I DENGAN
TONSILITIS KRONIS DI INSTALASI BEDAH SENTRAL
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
Diajukan Oleh:
Tofik HIdayat
TONSILITIS
A. Pengertian
Peradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang pada
umumnya sering didahului oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, seperti
misal sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti morbili, dan sebagainya.
Tonsilis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan
tidak jarang tonsil tampak sehat. Tapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan
membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan bila
tonsil ditekan keluar detritus.
B. Etiologi
Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari
Commission on Acute Respiration Disease yang bekerja sama dengan Surgeon
General of the Army, dimana dari 169 kasus didapatkan :
1. 25 % disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang pada masa
penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam
serum penderita.
2. 25 % disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan kenaikan
titer Sreptokokus antibodi dalam serum penderita.
3. Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influensa.
Ada pula yang menyebutkan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut:
1. Streptokokus hemolitikus Grup A
2. Hemofilus influensa
3. Streptokokus pneumonia
4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)
5. Tuberkulosis (pada immunocompromise)
Faktor Predisposisi
1. Rangsangan kronis (rokok, makanan)
2. Higiene mulut yang buruk
3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)
4. Alergi (iritasi kronis dari alergen)
5. Keadaan umum (gizi jelek, kelelahan fisik)
6. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.
C. Manifestasi Klinis
Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan, terasa kering dan
pernafasan berbau, rasa sakit terus menerus pada kerongkongan dan sakit waktu
menelan. Pada pemeriksaan, terdapat 2 macam gambaran tonsil yang mungkin
tampak:
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke
jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang
purulen atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti
terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang
melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.(5,12)
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan
mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak
permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi
menjadi:
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25 % volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
E. Komplikasi
1. Komplikasi sekitar tonsil
a. Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus
dan abses.
b. Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi
berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus
kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
c. Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah
bening/pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus
paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, mastoid dan os petrosus.
d. Abses retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi
pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih
berisi kelenjar limfe.
e. Krista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan
fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna
putih/berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.
f. Tonsilolith (kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan
tonsil membentuk bahan keras seperti kapur.
2. Komplikasi ke organ jauh
a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik
b. Glomerulonefritis
c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
e. Artritis dan fibrositis
F. Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan
tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis
atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan
medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari
dan usaha untuk membersihkan kripta tonsillaris dengan alat irigasi gigi/oral.
Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi
kronis/berulang.
Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh
Celsus dalam De Medicina (10 Masehi), tindakan ini juga merupakan tindakan
pembedahan yang pertama kali didokumentasikan oleh Lague dari Rheims
(1757).
Indikasi untuk dilakukan tonsilektomi yaitu
1. Obstruksi:
a. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi.
b. Sleep apnea atau gangguan tidur.
c. Kegagalan untuk bernafas.
d. Corpulmonale.
e. Gangguan menelan.
f. Gangguan bicara.
g. Kelainan orofacial / dental yang menyebabkan jalan nafas sempit.
2. Infeksi
a. Tonsilitis kronika / sering berulang.
b. Tonsilitis dengan :
1) Absces peritonsilar.
2) Absces kelenjar limfe leher.
3) Obstruksi Akut jalan nafas.
4) Penyakit gangguan klep jantung.
c. Tonsilitis yang persisten dengan :
Sakit tenggorok yang persisten.
d. Tonsilolithiasis Carrier Streptococcus yang tidak respon terhadap terapi.
e. Otitis Media Kronika yang berulang.
3. Neoplasia atau suspek neoplasia benigna / maligna.
I. PENGKAJIAN
Hari/Tanggal :Selasa, 19 Maret 2019
Tempat : IBS
Jam : 10.00 WIB
gina WS
A. Identitas Pasien
Nama : An. I
Umur : 10 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
Diagnosa Medis : Tonsilitis Kronis
No. RM : 02088581
B. Riwayat penyakit
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sakit untuk menelan
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan takut akan dioperasi. Penyakit ini terasa nyeri dan
kambuh setelah minum es. Ketika kambuh diikuti dengan demam.
3. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita seperti penyakit yang diderita pasien
sekarang
3. Post Operasi
An. I dipindahkan dari ruang operasi dengan posisi SIM untuk
mencegah terjadinya aspirasi.
a. Status Sirkulasi
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 88 x /menit
Respirasi : 24 x/menit
Tidak tampak adanya sianosis, turgor baik, akral terasa hangat.
b. Status Respirasi
Pasien terpasang binasal kanul dan mendapat therapy O2 2 l/menit.
c. Status Neurologis
Pasien sudah membuka mata ketika dipanggil, namun belum sadar
penuh.
I. Analisa Data
No Tanggal Data Fokus Masalah Penyebab
Pre Operasi
1 19 Maret Ds: Ketakutan Prosedur
2019 Pasien mengatakan takut akan pembedahan
dilakukan operasi.
yang akan
Do :
Pasien tampak bingung dan gelisah, dilakukan
TD 110/70mmHg, Nadi 98x/m, RR
24x/m, Suhu 35,8oC
2 19 Maret Intra Operasi
2019 Ds: - Resiko Penggunaan
Do: combustio electro
Pasien terpasang couter,
surgical unit
menggunakan electro surgical unit
2 Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Pasang plate (isolator switch board) 1. Berfungsi sebagai elektroda
combustio selama operasi berlangsung 1x60 menit 2. Cek perlengkapan mesin electro surgical kembali (isolator)
b.d. diharapkan tidak terjadi combustion unit yang akan digunakan 2. Memperlancar jalannya operasi
penggunaan dengan kriteria hasil: 3. Gunakan tegangan sesuai kebutuhan 3. Mencegah terjadinya
electro Indikator Tujuan Awal combustion pada jaringan
a. tidak ada luka bakar 1 3
surgical unit b. operasi berjalan lancar 1 3
Keterangan :
( 1-5 : tidak ada, ringan, sedang, berat, sangat berat )
3 Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Berikan O2 binasal kanul sesuai kebutuhan 1. Mempertahankan kebutuhan O2
aspirasi b.d. selama operasi berlangsung 1x15 menit 2. Gunakan suction secara benar 2. Menghisap lendir
perdarahan diharapkan tidak terjadi aspirasi dengan 3. Posisikan pasien SIM (mempertahankan jalan nafas
post op TE kriteria hasil: tanpa merangsang area post OP
Indikator Tujuan Awal TE)
a. jalan nafas efektif 1 3
b. tidak ada aspirasi 1 3 3. Mencegah terjadinya aspirasi
Keterangan :
( 1-5 : tidak ada, ringan, sedang, berat, sangat berat )
4 Resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Gunakan pelindung pada bed disebelah
cedera b.d. selama operasi berlangsung 1x10 menit kanan dan kiri
proses diharapkan tidak terjadi aspirasi dengan 2. Pindahkan pasien dengan hati-hati 1. Mencegah pasien jatuh dari
pemindahan kriteria hasil: 3. Siapkan minimal 2 personil saat sebelah kanan-kiri bed
pasien Indikator Tujuan Awal memindahkan pasien 2. Mengurangi resiko cedera
a. tidak ada luka/ cedera 1 3
Keterangan : 4. Gunakan “easy move” 3. Mempermudah mobilisasi
( 1-5 : tidak ada, ringan, sedang, berat, sangat berat ) 5. Sejajarkan tempat tidur pasien dengan 4. Mempermudah proses
tempat tidur yang akan ditempati pemindahan pasien
5. meminimalkan
S: -
1. Memasang plate (isolator switch 1. plate terpasang bawah kaki O: plate terpasang, ESU lengkap, tidak ada
board) kiri (bagian betis) luka bakar, frekuensi tegangan 25 watt
2. Mengecek perlengkapan mesin electro 2. mesin ESU lengkap dan siap A: masalah teratasi
surgical unit (ESU) yang akan digunakan Indikator Tujuan Awal Akhir
a. tidak ada luka bakar 1 3 1
digunakan 3. frekuensi tegangan yang b. operasi berjalan lancar 1 3 1
3. Menggunakan frekuensi tegangan digunakan adalah 25 watt P : pertahankan intervensi
sesuai kebutuhan
1. Memberikan O2 binasal kanul sesuai 1. O2 2 l/m diberikan binasal S:-
kebutuhan kanul O: O2 2l/m diberikan binasal kanul,
2. Menggunakan suction 2. Lendir dihisap menggunakan lendir dalam rongga mulut sudah dihisap,
3. Memposisikan pasien dengan kepala suction kepala pasien ekstensi, tidak terjadi
ekstensi 3. Kepala pasien ekstensi aspirasi
A: masalah teratasi
Indikator Tujuan Awal Akhir
a. jalan nafas efektif 1 3 1
b. tidak ada aspirasi 1 3 1
P : pertahankan intervensi
Junadi, Purnawan. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III. penerbit FKUI,
Jakarta.