Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN ACUTE


CORONARY SYNDROME

Oleh :
CHANDRA DEWI
NIM. P07120215050

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-IV
DENPASAR
2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
ACUTE CORONARY SYNDROME

1. KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat
suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
(Brunner & Sudarth, 2002).
Infark miocard akut adalah nekrosis

miocard akibat aliran darah ke otot


jantung terganggu. (Suyono, 1999)
Acute Myocard Infark
(AMI) adalah suatu
keadaan gawat darurat
jantung dengan
manifestasi klinik berupa
perasaan tidak enak di
dada atau gejala-gejala
lain sebagai akibat
iskemia miokard
(Wikipedia, September 9,
2009)

2
Myocardial Infark (MI, sumbatan koroner, thrombosis koroner atau serangan
jantung) merupakan sumbatan total pada arteri koronaria. Sumbatan ini
mungkin kecil dan focal atau besar dan difus. Pembuluh yang sering terkena
adalah koronaria kiri, percangan arterior kiri dan arteri circumflex. Pembuluh
yang tersumbat mungkin hanya satu, dua atau tiga pembuluh.

Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural


mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan; sedangkan infark
subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium. Infark
miokardium anterior mengenai dinding anterior ventrikel kiri. Daerah lain
yang biasanya terserang infark adalah bagian inferior, lateral, posterior, dan
septum.

B. Epidemiologi
Infark miokard acut di amerika serikat menurut Preskom Kalbe, dr.Boenyamin
Setiawan PhD, adalah sekitar 1,5 juta kasus per tahun. Itu bearti 0,1%. Jika hal
ini diterapkan di Indonesia, berarti ada sekitar 270.000 kasus/tahun (asumsi
penduduk 270 juta). Di jakarta sendiri dengan estimasi penduduk 10 juta,
diperkirakan ada sekitar 10.000 kasus/tahun. Dari kasus tersebut menurut Ir.
Rustiyan Oen, MBA, Managing Director RS Mitra Keluarga Group,
diperkirakan 30% harus menemui ajalnya.

C. Penyebab/Etiologi
1. Factor Penyebab
Terdapat suatu ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokardium dan
kebutuhan, suplai oksigen harus sesuai dengan kebutuhan akan oksigen
tersebut. Pengurangan suplai oksigen atau peningkatan kebutuhan oksigen
akan dapat mengganggu keseimbangan ini dan membahayakan fungsi
miokardium.

Ada empat faktor utama yang menentukan besarnya kebutuhan oksigen


antara lain frekuensi denyut jantung, daya kontraksi, masa otot, dan
tegangan dinding ventrikel. Tegangan dinding atau beban akhir merupakan
fungsi variabel-variabel yang ditemukan pada persamaan Laplace antara

3
lain tekanan intraventrikuler, radius ventrikel dan tebal ventrikel. Oleh
karena itu, kerja jantung dan kebutuhan akan oksigen akan meningkat pada
takikardia (denyut jantung yang cepat) dan peningkatan daya kontraksi,
hipertensi, hipertrofi dan dilatasi ventrikel.

Bila kebutuhan oksigen miokardium meningkat, maka suplai oksigen juga


harus meningkat. Untuk meningkatkan suplai oksigen dalam jumlah yang
memadai, aliran pembuluh koroner harusnya ditingkatkan, karena ekstraksi
oksigen dari darah arteria hampir maksimal pada keadaan istirahat.
Rangsangan yang paling kuat untuk mendilatasi arteria koronaria dan
meningkatkan aliran pembuluh koroner adalah hipoksia jaringan lokal.
Pembuluh koroner normal dapat melebar dan meningkatkan aliran darah
sekitar 5-6 kali diatas tingkat istirahat. Namun, pembuluh darah yang
mengalami stenosis atau gangguan tidak dapat melebar, sehingga terjadi
kekurangan oksigen apabila kebutuhan oksigen meningkat melebihi
kapasitas pembuluh untuk meningkatkan aliran. Iskemia adalah suatu
keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan reversibel.
Iskemia yang lama akan menyebabkan kematian otot atau nekrosis. Secara
klinis nekrosis miokardium dikenal dengan nama infark miokardium.

Ventrikel kiri adalah ruang jantung yang paling rentan terhadap iskemia
dan infark miokardium, karena sifat khas oksigenasi miokardiumnya yang
unik. Pertama, kebutuhan ventrikel kiri akan oksigen adalah besar karena
besarnya resistensi sistemik terhadap ejeksi serta masa otot yang besar. Di
samping itu, aliran darah koroner secara alamiah bersifat fasik. Cabang-
cabang arteria koronaria tertanam jauh dalam dalam miokardium. Pada
waktu sistole, cabang-cabang ini tertekan, sehingga meningkatkan
resistensi terhadap aliran. Karena itu, aliran pembuluh koroner terutama
berlangsung selama diastole. Kontraksi dinding ventrikel kiri yang tebal
pada hakekatnya akan menghentikan aliran sistolik melalui cabang
pembuluh koroner di dalam miokardium, terutama di daerah paling dalam
atau subendokardial. Pada dinding ventrikel kanan yang lebih tipis masih
ada aliran sistolik yang berlangsung kontinu.

4
Intinya
Infark
Miokard
akut (AMI)
terjadi jika
suplai
oksigen
yang tidak
sesuai
dengan kebutuhan, sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung.
Beberapa hal yang menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut
diantaranya:
I. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:
a. Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan
darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa
mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya:
atherosclerosis (arteroma mengandung kolesterol), spasme
(kontraksi otot secara mendadak/ penyempitan saluran), dan
arteritis (peradangan arteri).
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi dan biasanya
dihubungkan dengan beberapa hal antara lain: (i) mengkonsumsi
obat-obatan tertentu, (ii) stress emosional atau nyeri, (iii) terpapar
suhu dingin yang ekstrim, (iv) merokok.
b. Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari
jantung ke seluruh tubuh sampai lagi ke jantung. Kondisi yang
menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi
hipotensi. Stenosis (penyempitan aorta dekat katup) maupun
isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, maupun
trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiak out put (COP)

5
c. Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian
tubuh. Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya angkut
darah antara lain: anemia, hipoksemia, dan polisitemia.
II. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada penderita penyakit jantung, meningkatnya kebutuhan oksigen
tidak mampu dikompensasi diantaranya dengan meningkatnya
denyut jantung untuk meningkatkan COP. Oleh karena itu segala
aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan
memicu terjadinya infark. Misalnya: aktivitas berlebih, emosi, makan
terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu
terjadinya infark karena semakin banyak sel yang harus disuplai
oksigen, sedangkan asupan oksigen menurun akibat dari pemompaan
yang tidak efektive.
2. Faktor-faktor Predisposisi dan Pencentus
a. Merokok terlalu berlebihan selama bertahun-tahun
Risiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap perhari,
dan bukan pada lama merokok. Seseorang yang merokok lebih dari
satu pak perhari menjadi dua kali lebih rentan terhadap penyakit
aterosklerosis koroner daripada mereka yang tidak merokok. Yang
diduga menjadi penyebab adalah pengaruh nikotin terhadap pelepasan
katekolamin oleh sistem saraf otonom. Namun efek nikotin tidak
bersifat kumulatif, mantan perokok tampaknya beresiko rendah seperti
pada bukan perokok.

Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor
resiko utama PJK disamping hipertensi dan hiperkolesterolami. Orang
yang merokok > 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau
memperkuat efek dua faktor utama resiko lainnya. Penelitian
Framingham mendapatkan kematian mendadak akibat PJK pada laki-
laki perokok 10 kali lebih besar dari pada bukan perokok dan pada
perempuan perokok 4,5 kali lebih besar dari pada bukan perokok. Efek
rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena
rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi oksigen

6
akibat inhalasi CO atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan
Takikardi, vasokonstrisi pembuluh darah, mengubah permeabilitas
dinding pembuluh darah dan mengubah 5-10 % Hb menjadi carboksi
-Hb. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV abnormal pada
diabetes disertai obesitas dan hipertensi, sehingga orang yang merokok
cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada yang
bukan perokok.

b. Diabetes Mellitus
Penderita Diabetes Mellitus memiliki prevalensi, prematuritas, dan
keparahan aterosklerosis koroner yang lebih tinggi. DM menginduksi
hiperkolesterolemia dan secara bermakna meningkatkan timbulnya
aterosklerosis. DM juga berkaitan dengan propilerasi sel otot polos
dalam pembuluh arteri koroner; sintesis kolesterol; trigliserida; dan
pospolipid ; peningkatan ADL/C ; dan kadar HDL yang rendah.

c. Hipertensi
Hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian di AS.
Apabila hipertensi tidak diketahui dan tidak dirawat maka akan
mengakibatkan kematian karena infark miokardium akut, stroke atau
gagal ginjal.

Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap


pemompaan darah dari ventrikel kiri; sehingga beban kerja jantung
bertambah. Sebagai akibatnya, terjadi hipertropi ventrikel untuk
meningkatkan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk
mempertahankan curah jantung dengan kompensasi hipertropi
akhirnya terlampaui, terjadi dilatasi dan payah jantung. Bila proses
aterosklerosis berlanjut, penyediaan oksigen miokardium berkurang.
Peningkatan kebutuhan oksigen pada miokradium terjadi akibat
hipertropi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung sehingga
akhirnya akan menyebabkan Angina atau Infark Miokard.

7
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung,
sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran
ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan
lamanya hipertensi. Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan
menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri
koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner
(faktor koroner). Hal ini menyebabkan angina pektoris yang kemudian
dapat berkembang menjadi AMI. Insufisiensi koroner dan miokard
infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibanding
orang normal.

Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh yang besar.


Kejadian PJK pada hipertensi sering dan secara langsung berhubungan
dengan tingginya tekanan darah sistolik. Penelitian Framingham
menyebutkan bahwa penderita berusia 45-75 tahun yang mendapatkan
hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina
pectoris dan miokard infark. Juga pada penelitian tersebut didapatkan
penderita hipertensi yang mengalami miokard infark mortalitasnya 3
kali lebih besar dari pada penderita yang normotensi dengan miokard
infark.

d. Hiperlipidemia
Penyempitan dan penyumbatan pembuluh arteri koroner disebabkan
oleh penumpukan dari zat-zat lemak (kolesterol, trigliserida) yang
makin lama makin banyak dan menumpuk di bawah lapisan terdalam
(endotelium) dari dinding pembuluh nadi. Hal ini mengurangi atau
menghentikan aliran darah ke otot jantung sehingga mengganggu kerja
jantung sebagai pemompa darah. Efek dominan dari jantung koroner
adalah kehilangan oksigen dan nutrien ke jantung karena aliran darah
ke jantung berkurang. Pembentukan plak lemak dalam arteri akan
mempengaruhi pembentukan bekuan darah yang akan mendorong
terjadinya serangan jantung. Beberapa parameter yang dipakai untuk
mengetahui adanya resiko PJK dan hubungannya dengan kadar
kolesterol darah.

8
Kolesterol Total
Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl, bila > 200
mg/dl berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkat . Kadar kolesterol
Total normal <200 mg/dl , agak tinggi (Pertengahan) 200-239 mg/dl,
Tinggi >240 mg/dl.

LDL Kolesterol
LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol
yang bersifat buruk atau merugikan (bad cholesterol) : karena kadar
LDL yang meninggi akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh
darah. Kadar LDL kolesterol lebih tepat sebagai penunjuk untuk
mengetahui resiko PJK dari pada kolesterol total.
Kadar LDL Kolesterol ;
 Normal < 130 mg/dl
 Agak tinggi (Pertengahan) 130-159 mg/dl
 Tinggi >160 mg/dl

HDL Koleserol
HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol
yang bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol) karena
mengangkut kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk di
buang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau
mencegah terjadinya proses arterosklerosis.
Kadar HDL Kolesterol
 Normal <45 mg/dl
 Agak tinggi (Pertengahan) 35-45 mg/dl
 Tinggi >35 mg/dl
Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan
terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan
mengurangi berat badan, menambah exercise dan berhenti merokok.

Kadar Trigliserida

9
Trigliserid terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh, Lemak tidak
tunggal dan Lemak jenuh ganda. Kadar trigliserid yang tinggi
merupakan faktor resiko untuk terjadinya PJK.
Kadar Trigliserid
 Normal < 150 mg/dl
 Agak tinggi 150 – 250 mg/dl
 Tinggi 250-500 mg/dl
 Sangat Sedang >500 mg/dl
e. Obesitas
Obesitas meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan
berperan pada gaya hidup pasif. Lemak tubuh yang berlebihan
(terutama obesitas abdominal) dan ketidakaktifan fisik berperan dalam
terbentuknya resistensi insulin.
f. Ketidakaktifan Fisik
Ketidakaktifan fisik meningkatkan risiko CHD yang setara dengan
hiperlipidemia atau merokok, dan seseorang yang tidak aktif secara
fisik memiliki risiko 30-50% lebih besar untuk mengalami hipertensi.
g. Diet.
Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di
dalam susunan makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika
rata-rata mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar
kolesterol cenderung tinggi. Sedangkan orang Jepang umumnya berupa
nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar
kolesterol rendah dan didapatkan resiko PJK yang lebih rendah dari
pada orang Amerika.

10
D. Patofisiologi

Arterosklerosis Spasme pembuluh darah Emboli Trombus

Penyumbatan pembuluh darah


koroner

Terjadi bendungan Iskemia miocard


di paru-paru

Kurang Necrosis miocard


Cairan plasma informasi
keluar ke
ekstravaskuler
Fungsi pompa Metabolisme
jantung menurun anaerob / mediasi
Edema paru kimia
Cardiak out put
11 menurun
Peningkatan
asam laktat
Ekspansi paru Mekanisme ↓Tekanan darah
tak maksimal kompensasi
(↑Kerja Surfaktan) Nyeri dada
↓Tekanan Perfusi

Pola Nafas
Tidak ↑Produksi mukus
Efektif
↓Difusi O2 dan Gangguan
Bersihan Jalan CO2 Perfusi
Nafas Tidak jaringan
Efektif
Kerusakan
pertukaran gas Hipoksia

Ketidaktahuan Kelemahan
Ansietas tentang penyakit
yang diderita
Intoleransi
aktivitas

E. Gejala Klinis
1. Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus menerus, terletak di
bawah bagian sternum dan perut atas.
2. Rasa nyeri yang tajam dan berat, bisa menyebar ke bahu dan biasanya
ke lengan kiri.
3. Nyeri sering disertai dengan napas pendek sampai sesak, pucat,
berkeringat dingin, pusing dan kepala ringan
4. Keluhan yang khas adalah nyeri dada retrosternum, seperti diremas-
remas atau tertekan.
5. Sering tampak ketakutan.
6. Dapat ditemui bunyi jantung ke-2 yang pecah paradoksal, irama gallop.
7. Tachycardia, kulit yang pucat, dingin dan hipertensi ditemukan pada
kasus yang relative lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi
diskinetik yang tampak atau teraba di dinding dada AMI anterior.
12
8. CRT > 2 detik
9. Gejala yang berhubungan : dispnea, diaforesis, palpitasi, kepala
pusing. 23 % dari IM awalnya tidak dikenal karena bisa tanpa gejala
atau muncul dengan nyeri dada yang atipikal atau gejala yang tidak
spesifik seperti malaise atau seperti “flu” (Am ∫ Cardiol 32 : 1, 1973).

Gambar ciri orang Infark Miokard Akut

F. Pemeriksaan Fisik
a. Tampilam umum (inspeksi) :
- Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis
berlebih.
- Pasien tampak sesak
- Demam derajat sedang (< 38° C) bisa timbul setelah 12-24 jam
pasca infark.
- Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat
dicurigai kuat adanya stemi.
b. Denyut Nadi dan Tekanan Darah (palpasi):
- Sinus takikardi (100-120 x/menit) terjadi pada sepertiga pasien.
- Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark
c. Pemeriksaan jantung (auskultasi):

13
- Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop, Penurunan Intensitas Bunyi
Jantung Pertama Dan Split Paradoksikal Bunyi Jantung Kedua.
- Dapat ditemukan Mur Mur Mid Sistoloik atau Late Sistolik Apikal
bersifat sementara.
G. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Pemeriksaan EKG
Hasil EKG yang menunjukkan infark myocardium akut dikelompokkan
menjadi infark gelombang Q, dan infark gelombang non-Q. Perubahan
hasil EKG yang berhubungan dengan infark miocardium gelombang Q
mencakup peningkatan segmen ST, inversi gelombang T dan gelombang Q
yang nyata pada sadapan yang terpasang pada miocardium yang
mengalami infark. Selang beberapa waktu segmen ST dan gelombang T
akan kembali normal; hanya gelombang Q tetap bertahan pada hasil EKG
yang menunjukkan adanya infark miocardium gelombang Q. Namun
hanya separuh hingga dua per tiga pasien infark miocardium akut yang
menunjukkan pemulihan elektrokardiografis klasik ini. Infark miocardium
gelombang non-Q (non-Q-wave MI, NQWMI) terjadi pada sekitar 30%
pasien yang didiagnosa menderita infark miocardium. Hasil pemeriksaan
EKG pada NQWMI adalah penurunan segmen ST sementara atau inversi
gelombang T (atau keduanya) pada sadapan yng dipasang pada daerah
infark.

2. Kreatinin kinase merupakan suatu enzim yang dilepaskan saat terjadi


cedera otot dan memiliki 3 fraksi isoenzim, yaitu CK-MM, CK-BB, dan
CK-MB, CK-BB paling banyak terdapat pada jaringan otak dan biasanya
tidak terdapat dalam serum. Peningkatan dan penurunan CK dan CK-MB
merupakan pertanda cedera otot yang paling spesifik seperti infark
miocardium. Setelah infark miocardium akut, CK dan CK-MB meningkat
dalam waktu 4 hingga 6 jam dengan kadar puncak dalam 18 hingga 24 jam
dan kembali menurun hingga normal setelah 2 hingga 3 hari.

3. Troponin jantung spesifik (yaitu cTnT dan cTnI) juga merupakan petunjuk
adanya cedera miocardium. Troponin akan meningkat 4 hingga 6 jam
setelah cedera moocardium setelah menetap selama 10 hari.

14
4. Proten C-reaktiv (CRP) juga dianggap sebagai penanda biokimia pada
cedera miocardium, meningkat 4 sampai 6 jam dan mencapai puncaknya
selama 10 hari.

5. Elektrolit : Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat


mempengaruhi kontraktilitas, contoh hipokalemia atau hiperkalemia.
6. Sel Darah Putih : Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari
kedua setelah IM sehubungan dengan proses inflamasi.
7. Kecepatan sedimentasi : Meningkat pada hari kedua sampai ketiga setelah
MI, menunjukkan inflamasi.
8. Kimia : Mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi
organ akut atau kronis.
9. GDA/Oksimetri nadi : Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit
paru akut atau kronis.
10. Kolesterol/Trigeliserida serum : Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis
sebagai penyebab IM.
11. Foto dada : Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung
diduga GJK atau aneurisme ventrikuler.
12. Ekokardiogram : Mungkin dilakukan untuk menentukan dimensi serambi,
gerakan katup/dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
Terdapat gerakan abnormal dinding yang baru terjadi (namun sangat
tergantung operator dan kecermatan pembacaan)
13. Pemeriksaan Pencitraan nuklir:
- Thalium : Mengevaluasi aliran darah miokardia dan status sel miokardia,
contoh lokasi/luasnya IM akut/sebelumnya.
- Technetium : Terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik.
14. Pencitraan darah jantung/MUGA: Mengevaluasi penamoilan ventrikel
khusus dan umum, gerakan dinding regional, dan fraksi ejeksi (aliran
darah).
15. Angiografi koroner : Menggambarkan penyempitan/sumbatan arteri
koroner dan biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan
serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak
selalu dilakukan pada fase akut IM kecuali mendekati bedah jantung
angioplasty/emergensi.

15
16. Digital substraction angiography (DSA): Teknik yang digunakan untuk
menggambarkan status penanganan arteri dan untuk mendeteksi penyakit
arteri perifer.
17. Nuclear magnetic resonance (NMR): Memungkinkan visualisasi aliran
darah, serambi jantung/katup ventrikel, katup, lesi vaskuler, pembentukan
plak, area nekrosis/infark, dan bekuan darah.
18. Test stress olahraga : Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
(sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan).
19. Pemeriksaan radiologi disini seperti pemeriksaan EKG:

Daerah Infark Perubahan EKG


Anteriol Elevasi segmen ST pada lead V3-V4,
perubahan resiprokal (depresi ST) pada
lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, II, aVF,
perubahan resiproakal (depresi ST) V1-
V6, I, Avl
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5-V6
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II,
III, aVF, terutama gelombang R pada V1-
V2
Vetrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior

16
Gambaran spesifik pada rekaman EKG :
1. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai stemi
2. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di UGD
sebagai center untuk menentukan terapi
3. EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara
continue harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen
st.

H. Diagnosis/Kriteria Diagnosa
1. Peningkatan kadar enzim merupakan indicator spesifik infark miokard
akut yaitu keratin fosfokinase, SGOT, laktat dehidrogenase. Tetapi enzim
ini tidak spesifik karena dapat disebabkan oleh penyakit lain, seperti
penyakit muscular, hipotiroid, dan strok.
2. Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan
menghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran
listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan
iskemic akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST

I. Terapi/Penatalaksanaan
 Pengobatan
Intervensi farmakologi bertujuan untuk mengoreksi ketidakseimbangan
oksigen myocardium. Pemberian metoprolol tartrat (Lopresser) pada
infark myocardium yang disertai Tachicardia sinus dan Hipertensi dapat
menurunkan kebutuhan oksigen myocardium sehingga membatasi ukuran
infark dan mengurangi nyeri iskemik. Obat penyekat beta-adrenergik
dapat menghambat perkembangan iskemi dengan menghambat secara
selektif pengaruh susunan saraf simpatis terhadap jantung; pengaruh ini
disalurkan melalui reseptor beta. Obat ini dapat menurunkan frekuensi
denyut jantung dan kekuatan kontraksi sehingga mampu memenuhi
kebutuhan oksigen myocardium.

Morfin sulfat diberikan kepada infark myocardium akut karena dapt


menurunkan kebutuhan oksigen myocardium akut dengan menghilangkan

17
nyeri dan agitasi. Obat vasodilator, ACE inhibitor, dan penyekat saluran
kalsium menurunkan tekanan darah dan resistensi terhadap ejeksi
ventrikel. Akibatnya, afterload menurun, ACE inhibitor bekerja secara
selektif menekan renin angiotensin 1 menjadi angiotensin II; terjadi
dilatasi pembuluh darah arteri dan vena. Penyekat saluran kalsium bekerja
dengan menghambat refluks ion kalsium melewati membran sel dalam otot
polos dan jantung, sehingga menghasilkan relaksasi dan vasodilatasi arteri
koroner dan perifer.

 Revaskularisasi Bedah
Operasi dipertimbangkan apabila bukti-bukti menunjukkan luasnya daerah
miocardium yang berisiko infark. Revaskularisasi bedah perlu
dipertimbangkan pada penderita Angina tidak stabil atau angina pasca-
infark.
 Terapi
Terapi Trombolitik
Infark myocardium akut disebabkan oleh trombosis koroner sehingga
intervensi yang diberikan ditujukan untuk mengatasi trombosis koroner
segera setelah awitan infark myocardium untuk memulihkan myocardium.
Pengobatan ini dimulai 3 sampai 6 jam dari awitan infark myocardium
akut. Obat-obat trombolitik digunakan untuk melarutkan trombus yang
menyumbat aliran darah koronaria dan menyebabkan infark. Agen
trombolitik seperti streptokonase dimasukkan per infus langsung ke arteri
koronaria untuk melarutkan penggumpalan darah dengan mengaktifkan
plasmin, sutu enzim proteolitik yang melarutkan penggumpalan.
Angioplasti Primer
Angipolasti sebagai pengobatan primer infark miocardium akut
menyebabkan penurunan mortalitas yang cukup bermakna.
Terapi Aspirin
Terapi aspirin sebagai suatu agregan anti trombosit dimulai setelah infark
myocardium dan bahkan jika pasien diobati dengan trombolitik. Terapi
aspirin dapat menurunkan mortalitas infark miocardium akut. Setelah
infark miocardium akut terapi utama istirahat dengan pemantauan aktivitas

18
harian melalui program rehabilitasi jantung yang memungkinkan
pemulihan jaringan.
 Kateterisasi Jantung
Katerisasi jantung pada penyakit aterosklerosis disebut juga sebagai
angiografi koroner. Tindakan ini dilakukan dengan penyuntikan bahan
kontras ke dalam arteri koronaria yang digunakan untuk menentukan
lokasi, luas, dan keparahan sumbatan dalam arteri koronaria. Indikasi lain
untuk melakukan angiografi arteri koronaria adalah untuk evaluasi angina
atipik serta hasil revaskularisasi arteri koronaria. Prosedur katerisasi
mengharuskan opasifikasi kedua arteria koronaria, diikuti dengan
ventikulogram kiri, atau penyuntikan bahan kontras ke dalam ventrikel kiri
untuk mengevaluasi ventrikel kiri.
 Stadium pemulihan dari Infark Miokardium Akut
Penggantian Otot Mati dengan Jaringan Parut
Segera setelah penyumbatan, serat-serta otot di pusat daerah iskemik
menjadi mati. Kemudian, selama hari-hari berikutnya, daerah dengan
serat-serat mati tersebut meluas karena banyak dari serat-serat marginal
akhirnya mati akibat iskemia yang berlangsung lama. Pada waktu yang
bersamaan, karena pelebaran saluran arteri kolateral yang tumbuh ke
dalam lingkar luar daerah infark, daerah otot yang tidak berfungi menjadi
semakin kecil. Sesudah beberapa hari sampai 3 minggu sebagaian besar
daerah otot yang tidak berfungsi menjadi berfungsi kembali atau mati.
Sementara itu, jaringan fibrosa mulai tumbuh di antara serat-serat mati
karena iskemia merangsang pertumbuhan fibroblas dan meningkatkan
pertumbuhan jaringan fibrosa dalam jumlah yang lebih banyak daripada
normal. Oleh karena itu, jaringan otot lambat laun digantikan oleh jaringan
fibrosa. Kemudian, karena itu adalah sifat umum jaringan fibrosa untuk
mengalami kontraksi dan disolusi yang progresif, jaringan parut fibrosa
mungkin tumbuh menjadi semakin kecil setelah beberapa bulan sampai
setahun. Akhirnya daerah normal jantung lambat laun mengalami
hipertrofi untuk mengkompensasi sedikitnya sebagian dari hilangnya otot
jantung. Dnegan cara ini, jantung dapat pulih kembali secara sebagian dan
hampir lengkap.

19
Pentingnya Istirahat pada Pengobatan Infark Miokardium Akut
Tingkat kematian sel ditentukan oleh derajat iskemia dikali derajat
metabolisme otot jantung. Bila metabolisme otot jantung meningkat,
seperti selama kerja fisik, pada tegangan emosi yang hebat, atau sebagai
akibat kelelahan maka kebutuhan jantung akan oksigen dan zat makanan
lainnya akan meningkat guna memperpanjang hidupnya. Bila jantung
menjadi aktif pembuluh darah otot akan berdilatasi. Hal ini menyebabkan
sebagaian besar darah mengalir ke dalam pembuluh koroner untuk
mengalir melalui jaringan otot normal, jadi hanya menyisakan sedikit
darah untuk mengalir melalui saluran anastomosis kecil ke dalam daerah
iskemik, sehingga keadaan iskemik menjadi lebih parah. Keadaan ini
disebut dengan sindrom “coronary steal”. Akibatnya salah satu hal yang
penting dalam pengobatan AMI adalah ketaatan untuk melakukan istirahat
total selama proses pemulihan.

J. Prognosis
Kadang-kadang jantung yang telah pulih dari AMI kembali berkemampuan
fungsional secara hampir penuh, tetapi lebih sering kemampuan memompanya
tetap menurun di bawah normal. Hal ini tidak berarti bahwa orang itu menjadi
cacat jantung atau bahwa curah jantung dalam keadaan istirahat menurun di
bawah normal, keadaan jantung orang normal mampu memompa sekitar 300
persen lebih banyak darah per menit daripada yang dibutuhkan tubuh.

K. Komplikasi
Dua jenis komplikasi AMI terpenting adalah komplikasi hemodinamik dan
aritmia. Sebagian akibat dari AMI, sering terjadi perubahan bentuk serta
ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark
maupun noninfark. Perubahan tersebut menyebabkan regenerasi ventrikel
yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel, timbulnya aritmia dan
prognosis. Terjadinya mekanisme seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi
mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik
jantung. Aritmia merupakan penyulit AMI yang tersering dan terjadi terutama
pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah rangsangan. Hal ini

20
disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsang
dan kepekaan terhadap rangsang.

Secara umum komplikasi yang ditimbulkan oleh infark miokardium akut


yaitu :

a. Edema paru akut adalah timbunan cairan abnormal dalam paru,baik di


rongga interstisial maupun dalam alveoli. Oedema paru merupakan
tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami
kebocoran melalui dinding kapiler, merembes ke luar dan
menimbulkan dispnu yang sangat berat. Oedema terutama paling
sering ditimbulkan oleh kerusakan otot jantung akibat MI acut.
Perkembangan oedema paru menunjukan bahwa fungsi jantung sudah
sangat tidak adekuat.
b. Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
yang adekuat.
c. Syok kardiogenik adalah terjadi ketika jantung tidak mampu
mempertahankan kadiak output yang cukup untuk perfusi jaringan. Hal
ini biasanya muncul setelah adanya penyakit infark miokardial.
d. Efusi prekardial adalah mengacu pada masuknya cairan ke dalam
kantung pericardium.
e. Rupture miokard adalah sangat jarang terjadi tetapi, dapat terjadi bila
terdapat infark miokardium, proses infeksi, penyakit infeksi,penyakit
pericardium atau disfungsi miokardium lain yang membuat otot
jantung menjadi lemah.
f. Henti jantung adalah bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut,
akibatnya terjadi penghentian sirkulasi yang efektif.

2. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Awal
Pengkajian ini dibuat dengan cepat selama pertemuan pertama dengan
pasien yang meliputi ABC (airway, Breathing, dan Circulation)
Pengkajian Data Masalah
Objektif Subjektif

21
Airway - Terdapat sumbatan atau - Pasien mengatakan Bersihan Jalan
penumpukan secre tidak bisa Tidak Efektif
- Terdapat suara nafas mengeluarkan
wheezing atau krekles secretnya

Breathing - - Pasien mengatakan Pola Nafas Tidak


Pasien tampak sesak sering batuk Efektif
dengan aktifitas ringan kering.
atau istirahat - Pasien mengatakan
- sesak saat
RR lebih dari 24 kali/menit, beraktivitas
- - pasien mengatakan
irama ireguler dangkal sulit bernafas
-
terdapat suara nafas ronchi,
krekles
-
pasien tampak
menggunakan otot
bantu nafas
-
tampak ekspansi dada tidak
penuh
Circulation - Takikardi - Pasien mengatakan Kerusakan
- TD meningkat / lemas Pertukaran Gas
menurun, - Pasien mengatakan
- Edema pada ekstremitas jantungnya terasa
- Akral dingin berdebar-debar
- Kulit pasien tampak - pasien tampak
pucat gelisah
- Output urine menurun

22
b. Pengkajian Dasar
a. Identitas pasien
- Tgl/Jam
- Ruangan
- No RM
- Diagnosa Medis
- Nama Pasien
- Umur
- Jenis kelamin
- Status perkawinan
- Sumber infomasi
- Agama
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Suku/bangsa
- Alamat
b. Riwayat sakit dan kesehatan
- Keluhan utama saat MRS.
- Keluhan utama saat pengkajian
- Riwayat penyakit saat ini
- Riwayat alergi
- Riwayat pengobatan
- Riwayat penyakit sebelumnya
- Riwayat penyakit keluarga
c. Berdasarkan 6B

Pengkajian Data Masalah


Objektif Subjektif
Breathing - - Pasien Pola nafas
Pasien tampak sesak dengan mengatakan tidak efektif
aktifitas ringan atau sesak saat
istirahat beraktivitas
- - pasien
RR lebih dari 24 kali/menit, mengatakan sulit
- bernafas
irama ireguler dangkal
-
terdapat suara nafas ronchi,
krekles
-
pasien tampak menggunakan
otot bantu nafas

23
-
tampak ekspansi dada tidak
penuh

Blood - Takikardi - Pasien Gangguan


- TD meningkat / mengatakan Perfusi
menurun sesak saat Jaringan
- CRT > 2 detik beraktivitas

Brain - - Tidak ada


masalah
Bladder - - Tidak ada
masalah
Bowel - Nafsu makan menurun - Pasien mengeluh Tidak ada
nafsu makan masalah
berkurang

Bone - Nyeri (+) - Pasien Nyeri


- Pasien tampak mengeluh nyeri Intoleransi
lemah - Pasien Aktivitas
mengatakan
badannya terasa
lemas

c. Pengkajian Terus-Menerus
Dikaji saat perawatan pada pasien secara continue

24
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi mukus
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru tak
maksimal
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan difusi O2
dan CO2
4. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan asam laktat

25
C. PERENCANAAN
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Airway Management
□ Buka jalan nafas menggunakan
Batasan Karakteristik : keperawatan ..x.. jam diharapkan
head tilt chin lift atau jaw thrust
□ Batuk yang tidak efektif mampu mempertahankan kebersihan
bila perlu
□ Dispnea jalan nafas dengan kriteria :
□ Posisikan pasien untuk
□ Gelisah NOC :
memaksimalkan ventilasi
□ Kesulitan verbalisasi Respiratory status : Airway Patency □ Identifikasi pasien perlunya
□ Mata terbuka lebar □ Respirasi dalam batas normal pemasangan alat jalan nafas buatan
□ Irama pernafasan teratur
□ Ortopnea (NPA, OPA, ETT, Ventilator)
□ Kedalaman pernafasan normal
□ Lakukan fisioterpi dada jika perlu
□ Penurunan bunyi nafas □ Tidak ada akumulasi sputum
□ Bersihkan secret dengan suction
□ Batuk berkurang/hilang
□ Perubahan frekuensi nafas
bila diperlukan
□ Perubahan pola nafas □ Auskultasi suara nafas, catat
□ Sianosis adanya suara tambahan
□ Sputum dalam jumlah yang □ Kolaborasi pemberian oksigen
berlebihan □ Kolaborasi pemberian obat
□ Suara nafas tambahan bronkodilator
□ Tidak ada batuk □ Monitor RR dan status oksigenasi

26
2. Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan NIC
Batasan Karakteristik : keperawatan ..x.. jam diharapkan pola Oxygen Therapy
□ Bradipnea nafas pasien teratur dengan kriteria : □ Bersihkan mulut, hidung dan secret
□ Dispnea NOC : trakea
□ Pertahankan jalan nafas yang paten
□ Fase ekspirasi memanjang Respiratory status : Ventilation
Faktor yang berhubungan : □ Siapkan peralatan
(frekuensi, irama,oksigenasi
kedalaman dan
□ Ortopnea □ Respirasi dalam batas normal □ Monitor aliran oksigen
Lingkungan : usaha dalam bernapas)
□ Monitor respirasi dan status O2
□ Penggunaan otot bantu (dewasa: 16-20x/menit) □ Anjurkan pasien untuk batuk efektif
□ Perokok □ Pertahankan posisi pasien
□ Irama pernafasan teratur □ Berikan nebulizer jika diperlukan
□ pernafasan
Perokok pasif □ Monitor volume aliran oksigen dan
□ Kedalaman pernafasan normal Asthma Management
□ Terpajan asap
□ Penggunaan posisi tiga titik □ Suara perkusi dada normal □ jenis canul yang
Tentukan batasdigunakan.
dasar respirasi
Obstruksi jalan nafas : □ Monitor keefektifan terapi oksigen
□ Peningkatan diameter anterior- (sonor) sebagai pembanding
□ Adanya jalan nafas buatan □ Retraksi otot dada yang telah diberikan
□ Bandingkan status sebelum dan
posterior
□ Benda asing dalam jalan nafas □ Tidak terdapat orthopnea □ Observasi adanya tanda tanda
selama dirawat di rumah sakit
□□ Penurunan kapasitas
Eksudat dalam vital
alveoli □ Taktil fremitus normal antara
hipoventilasi
□ Hiperplasia pada dinding untuk mengetahui perubahan status
□ Penurunan tekanan ekspirasi dada kiri dan dada kanan □ Monitor tingkat kecemasan pasien
bronkus □ Ekspansi dada simetris pernapasan
□ Penurunan tekanan inspirasi yang kemungkinan diberikan terapi
□ Mukus berlebih □ Tidak terdapat akumulasi □ Monitor tanda dan gejala asma
□□ Penurunan ventilasi
Penyakit paru semenit
obstruksi kronis □ O2Monitor frekuensi, irama,
sputum
□ Sekresi yang tertahan
□ Pernafasan bibir □ Tidak terdapat penggunaan kedalaman dan usaha dalam
□ Spasme jalan nafas
□ Pernafasan cuping hidung otot bantu napas bernapas.
Fisiologis :
□ Pernafasan ekskursi dada
□ Asma
□□ Pola nafasneuromuskular
Disfungsi abnormal (mis.,
□ Infeksi
irama, frekuensi, kedalaman)
□ Jalan nafas alergik
□ Takipnea

Faktor yang berhubungan


□ Ansietas
□ Cedera medulaspinalis
□ Deformitas dinding dada
□ Deformitas tulang
□ Disfungsi neuromuskular 27
□ Gangguan muskuluskeletal
□ Gangguan Neurologis
(misalnya :
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)
3. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan NIC
Batasan Karakteristik : keperawatan ..x.. jam diharapkan hasil Acid Base Management
□ Diaforesis AGD pasien dalam batas normal □ Pertahankan kepatenan jalan nafas
□ Dispnea dengan kriteria hasil : □ Posisikan pasien untuk
□ Gangguan pengelihatan NOC: mendapatkan ventilasi yang
□ Gas darah arteri abnormal Respiratory status: Gas Exchange adekuat(mis., buka jalan nafas dan
□ Gelisah □ PaO2 dalam batas normal (80- tinggikan kepala dari tempat tidur)
□ Hiperkapnia 100 mmHg) □ Monitor hemodinamika status
□ Hipoksemia □ PaCO2 dalam batas normal (CVP & MAP)
□ Hipoksia (35-45 mmHg) □ Monitor kadar pH, PaO2, PaCO2,
□ Iritabilitas □ pH normal (7,35-7,45) dan HCO3 darah melalui hasil
□ Konfusi □ SaO2 normal (95-100%) AGD
□ Nafas cuping hidung □ Tidak ada sianosis □ Catat adanya asidosis/alkalosis
□ Penurunan karbon dioksida □ Tidak ada penurunan yang terjadi akibat kompensasi
□ pH arteri abnormal kesadaran metabolisme, respirasi atau
□ Pola pernafasan abnormal keduanya atau tidak adanya

28
(mis., kecepatan, irama, kompensasi
kedalaman) □ Monitor tanda-tanda gagal napas
□ Sakit kepala saat bangun □ Monitor status neurologis
□ Sianosis □ Monitor status pernapasan dan
□ Somnolen status oksigenasi klien
□ Takikardia □ Atur intake cairan
□ Warna kulit abnormal (mis., □ Auskultasi bunyi napas dan adanya
pucat, kehitaman ) suara napas tambahan (ronchi,
Faktor yang berhubungan : wheezing, krekels, dll)
□ Ketidakseimbangan ventilasi- □ Kolaborasi pemberian nebulizer,
perfusi jika diperlukan
□ Perubahan membran alveolar-
□ Kolaborasi pemberian oksigen, jika
kapiler
diperlukan.

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


No Diagnosa Keperawatan
(NOC) (NIC)
12. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan Analgesic Administration
Batasan Karakteristik selama ...x….. jam diharapkan nyeri □ Tentukan lokasi, karakteristik,

29
□ Bukti nyeri dengan berkurang dengan kriteria hasil : kualitas, dan derajat nyeri sebelum
menggunakan standar daftar NOC: pemberian obat
periksa nyeri untuk pasien Pain Level □ Cek riwayat alergi terhadap obat
yang tidak dapat □ Melaporkan gejala nyeri □ Pilih analgesik yang tepat atau
mengungkapkannya (mis., berkurang kombinasi dari analgesik lebih dari
□ Melaporkan lama nyeri
Neonatal Infant Pain Scale, satu jika diperlukan
berkurang
Pain Assesment Checklist for □ Tentukan analgesik yang diberikan
□ Tidak tampak ekspresi wajah
Senior with Limited Ability to (narkotik, non-narkotik, atau
kesakitan
Communicate) □ Tidak gelisah NSAID) berdasarkan tipe dan
□ Diaphoresis □ Respirasi dalam batas normal
keparahan nyeri
□ Dilatasi pupil
(dewasa: 16-20 kali/menit)
□ Ekspresi wajah nyeri (mis., □ Tentukan rute pemberian analgesik
mata kurang bercahaya, dan dosis untuk mendapat hasil
tampak kacau, gerakan mata yang maksimal
berpencar atau tetap pada satu □ Pilih rute IV dibandingkan rute IM
focus, meringis) untuk pemberian analgesik secara
□ Focus menyempit (mis.,
teratur melalui injeksi jika
persepsi waktu, proses berfikir,
diperlukan
interaksi dengan orang dan
□ Evaluasi efektivitas pemberian
lingkungan)
analgesik setelah dilakukan injeksi.
□ Focus pada diri sendiri
□ Keluhan tentang intensitas Selain itu observasi efek samping

30
menggunakan standar skala pemberian analgesik seperti depresi
nyeri (mis., skala Wong-Baker pernapasan, mual muntah, mulut
FACES, skala analog visual, kering dan konstipasi.
skala penilaian numerik) □ Monitor vital sign sebelum dan
□ Keluhan tentang karakteristik
sesudah pemberian analgesik
nyeri dengan menggunakan
pertama kali
standar isntrumen nyeri (mis.,
McGill Pain Questionnaire,
Brief Pain Inventory)
□ Laporan tentang perilaku
nyeri/perubahan aktivitas
(mis., anggota keluarga,
pemberi asuhan)
□ Mengekspresikan perilaku
(mis., gelisah, merengek,
menangis, waspada)
□ Perilaku distraksi
□ Perubahan pada parameter
fisiologis (mis., tekanan darah,
frekuensi jantung, frekuensi
pernafasan, saturasi oksigen,
dan endtidal karbon dioksida

31
(CO2))
□ Perubahan posisi untuk
menghindari nyerii
□ Perubahan selera makan
□ Putus asa
□ Sikap melindungi area nyeri
□ Sikap tubuh melindungi
Faktor yang berhubungan :
□ Agens cedera biologis (mis.,
infeksi, iskemia, neoplasma)
□ Agens cedera fisik (mis.,
abses, amputasi, luka bakar,
terpotong, mengangkat berat,
prosedur bedah, trauma,
olahraga berlebihan)
□ Agens cedera kimiawi (mis.,
luka bakar, kapsaisin, metilen
klorida, agens mustard)

32
33
34
D. EVALUASI
1. Diagnosa keperawaan 1 :
 Secara verbal tidak ada keluhan sesak
 Suara napas normal (vesikular)
 Pasien tampak dapat batuk efektif
 Tidak terdapat mukus
2. Diagnosa keperawaan 2 :
 Secara verbal tidak ada keluhan sesak
 Tidak menggunakan otot bantu pernafasan
 Jumlah pernapasan dalam batas normal sesuai usia (16-
20x/mnt)
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
 Oksigen terpenuhi
3. Diagnosa keperawaan 3 :
 Keluhan sesak berkurang
 Tidak terjadi sianosis
 Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 :
95-100 mmHg)
4. Diagnosa keperawaan 4 :
 Mempertahankan tingkat kesadaran membaik
 tanda-tanda vital stabil
5. Diagnosa keperawaan 5 :
 menunjukan menurunkan ketegangan
 skala nyeri berkurang
 tanda-tanda vital dalam batas normal
 pasien merasa nyaman

35
DAFTAR PUSTAKA

Carolyn M. Hudak.1997.Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII.


Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC .

Lynda Juall Carpenito.2001.Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta :


EGC .

Corwin, E.J.2001.Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.


Jakarta: EGC.

Price, S.A. & Wilson, L.M. 1997. Pathophysiology: Clinical concept of disease
processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 1993. Nursing care plans:
Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,
I.M. Jakarta: EGC.

Suyono, S, et al. 2001. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI

Arif Mansjoer.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media


Aesculapius.

Kasuari, Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan


Pendekatan Patofisiology, Magelang, Poltekes Semarang PSIK Magelang, 2002
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. Jakarta :
EGCAvailableat http://en.wikipedia.org/wiki/infarcmiocard%C3%A9_. Diakses
tanggal 9 september 2009

36

Anda mungkin juga menyukai