Anda di halaman 1dari 11

Asuhan Keperawatan dengan Klien Asfiksia

Disusun Oleh:

Audrey Talitha Salsabila (163112420150018)

Dessy Khoirunisa (163112420150023)

Nurfitri (163112420150007)

Fakultas Ilmu Kesehatan

Progam Studi Keperawatan S1

Universitas Nasional

Jakarta

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator dalam menentukan
derajat kesehatan anak. Setiap tahun kematian bayi baru lahir atau neonatal mencapai
37% dari semua kematian pada anak balita. Setiap hari 8.000 bayi baru lahir di dunia
meninggal dari penyebab yang tidak dapat dicegah. Mayoritas dari semua kematian
bayi, sekitar 75% terjadi pada minggu pertama kehidupan dan antara 25% sampai
45% kematian tersebut terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan seorang bayi.
Penyebab utama kematian bayi baru lahir atau neonatal di dunia antara lain bayi lahir
prematur 29%, sepsis dan pneumonia 25% dan 23% merupakan bayi lahir dengan
Asfiksia dan trauma. Asfiksia lahir menempati penyebab kematian bayi ke 3 di dunia
dalam periode awal kehidupan (WHO, 2012).
Asfiksia Neonatorum merupakan kondisi atau keadaan di mana bayi tidak
dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan tersebut akan
disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkapnea, dan berakhir dengan asidosis (Ilyas,
1994). Asfiksia merupakan masalah yang terjadi pada bayi baru lahir, suatu kelahiran
erat kaitannya dengan proses persalinan, dalam persalinan terdapat 4 tahapan yaitu
kala I (pembukaan 0 sampai lengkap), kala II (persalinan janin), kala III (persalinan
plasenta), kala IV (2 jam setelah plasenta lahir).

1.2 Tujuan
a. Mampu memahami konsep dasar dari asfiksia.
b. Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada bayi dengan asfiksia
BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Definisi
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak
Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera
setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan
mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan
keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan
(Depkes RI, 2009).
Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur dalam 1 menit setelah lahir. Biasanya terjadi pada bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan komplikasi, misalknya diabetes melitus, kelahiran kurang
bulan (< 34 minggu), kelahiran lewat waktu, plasenta previa, solusio plasentae,
korioamniotis, hidramnion, dan olgohidromion, gawat janin serta pemberian obat
anastesi atau narkotik sebelum kelahiran (Mansjoer, 2013)

2.2 Etiologi
1. Faktor ibu
a. Faktor tali pusat
b. Lilitan tali pusat
c. Tali pusat pendek
d. Simpul tali pusat
e. Prolapus tali pusat
2. Faktor bayi
a. Bayi premature ( < 37 minggu)
b. Presentasi janin abnormal
c. Persalinan dengan tindakan ( ekstraksi vacuum, ekstraksi forcep)
d. Faktor yang mendadakan:
a. Bayi
 Gangguan peredaran darah pada tali pusat karena tekanan tali pusat
 Depresi pernafasan karena obat-obat anastesi atau analgetik yang
diberikan pada ibu, perdarahan itral karnial, dan kelainan bawaan.
b. Ibu
 Gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani
 Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
 Hipertensi eklamsi
 Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio

2.3 Manifestasi Klinis


Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-
tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini :
a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur
b. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
c. Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain
d. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen
e. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-
otot jantung atau sel-sel otak
f. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
g. kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum
dan selama proses persalinan
h. Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru atau nafas
tidak teratur/megap-megap
i. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah
j. Penurunan terhadap spinkters
k. Pucat
(Depkes RI, 2007)
2.4 Klasifikasi dan Tanda Gejala
Menurut Nanny (2010), klasifikasi serta tanda dan gejala asfiksia meliputi :
a. Asfiksia berat (nilai APGAR0 – 3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan
perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada
asfiksia berat meliputi :
 Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit.
 Tidak ada usaha napas.
 Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
 Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.
 Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
 Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan.

b. Asfiksia sedang (nilai APGAR4 – 6)


Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul meliputi :
 Frekuensi jantung menurun menjadi 60 – 80 kali per menit.
 Usaha napas lambat.
 Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
 Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
 Bayi tampak sianosis.
 Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan.

c. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7 – 10)


Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang muncul meliputi :
 Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit.
 Bayi tampak sianosis.
 Adanya retraksi sela iga.
 Bayi merintih.
 Adanya pernapasan cuping hidung.
 Bayi kurang aktivitas.
 Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing
positif.
2.5 Patofisiologi
Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara,
proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan
agar terjadi nafas pertama (primary gasping), yang kemudian akan berlanjut dengan
pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi
adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan mengakibatkan terjadinya
gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida sehingga menimbulkan
berkurangnya oksigen dan meningkatnya karbondioksida diikuti dengan asidosis
respiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung dalam
suasana anaerob, sehingga sumber glikogen terutama pada jantung dan hati akan
berkurang dan asam organic yang terjadi akan menyebabkan asidosis metabolik.
Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang akan
disebabkan karena beberapa keadaan :
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunya sel jaringan termasuk
otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem
sirkulasi yang lain mengalami ganguan.
Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam metabolisme anaerob, tubuh
bayi akan menderita hipoglikemia. Pada asfiksia berat menyebabkan kerusakan
membrane sel terutama sel susunan saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan
elektrolit berakibat terjadinya hiperglikemia dan pembengkakan sel. Kerusakan sel
otak terjadi setelah asfiksia berlangsung selama 8 – 15 menit.
Menurunnya atau terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia
mengakibatkan iskemia, bahaya iskemia ini lebih hebat dari hipoksia karena
mengakibatkan perfusi jaringan kurang baik. Pada iskemia dapat mengakibatkan
sumbatan pembuluh darah kecil setelah mengalami asfiksia 5 menit atau lebih
sehingga darah tidak dapat mengalir meskipun tekanan perfusi darah sudah normal.
Peristiwa ini mungkin mempunyai peranan penting dalam menetukan kerusakan yang
menetap pada proses asfiksasi.
BBL mempunyai karakteristik yang unik. Transisi dari kehidupan janin
intrauterin ke kehidupan bayi ekstrauterin, menunjukkan perubahan sebagai berikut.
Alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan bayi mengambil
nafas pertama, udara memasuki alveoli paru dan cairan paru diabsorpsi oleh jaringan
paru

2.6 Pathway
2.7 Komplikasi
Meliputi berbagai organ yaitu :
a. Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
b. Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persiste pada neonatus,
c. perdarahan paru, edema paru
d. Gastrointestinal : enterokolitis nekotikos
e. Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH
f. Hematologi DIC

2.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium AGD : mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu memberikan O2
yang adekuat.
b. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
c. Babygram (photo rongten dada)
d. Ekstrolit darah
e. Gula darah
f. Pulse oximetry : metode pemantauan non invasive secara kontinau terhadap
saturasi O2 Hb, pemantauan SPO2

2.9 Penatalaksanaan
a. Apneu primer : nafas cepat, tonus otot berkurang, sianosis
b. Apneu sekunder : nafas megap-mega dan dalam, denyut jantung menurun, lemas,
tidak berespon terhadap rangsangan
c. Tindakan ABC
1) Assesment/Airway : observasi warna, suara, aktivitas bayi, HR, RR, Capilary
refill
2) Breathing : melakukan rangsangan taksil untuk mulai pernafasan
3) Circulation : bila HR < 60 x ermenit atau 80 x permenit, jika tidak ada
perbaiakan dilakukan kompresi.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian fokus

1. Data biografi
2. Riwayat persalinan
3. Pemeriksaan fisik
4. Riwayat kesehatan klien / bayi saat ini
5. Riwayat kelahiran bayi
6. Nilai apgar skore
7. Pengkajian ABC
8. Pemerikasaan tingkat perkembangan/efleks premitif

3.2 Diagnosa dan Intervensi


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan mucus
a. Bersihkan jalan nafas
b. Auskultasi suara nafas
c. Berikan O2 baik nasal atau dengan headbox
d. Monitor status O2
e. Monitor respirasi
f. Lakukan fisioterapi dada
g. Posisikan bayi untuk memaksimalkan ventilasi
h. Kalaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
a. Buka jalan nafas
b. Posisikan bayi
c. Auskultasi suara nafas
d. Keluarkan lender dengar suction
e. Monitor adanya cuping hidung
f. Monitor respirasi
g. Berikan O2 sesuai indikasi
h. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan suction
i. Kalaborasi dengan untuk pemeriksaan AGD dan terapi obat
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
a. Kaji bunyi paru, frekuensi, kedalaman pernafasan dan produksi sputum
b. Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
c. Pantau keadaan dan keluhan pasien
d. Pantau vital sign
e. Pantau hasil AGD
4. Resiko cidera berhubungan dengan anomaly congenital tidak terdeteksi, tidak
teratasi pemajanan pada agen infeksius
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
b. Pakai sarung tangan steril
c. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi
d. Bebaskan dari cidera dan komplikasi
5. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh (hipo/hipertermia) berhubungan dengan
transisi lingkungan
a. Hangatkan bayi
b. Monitor gejala hipotermi atau hipertermi
c. Monitor vital sign
d. Monitor adanya bradikardi
e. Monitor pernafasan
f. Kaji warna kulit dan gejala siaonosis
6. Proses keluarga terhenti berhubungan dengan pergatian status kesehatan anggota
keluarga
a. Tentukan proses tipe keluarga
b. Identifikasi efek pertukaran peran dalam anggota keluarga
c. Bantu anggota keluarga menggunakan metode support yang ada
d. Bantu anggota kelaurga untuk merencanakan strategi yang normal dalam
segala situasi
7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan respon imun yang terganggu
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi
b. Lakukan tehnik aseptic dan antiseptic dalam pemberian askep
c. Lakukan perawatan tali pusat
d. Jaga kebersihan badan dan lingkungan bayi
e. Observasi tanda infeksi
f. Hindarkan bayi kontak dengan yang sakit
g. Kalaborasi pemberian obat dan antiseptic
8. Resiko terjadinya hipoglikemi berhubungan dengan metabolism meningkat
a. Berikan nutrisi secara adekuat
b. Hanagtkan bayi
c. Observasi tanda vital
d. Lakukan cek GDS
e. Monitor keadaan umum
f. Kalaborasi dengan tim medis utnuk pemeriksaan laboratorium

3.3 Evaluasi
1. Bersihan jalan nafas efektif
2. Pola nafas efektif
3. Pertukaran gas adekuat
4. Resiko cidera dapat dicegah
5. Suhu kembali normal
6. Koping keluarga adekuat
7. Tidak terjadi infeksi
8. Tidak terjadi hipoglikemi selama masa perawatan

Anda mungkin juga menyukai

  • Protista
    Protista
    Dokumen5 halaman
    Protista
    audrey talitha
    Belum ada peringkat
  • Analisa Kulit Pertama
    Analisa Kulit Pertama
    Dokumen2 halaman
    Analisa Kulit Pertama
    audrey talitha
    Belum ada peringkat
  • P
    P
    Dokumen9 halaman
    P
    audrey talitha
    Belum ada peringkat
  • Makalah PKN
    Makalah PKN
    Dokumen10 halaman
    Makalah PKN
    audrey talitha
    Belum ada peringkat
  • Pathway Tof
    Pathway Tof
    Dokumen3 halaman
    Pathway Tof
    audrey talitha
    Belum ada peringkat
  • Latihan
    Latihan
    Dokumen7 halaman
    Latihan
    audrey talitha
    100% (2)