Anda di halaman 1dari 25

HUKUM

PERJANJIAN
Adinda Nur Aulia
Besty Varisya
Lalu Prateja
Perjanjian

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata:


suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain/lebih.
Syarat Sah Perjanjian

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya


2. Cakap untuk membuat perikatan
3. Suatu Hal Tertentu
4. Suatu sebab yang halal
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

● Kekhilafan
● Paksaan
● Penipuan
2. Cakap untuk membuat perikatan
Yang tidak cakap untuk membuat perikatan (Pasal 1330 KUHPerdata):
a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang
ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya
semua orang kepada siapa undang-undang telah
melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
3. Suatu Hal Tertentu
objek dari suatu perjanjian

● Barang yang merupakan objek perjanjian tersebut


haruslah barang yang dapat diperdagangkan
● Pada saat perjanjian dibuat, minimal barang
tersebut sudah dapat ditentukan jenisnya.
● Tidak dapat dibuat perjanjian terhadap barang
yang masih dalam warisan yang belum terbuka.
4. Suatu Sebab yang Halal
Pasal 1335 KUHPerdata:
“Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat
karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak
mempunyai kekuatan”.

-Dilarang oleh undang-undang


-Berlawanan dengan kesusilaan baik
-Berlawanan dengan ketertiban umum
(Pasal 1337 KUHPerdata)
Salah satu syarat tidak terpenuhi?

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya


2. Cakap untuk membuat perikatan
3. Suatu Hal Tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Macam Macam Perjanjian
Asas Asas Hukum Perjanjian
Asas = Dasar, Pondasi, Pokok dasar, Tumpuan

Fungsi Hukum Asas Hukum

Asas Hukum Asas Dalam Asas Hukum Asas Hukum


Dalam ilmu ukum Umum Khuusus
Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)

Hukum perjanjian mempunyai sistem terbuka. Hukum perjanjian


memberikan kebebasan yang seluas luasnya bagai siapapun untuk
mengadakan perjanjian apa saja asalkan tidak melanggar
ketertiban umum dan kesusilaan. Pada Pasal 1388 ayat 1 KUHPer
berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang undang bagi mereka yang membuatnya”
Asas Konsesualisme

Menurut asas ini, pada dasarnya perjanjian dan perikatan


yang timbul karenanya itu sudah tercipta sejak detik
tercapainya kesepakatan. Sepakat yang diperlukan untuk
dapat menciptakan sebuah perjanjian apabila penyataan
yang dikehendaki suatu pihak diterima oleh pihak
lain.Tempat dimana kesepakatan tersebut disebut sebagai
tempat lahirnya perjanjian. Tempat ini menentukan hukum
manakah yang akan berlaku.
Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)

Dalam hukum perjanjian kedua belah pihak tentu


menginginkan adanya kepastian hukum yang melindungi
perjanjian mereka. Apabila ada salah satu pihak yang
tidak melaksanakan kewajiban mereka (wanprestasi)maka
pihak yang merasa dirugikan bisa membawa kasus ini ke
jalur hukum dan menuntut pihak lainnya yang tidak
menyelesaikan kewajibannya
Asas Itikad Baik (Good Faith)

Para pihak yang telah sepakat harus melaksanakan


perjanjian berdasarkan kepercayaan dan keyakinan yang
teguh serta kemauan dari berbagai pihak yang terikat.
Asas itikad baik ini dibagi menjadi itikad baik nisbi
yakni seseorang memperhatikan sikap yang nyata dari
subjek, selanjutnya ialah itikad baik mutlak. Itikad
baik mutlak ialah penilaian yang berdasarkan akal sehat
serta keadilan untuk menilai keadaan menurut norma
norma yang objektif.
Asas kepribadian (Personality)

Menurut pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pada


umumnya tiada seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama
sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan
untuk dirinya sendiri.Suatu perjanjian hanya meletakkan
hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang
membuatnya. Orang-orang
lain adalah pihak ketiga yang tidak mempunyai sangkut-paut
dengan perjanjian
tersebut.
Pengertian Perikatan
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”.

“Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang


satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau
keadaan”
Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum :

1. Hukum Harta Kekayaan (Law of Property)


2. Hukum Keluarga (Family Law)
3. Hukum Waris (Law of Succession)
4. Hukum Pribadi (Personal Law)
1. Kaidah Hukum
Unsur-Unsur Perikatan
2. Subjek Hukum
Setiap pelaku perikatan yang mengadakan perikatan harus:
➔ Ada kebebasan menyatakan kehendaknya sendiri
➔ Tidak ada paksaan dari pihak manapun
➔ Tidak ada penipuan dari salah satu pihak, dan
➔ Tidak ada kekhilafan pihak-pihak yang bersangkutan
3. Wenang berbuat
➔ Sudah dewasa, artinya sudah berumur 21 tahun penuh
➔ Walaupun belum dewasa, tetapi sudah pernah menikah
➔ Dalam keadaan sehat akal (tidak gila)
➔ Tidak berada dibawah pengampuan
➔ Memiliki surat kuasa jika mewakili pihak lain
4. Objek Perikatan
5. Dalam bidang kekayaan
6. Tujuan Perikatan
Dasar Hukum Perikatan
● Perikatan diatur dalam Buku KUH Perdata.
● Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi karena Perjanjian dan Undang-Undang.
● Aturan mengenai perikatan meliputi bagian umum dan bagian khusus (iex specialis deroget legi generali)
● Bagian Umum meliputi : aturan yang tercantum dalam Bab I, Bab II, Bab III (Pasal 1352 dan 1353), dan Bab IV
KUH Perdata yang belaku bagi perikatan umum.
● Bagian Khusus meliputi : Bab III (kecuali Pasal 1352 dan 1353) dan Bab V sampai dengan Bab XVIII KUH
Perdata yang berlaku bagi perjanjian-perjanjian tertentu saja, yang sudah ditentukan namanya dalam bab-bab
bersangkutan.
● Pengaturan nama didasarkan pada “sistem terbuka”. Sistem terbuka dibatasi oleh tiga hal, yaitu :
1.Tidak dilarang Undang-Undang
2.Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
3.Tidak bertentangan dengan kesusilaan
Jenis Perikatan
1. Perikatan Bersyarat (voorwaardelijk)
2. Perikatan dengan ketetapan waktu (tijdsbepaling)
3. Perikatan Boleh Memilih (alternatief)
4. Perikatan Fakultatif
5. Perikatan Tanggung-Menanggung (hoofdelijk atau solidair)
6. Perikatan Dapat Dibagi Dan Tidak Dapat Dibagi
7. Perikatan dengan Ancaman Hukuman (strafbeding)
8. Perikatan Wajar
Wanprestasi
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda “wanprestatie” yang berarti prestasi buruk atau cedera janji.

Secara etimologi :

“wanprestasi adalah suatu hak kebendaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahan salah satu pihak tidak
dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam kontrak”

Ada empat kategori dari wanprestasi, yaitu :


1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Akibat hukum dari Wanprestasi
1. Debitur diharuskan membayar ganti rugi (pasal 1243 KUH Perdata).
2. Kreditur dapat meminta pembatalan kontrak melalui pengadilan (pasal 1266 KUH
Perdata).
3. Kreditur dapat meminta pemenuhan kontrak atau pemenuhan kontrak disertai ganti
rugi dan pembatalan kontrak dengan ganti rugi (pasal 1267 KUH Perdata)

Pembelaan tersebut ada tiga macam yaitu:


● Karena adanya keadaan memaksa (overmacht atau force majeur).
● Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (exceptio non adimpleti contractus).
● Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi (rechtvenverking).
Hapusnya Perikatan
1. Pembayaran
2. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Penitipan
3. Pembaruan Utang (Novasi)
4. Perjumpaan Utang (kompensasi)
5. Pencampuran Utang
6. Pembebasan Utang
7. Musnahnya benda yang terutang
8. Karena pembatalan
9. Lampau Waktu (Daluarsa)
10. Berlaku Syarat Batal

Anda mungkin juga menyukai