Anda di halaman 1dari 8

(ANALISIS PENALARAN SISWA SMP DALAM MEMECAHKAN MASALAH

MATEMATIKA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR)

1.

Hakikat Gaya Belajar

Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah pasti berbeda
tingkatnya. Ada yang cepat, sedang dan ada pula yang sangat lambat. Setiap individu tidak
hanya belajar dengan kecepatan yang berbeda tetapi juga memproses informasi dengan cara
yang berbeda. Karenanya, mereka seringkali harus menempuh cara berbeda untuk bisa
memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama.

Cara memproses informasi yang diperoleh dikenal dengan istilah gaya belajar. Gaya
belajar merupakan karakteristik penting dari berbagai ciri yang mempengaruhi cara siswa
belajar. Menurut DePorter dan Hernacki (2000:10) dinyatakan bahwa “Gaya belajar adalah
kombinasi dari cara seseorang dalam menyerap informasi, kemudian mengatur informasi, dan
mengolah informasi tersebut menjadi bermakna”. Sedangkan Kemp (1994) menyatakan
bahwa “Gaya belajar adalah cara mengenali berbagai metode belajar yang disukai yang
mungkin lebih efektif bagi siswa tersebut”.

a. Gaya Belajar Visual

Siswa yang bergaya belajar visual dapat dilihat dari ciri-ciri utama yaitu menggunakan
modalitas belajar dengan kekuatan indra mata. DePorter dan Hernacki (2000:117)
menjelaskan bahwa orang bergaya belajar visual lebih dekat dengan ciri seperti lebih suka
mencoret-coret ketika berbicara di telepon, berbicara dengan cepat, dan lebih suka melihat
peta dari pada mendengar penjelasan.Umumnya orang bergaya visual dalam menyerap
informasi menerapkan strategi visual yang kuat dengan gambar dan ungkapan yang berciri
visual. Rose dan Nicholl (2002:136) menyatakan bahwa strategi visual menurunkan aktivitas
berciri ungkapan visual seperti menggunakan peta konsep untuk menyatakan gagasan atau
menggambar sebuah sketsa, atau membuat charta, grafik, atau diagram.

Ciri-ciri gaya belajar visual (DePorter dan Hernacki 2000:116) antara lain: rapi dan teratur,
bicara agak cepat, mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi, tidak mudah
terganggu oleh keributan, mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar, lebih suka

membaca dari pada dibacakan, pembaca cepat dan tekun, seringkali mengetahui apa yang
harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih katakata, lebih suka melakukan demonstrasi dari
pada pidato, lebih suka musik dari pada seni, mempunyai masalah untuk mengingat instruksi

verbal kecuali jika ditulis dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya,
mencoret-coret tanpa arti selama menelepon/kuliah, suka membaca, menonton film/tv,
mengisi TTS, senang memperhatikan ekspresi orang saat berbicara. Lebih mengingat wajah
orang dibandingkan namanya, mengingat kata dengan melihat susunan huruf pada kata.

b. Gaya Belajar Auditorial


Siswa yang bergaya belajar auditorial dapat dikenali dari ciricirinya yang lebih banyak
menggunakan modalitas belajar dengan kekuatan indra pendengaran yakni telinga. DePorter
dan Hernacki (2000:117) menjelaskan bahwa orang bergaya belajar auditorial lebih dekat
dengan ciri seperti lebih suka berbicara sendiri, lebih menyukai ceramah atau seminar dari
pada membaca buku, dan atau lebih suka berbicara dari pada menulis. De Porter dan
Hernacki (2000:119) menyatakan bahwa kata-kata khas yang digunakan oleh orang auditorial
dalam pembicaraan tidak jauh dari ungkapan “aku mendengar apa yang kau katakan” dan
kecepatan bicaranya sedang.

Dalam menyerap informasi umumnya orang bergaya belajar auditorial menerapkan strategi
pendengaran yang kuat dengan suara dan ungkapan yang berciri pendengaran. Rose dan
Nicholl (2002:136) menyatakan bahwa strategi auditorial menurunkan aktivitas berciri
ungkapan suara atau pendengaran seperti membaca sebuah informasi keras-keras dengan cara
dramatis. Dengan mengenal ciri-ciri siswa auditorial di kelas akan memberikan pedoman
pada guru untuk memilih strategi pembelajaran yang memberikan variasi yang bersifat
auditorial. Untuk pembelajaran fisika, guru dapat menjelaskan penerapan hukum atau prinsip
hasil ilustrasi dari langkah-langkah fisika yang panjang serta merangkumnya dalam bentuk
prosedur dan merekam lalu kemudian menyuarakannya.

Ciri-ciri gaya belajar auditori (De Porter dan Hernacki 2000:118): Saat bekerja suka bicara
kepada diri sendiri, mudah terganggu oleh keributan, belajar dengan mendengarkan dan
mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat, merasa kesulitan untuk menulis
(mengarang) namun hebat dalam bercerita, menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan
tulisan di buku ketika membaca, lebih suka gurauan lisan daripada komik, berbicara dalam
irama yang terpola. Suka berbicara, suka berdiskusi dan menjelaskan sesuatu panjang lebar,
dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama dan warna suara, suka mendengar
radio, musik, sandiwara, debat, atau diskusi, mengungkapkan emosi secara verbal (kata-kata)
melalui perubahan nada bicara atau intonasi, ingat dengan baik nama orang, tidak melakukan
kontak mata saat berbicara dengan orang lain dan mempunyai masalah dengan pekerjaan-
pekerjaan yang melibatkan Visual.

c. Gaya Belajar Kinestetik

Siswa yang bergaya belajar visual dapat dilihat dari ciri-ciri utama yaitu menggunakan
modalitas belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung. DePorter dan Hernacki
(2000:117) menjelaskan bahwa orang bergaya belajar kinestetik lebih dekat dengan ciri
seperti saat berpikir lebih baik ketika bergerak atau berjalan, lebih menggerakkan anggota
tubuh ketika bicara dan merasa sulit untuk duduk diam.

Umumnya orang bergaya belajar kinestetik dalam menyerap informasi menerapkan strategi
fisikal dan ekspresi yang berciri fisik. Rose dan Nicholl (2002:136) menyatakan bahwa
strategi kinestetik menurunkan aktivitas berciri ekspresi fisik atau keterlibatan langsung
seperti siswa berjalan atau bergerak saat membaca atau mendengar.

Implikasi mengenal ciri dan strategi kinestetik bagi siswa-siswa di kelas memberikan
pedoman bagi guru memilih pendekatan pembelajaran yang memberikan variasi yang bersifat
fisikal. Dalam pembelajaran fisika, guru dapat membantu siswa membuat paket paket
informasi yang berasal dari input

auditorial

menjadi

bentuk

fisik

seperti:

membuat catatan pada kartu-kartu indeks berukuran postcard

(kartu pos), belajar dalam kelompok seperti melakukan praktikum

fisika guna memahami konsep, prinsip, dan prosedur fisika, serta

mengolah paket-paket informasi dalam majalah dinding kelas melalui

kegiatan periksa dan baca ulang.

Ciri-ciri gaya belajar kinestetik (DePorter dan Hernacki

2000:118): Berbicara perlahan, kadang-kadang butuh waktu untuk

berhenti dan berpikir sejenak setelah satu kalimat sebelum

melanjutkan pada kalimat berikutnya. Penampilan rapi, tidak terlalu

mudah terganggu dengan situasi keributan, belajar melalui

memanipulasi dan praktek, menghafal dengan cara berjalan dan

melihat, menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca,

menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan

Pengaruh Strategi… (Abdul Halim, 141:158)

151
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED

Vol.9 No.2, Desember 2012

tubuh saat membaca, menyukai permainan yang menyibukkan, tidak

dapat mengingat geografi, kecuali jika pernah berada di tempat itu,

menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka,

menggunakan kata-kata yang mengandung aksi, dan tidak dapat

duduk tenang untuk waktu yang lama, serta membuat keputusan

berdasarkan perasaan.

Pengaruh Strategi… (Abdul Halim, 141:158)

JURNAL TABULARASA PPS UNIMED

Vol.9 No.2, Desember 2012

1 Judul artikel KEMAMPUAN PENALARAN SISWA DALAM PEMECAHAN


MASALAH MATEMATIS DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF
Penulis Mochamad Abdul Basir
Sumber http://scholar.google.co.id/scholar_url?url=http%3A%2F%2Fresearch.u
nissula.ac.id%2Ffile%2Fpublikasi%2F211312009%2F905jurnal_edisi_3
_no_1_th_2015.pdf&hl=id&sa=T&oi=ggp&ct=res&cd=4&ei=Kpy3Wq
TDO8KEjwSOiYMQ&scisig=AAGBfm0OBYypbdjWN7QWS4PYLq
wuMLfvRQ&nossl=1&ws=1366x667
Masalah Kemampuan matematika siswa hanya akan manjadi materi yang
mengikuti serangkaian prosedur tanpa mengetahui maknanya jika
kemamampuan
bernalar siswa tidak dikembangkan
Instrumen Tes
Teknik tes kemampuan penalaran dan
pengumpulan Group Embedded Figures Test (GEFT)
data
Analisis mereduksi data, menyajikan data dan
data membuat simpulan
Kesimpulan subjek bergaya kognitif
field independent menguasai lebih tiga dari tujuh indikator kemampuan
penalaran
matematis. Sementara subjek bergaya kognitif field dependent hanya
menguasai
kurang empat dari tujuh indikator kemampuan penalaran matematis
2 Judul artikel KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA SISWA SMP
INDONESIA
PADA TIMSS 2011
Penulis R. Rosnawati
Sumber http://scholar.google.co.id/scholar_url?url=http%3A%2F%2Fstaffnew.u
ny.ac.id%2Fupload%2F132001808%2Fpenelitian%2FMakalah%2BSem
nas%2B2013%2Ban%2BR%2BRosnawati%2BFMIPA%2BUNY.pdf&
hl=id&sa=T&oi=ggp&ct=res&cd=5&ei=u5y3Ws7jBc7ojgT_5qHQCQ
&scisig=AAGBfm0WC8GcpsjcROfWR3WbQT3Vs-
kQAA&nossl=1&ws=1366x667
Masalah Kemampuan penalaran matematika merupakan syarat cukup untuk
dapat
menguasai matematika, oleh karena itu sangat terkait dengan domain
konten. Capaian
rata-rata kemampuan matematika siswa Indonesia menurut Benchmark
Internasional
TIMSS 2011 secara umum berada pada level rendah (Low International
Benchmark) di
bawah median internasional
Instrumen Lembar Pengamatan, panduan pengamatan, panduan observasi
(observation sheet, observation schedule), (checklist)
Teknik Pengamatan/Observasi (Observation)
pengumpula
n data
Analisis mereduksi data, menyajikan data dan
data membuat simpulan
Kesimpulan Kemampuan rata-rata peserta didik Indonesia pada tiap domian ini
masih jauh di bawah
negara tetangga Malaysia, Thailand dan Singapura. Rata-rata persentase
yang paling rendah yang
dicapai oleh peserta dididk Indonesia adalah pada domain kognitif pada
level penalaran
(reasoning) yaitu 17%
3 Judul artikel ANALISIS KARAKTERISTIK GAYA BELAJAR VAK(VISUAL,
AUDITORIAL, KINESTETIK)MAHASISWA PENDIDIKAN
INFORMATIKA ANGKATAN 2014
Penulis Ariesta Kartika Sari
Sumber http://journal.trunojoyo.ac.id/edutic/article/view/395
Masalah Pentingnya gaya belajar untuk mendukung pembelajaran antara pengajar
da pelajar
Instrumen angket/kuesioner
Teknik tes kemampuan penalaran dan
pengumpulan Group Embedded Figures Test (GEFT)
data
Analisis mereduksi data, menyajikan data dan
data membuat simpulan
Kesimpulan Secara keseluruhan, kecenderungan gaya belajar Mahasiswa Angkatan
2014 Prodi Pendidikan Informatika didominasi oleh tipe gaya belajar
Visual sebesar 33%. Contoh karakteristik pembelajaran yang cocok
untuk mahasiswa visual adalah memotivasi mahasiswa untuk
menggambarkan informasi, dengan membuat diagram, simbol dan
gambar berwarna dalam catatan mahasiswa Visual.

4 Judul artikel
PROSES BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR DALAM
MEMECAHKAN
MASALAH BERBENTUK SOAL CERITA MATEMATIKA
BERDASARKAN GAYA BELAJAR
Penulis Mohammad Faizal Amir
Sumber http://scholar.google.co.id/scholar_url?url=http%3A%2F%2Fwww.acad
emia.edu%2Fdownload%2F43182433%2F235-615-1-
PB.pdf&hl=id&sa=T&oi=ggp&ct=res&cd=2&ei=B5q3Wp-
UGOKyjwS3iYDgAw&scisig=AAGBfm2yG05rmlxxhBmJkW6-
hDjlHxmzLA&nossl=1&ws=1366x667
Masalah mengidentifikasi proses berpikir kritis siswa sekolah dasar
dalam memecahkan masalah berbentuk soal cerita berdasarkan
perbedaan gaya belajar
(visual, auditori, dan kinestetik)
Instrumen peneliti, tes berpikir kritis, tes gaya belajar, dan pedoman wawancara
Teknik tes, wawancara, dan observasi. Oleh karena itu, triangulasi yang
pengumpulan digunakan adalah triangulasi teknik
data
Analisis mereduksi data, menyajikan data dan
data membuat simpulan
Kesimpulan Perbedaan proses berpikir kritis tersebut paling menonjol terlihat pada
langkah enumerate, analyze, list dan self-corret. Perbedaan tersebut
terletak pada cara dan jawaban yang dipilih berdasarkan fakta dan alasan
logis yang diberikan, perbedaan yang lain terletak pada ketelitian siswa
dalam memeriksa kembali jawaban yang diperoleh. Siswa kinestetik
dapat dikatakan memiliki proses berpikir kritis lebih baik dibandingkan
siswa visual dan auditori pada langkah Enumerate, Analyze, List, dan
Self-Correct. Sementara, siswa auditori dapat dikatakan memiliki proses
berpikir kritis lebih baik dibandingkan siswa visual. Siswa visual
cenderung melihat fokus permasalahan dan menganalisa jawaban
berdasarkan gambar. Siswa auditori seringkali membaca soal dan
jawaban kembali agar dapat menyebutkan fokus permasalahan, apa yang
diketahui, apa yang ditanyakan, dan menganalisa permasalahan.
Sementara siswa kinestetik melakukannya dengan menggerakgerakkan.

anggota badan dan pensil untuk menentukan fokus dan menganalisa


permasalahan.
5 Judul artikel Identifikasi Gaya Belajar Matematika Siswa Kelas VII di SMP Negeri
14 Malang
Penulis Yudha Agustama dan Makbul Muksar
Sumber http://scholar.google.co.id/scholar_url?url=http%3A%2F%2Fjurnal-
online.um.ac.id%2Fdata%2Fartikel%2Fartikel70086450DCF783AE005
F630704AFF309.pdf&hl=id&sa=T&oi=ggp&ct=res&cd=6&ei=H5u3W
s-aOY-
VjgS69ITQCA&scisig=AAGBfm22u_PeVCVPdlHBE3V_AYtEMyrN
Zw&nossl=1&ws=1366x667
Masalah mendeskripsikan gaya belajar
siswa dalam menyelesaikan masalah matematik yang selanjutnya
disebut
gaya belajar matematika
Instrumen Lembar Pengamatan, panduan pengamatan, panduan observasi
(observation sheet, observation schedule), (checklist)
Teknik Peneliti
pengumpulan menggunakan wawancara, observasi, dan pendokumentasian
data
Analisis mereduksi data, menyajikan data dan
data membuat simpulan
Kesimpulan secara umum gaya belajar siswa dalam
menyelesaikan masalah matematik menggunakan kombinasi tiga gaya
belajar, yaitu: visual, auditorial, dan kinestetik yang masing-masing
siswa mempunyai kecenderungan tipe gaya belajar tersendiri. Tetapi,
pada tahap-tahap tertentu ada siswa yang menggunakan kombinasi dua
gaya belajar.

Tujuan diberikannya pendidikan matematika menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


(KTSP) menggambarkan kompetensi matematika yang ingin dicapai sebagai berikut
(BSNP,2006: 140):
1.Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam
pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan, dan pernyataan
matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap saling menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah.

Menurut Sumarmo (Yulia, 2012: 22) mengungkapkan bahwa indikator siswa telah menguasai
kemampuan penalaran matematis adalah sebagai berikut, (1) Menarik kesimpulan logis; (2)
Memberi penjelasan menggunakan gambar, fakta, sifat, hubungan yang ada; (3)
Memperkirakan jawaban dan proses solusi; (4) Menggunakan pola hubungan untuk
menganalisis, membuat analogi, generalisasi, dan menyusun serta menguji konjektur; (5)
Mengajukan lawan contoh; (6) Mengajukan aturan inferensi, memeriksa validitas argument,
dan menyusun argument yang valid; (7) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak
langsung, dan pembuktian dengan induksi matematika.

Selain itu, indikator kemampuan penalaran yang dijelaskan dalam teknis Peraturan Dirjen
Dikdasmen Depdiknas nomor 506/C/Kep/PP/2004, diuraikan bahwa indikator siswa memiliki
kemampuan penalaran adalah mampu: (Yulia, 2012: 14)
1. Mengajukan dugaan
2. Melakukan manipulasi matematika.
3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran
solusi.
4. Menarik kesimpulan dari pernyataan.
5. Memeriksa kesahihan suatu argument.
6. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

Anda mungkin juga menyukai