Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NIM : S351902006
1. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini
atau berdasarkan undang-undang lainnya.
Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian
tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosee, salinan dan
kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.
Akta autentik dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah
Suatu akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
oleh Undang-Undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk
itu di tempat akta itu dibuat.
Akta otentik harus memenuhi apa yang dipersyaratkan dalam Pasal 1868 KUHPerdata,
sifatnya kumulatif atau harus meliputi semuanya. Akta-akta yang dibuat, walaupun
ditandatangani oleh para pihak, namun tidak memenuhi persyaratan Pasal 1868
KUHPerdata, tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, hanya mempunyai
kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan (Pasal 1869 KUHPerdata)
Kewenangan notaris
Kewenangan notaris tersebut dalam Pasal 15 dari ayat (1) sampai dengan ayat (3)
UUJN, yang dapat dibagi menjadi :
a. Kewenangan Umum Notaris.
b. Kewenangan Khusus Notaris.
c. Kewenangan notaris yang akan ditentukan kemudian.
Pasal 15 ayat (2) huruf j UUJN memberikan kewenangan kepada notaris untuk
membuat akta di bidang pertanahan. Ada tiga penafsiran dari pasal tersebut (Habib
Adjie, 2008 : 84) yaitu:
1. Notaris telah mengambil alih semua wewenang PPAT menjadi wewenang notaris
atau telah menambah wewenang notaris.
2. Bidang pertanahan juga ikut menjadi wewenang notaris.
3. Tidak ada pengambil alihan wewenang dari PPAT ataupun dari notaris, karena
baik PPAT maupun notaris telah mempunyai wewenang sendiri-sendiri.
2. Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai
Notaris untuk menjalankan jabatan dari Notaris yang meninggal dunia
Pejabat sementara notaris, yaitu seseorang yang untuk sementara menjalankan jabatan
notaris bagi notaris yang:
a. Meninggal dunia;
b. Diberhentikan;
c. Diberhentikan sementara.
Dalam hal notaris meninggal dunia, maka Protokol Notaris akan diserahkan oleh ahli
warisnya kepada notaris lain yang ditunjuk Majelis Pengawas Daerah (“MPD”).
Demikian menurut ketentuan pasal 63 ayat [2] UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris (“UUJN”).
Dalam UUJN juga diatur bahwa jika Notaris meninggal dunia pada saat
menjalankan cuti, tugas jabatan Notaris dijalankan oleh Notaris Pengganti
sebagai Pejabat Sementara Notaris paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal
Notaris meninggal dunia (lihat pasal 35 ayat [3]). Pejabat Sementara Notaris
wajib menyerahkan Protokol Notaris dari Notaris yang meninggal dunia kepada
MPD paling lama 60 hari terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia (lihat
pasal 35 ayat [4]).
Perihal kematian Notaris telah dijelaskan pemerintah melalui Undang-undang
Jabatan Notaris (UUJN). Pertama, dalam pasal 8 ayat 1 dijelaskan bahwa jika
Notaris meninggal dunia, ini berarti almarhum telah berhenti dari jabatannya
sebagai Notaris dengan secara hormat.
Selanjutnya, pada pasal 35, saat Notaris meninggal dunia, suami/istri atau
keluarga sedarah dalam garis keturunan wajib memberitahukannya kepada
Majelis Pengawas Daerah paling lambat tujuh hari setelah hari kematiannya.
Majelis Pengawas Daerah kemudian menunjuk Pejabat Sementara Notaris untuk
menggantikan tugas Notaris yang meninggal dunia.
3. Notaris Pengganti adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris
untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara
berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris.
“Notaris Pengganti (1) adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai
Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk
sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris.” (Pasal 1
Angka 3 UU Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris).
“Notaris Pengganti (2) adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai
Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk
sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris.” (Pasal 1
Angka 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris).
Syarat Notaris Pengganti
Persyaratan yang harus dipenuhi dapat diangkat sebagai Notaris Pengganti :
a. Warga Negara Indonesia
b. Lulusan Sarjana Hukum
c. Sudah bekerja paling sedikit 2 (dua) tahun berturut-turut sebagai karyawan
kantor Notaris.
Wewenang MPD diatur dalam UUJN, Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, dan
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M.39- PW.07.10 Tahun 2004. Dalam Pasal 66 UUJN diatur
mengenai wewenang MPD yang berkaitan dengan :
1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau
hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang :
a. Mengambil fotokopi Minuta Akta dan Surat-Surat yang
dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam
Penyimpanan Notaris;
b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang
berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris
yang berada dalam penyimpanan Notaris.
2) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau Surat-Surat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dibuat berita acara penyerahan,
Ketentuan Pasal 66 UUJN ini mutlak kewenangan MPD yang tidak
dipunyai oleh MPW maupun MPR. Subtansi Pasal 66 UUJN imperatif
dilakukan oleh pentidik, penuntut umum atau hakim.
Dalam kaitan ini MPD harus objektif ketika melakukan pemeriksaan atau
meminta keterangan dari Notaris untuk memenuhi permintaan peradilan,
penyidik, penuntut umum, atau hakim, artinya MPD harus menempatkan
akta Notaris sebagai objek pemeriksaan yang berisi pernyataan atau
keterangan pars pihak, bukan menempatkan subjek Notaris sebagai objek
pemeriksaan, sehingga tata cara atau prosedur pembuatan akta harus
dijadikan ukuran dalam pemeriksaan tersebut. Dengan demikian diperlukan
anggota MPD, baik dari unsur Notaris, pemerintahan, dan akademis yang
memahami akta Notaris, baik dari prosedur maupun substansinya. Tanpa ada
izin dari MPD penyidik, penuntut umum dan hakim tidak dapat memanggil
atau meminta Notaris dalam suatu perkara pidana.
Pasal 70 UUJN mengatur wewenang MPD yang berkaitan dengan :
a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan
Notaris;
b. Melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap
perlu;
c. Memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;
d. Menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris
yang bersangkutan;
e. Menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat
serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima)
tahun atau lebih;
f. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara
Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4);
g. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelang-
garan Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam undang--
undang ini;
h. Membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan g kepada Majelis
Pengawasan Wilayah.
Kemudian Pasal 71 UUJN mengatur wewenang MPD yang berkaitan dengan :
a. Mencatat pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris
dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah
Surat di bawah tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak tanggal
pemeriksaan terakhir;
b. Membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada
Majelis Pengawas Wilayah setempat, dengan tembusan kepada Notaris
yang bersangkutan, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Pusat;
c. Merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan;
d. Menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain
dari Notaris dan merahasiakannya;
e. Menerima laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan hasil
pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam waktu
30 (tiga puluh) hari, dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan,
Notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi
Notaris.
f. Menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti.
Wewenang MPD yang bersifat administratif yang memerlukan keputusan
rapat MPD diatur dalam Pasal 14 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10Tahun 2004, yang
berkaitan dengan :
a. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang Protokol Notaris
yang diangkat sebagai pejabat negara;
b. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang Protokol Notaris
yang meninggal dunia;
c. Memberikan persetujuan atas permintaan penyidik, penuntut umum atau
hakim untuk proses peradilan;
d. Menyerahkan fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan
pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris;
e. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan
akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan
Notaris.
Dalam angka 2 butir 1 Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004, mengenai Tugas
Majelis Pengawas menegaskan bahwa MPW berwenang untuk menjatuhkan
sanksi yang tersebut dalam Pasal 73, 85 UUJN, dan Pasal 26 Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
M.02.PR.08.10 Tahun 2004. Kemudian angka 2 butir 2 Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10
Tahun 2004 mengatur pula mengenai kewenangan MPW, yaitu:
1) Mengusulkan kepada Majelis Pengawas Pusat pemberian sanksi
pemberhentian dengan hormat;
2) Memeriksa dan memutus keberatan atas putusan penolakan cuti oleh
Majelis Pengawas Daerah.
3) Mencatat izin cuti yang cliberikan dalam sertifikat cuti;
4) Melaporkan kepada instansi yang berwenang adanya dugaan unsur
pidana yang diberitahukan oleh Majelis Pengawas Daerah. Atas
laporan tersebut, setelah dilakukan pemeriksaan oleh Majelis
Pemeriksa Wilayah hasilnya disampaikan kepada Majelis Pengawas
Pusat;
5) Menyampaikan laporan kepada Majelis Pengawas Pusat, yaitu:
a. Laporan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali dalam bulan Agustus
dan Februari;
b. Laporan insidentil paling lambat 15 (lima betas) hari setelah putusan
Majelis Pemeriksa.
7. Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat
oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan
dalam Undang-Undang ini.
Penjelasan mengenai akta terdapat dalam Pasal 1868 KUHPer. Berikut isi
pasalnya:
“Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum
yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.”
Herlien Budiono dalam bukunya Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris (hal. vii)
mengatakan bahwa Pasal 1868 KUH Perdata tidak menjelaskan tentang siapa
yang dimaksud dengan pegawai/pejabat umum dan bagaimana bentuk akta
otentik. Tetapi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
(“UU 2/2014”) menunjuk notaris sebagai pejabat umum serta memberi dasar dan
tata cara pembuatan akta otentik.
Meski tidak dijelaskan mengenai siapa yang membuat akta tersebut,
penjelasannya terdapat dalam Pasal 15 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 20 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
yang tertulis:
“Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta,
menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang”
Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang
pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain
atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Syarat Akta Notaris yang Autentik
Untuk menjadi sebuah akta autentein yang diakui oleh hukum, akta yang dibuat
notaris harus lah mengikuti syarat-syarat yang mengikat pembuatan akta
tersebut. Syarat-syarat dalam akta notaris tersebut adalah sebagai berikut :
a. Adanya identitas pihak-pihak yang terkait dengan akta yang dibuat
notaris.
b. Adanya saksi dengan jumlah dua orang yang menyaksikan pembuatan
akta.
c. Mencantumkan tanda tangan pihak-pihak yang terkait.
d. Mencantumkan tempat dan tanggal dibuatnya akta notaris.
e. Mengikuti aturan pembuatan akta notaris yang berlaku.
Syarat-syarat akta notaris yang autentik harus lah memenuhi syarat formil dan
syarat materil.
Syarat-syarat materil akta notaris, diantaranya sebagai berikut :
a. Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.
b. Memiliki kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
c. Asas ini memiliki arti orang yang sudah dewasa dan memiliki pemikiran
yang sehat.
d. Terdapat suatu obyek dalam suatu perjanjian harus lah memuat sesuatu
hal/tindakan ataupun barang yang jelas.
e. Terdapat kausa yang halal.
Dalam Pasal 1335 KUHPer, suatu perjanjian yang tidak bertentangan
dengan aturan hukum yang berlaku.
Macam-Macam Akta Notaris
Berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU 2/2014, Akta Notaris adalah akta autentik yang
dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang
ditetapkan dalam Undang-Undang. Sehingga, ada 2 (dua) macam/golongan akta
notaris, yaitu:
1. Akta yang dibuat oleh notaris (akta relaas atau akta pejabat)
Yaitu akta yang dibuat oleh notaris memuat uraian secara otentik dari notaris
mengenai suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau
disaksikan oleh notaris. Misalnya akta berita acara/risalah rapat RUPS suatu
perseroan terbatas, akta pencatatan budel, dan lain-lain.
2. Akta yang dibuat di hadapan notaris (akta partij)
Yaitu akta yang dibuat di hadapan notaris memuat uraian dari apa yang
diterangkan atau diceritakan oleh para pihak yang menghadap kepada notaris,
misalnya perjanjian kredit, dan sebagainya.
8. Minuta Akta adalah asli Akta yang mencantumkan tanda tangan para
penghadap, saksi, dan Notaris, yang disimpan sebagai bagian dari Protokol
Notaris.
Minuta Akta merupakan asli Akta yang mencantumkan tanda tangan para
penghadap, saksi, dan Notaris, yang disimpan sebagai bagian dari Protokol
Notaris. Berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris, yang pada intinya menyatakan bahwa:
"Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib bertindak amanah, jujur,
saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang
terkait dalam perbuatan hukum danm membuat Akta dalam bentuk Minuta
Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris"
Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai
Notaris untuk menjalankan jabatan Notaris yang meninggal dunia, diberhentikan,
atau diberhentikan sementara.
Notaris Pengganti adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk
menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan
menjalankan jabatannya sebagai Notaris.
Notaris Pengganti Khusus adalah seorang yang diangkat sebagai Notaris khusus untuk
membuat akta tertentu sebagaimana disebutkan dalam surat penetapannya sebagai
Notaris karena di dalam satu daerah kabupaten atau kota terdapat hanya seorang
Notaris, sedangkan Notaris yang bersangkutan menurut ketentuan Undang-Undang ini
tidak boleh membuat akta dimaksud.
Penghadap
Ada 3 macam penghadap :
a. Menghadap sendiri, jika seseorang bertindak atas namanya sendiri dalam
melakukan perbuatan hukum
b. Menghadap berdasarkan kuasa, jika seorang bertindak berdasarkan kuasa
c. Menghadap berdasarkan kedudukan atau jabatannya, jika seseorang bertindak
dengan jabatan atau kedudukannya
Saksi
Setiap akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi,
kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain. Saksi harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah;
b. cakap melakukan perbuatan hukum;
c. mengerti bahasa yang digunakan dalam akta;
d. dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan
e. tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus
ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai
dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.
Saksi harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan
tentang identitas dan kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap. Pengenalan atau
pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas dalam akta.
Protokol Notaris
Dalam Penjelasan Pasal 62 UUJN, disebutkan bahwa Protokol Notaris terdiri atas:
1. Minuta Akta;
Minuta akta adalah asli akta Notaris, dimana di dalam minuta akta ini terdiri dari
(dilekatkan) data-data diri para penghadap dan dokumen lain yang diperlukan
untuk pembuatan akta tersebut. Setiap bulannya minuta akta harus selalu dijilid
menjadi satu buku yang memuat tidak lebih dari 50 akta. Pada sampul setiap
buku tersebut dicatat jumlah minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya.
9. Salinan Akta adalah salinan kata demi kata dari seluruh Akta dan pada bagian
bawah salinan Akta tercantum frasa "diberikan sebagai SALINAN yang sama
bunyinya"
Berdasarkan pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, kewenangan
Notaris yaitu membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan
penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin
kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, memberikan
salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.
Salinan, Kutipan dan Grosse (selanjutnya hanya disebut salinan) akta notaris biasanya
disampul menggunakan kertas khusus yang dipersiapkan untuk itu. Tujuannya untuk
menjamin salinan akta tetap bersih, awet dan rapi. Bentuk sampul salinan akta notaris
sampai saat ini masih belum ada keseragaman. Para notaris berbeda dalam menentukan
bentuknya. Mulai dari warna latar, warna, bentuk dan ukuran tulisan, ada yang
menggunakan lambang burung garuda dan ada yang tidak, keterangan-keterangan yang
dimuat, bahkan sampul salinan akta notaris juga memuat keterangan mengenai jabatan
pejabat pembuat akta tanah beserta nomor surat keputusan pengangkatannya, padahal
antara notaris dan pejabat pembuat akta tanah merupakan jabatan yang berbeda. Hal ini
berlangsung terus menerus dan seolah-olah diwariskan dari notaris terdahulu.
Bentuk salinan akta notaris memang belum ada pengaturannya dalam peraturan
perundang-undangan, namun bukan berarti para notaris dibenarkan bersikap tak acuh
dengan keadaan tersebut, karena berpotensi menimbulkan kebingungan di tengah
masyarakat. Potensi stigma disparitas finansial diantara notaris akibat penilaian
masyarakat terhadap kualitas sampul salinan akta notaris sehingga memicu polemik
diantara notaris. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan, potensi stigma masyarakat
bahwa kekuatan pembuktian akta autentik dinilai dari kualitas sampul salinan akta
notaris. Hal-hal ini tidak boleh terus menerus berlangsung.
Berbeda halnya dengan sampul salinan akta notaris, untuk sampul salinan akta pejabat
pembuat akta tanah (selanjutnya disingkat PPAT) diatur dalam Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nomor 3 Tahun 1997 (selanjutnya hanya
dsingkat Perkaban). Dalam Perkaban di bagian lampiran masing-masing akta peralihan
hak atas tanah, dituliskan spesifikasi sampul akta yaitu :
1. Jenis kertas sampul adalah jenis kertas karton (contoh : BW/BC/TIK), 150 s/d
250 gr;
2. Ukuran kertas sampul 29,7 cm x 42 cm (A3);
3. Sampul berwarna putih;
4. Sampul depan diberikan kop PPAT dan ditulis judul masing-masing akta
peralihan hak atas tanah;
5. Penulisan judul akta dengan huruf Bookman Old Style, ukuran 28 dan warna
hitam; dan
6. Tinta yang dipergunakan berwarna hitam dan tidak mudah luntur.
Dalam sistem hukum civil law, ajaran legisme sangat dominan, dimana penerapan suatu
aturan hukum harus terlebih dahulu dibuat dalam bentuk hukum tertulis. Apabila
terdapat suatu hal yang ingin diatur, namun belum dibuat dalam bentuk hukum tertulis,
maka dalam persepektif hukum positif hal itu tidak memiliki kekuatan mengikat
sehingga tidak dapat dipaksakan. Sistem hukum dan ajaran yang dianut di Indonesia ini
rentan terjadi kekosongan hukum, karena hukum tertulis yang ada, tidak dapat
mengikuti perkembangan perbuatan dan peristiwa hukum yang terjadi di masyarakat.
Sebagai solusi dari kekosongan hukum, para iuris melakukan penemuan hukum.
Terdapat beberapa doktrin mengenai penemuan hukum. Penulis menganut paham yang
membagi penemuan hukum menjadi 2 metode yaitu :
A. Penafsiran hukum;
B. Konstruksi hukum.
Untuk menjawab kekosongan hukum mengenai peraturan bentuk sampul akta notaris,
penulis akan menganalisa menggunakan metode konstruksi analogis yaitu menerapkan
suatu peraturan yang mengatur suatu perbuatan tertentu untuk diterapkan layaknya
mengatur pula suatu perbuatan lain yang sesungguhnya tidak ada peraturannya. Metode
penemuan hukum analogis ini dilarang untuk diterapkan pada ranah hukum pidana,
namun tidak dilarang pada ranah hukum lainnya. Oleh karena itu, tidak dilarang
penggunaannya untuk menjawab kekosongan hukum peraturan sampul akta notaris.
10. Kutipan Akta adalah kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian dari Akta
dan pada bagian bawah kutipan Akta tercantum frasa "diberikan sebagai
KUTIPAN".
11. Grosse Akta adalah salah satu salinan Akta untuk pengakuan utang dengan
kepala Akta "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA", yang mempunyai kekuatan eksekutorial.
Grosse akta adalah salah satu salinan akta untuk pengakuan hutang dengan kepala
akta “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”,
yang mempunyai kekuatan eksekutorial (Pasal 1 ayat (11) UUJN)
Kekuatan eksekutorial artinya pelaksanaan ekskusi terhadap jaminan debitur dapt
dilaksanakan tanpa adanya putusan hakim. Yang berhak mengeluarkan grosse akta
adalah notaris yang membuatnya, notaris pengganti/pemegang prtokol notaris yang
sah. Notaris yang mengeluarkan Grosse Akta membuat catatan pada minuta akta
mengenai penerima Grosse Akta dan tanggal pengeluaran dan catatan tersebut
ditandatangani oleh Notaris.
Grosse Akta pada bagian kepala akta memuat frasa "DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", dan pada bagian akhir
atau penutup akta memuat frasa "diberikan sebagai grosse pertama", dengan
menyebutkan nama orang yang memintanya dan untuk siapa grosse dikeluarkan
serta tanggal pengeluarannya.
Grosse Akta kedua dan selanjutnya hanya dapat diberikan kepada orang
sebagaimana dimaksud berdasarkan penetapan pengadilan. (pasal 55 UUJN)
Jadi, akta perjanjian kredit tidak dapat dikeluarkan grosse-nya oleh notaris. Yang
dapat dikeluarkan grosse aktanya adalah akta pengakuan hutang.
Akta pengakuan hutang memuat pernyataan pengakuan hutang sejumlah uang
tertentu dari debitur kepada kreditur. Akta pengakuan hutang berbeda dengan
perjanjian kredit. Isi dari akta pengakuan hutang adalah:
1. Isi akta pengakuan hutang adalah pengakuan hutang saja. Sedangkan,
perjanjian kredit isinya tidak hanya itu, melainkan juga hak dan kewajiban
debitur dan kreditur, bunga, janji-janji, kuasa, dan sebagainya.
2. Akta pengakuan hutang merupakan pernyataan sepihak. Sedangkan,
perjanjian kredit merupakan perjanjian antara para pihak, yaitu kreditur dan
debitur.
3. Dalam akta pengakuan hutang jumlah utang debitur berupa sejumlah uang
harus ditentukan secara tegas dan pasti. Sedangkan, dalam perjanjian kredit
jumlah utang belum jelas dan pasti, karena adanya bunga, denda, biaya-biaya
lain, dan sebagainya.
Akta pengakuan hutang murni isinya pengakuan hutang sejumlah uang dan tidak
mengandung bunga, janji-janji, dan sebagainya seperti perjanjian kredit.
12. Formasi Jabatan Notaris adalah penentuan jumlah Notaris yang dibutuhkan pada
suatu Kabupaten/Kota.
13. Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang
harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum.