3. Peninggian trotoir (kerb)
4. Konstruksi trotoir
5. Lantai kendaraan dan perkerasan
6. Balok gelagar
7. Balok diafragma / ikatan melintang
8. Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan rem,ikatan tumbukan)
9. Perletakan (tumpuan)

Konstruksi Bangunan Bawah (Substructures)


Bangunan bawah pada umumnya terletak disebelah bawah bangunan atas. Fungsinya
untuk menerima beban-beban yang diberikan bangunan atas dan kemudian
menyalurkan ke pondasi, beban tersebut selanjutnya oleh pondasi disalurkan ke tanah.
Konstruksi bagian bawah jembatan meliuputi :
1. Pangkal jembatan (abutment) dan pondasi
2. Pilar jembatan (pier) dan pondasi

D. KRITERIA PERENCANAAN JEMBATAN

Dalam perencanaan teknis jembatan perlu dilakukan identifikasi yang menyangkut


beberapa hal antara lain :
Kondisi tata guna lahan, baik yang ada pada jalan pendukung maupun lokasi jembatan
berkaitan dengan ketersediaan lahan yang ada.
Kelas jembatan yang disesuaikan dengan kelas jalan dan volume lalu lintas.
Struktur tanah, geologi dan topografi serta kondisi sungai dan perilakunya.

1. Pemilihan Lokasi Jembatan

Dasar utama penempatan jembatan sedapat mungkin tegak lurus terhadap sumbu
rintangan yang dilalui, sependek, sepraktis dan sebaik mungkin untuk dibangun di atas
jalur rintangan.
Beberapa ketentuan dalam pemilihan lokasi jembatan dengan memperhatikan kondisi
setempat dan ketersediaan lahan adalah sebagai berikut :
Lokasi jembatan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak menghasilkan
kebutuhan lahan yang besar sekali.
Lahan yang dibutuhkan harus sesedikit mungkin mengenai rumah penduduk sekitarnya,
dan diusahakan mengikuti as jalan existing.
2. Bahan Konstruksi Jembatan

Ditinjau dari klasifikasi bangunan penyeberangan secara umum, bahan konstruksi


jembatan dapat dikelompokkan seperti yang tercantum pada tabel 1.
Tabel 1. Bahan Konstruksi Jembatan
Bagian Bahan Jenis
Struktur atas Beton bertulang Slab
Girder
Beton prategang Girder
Baja Truss
Komposit Girder
Suspension
Struktur bawah Beton bertulang Abutment
Pier
Fondasi Beton bertulang Footplat
Sumuran
Tiang pancang
Bore-pile

3. Pemilihan Konstruksi Atas Jembatan

Pemilihan konstruksi atas jembatan ditetapkan dengan mempertimbangkan konstruksi


yang kuat, aman, dan ekonomis. Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih jenis
konstruksi atas antara lain :
1. Mudah pelaksanaannya
2. Biaya pelaksanaan murah
3. Pengadaan bahan relatif mudah
4. Biaya perawatan relatif rendah
5. Cukup kuat dengan biaya relatif murah
6. Bentang sungai

4. Pemilihan Konstruksi Bawah Jembatan

Pemilihan konstruksi bawah jembatan harus memperhatikan kondisi tanah setempat


dan pola aliran sungai. Konstruksi ditetapkan berdasarkan pertimbangan kekuatan,
biaya, serta kemudahan dalam pelaksanaan. Tahapan yang harus dilakukan dalam
perencanaan fondasi jembatan antara lain :
1. Pemeriksaan rencana tahanan lateral ultimit geser maupun tahanan tekanan
pasif pada fondasi.
2. Stabilitas terhadap geser dan guling.
3. Kapasitas daya dukung ultimit.
4. Penurunan (settlement) pada fondasi.

BEBAN-BEBAN PADA JEMBATAN


1. BEBAN TETAP
Berat sendiri
Beban mati tambahan
Pengaruh susut dan rangkak
Pengaruh prategang
Tekanan tanah
Pengaruh tetap pelaksanaan

2. BEBAN LALU-LINTAS
Beban lajur "D"
Beban truck "T"
Faktor beban dinamis
Gaya rem
Gaya sentrifugal
Beban pejalan kaki
Beban tumbukan

3. AKSI LINGKUNGAN
Penurunan
Temperatur
Aliran air, hanyutan dan tumbukan
Tekanan Hidrostatis dan gaya seret
Beban angin
Beban gempa

4. AKSI LAINNYA
Gesekan pada perletakan
Pengaruh getaran
Beban pelaksanaan

BAHAN STRUKTUR
1. Beton

Untuk struktur kolom, sloof, balok lantai dan plat lantai digunakan beton dengan kuat tekan beton yang
disyaratkan, fc’ = 25 MPa (setara dengan beton K-300). Modulus elastis beton, Ec = 4700.fc’ = 2,35.104
MPa = 2,35.107 kN/m2. Angka poison,  = 0,20. Modulus geser, G = Ec/ [ 2.( 1 +  ) ] = 0,98.107 kN/m2.

2. Baja Tulangan

Untuk baja tulangan dengan  > 12 mm digunakan baja tulangan ulir BJTD 40 dengan tegangan leleh
baja, fy = 400 MPa. Untuk baja tulangan dengan   12 mm digunakan baja tulangan polos BJTP 24
dengan tegangan leleh baja, fy = 240 MPa. Modulus elastis baja, Es = 2,1.105 MPa.

3. Baja Profil

Mutu baja profil yang digunakan untuk struktur baja harus memenuhi persyaratan setara dengan BJ-37.

JENIS BEBAN
1. Beban mati (Dead load)

Beban mati yang merupakan berat sendiri konstruksi (specific gravity) menurut Tata Cara Perencanaan
Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1727-1989-F), adalah seperti table berikut :

No Konstruksi Berat Satuan


1 Baja 7850 kg/m3
1 Beton bertulang 2400 kg/m3
2 Beton 2200 kg/m3
3 Dinding pas bata ½ bt 250 kg/m2
4 Dinding pas bata 1 bt 450 kg/m2
5 Curtain wall+rangka 60 kg/m2
6 Cladding + rangka 20 kg/m2
7 Pasangan batu kali 2200 kg/m3
8 Finishing lantai (tegel) 2200 kg/m3
9 Plafon+penggantung 20 kg/m2
10 Mortar 2200 kg/m3
11 Tanah, Pasir 1700 kg/m3
12 Air 1000 kg/m3
13 Kayu 900 kg/m3
14 Baja 7850 kg/m3
15 Aspal 1400 kg/m3
16 Instalasi plumbing 50 kg/m2

2. Beban hidup (Live load)

Beban hidup yang bekerja pada lantai bangunan Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan
Gedung (SNI 03-1727-1989-F), adalah seperti tabel berikut :
No Lantai bangunan Beban Satuan
hidup
1 Hall,coridor,balcony 300 kg/m2
2 Tangga dan bordes 400 kg/m2
4 Lantai bangunan 250 kg/m2
5 Lantai atap bangunan 100 kg/m2

3. Beban gempa (Earthquake)

Beban gempa dihitung berdasarkan Tatacara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung
(SNI 03-1726-2002) dengan 2 metode yaitu cara statik dan dinamik. Dari hasil analisis kedua cara
tersebut diambil kondisi yang memberikan nilai gaya atau momen terbesar sebagai dasar perencanaan.

a. Metode Statik Ekivalent

Gaya geser dasar nominal pada struktur akibat gempa dihitung dengan rumus sebagai berikut :

V = C . I / R .Wt

Dengan, C= nilai faktor response gempa, yang ditentukan berdasarkan wilayah gempa (Gambar 1),
kondisi tanah dan waktu getar alami.

Wilayah gempa : zone 5.

Kondisi tanah : lunak

Waktu getar alami gedung, T = 0,68 deitk < .n = 0,16.6 = 0,96 detik. Untuk T = 0,68 detik, dari kurva
diperoleh : C = 0,85. R = faktor reduksi gempa representatif. Untuk taraf kinerja struktur gedung daktail
parsial, maka : Faktor daktilitas,  = 4. Ditetapkan kuat lebih beban dan bahan yang terkandung di dalam
struktur : f1 = 1,6. Maka : R =  .f1 = 4.1,6 = 6,4.

Fi = gaya horisontal pada masing-masing taraf lantai

I = faktor keutamaan (diambil, I = 1)

Wt = jumlah beban mati dan beban hidup yang direduksi yang bekerja di atas taraf penjepitan lateral.
Faktor reduk diambil = 0,5

Koefisien gempa rencana = C . I / R = 0,85.1/ 6,4 = 0,13. Analisis statik dilakukan dengan meninjau
secara bersamaan 100% gempa arah X dan 30% gempa arah Y, dan sebaliknya.

b. Metode Dinamik Response Spectrum

1) Besar beban gempa ditentukan oleh percepatan gempa rencana dan massa total struktur. Massa
total struktur terdiri dari berat sendiri struktur dan beban hidup yang dikalikan dengan faktor reduksi 0,5.
2) Percepatan gempa diambil dari data zone 5 Peta Wilayah Gempa Indonesia menurut Tatacara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002) dengan memakai
spektrum respons yang nilai ordinatnya dikalikan dengan koreksi I/R = 1/6,4 seperti tabel di bawah.
Percepatan grafitasi diambil, g = 981 cm/det2.

Tabel 1. Nilai spectrum terkoreksi

Waktu getar Nilai Nilai spectrum


(detik) spectrum terkoreksi
0.0 0.32 0.05
0.2 0.83 0.13
0.6 0.83 0.13
1.0 0.50 0.08
1.5 0.33 0.05
2.0 0.25 0.04
2.5 0.20 0.03
3.0 0.17 0.02

3) Analisis dinamik dilakukan dengan metode superposisi spectrum response. dengan mengambil
response maksimum dari 4 arah gempa, yaitu 0, 45, 90, dan 135 derajat.

4) Digunakan number eigen NE = 3 dengan mass partisipation factor  90 % dengan kombinasi


dinamis (CQC methode)

3) Karena hasil dari analisis spectrum response selalu bersifat positif (hasil akar), maka perlu faktor
+1 dan –1 untuk mengkombinasikan dengan response statik.

c. Metode Time History Analysis

Analisis dinamik linier riwayat waktu (time history) sangat cocok digunakan untuk analisis struktur yang
tidak beraturan terhadap pengaruh gempa rencana. Mengingat gerakan tanah akibat gempa di suatu
lokasi sulit diperkirakan dengan tepat, maka sebagai input gempa dapat didekati dengan gerakan tanah
yang disimulasikan. Dalam analisis ini digunakan hasil rekaman akselerogram gempa sebagai input data
percepatan gerakan tanah akibat gempa. Rekaman gerakan tanah akibat gempa diambil dari
akselerogram gempa El-Centro N-S yang direkam pada tanggal 15 Mei 1940. Dalam analisis ini redaman
struktur yang harus diperhitungkan dapat dianggap 5% dari redaman kritisnya. Faktor skala yang
digunakan = g x I/R dengan g = percepatan grafitasi (g = 981 cm/det 2).

4. Beban Angin

Beban angin minimum pada bangunan yang terletak cukup jauh dari tepi laut dihitung berdasarkan
kecepatan angin 20 m/detik pada ketinggian 10 m di atas permukaan tanah dengan rumus : P = V 2/16

P = tekanan tiup angin (kg/m2)

V = kecepatan angin (m/det)

Tabel 2. Beban angin dasar


Ketinggian dari Beban angin
muka dasar (kg/m2)
tanah
0 m – 10 m 25
10,1 m – 20 m 35
20,1 m – 30 m 43
30,1 m – 50 m 56
50,1 m – 70 m 66
70,1 m – 100 m 79

Beban angin tersebut harus dikalikan dengan koefisien tekanan angin sesuai ketentuan Tata Cara
Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1727-1989-F).

Spectrum gempa wilayah 5


Wilayah gempa di Indonesia

KOMBINASI PEMBEBANAN
Semua komponen struktur dirancang memiliki kekuatan minimal sebesar kekuatan yang dihitung
berdasarkan kombinasi beban sbb. :

1) Kombinasi 1,4.D

2) Kombinasi 1,2.D + 1,6.L

3) Kombinasi 1,2.D + Lr ± E

4) Kombinasi 0,9.D + E

5) Kombinasi 0,9.D + 1,2.L + 1,2.W

6) Kombinasi 0,9.D + 1,3.W

Dengan :

D = beban mati (Dead load)

L = beban hidup (Live load)

Lr = beban hidup yang direduksi.

E = beban gempa (Earthquake)

W = beban angin (Wind)


Model Struktur Gedung Bank BRI-Aceh

PROSEDUR PERHITUNGAN STRUKTUR


A. Lakukan Analisis Struktur Dinamik Response Spectrum

1. Tentukan foundamental periode untuk arah x dan y.

2. Hitung gaya geser dasar statik untuk arah x dan y berdasarkan step 1, dengan V = C.I/R.W t

3. Hitung faktor skala untuk masing-masing arah x dan y.

4. Perbesar gaya geser tingkat dinamik dengan faktor skala yang relevan kemudian hitung berdasarkan
prinsip statik, besar gaya statik setiap level lantai-i, Fi. Nilai Fi ini dihitung berdasarkan gaya geser tingkat
dinamik.

B. Lakukan Analisis Struktur Statik Ekivalen dengan rotasi horisontal dikekang (NSD=3).

1. Lakukan analisis struktur statik ekivalen dengan beban Fi dari step A.4. Dari hasil analisis diperoleh :
Gaya geser tingkat k, Vkx,y = s.Fx,y dan momen puntir tingkat terhadap koordinat local frame Mkx,y.

2. Hitung pusat rotasi struktur tingkat (pusat gaya geser) :

xr' = Mkx / Vkx

yr' = Mky / Vky

3. Hitung pusat rotasi lantai :

xr = (Mkx,i+1 - Mkx,i)/Fx
yr = (Mky,i+1 - Mky,i)/Fy

Fx,y = beban lateral gempa arah x dan y.

xm, ym = koordinat pusat massa lantai ke-i.

4. Hitung eksentrisitas lantai ke-i

edx1 = a.et1x + b.B edy1 = a.et1y + b.B

edy2 = a.et2x + b.B edy2 = a.et2y + b.B

dimana menurut peraturan :

Untuk et1 > 0,3.B a = 1,5 b = 0,05

a= 1,0 b = -0,05

Untuk et2 < 0,3.B a = 1,0 b = 0,10

a = 1,0 b = -0,10

5. Hitung lokasi pusat massa yang baru :

xm' = xr + ed

ym' = yr + ed

Ini yang di INPUT pada ETABS sebagai titik tangkap F.

6. Koreksi file data untuk ETABS meliputi lokasi pusat massa teoritis digeser letaknya terhadap pusat
rotasi. Buka kekangan rotasi di blok 1 (NSD=0).

C. Lakukan analisis struktur dengan data ETABS yang telah diperbarui yang meliputi perubahan lokasi
titik tangkap gaya Fi dan kekangan rotasi dibuka.
ANALISIS STRUKTUR GEDUNG DENGAN ETABS
V9.2.0
Untuk bentuk struktur gedung yang tidak beraturan, maka analisis struktur terhadap beban
gempa selain digunakan cara statik ekivalen dengan memperhitungkan eksentrisitas gedung,
juga perlu dilakukan analisis dinamik dengan metode Response Spectrum Analysis dan metode
Time History Analysis.

Klik tautan berikut i

Anda mungkin juga menyukai