SOLUSIO PLASENTA
2.2. Epidemiologi
Insidensi solusio plasenta bervariasi di seluruh dunia. Kejadiannya
bervariasi dari 1 di antara 75 sampai 830 persalinan. Frekuensi solusio plasenta di
Amerika Serikat dan di seluruh dunia mendekati 1%. Solusio plasenta merupakan
salah satu penyebab perdarahan antepartum yang memberikan kontribusi terhadap
kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Saat ini kematian maternal akibat
solusio plasenta mendekati 6%. Solusio plasenta merupakan penyebab 20-35%
kematian perinatal.
Pada tahun 1988 kematian maternal di Indonesia diperkirakan 450 per
100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut tertinggi di ASEAN (5-142 per 100.000)
dan 50-100 kali lebih tinggi dari angka kematian maternal di negara maju. Di
negara berkembang, penyebab kematian yang disebabkan oleh komplikasi
kehamilan, persalinan, nifas adalah perdarahan, infeksi, pre-eklamsi/eklamsi.
Selain itu kematian maternal juga dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan,
sosioekonomi, usia ibu hamil, dan paritas.
Solusio plasenta sering berulang pada kehamilan berikutnya. Kejadiannya
tercatat sebesar 1 di antara 8 kehamilan3. Namun, insidensi solusio plasenta
cenderung menurun dengan semakin baiknya perawatan antenatal sejalan dengan
2.4. Klasifikasi
Plasenta dapat terlepas hanya pada pinggirnya saja (ruptura sinus
marginalis), dapat pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau bisa
seluruh permukaan maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis).
Perdarahan yang terjadi akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk
seterusnya menyelinap di bawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan
ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina, menyebabkan perdarahan
eksternal (revealed hemorrhage)2 (Gambar 2.1).
Yang lebih jarang, jika bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat
pada dinding rahim, darah tidak keluar dari uterus, tetapi tertahan di antara
plasenta yang terlepas dan uterus sehingga menyebabkan perdarahan tersembunyi
(concealed hemorrhage) yang dapat terjadi parsial (Gambar 2.2) atau total
(Gambar 2.3)
2.5. Patofisiologi
Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula
dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat
implantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu
patofisiologinya bergantung pada etiologi. Pada trauma abdomen etiologinya jelas
karena robeknya pembuluh darah desidua.
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis)
yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu yang dapat
menyebabkan pembentukan trombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam
vaskular vili dapat berujung kepada iskemia dan hipoksia setempat yang
menyebabkan kematian sejumlah sel dan mengakibatkan perdarahan sebagai hasil
akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali selapisan
tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan demikian, pada tingkat
permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan hematom yang bisa
menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada bagian
plasenta yang berdekatan. Pada awalnya mungkin belum ada gejala kecuali
terdapat hematom pada bagian belakang plasenta yang baru lahir. Dalam beberapa
kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan oleh putusnya arteria
spiralis dalam desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi penyampaian
Solusio Plasenta – dr. Wirijanto,Sp.OG | 7
nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematoma
yang terbentuk dengan cepat meluas dan melepaskan plasenta lebih luas/banyak
sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar merembes antara selaput
ketuban dan miometrium dan selanjutnya keluar melalui serviks ke vagina
(revealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus yang lagi
mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria spiralis
yang terputus. Walaupun jarang terdapat perdarahan tinggal terperangkap di
dalam uterus (concealed hemorrhage).
Nikotin dan kokain keduanya dapat menyebabkan vasokonstriksi yang
bisa menyebabkan iskemia dan pada plasenta sering dijumpai bermacam lesi
seperti infark, oksidatif stres, apoptosis, dan nekrosis, yang kesemuanya ini
berpotensi merusak hubungan uterus dengan plasenta yang berujung kepada
solusio plasenta. Dilaporkan merokok berperan pada 15% sampai 25% dari
insidensi solusio plasenta. Merokok satu bungkus perhari menaikkan insiden
menjadi 40%.
2.7. Diagnosis
Dalam banyak hal diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda
klinik yaitu perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus, dan pada solusio
plasenta yang berat terdapat kelainan denyut jantung janin pada pemeriksaan
dengan KTG. Namun kadang pasien datang dengan gejala perdarahan tidak
banyak dengan perut tegangan tetapi janin telah meninggal. Diagnosis pasti
Solusio Plasenta – dr. Wirijanto,Sp.OG | 9
hanya bisa ditegakkan dengan melihat adanya perdarahan retroplasenta setelah
partus
Ditekankan bahwa tanda dan gejala pada solusio plasenta dapat sangat
bervariasi. Sebagai contoh, pedarahan eksternal dapat deras, namun plasenta yang
terlepas tidak terlalu luas sehingga belum membahayakan janin secara langsung.
Walaupun jarang, mungkin tidak terjadi perdarahan eksternal tetapi plasenta
terlepas total dan sebagai akibatnya janin meninggal. Hurd dkk. (1983) dalam
sebuah penelitian prospektif yang relatif kecil tentang solusio plasenta,
mengidentifikasi frekuensi berbagai gejala dan tanda yang berhubungan.
Perdarahan dan nyeri abdomen adalah temuan tersering. Temuan lain yang
didapatkan adalah perdarahan serius, nyeri punggung, nyeri tekan uterus,
kontraksi uterus yang sering.
Pada penelitian-penelitian lama, USG jarang mengkonfirmasi diagnosis
solusio plasenta. Sebagai contoh, Sholl (1987) memastikan diagnosis secara
sonografis hanya pada 25% wanita. Hal yang sama dikemukakan oleh Glantz dan
Purnell (2002), yang mengkalkulasi hanya 24% dari 149 wanita yang melakukan
USG dapat menyingkirkan kemungkinan adanya solusio plasenta. Yang penting,
temuan negatif pada pemeriksaan USG tidak menyingkirkan solusio plasenta.
2.8. Penatalaksanaan
Terapi solusio plasenta akan berbeda-beda tergantung pada usia kehamilan
serta status ibu dan janin. Pada janin yang hidup dan matur, dan apabila persalinan
pervaginam tidak terjadi dalam waktu dekat, sebagian besar akan memilih seksio
sesaria darurat.
Solusio Plasenta Ringan
Solusio plasenta ringan jarang ditemukan di RS. Pada umumnya
didiagnosis secara kebetulan pada pemeriksaaan USG oleh karena tidak
memberikan gejala klinik yang khas. Apabila kehamilannya kurang dari 36
minggu dan perdarahan kemudian berhenti, perut tidak menjadi nyeri, dna uterus
tidak tegang, maka penderita harus diobservasi dengan ketat. Apabila perdarahan
berlangsung terus dan gejala solusio plasenta bertambah jelas atau dengan
Solusio Plasenta – dr. Wirijanto,Sp.OG | 10
pemeriksaan USG daerah solusio plasenta bertambah luas maka dilakukan
terminasi kehamilan
Solusio Plasenta Sedang dan Berat
Pada solusio plasenta sedang sampai berat dilakukan perbaikan keadaan
umum terlebih dahulu dengan resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila janin
masih hidup biasanya dalam keadaan gawat janin, dilakukan seksio sesarea,
kecuali bila pembukaan telah lengkap. Pada keadaan ini dilakukan amniotomi,
drip oksitosin, dan bayi dilahirkan dengan ekstraksi forcep. Apabila janin telah
mati dilakukan persalinan pervaginam dengan cara melakukan amniotomi, drip
oksitosin. Bila bayi belum lahir dalam waktu 6 jam, dilakukan tindakan seksio
sesarea.
Tokolitik
Hurd dkk. (1983) mendapatkan bahwa solusio berlangsung dalam waktu
yang lama dan membahayakan apabila diberikan tokolitik. Towers dkk. (1999)
memberikan magnesium sulfat, terbutalin, atau keduanya kepada 95 di antara 131
wanita dengan solusio plasenta yang didiagnosis sebelum minggu ke-36. Angka
kematian perinatal sebesar 5% dan tidak berbeda dari kelompok yang tidak
diterapi. Namun, penggunaan tokolitik pada penatalaksanaan solusio plasenta
masih kontroversial.
Seksio Sesarea
Pelahiran secara cepat janin yang hidup tetapi mengalami gawat janin
hampir selalu berarti seksio sesarea. Kayani dkk. (2003) meneliti hubungan antara
cepatnya persalinan dan prognosis janinnya pada 33 wanita hamil dengan gejala
klinis berupa solusio plasenta dan bradikardi janin. 22 bayi secara neurologis
dapat selamat, 15 bayi dilahirkan dalam waktu 20 menit setelah keputusan akan
dilakukan operasi. 11 bayi meninggal atau berkembang menjadi Cerebral Palsy, 8
bayi dilahirkan di bawah 20 menit setelah pertimbangan waktu, sehingga cepatnya
respons adalah faktor yang penting bagi prognosis bayi ke depannya. Seksio
sesarea pada saat ini besar kemungkinan dapat membahayakan ibu karena
mengalami hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif yang parah.
2.9. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang
terus berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia,
syok hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal
ginjal. Sindroma Sheehan terdapat pada beberapa penderita yang terhindar dari
kematian setelah menderita syok yang berlangsung lama yang menyebabkan
iskemia dan nekrosis adenohipofisis sebagai akibat solusio plasenta.
Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta
berulang dilaporkan juga bisa terjadi pada 25% perempuan yang pernah menderita
solusio plasenta sebelumnya. Solusio plasenta kronik dilaporkan juga sering
terjadi di mana proses pembentukan hematom retroplasenta berhenti tanpa
dijelang oleh persalinan. Komplikasi koagulopati dijelaskan sebagai berikut.
Hematoma retroplasenta yang terbentuk mengakibatkan pelepasan retroplasenta
berhenti ke dalam peredaran darah. Tromboplastin bekerja mempercepat
perombakan protrombin menjadi trombin. Trombin yang terbentuk dipakai untuk
mengubah fibrinogen menjadi fibrin untuk membentuk lebih banyak bekuan
utama pada solusio plasenta berat. Melalui mekanisme ini apabila pelepasan
tromboplastin cukup banyak dapat menyebabkan terjadi pembekuan darah
intravaskular yang luas (disseminated intravascular coagulation) yang semakin
menguras persediaan fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan lain.
Curah jantung yang menurun dan kekakuan pembuluh darah ginjal akibat
tekanan intrauterina yang meninggi menyebabkan perfusi ginjal sangat menurun
dan menyebabkan anoksia. Keadaan umum yang terjadi adalah nekrosis tubulus-
tubulus ginjal secara akut menyebabkan kegagalan fungsi ginjal.
Mungkin terjadi ekstravasasi luas darah ke dalam otot uterus dan di bawah
lapisan serosa uterus yang disebut sebagai apopleksio uteroplasental ini, yang
pertama kalinya dilaporkan oleh Couvelaire pada awal tahun 1900-an, sekarang
Solusio Plasenta – dr. Wirijanto,Sp.OG | 13
sering disebut sebagai uterus couvelaire. Pada keadaan ini perdarahan
retroplasenta menyebabkan darah menerobos melalui sela-sela serabut
miometrium dan bahkan bisa sampai ke bawah perimetrium dan ke dalam jaringan
pengikat ligamentum latum, ke dalam ovarium bahkan bisa mengalir sampai ke
rongga pernitonei. Perdarahan miometrium ini jarang sampai mengganggu
kontraksi uterus sehingga terjadi perdarahan postpartum berat dan bukan
merupakan indikasi untuk histerektomi
2.10. Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil
dan lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio
plasenta ringan masih mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena
tidak ada kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang
mempunyai prognosis yang lebih buruk terutama terhadap janinnya karena
mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi. Solusio plasenta berat mempunyai
prognosis yang paling buruk baik terhadap ibu terlebih terhadap janinnya
3.1. Kesimpulan
Perdarahan akibat solusio plasenta berhubungan erat dengan angka
kematian bayi dan mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadinya prematuritas
dan pertumbuhan janin terhambat. Penanganan dan prognosis solusio plasenta
tergantung dari derajat solusio plasenta.