Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAULUAN

1.1 Latar belakang


Gangguan aliran darah yang menimbulkan berbagai gejala
pada penyakit jantung koroner dan bila aliran darah terhenti/tidak
dapat dikompensasi oleh jantung maka akan terjadi serangan
jantung (miokard infark) yang dapat mengakibatkan kematian.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosa
penyakit ini adalah dengan wawancara keluhan (anamnesis),
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
rekam jantung (elektrokardiografi/EKG), threadmill test,
echokardiografi dan angiografi/kateterisasi jantung (penciteraan
pembuluh darah jantung). Darah adalah salah satu bagian tubuh
yang biasanya digunakan untuk memeriksa berbagai gangguan
fungsi tubuh, termasuk kesehatan jantung. Sebuah studi telah
membuktikan bahwa ada beberapa jenis tes darah yang bisa
membantu deteksi penyakit jantung sejak awal.
Pemeriksaan fungsi ginjal adalah adalah prosedur
pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui seberapa baik
ginjal bekerja dan untuk mendeteksi adanya gangguan pada organ
tersebut. Ginjal merupakan sepasang organ yang terletak di
belakang rongga perut (retroperitoneal), dan berfungsi untuk
membuang zat sisa serta kelebihan cairan dari dalam darah. Selain
menjaga keseimbangan cairan, organ ini juga berfungsi untuk
menjaga keseimbangan kadar mineral dalam tubuh, serta
membantu proses pembentukan vitamin D, sel darah merah, dan
hormon yang mengatur tekanan darah.
Jika seseorang mengalami kerusakan ginjal, ginjal tidak
dapat melakukan fungsi-fungsinya dengan optimal sehingga
menyebabkan berbagai gangguan dalam tubuh. Untuk mendeteksi
adanya penyakit ginjal dan menentukan apakah ginjal bekerja
dengan baik, seseorang harus menjalani pemeriksaan fungsi ginjal.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa tujuan pemeriksaan penunjang jantung dan ginjal?
2. Apa saja klasifikasi pemeriksaan penunjang jantung dan ginjal?
3. Bagaimana peran perawat dalam pemeriksaan penunjang
jantung dan ginjal?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tujuan pemeriksaan penunjang jantung dan
ginjal.
2. Untuk mengetahui jenis pemeriksaan penunjang jantung dan
ginjal.
3. Untuk mengetahui peran perawat dalam prosedur pemeriksaan
penunjang jantung dan ginjal.
BAB III
PEMBAHASAN
2.1 Tujuan pemeriksaan penunjang jantung dan ginjal
2.1.1 Tujuan pemeriksaan penunjang jantung

Pemeriksaan jantung adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk


mendeteksi kemungkinan terjadinya gangguan pada jantung, atau
sebagai pencegahan penyakit jantung. Meski sangat berbahaya dan
dapat menyebabkan kematian, penyakit jantung dapat dicegah pada
sebagian besar orang. Guna mendeteksi penyakit jantung secara dini,
dianjurkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter apabila merasa
mengalami gejala-gejalanya.

Prosedur Pemeriksaan Jantung

Untuk mendapatkan diagnosis terkait kondisi jantung, dokter


jantung bisa menjalankan satu atau serangkaian tes. Langkah pertama
yang dilakukan dokter adalah bertanya tentang gejala yang dialami
pasien, serta riwayat kesehatan pasien dan keluarganya. Hal tersebut
ditanyakan karena penyakit jantung bisa terkait dengan faktor genetik.
Kemudian dokter akan memeriksa jantung pasien, misalnya denyut dan
bunyi jantung.

Setelah pemeriksaan fisik dilakukan, dokter dapat menyarankan pasien


untuk menjalani tes darah, misalnya pemeriksaan kadar kolesterol dan
C-reactive protein (CRP). Hasil pemeriksaan ini bisa digunakan untuk
menilai risiko pasien mengalami penyakit jantung. Selain tes darah, di
bawah ini adalah jenis-jenis pemeriksaan lanjutan lainnya yang dapat
disarankan oleh dokter.

a. Pemeriksaan noninvasif

Pemeriksaan ini tidak memerlukan pembuatan sayatan pada kulit


untuk memasukkan perangkat medis. Beberapa pemeriksaan
noninvasif untuk memeriksa kondisi jantung adalah:

b. Elektrokardiografi
Elektrokardiografi (EKG) adalah tes singkat untuk merekam
aktivitas listrik jantung menggunakan elektroda yang tersambung
dengan mesin EKG. Tes ini dilakukan pada pasien yang menunjukkan
gejala nyeri dada, gangguan pernapasan, mudah lelah, dan gangguan
irama jantung. Prosedur EKG hanya berlangsung sekitar 10 menit.

c. Ekokardiografi

Ekokardiografi adalah tes yang menggunakan gelombang suara


untuk melihat kondisi jantung dan katup jantung. Pada gambar yang
dihasilkan gelombang suara, bisa terlihat bila ada bekuan darah, cairan
pada membran tipis berbentuk kantong yang melapisi jantung
(perikardium), atau gangguan pada pembuluh darah arteri terbesar
(aorta). Tes ini umumnya berlangsung kurang dari 1 jam.

d. Uji tekanan (stress test)

Uji tekanan dijalankan untuk memantau kerja jantung dengan EKG


atau ekokardiografi saat menjalani aktivitas fisik atau diberikan obat-
obatan khusus, agar diketahui ada atau tidaknya gangguan aliran darah
dari dan ke jantung. Pada tes ini, pasien diminta berjalan di treadmill
atau menggunakan sepeda statis, diawali dengan kecepatan rendah
kemudian secara bertahap ditingkatkan kecepatannya.

Selama pasien menjalani latihan, dokter akan memantau irama jantung


dan tekanan darah pasien. Tes akan akan dihentikan jika pasien
merasakan gejala, seperti sesak napas, nyeri dada, pusing, atau
kelelahan.

e. USG Doppler karotis

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya


penyumbatan di pembuluh darah karotis, yang terletak di kedua sisi
leher. Prosedur yang menggunakan media USG umumnya berlangsung
selama 10-30 menit.

f. Holter monitoring
Holter monitoring adalah tes yang memantau dan merekam
aktivitas listrik jantung selama 24 jam, melalui sebuah perangkat kecil
yang disebut monitor Holter. Monitor Holter digunakan dengan cara
dikalungkan di dada pasien selama 1-2 hari, sambil pasien menjalani
aktivitas harian secara normal.

g. Tilt table test

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui yang menjadi


penyebab pasien pingsan. Dalam tes ini, pasien dibaringkan di meja
pemeriksaan yang akan digerakkan dari posisi tidur ke posisi tegak
atau berdiri. Di saat yang sama, dokter akan memeriksa irama jantung,
tekanan darah, dan kadar oksigen dalam tubuh. Hasil pemeriksaan
akan membantu dokter menentukan apakah pingsan yang dialami
pasien disebabkan oleh penyakit jantung atau karena kondisi lain.

h. Rontgen dada

Rontgen dada adalah prosedur pemeriksaan yang menggunakan


radiasi sinar Rontgen untuk menghasilkan gambar organ dalam,
jaringan, dan tulang. Prosedur ini dilakukan untuk melihat kondisi
jantung, saluran napas dan paru-paru, serta pembuluh darah dan tulang
di rongga dada. Pemeriksaan ini berlangsung sekitar 20 menit.

i. CT scan jantung

CT scan jantung adalah pemeriksaan yang menggunakan radiasi


sinar-X, untuk mengetahui beberapa gangguan pada jantung, seperti
penyakit jantung bawaan, bekuan darah di jantung, plak lemak pada
arteri koroner, dan kelainan katup jantung. Pemeriksaan ini
berlangsung sekitar 10 menit.

j. MRI jantung

MRI jantung adalah pemeriksaan dengan menggunakan medan


magnet dan gelombang radio, untuk mengetahui kondisi jantung dan
pembuluh darah di sekitarnya. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi
kelainan jantung, penyakit jantung koroner, gagal jantung, kelainan
katup jantung, dan perikarditis. Pemeriksaan dengan MRI bisa
berlangsung selama 30-90 menit.

k. Pemeriksaan invasif

Jika hasil pemeriksaan fisik, tes darah, dan prosedur noninvasif


belum memberikan kepastian, dokter dapat menjalankan prosedur
invasif, seperti:

l. Angiografi koroner

Angiografi koroner atau katerisasi jantung adalah pemeriksaan


yang dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami penyakit
jantung koroner. Dalam prosedur ini, cairan kontras akan disuntikkan
ke pembuluh darah melalui kateter. Kemudian dokter akan melihat
aliran darah menuju jantung melalui foto Rontgen yang tampak di
monitor.

m. Elektrofisiologi jantung

Elektrofisiologi jantung dilakukan pada pasien dengan aritmia.


Pada pemeriksaan ini, dokter memasukkan elektroda ke jantung
melalui kateter. Elektroda tersebut berfungsi untuk mengirim sinyal
listrik ke jantung, dan merekam respons dari jantung.

2.1.2 Tujuan pemeriksaan penunjang ginjal

Pemeriksaan fungsi ginjal adalah adalah prosedur pemeriksaan


yang dilakukan untuk mengetahui seberapa baik ginjal bekerja dan
untuk mendeteksi adanya gangguan pada organ tersebut. Pada
pemeriksaan fungsi ginjal, darah dan urine pasien akan diambil untuk
kemudian diamati di laboratorium. Ginjal merupakan sepasang organ
yang terletak di belakang rongga perut (retroperitoneal), dan berfungsi
untuk membuang zat sisa serta kelebihan cairan dari dalam darah.
Selain menjaga keseimbangan cairan, organ ini juga berfungsi untuk
menjaga keseimbangan kadar mineral dalam tubuh, serta membantu
proses pembentukan vitamin D, sel darah merah, dan hormon yang
mengatur tekanan darah. Jika seseorang mengalami kerusakan ginjal,
ginjal tidak dapat melakukan fungsi-fungsinya dengan optimal
sehingga menyebabkan berbagai gangguan dalam tubuh. Untuk
mendeteksi adanya penyakit ginjal dan menentukan apakah ginjal
bekerja dengan baik, seseorang harus menjalani pemeriksaan fungsi
ginjal.

Pemeriksaan Laboratorium ginjal

Pemeriksaan laboratorium berperan sangat penting untuk


mengetahui gangguan fungsi ginjal, disamping pemeriksaan fisik,
radiologi dan lainnya. Untuk tahap awal mengetahui adanya gangguan
ginjal, cukup pemeriksaan urin lengkap, ureum, kreatinin dengan
eGFR (Estimated Glomerular Filtration Rate). Pemeriksaan lanjutan
dilakukan bila ada indikasi seperti test bersihan kreatinin (Clearence
Creatinin), Mikroalbumin urin, Cystatin C, Rasio Albumin Kreatitin
dll.

a. Analisa Urin Lengkap

Pemeriksaan ini sebaiknya menggunakan urin pagi pertama atau


kedua setelah bangun tidur, dianjurkan mengambil urin porsi tengah
atau urin yang dikeluarkan dipertengahan kencing dan ditampung
ditempat yang bersih. Pemeriksaan ini dapat mengetahui adanya
infeksi ginjal / saluran kencing (Leukosit meningkat, Bakteri positif,
Leukosit Esterase positif), dugaan batu (Eritrosit meningkat),
kerusakan / kebocoran ginjal (Protein dan Silinder positif), kurang
minum (Urin kuning tua, Berat jenis meningkat), duagaan Diabetes
(Gula positif), penyakit Hati (Urin kuning tua / seperti air teh,
Bilirubin positif).

b. Ureum

Ureum adalah sisa metabolisme protein yang dikeluarkan melalui


ginjal, kadarnya naik bila ada kerusakan atau gangguan fungsi ginjal.
Peningkatan ureum juga dapat terjadi bila banyak makan protein,
dehidrasi dan gagal jantung. Nilai normal dalam darah 10 – 40 mg/dl.

c. Kreatinin

Kreatitnin berasal dari pemecahan keratin fosfat di otot,


menggambarkan fungsi ginjal lebih tepat karena tidak dipengaruhi
oleh diet protein, hanya dipengaruhi masa otot. Kreatinin dikeluarkan
dari tubuh melalui ginjal, bila terjadi kerusakan atau penurunan fungsi
ginjal maka kadarnya meningkat dalam darah. Nilai normal dalam
darah < 1,3 mg/dl.

d. eGFR Kreatinin

eGFR (Estimated Glomerular Filtratin Rate) adalah perkiraan


untuk menentukan kemampuan fungsi ginjal dalam menyaring atau
membersihkan darah menggunakan perhitungan rumus atau formula
MDRD (Modification of Diet in Renal Disease) danCKD-EPI
(Chronic Kidney Disease Epidemiology Collaboration), berdasarkan
Kreatinin darah, umur dan jenis kelamin. Namun demikian,
perhitungan eGFR tidak bisa digunakan pada wanita hamil, obesitas,
sangat kurus, asites, anak – anak dan usia lanjut (diatas 65 tahun).
Untuk keadaan seperti ini harus melakukan CCT (Creatinin Clerence
Test).

e. Nilai eGFR
Normal ≥90mL/menit/1,73m2
Penurunan Ringan 60 – 89
Penurunan Sedang 30 – 59
Penurunan Berat 15 – 29
Gagal Ginjal < 15

f. Test Bersihan Kreatinin (Creatinin Clearence Test/ CCT)

Test ini untuk menentukan kemampuan fungsi ginjal lebih teliti


dalam menyaring atau membersihkan darah, menggunakan perhitungan
berdasarkan pengukuran kadar kreatinin darah, kreatinin urin 24 jam,
berat badan, tinggi badan, dan volume urin yang dikumpulkan selama 24
jam, pengumpulan urin selama 24 jam tidak boleh ada yang terbuang.
Nilai normal CCT 80 – 110 ml/menit.

g. Mikroalbumin Urin

Pemeriksaan ini untuk mendeteksi adanya sejumlah kecil albumin


dalam urin, pada orang sehat kadarnya dibawah 30 mg/urin 24 jam.
Pemeriksaan ini sering dilakukan untuk memantau adanya gangguan
ginjal pada penderita Diabetes dan Hipertensi, bila hasil pemeriksaan
albumin urin biasa masih negatif. Pemeriksaan ini sebaiknya
menggunakan urin yang dikumpulkan selama 24 jam.

h. Albumin Kreatinin Rasio

Pemeriksaan ini untuk menentukan adanya albumin diurin dengan


cara dibandingkan (rasio) dengan kreatinin di urin, pemeriksaan ini
cukup menggunakan urin sewaktu, tidak perlu urin 24 jam sehingga
lebih praktis. Nilai normal untuk pria < 17 mg albumin/gram kreatinin,
untuk wanita < 25 mg albumin/gram kreatinin.

i. Cystatin C
Cystatin C adalah protein kecil yang dihasilkan oleh sel-sel berinti,
dikeluarkan dari darah melalui ginjal. Kadarnya dalam darah akan
meningkat bila terjadi gangguan fungsi ginjal. Nilai normal Cystatin C
pada pria 0,57 - 0,96 mg/L, pada wanita 0,50 - 0,96 mg/L.

2.2 Klasifikasi pemeriksaan penunjang jantung dan ginjal

Klasifikasi Pemeriksaan penunjang ginjal dan jantung

1. Pemeriksaan penunjang ginjal


a. Pielogram Intravena (PIV)
Prosedur yang lazim pada PIV antara lain : foto polos abdomen
yang kemudian dilanjutkan dengan penyuntikan medium kontras
intravena. Sesudah disuntikan, makasetiap menit selama lima menit
pertama dilakukan pengambilan foto untuk memperoleh gambaran
korteks ginjal. Dengan meneliti hasil foto pada menit ketiga dan
kelima, dapat diketahui fungsi kaliks. Foto lain yang diambil pada
menit ke-15 dapat memperlihatkan kaliks, pelvis dan ureter. Struktur-
struktur ini akan mengalami distorsi bentuk apabila terdapat kista, lesi
dan obstruksi. Foto terakhir diambil pada menit ke-45 yang
memperlihatkan kandung kemih. Kalau penderita menderita azotemia
berat (BUN 70 mg/100 ml) biasanya tidak dilakukan pemeriksaan PIV
karena menunjukkan GFR yang sangat rendah. Dengan demikian zat
warna tidak dapat diekskresi dan pielogram sulit dilihat.
Kadang-kadang dilakukan pielogram retrograd dengan memasukka
kateter melalui ureter dan menyuntikkan mesium kontras langsung ke
ginjal. Indikasi utama tindakan ini adalah urologik, misalnya pada
pemeriksaan lanjutan ginjal yang tidak berfungsi atau bila hasil PIV
tidak jelas. Tindakan ini sedapat mungkin tidak dilakukan karena
memerlukan anestesi dan sangat mungkin mendapat bahaya infeksi.
PIV strandar memiliki banyak kegunaan. PIV dapat memastikan
keberadaan dan posiis ginjal, serta menilai ukuran dan bentuk ginjal.
Efek berbagai penyakit terhadap kemampuan ginjal untuk memekatkan
dan mengekskresi zat warna dapat juga dinilai.

b. Ultrasonografi ginjal
Gelombang suara frekuensi tinggi (suara ultra) yang diarahkan ke
abdomen dipantulkan oleh permukaan jaringan yang densitasnya
berbeda-beda. Gelombang pantul atau echo digunakan untuk
membentuk bayangan (sonogram) yang menyatakan bagian-bagian
ginjal. Ultrasonografi khususnya bermanfaat untuk membeda-bedakan
tumor padat dari kista yang mengandung cairan. Karena penilaian
suara ultra tidak tergantung pada fungsi ginjal, ultrasonografi dapat
dilakukan pada penderita gagal ginjal berat dimana ginjal tidak terlihat
pada pielogram intravena (PIV).
c. Pencitraan radionuklid ginjal
Pencitraan radionuklid memerlukan penyuntikan radioaktif yang
kemudian dideteksi dari luar dengan menggunakan suatu kamera
skintilasi (gamma) yang dapat menerima pancaran radioaktif.
Informasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi baik
struktur maupun fungsi. Pencitraan radionuklid digunakan untuk
berbagai tujuan tertentu dalam penilaian ginjal, tetapi kegunaannya
yang utama adalah untuk mengevaluasi transplantasi ginjal.
d. Sistouretrogram berkemih
Tindakan ini mencakup pengisian kandung kemih dengan zat
kontras melalui kateter. Diambil foto saluran kemih bagian bawah
sebelum, selama dan sesudah mengosongkan kandung kemih.
Kegunaan diagnostiknya terutama untuk mencari kelainan-kelaianan
pada uretra (misalnya: stenosis) dan untuk menentukan apakah
terdapat refluks vesikoureteral.
e. CT-scan
Satu penggunaan yang bermanfaat dari CT-scan ginjal adalah
kemampuannya untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti
penyebaran tumor) yang kemungkinan akan sulit di deteksi dengan
angiografi.
f. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah suatu teknik pengambilan gambar yang non-invasif
tetapi dapat memberikan informasi yang sepadan dengan CT-scan
ginjal, dengan keuntungan bahwa metode ini tidak memerlukan suatu
pemaparan terhadap radiasi ion atau tidak memerlukan pemberian
media kontras.
g. Arteriogram ginjal
Pembuluh darah ginjal dapat terlihat pada arteriogram. Tindakan
yang biasa dilakukan adalah memasukkan kateter melalui arteri
femoralis dan aorta abdominalis sampai setinggi arteri reanlis. Zat
kontras disuntikkan pada tempat ini, dan akan mengalir ke dalam arteri
renalis dan cabang-cabangnya.

2. Pemeriksaan penunjang pada jantung


a. Elektrokardiogram permukaan (EKG)
EKG adalah suatu pencatatan grafis aktivitas listrik jantung. Pada
EKG akan tergambar gelombang yang disebut sebagai gelombang P,
QRS dan T, sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya
melalui sistem konduksi dan miokardium. Gelombang-gelombang ini
direkam pada kertas grafik dengan skala waktu horizontal dan skala
voltase vertikal.
b. Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan prosedur pemeriksaan yang memakai
ultrasound sebagai media pemeriksaan. Suatu transduser yang
memancarkan gelombang ultrasonik atau gelombang suara dengan
frekuensi tinggi diluar kemampuan pendengaran manusia, ditempatkan
pada dinding dada penderita dan diarahkan ke jantung. Ketika
gelombang ultrasonik berjalan melewati jantung, gelombang ultrasonik
tersebut akan dipantulkan kembali menuju transduser setiap kali
gelombang itu melewati batas antara jaringan-jaringan dengan densitas
berbeda atau yang memiliki impedasi akustik berbeda. Energi mekanik
dari gelombang suara yang dipantulkan kembali atau disebut “echo”
(=gema) dari jantung ini, akan dikonversi menjadi impuls listrik oleh
transduser dan diperlihatkan sebagai citra jantung pada osiloskop atau
pada scarik kertas pencatat.
c. CT(Computed Tomography) scan
Tomography adalah suatu gambaran potongan melintang tubuh.
d. Pencitraan radionuklid
Pada saat ini dipakai tiga teknik radionuklid (1) pencitraan
miokardium dengan thalium untuk evaluasi perfusi miokardium, (2)
pencitraan lekat-infark memakai teknetium untuk mendeteksi nekrosis
miokardium akut, dan (3) sidik pool darah dengan memakai teknetium
untuk evaluasi fungsi ventrikel.
e. Computed Emission tomography
Cara pemeriksaan dengan tomography ini disebut computed
emission tomography (CET) yang berbeda dengan computed
(transmission) tomography yang sudah dijelaskan terlebih dahulu. Citra
dari pemeriksaan CET berdasarkan pada deteksi radiasi yang
dikeluarkan dari peluruhan radionuklid dan bukan dengan jalan
meneteksi sinar x yang ditransmisikan ke seluruh tubuh.
f. Digital substraction angiography
Digital substraction angiography (DSA) dipakai untuk
mempertajam gambaran angiografi, caranya yaitu dengan
menyuntikkan bahan kontras melalui vena sentral atau perifer.
Gambaran yang disebut sebagai mask image, direkam sebelum
penyuntikan bahan kontras. Kemudian dilakukan pengambilan berbagai
gambar sewaktu bahan kontras berjalan melalui jantung. Gambar-
gambar yang dihasilkan ini kemudian diolah menajadi suatu panduan
gambar.
g. Magnetic resonance imaging
MRI sebelumnya dikenal dengan nama nuclear magnetic resonance
(NMR), adalah suatu teknik pencitraan dengan tomografi yang tidak
memrlukan pemberian radionuklid. Tekik ini didasarkan pada analisis
sifat-sifat magnetik inti. Tipe-tipe inti tertentu memiliki suatu spin yang
inheren (tidak dapat dipisahkan karena sudah menyatu). Sewaktu inti
bermuatan berputar, terbentuklah suatu bidang magnetik di sekeliling
atom.

2.3 Peran perawat dalam pemeriksaan penunjang jantung dan ginjal


a. peran perawat dalam pemeriksaan Laboratorium

Perawat mempunyai kontribusi dalam pengkajian status kesehatan


klien dengan mengumpulkan spesimen cairan tubuh. Semua klien rawat
inap menjalani paling sedikit satu kali pengumpulan spesimen
laboratorium selama dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan.

Sekumpulan pemeriksaan laboratorium yang dirancang, untuk tujuan


tertentu misalnya untuk mendeteksi penyakit, menentukan resiko,
memantau perkembangan penyakit, memantau perkembangan pengobatan,
dan lalin-lain. Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang
banyak di jumpai dan potensial membahayakan. Pemeriksaan yang juga
merupakan proses General medical check up (GMC),

meliputi : Hematologi Rutin, Urine Rutin, Faeces Rutin, Bilirubin Total,


Bilirubin Direk, GOT, GPT, Fotafase Alkali, Gamma GT, Protein
Elektroforesis, Glukosa Puasa, Urea N, Kreatinin, Asam Urat, Cholesterol
Total, Trigliserida, Cholesterol HDL, Cholesterol LDL-Direk.

b. Peran Perawat Dalam Pemeriksaan Darah

Peran perawat dalam pemeriksaan darah yaitu hanya membantu


untuk menunjang pengambilan darah pada pasien. Seperti persiapan alat,
persiapaan pasien, langkah kerja dan documentasi. Setelah itu sampel
darah akan diberi kepada bagian medis yang ahli seperti analis.
c. Peran Perawat Dalam Pemeriksaan Rontgen

Perawat radiologis biasanya mengembangkan dan mengelola


rencana perawatan untuk membantu pasien memahami prosedur dan
kemudian, memulihkan diri dari prosedur. Hal ini mungkin juga termasuk
bekerja dengan keluarga pasien. Perawat dapat melakukan pemeriksaan
atau melaksanakan tindakan kesehatan preventif dalam pedoman yang
ditetapkan dan instruksi dari ahli radiologi. Selain itu, perawat dapat
merekam temuan dokter dan mendiskusikan kasus dengan baik ahli
radiologi atau profesional kesehatan lainnya. Seringkali, seorang perawat
radiologis akan membantu selama pemeriksaan atau terapi.

d. Peran Perawat Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik


1. Menggunakan komunikasi terbuka dan jujur, tunjukkan rasa empati.
Dengarkan dengan baik, tetap berpikiran terbuka, serta amati respon
verbal an nonverbal klien dan keluarga. Saat berkomunikasi mungkin
saja klien akan menghindari topic pembicaraan, diam, atau mungkin
saja menolak untuk berbicara. Respon berduka yang normal seperti
kesedihan, mati rasa, penyangkalan, marah, membuat komunikasi
menjadi sulit. Jika klien memilih untuk tidak mendiskusikan
penyakitnya saat ini, perawat harus mengizinkan dan katakana bahwa
klien bisa kapan saja mengungkapkannya. Memberi kebebasan klien
memilih dan menghormati keputusannya akan membuat hubungan
terapeutik dengan klien berkembang.
2. Menilai Pemahaman Pasien dengan Baik Pasien yang didiagnosis
mengalami penyakit kronis sering mencoba untuk memahami secara
konkret antara gejala yang muncul dan penegakan diagnosa. Keadaan
tersebut menjelaskan bahwa dalam tahap awal penegakan diagnosa
penyakit ginjal kronis, pasien cenderung tidak percaya, membutuhkan
waktu untuk menerima diagnosa tersebut, dan membutuhkan waktu pula
untuk mengubah perilaku. Sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa
pasien yang didiagnosis dengan penyakit kronis bersikap meremehkan
tingkat keparahan kondisi dan menolak terapi karena menganggap tidak
ada kelainan atau gejala yang tampak. Oleh karena itu, perawat harus
bisa memahami pasien dengan baik. Jika pasien telah mengerti dengan
pasti akan penyakit yang diderita dan apa yang harus dilakukan untuk
mencapai kesembuhan, maka edukasi yang diberikan perawat tentunya
akan lebih dipahami dan dilakukan oleh pasien.
3. Membangun Kepercayaan Diri Pasien: Kepercayaan diri yang kuat
adalah kemampuan pasien untuk melakukan suatu tindakan. Menilai
kepercayaan diri pasien dapat dilakukan dengan cara pengukuran.
Pengukuran dilakukan dengan cara meminta pasien menilai keyakinan
untuk melakukan perubahan perilaku.
4. Mengkaji Pasien tentang Pemeriksaan dan Pelaporan Gejala Gagal
Ginjal Kronis Meskipun tidak tampak gejala pada tahap awal, pada
tahap kerusakan ginjal lebih lanjut akan timbul gejala seperti kelelahan
dan malaise, gangguan tidur, mual dan muntah, anoreksia, perubahan
rasa, penurunan berat badan, pruritus dan ruam kulit, otot kram di
malam hari, edema pada tangan dan kaki dan sekitar mata, konsentrasi
yang buruk, neuropati dan kaki gelisah, dan peningkatan dalam
berkemih (terutama pada malam hari). Maka, edukasi mengenai tanda
dan gejala kelainan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemeriksaan fungsi ginjal adalah adalah prosedur pemeriksaan yang


dilakukan untuk mengetahui seberapa baik ginjal bekerja dan untuk mendeteksi
adanya gangguan pada organ tersebut. bila aliran darah terhenti/tidak dapat
dikompensasi oleh jantung maka akan terjadi serangan jantung (miokard
infark) yang dapat mengakibatkan kematian.

Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosa penyakit ini


adalah dengan wawancara keluhan (anamnesis), pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan rekam jantung
(elektrokardiografi/EKG), threadmill test, echokardiografi dan
angiografi/kateterisasi jantung (penciteraan pembuluh darah jantung). Hasil
suatu pemeriksaan laboratorium sangat penting dalam membantu diagnosa,
memantau perjalanan penyakit serta menentukan prognosa. Karena itu perlu
diketahui faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.

3.2 Saran

Agar pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan


baik, maka perawat harus memahami ilmu pemeriksaan
penunjang dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini
harusdilakukan secara berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur
yang benar.
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam.2008.Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan


Praktik.Jakarta : Salemba Medika

Price,Wilson.1994.Patofisiologi-edisi 4. Jakarta:EGC

Davey,Patrick.2002.Medicane at A Glance.Jakarta: Erlangga

Setiawati, Santun.2007.Paduan Praktis Pengkajian Keperawatan edisi


3.Jakarta:Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai