Anda di halaman 1dari 46

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hipertensi atau lebih dikenal dengan penyakit tekanan darah tinggi adalah
suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas
normal yang ditunjukkan oleh angka sistolik (bagian atas) dan diastolik (bagian
bawah) pada pemeriksaan tekanan darah menggunakan alat pengukur tekanan
darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital
lainnya (Shadine, 2010).
Hipertensi merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia.
Sebanyak 1 milyar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit
ini. Hipertensi secara tidak langsung membunuh penderitanya, melainkan
memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong kelas berat dan mematikan serta
memberi gejala yang berlanjut untuk organ tubuh, seperti stroke untuk otak,
penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah dan otot jantung (Korneliani dan
Meida, 2012).
Hipertensi dapat menyerang hampir semua golongan masyarakat di
seluruh dunia. Jumlah penderita hipertensi terus bertambah dari tahun ke tahun.
Data dari WHO (2010) menyatakan bahwa hipertensi merupakan penyakit nomor
sebelas penyebab kematian tertinggi di dunia yaitu sebanyak 1.153.308 jiwa.
Sedangkan menurut Depkes RI (2008), hipertensi merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah stroke (15,4%), dan tuberkulosis (7,5%), dengan
presentasi mencapai 6,8% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia
(Arif dkk, 2013). Dari data penelitian terakhir, dikemukakan bahwa terdapat
sekitar 50 juta (21,7%) orang dewasa Amerika menderita hipertensi. Hipertensi
juga diderita di kawasan Asia Tenggara, menyerang Thailand sebesar 17% dari
total penduduk, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia 29,9%. Sedangkan
Indonesia memiliki angka yang cukup tinggi, yaitu 15%. Dari 230 juta penduduk
Indonesia, hampir 35 juta penduduk menderita hipertensi (Susilo dan Wulandari,
2010).
Hasil Riskesdas (2013) kecenderungan prevalensi hipertensi mengalami
kenaikan dari 7,6% tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013. Prevalensi
hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar
2

25,8%. Prevalensi hipertensi tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti


Kalimantan Selatan (26,7%) dan terendah di Papua Barat (16,8%). Provinsi
Kalimantan Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%), Gorontalo (29,0%), Sulawesi
Tengah (28,7%), Kalimantan Barat (28,3%), Sulawesi Selatan (28,1%), Sulawesi
Utara (27,1%), Kalimantan Tengah (26,7%) merupakan provinsi yang
mempunyai prevalensi hipertensi lebih tinggi dari angka nasional, yaitu 25,8%
(Kemenkes RI, 2013). Hipertensi esensial (primer) merupakan penyakit urutan
kedua setelah infeksi saluran nafas bagian atas akut dari sepuluh besar penyakit
rawat jalan di Rumah Sakit tahun 2010 (Kemenkes RI, 2012). Hipertensi
merupakan penyakit dengan nomor urut kedua setelah influenza dari sepuluh
besar penyakit di Kalimantan Tengah berdasarkan Surveilans Terpadu Penyakit
(STP), yaitu sebesar 53,921 jiwa (Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah,
2012). Berdasarkan data rekam medis tahun 2013, kasus hipertensi di RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya merupakan kasus yang cukup tinggi menduduki
urutan ketiga berdasarkan data 10 besar penyakit di Poliklinik Penyakit Dalam
yaitu sebesar 14,08% (RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, 2013).
Selain data masyarakat yang mengalami hipertensi tersebut, banyak juga
masyarakat Indonesia yang terkena hipertensi, tetapi tidak terdiagnosa. Menurut
perkiraan WHO, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosa adanya
hipertensi (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan oleh tidak adanya
gejala yang pasti bagi penderita hipertensi padahal hipertensi merusak organ
tubuh, seperti jantung (70% penderita hipertensi akan mengalami kerusakan
jantung), ginjal, otak, mata, serta organ tubuh lainnya. Kondisi tersebut yang
menyebabkan hipertensi disebut sebagai pembunuh yang tidak terlihat atau
silent killer (Susilo dan Wulandari, 2010).
Ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan hipertensi yaitu
faktor risiko yang tidak dapat dikontrol dan faktor risiko yang dapat dikontrol.
Faktor risiko hipertensi yang tidak dapat dikontrol adalah umur, jenis kelamin,
dan keturunan. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikontrol adalah obesitas,
stress, merokok, kurang olahraga, alkohol, konsumsi garam berlebih, dan
hiperlipidemia (Widyanto dan Triwobowo, 2013). Umumnya penderita hipertensi
adalah orang yang berusia diatas 40 tahun, namun pada saat ini tidak menutup
kemungkinan diderita oleh orang usia muda. Hipertensi pada usia subur
sebagian besar terjadi pada usia 25-45 tahun, dan hanya pada 20% terjadi di
3

bawah usia 25 tahun atau di atas 45 tahun (Yeni dkk, 2010). Estimasi risiko dari
Firmingham Heart Study (2002) menunjukkan bahwa, 78% hipertensi pada laki-
laki dan 65% hipertensi pada wanita secara langsung berhubungan dengan
obesitas. Risiko kejadian hipertensi meningkat sampai 2,6 kali pada subyek laki-
laki obesitas dan meningkat 2,2 kali pada subyek wanita obesitas dibandingkan
subyek dengan berat badan normal (Lilyasari, 2007).
Dari faktor yang dapat dikontrol yang menjadi masalah global adalah
obesitas. Prevalensinya meningkat tidak saja di negara maju tapi juga di negara-
negara berkembang. Obesitas sampai saat ini masih merupakan masalah yang
kompleks. Penyebabnya multifaktorial sehingga menyulitkan
penatalaksanaannya. Obesitas pada anak beresiko tinggi menjadi obesitas pada
masa dewasa dan berpotensi mengalami pelbagai penyebab sakit dan kematian
(Lumoindong dkk, 2013).
Menurut WHO, pada tahun 2005 sekitar 1,6 miliar orang dewasa di atas
usia 15 tahun mengalami kelebihan berat badan, dan setidaknya 400 juta orang
dewasa menderita obesitas. Para ahli percaya jika kecenderungan ini terus
berlangsung pada tahun 2015 sekitar 2,3 miliar orang dewasa akan kelebihan
berat badan dan lebih dari 700 juta peduduk akan mengalami obesitas. Skala
masalah obesitas memiliki sejumlah konsekuensi serius bagi individu dan sistem
kesehatan pemerintah (Soeria, 2013).
Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa pada umumnya perempuan
(32,9%) lebih banyak menderita obesitas dibandingkan dengan pria (19,7%).
Prevalensi obesitas sentral tingkat nasional adalah 26,6%. Jumlah ini
menunjukkan kenaikan sebesar 7,8% dibandingkan Riskesdas tahun 2007 yaitu
sebesar 18,8%. Hal ini menegaskan bahwa Indonesia masih dibebani oleh
masalah gizi lebih (Kemenkes RI, 2013).
Obesitas merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi. Pada
obesitas terdapat timbunan lemak yang dapat menimbulkan sumbatan di
pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah (Lingga, 2012).
Penelitian epidemiologi menyebutkan adanya hubungan antara berat badan
dengan tekanan darah pada pasien hipertensi (Susilo dan Wulandari, 2010).
Semakin banyak kelebihan berat badan, semakin besar risiko hipertensi yang
harus dihadapi. Semakin banyak berat badan yang diturunkan, maka secara
bersamaan akan semakin rendah risiko hipertensi yang harus ditanggung
4

(Lingga, 2012). Yang sangat mempengaruhi tekanan darah adalah obesitas pada
tubuh bagian atas dengan peningkatan jumlah lemak pada bagian perut atau
kegemukan terpusat (obesitas sentral) daripada obesitas bagian bawah (obesitas
tipe pear) (Susilo dan Wulandari, 2010).
Data dari Third National Health Nutrition and Examination Survey
(NHANES III) tahun 2004 memperlihatkan hubungan linier yang bermakna antara
peningkatan body mass index (BMI) dan tekanan darah sistolik, diastolik dan
tekanan nadi (pulse pressure) pada populasi Amerika. Fakta lain juga
membuktikan bahwa, setiap peningkatan 10 kilogram (kg) berat badan (bb)
berhubungan dengan peningkatan TD sistolik sebesar 3 mmHg dan peningkatan
TD diastolik 2-3 mmHg. Studi yang dilakukan oleh Inou dkk (1997) menyebutkan
bahwa risiko hipertensi akan meningkat dua kali pada subyek yang mempunyai
IMT>25 kg/m2 dibandingkan dengan subyek yang mempunyai IMT 22 kg/m2.
Pada populasi MONICA-Jakarta ditemukan bahwa, presentasi hipertensi pada
individu yang overweight sebesar 24,5% dan obesitas sebesar 27,5%, jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan individu BB normal (12,5%) (Lilyasari, 2007).
Mengatasi obesitas adalah langkah yang harus dilakukan. Penyusutan
berat badan seberapapun kecilnya sudah cukup membantu menurunkan risiko
hipertensi (Lingga, 2012). Beberapa studi menunjukkan bahwa pada subyek
hipertensi yang overweight, penurunan berat badan merupakan suatu cara yang
paling efektif untuk menurunan tekanan darah pada subyek tersebut. Pada lebih
dari 50% subyek terjadi penurunan TD sistolik sebesar 1-2 mmHg dan TD
diastolik sebesar 1-4 mmHg setiap kilogram penurunan berat badan (Kisebah
dan Krakower, 1994 dalam Lilyasari, 2007). Penyusutan berat badan sebanyak
1,5-2,5 kg dapat menurunkan tekanan darah sebesar 1 mmHg. Sementara itu,
studi yang dilakukan oleh American Health Assocition menyebutkan bahwa
penurunan berat badan sebanyak 5% bermanfaat untuk menurunkan risiko
hipertensi hingga sebesar 20% (Lingga, 2012).
Beberapa metode pengukuran antropometri tubuh yang dapat digunakan
sebagai skrining obesitas antara lain Indeks Massa Tubuh (IMT), Lingkar
Pinggang (LP), Rasio Lingkar Pinggang Lingkar Panggul (RLPP) (Isnaini dkk,
2012). Indeks Massa tubuh (IMT)>23, lingkar pinggang (LP)>90 (laki-laki) dan
>80 (perempuan) dan, rasio lingkar pinggang lingkar panggul (RLPP)>0,85
(perempuan) dan >1 (laki-laki) digunakan untuk memprediksi risiko penyakit
5

terkait obesitas termasuk hipertensi (Arisman, 2010). Penelitian terhadap 772


orang di China menunjukkan pada subjek laki-laki nilai IMT lebih dari 23,0 kg/m2,
lingkar pinggang 89,05 cm, dan rasio lingkar pinggang lingkar panggul 0,92 dapat
mendeteksi hipertensi. Sedangkan pada subjek perempuan nilai IMT lebih dari
23,30 kg/m2, lingkar pinggang 90,90 cm, dan rasio lingkar pinggang lingkar
panggul 0,85 dapat mendeteksi hipertensi (Liu dkk, 2011). Menurut temuan dari
studi MONICA (2002) menyebutkan bahwa peningkatan 2,5 cm lingkar pinggang
(LP) untuk perempuan sesuai dengan peningkatan tekanan darah sistolik 1
mmHg (Krause dkk, 2009).
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
hubungan antara indikator obesitas berdasarkan indeks massa tubuh, lingkar
pinggang, dan rasio lingkar pinggang lingkar panggul dengan kejadian hipertensi
pada pasien di poliklinik penyakit dalam RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.

1.2. Rumusan Masalah


Apakah ada Hubungan antara Indikator Obesitas Berdasarkan Indeks
Massa Tubuh (IMT), Lingkar Pinggang (LP), dan Rasio Lingkar Pinggang Lingkar
Panggul (RLPP) dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien di Poliklinik Penyakit
Dalam RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan antara Indikator Obesitas Berdasarkan Indeks
Massa Tubuh (IMT), Lingkar Pinggang (LP), dan Rasio Lingkar Pinggang Lingkar
Panggul (RLPP) dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien di Poliklinik Penyakit
Dalam RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.3.2. Tujuan Khusus


a. Mengetahui Hubungan antara Indikator Obesitas Berdasarkan Indeks Massa
Tubuh (IMT) dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien di Poliklinik Penyakit
Dalam RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
6

b. Mengetahui Hubungan antara Indikator Obesitas Berdasarkan Lingkar


Pinggang (LP) dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien di Poliklinik Penyakit
Dalam RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
c. Mengetahui Hubungan antara Indikator Obesitas Berdasarkan Rasio Lingkar
Pinggang Lingkar Panggul (RLPP) dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien
di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Bagi Pasien
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi
bagi pasien tentang Hubungan antara Indikator Obesitas Berdasarkan Indeks
Massa Tubuh (IMT), Lingkar Pinggang (LP), dan Rasio Lingkar Pinggang
Lingkar Panggul (RLPP) dengan Kejadian Hipertensi.

1.4.2. Bagi RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya


Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
bagi pihak rumah sakit tentang Hubungan antara Indikator Obesitas
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), Lingkar Pinggang (LP), dan Rasio
Lingkar Pinggang Lingkar Panggul (RLPP) dengan Kejadian Hipertensi
sehingga rumah sakit dapat memberikan informasi yang terkait dengan
penelitian ini kepada masyarakat.

1.4.3. Bagi Stikes Husada Borneo


Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah sumber
kepustakaan bagi stikes sehingga dapat digunakan mahasiswa lain sebagai
bahan referensi pembelajaran dan penelitian.

1.4.4. Bagi Peneliti lain


Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan bagi peneliti lain sehingga dapat dijadikan bahan
bacaan dan studi pustaka khususnya di bidang gizi sehingga menghasilkan
pengembangan ilmu yang bermanfaat bagi semua pihak.
7

1.5. Keaslian Penelitian


Penelitian tentang Hubungan antara Indikator Obesitas Berdasark an
Indeks Massa Tubuh (IMT), Lingkar Pinggang (LP), Rasio Lingkar Pinggang
Lingkar Panggul (RLPP) terhadap Kejadian Hipertensi pada Pasien di Poliklinik
Penyakit Dalam RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Penelitian sejenis
yang pernah dilakukan antara lain :
8

Tabel 1.1 Perbedaan dan Persamaan Penelitian Sejenis yang Pernah Dilakukan
No. Judul Perbedaan Persamaan
1. Hubungan Indeks Rancangan penelitian : observasi Metode pengukuran :
Massa Tubuh (IMT), dengan cross sectional antropometri.
Lingkar Pinggang, Metode penelitian : kuesioner dan Variabel bebas :Indeks Massa
Gaya Hidup, dan Semi Quantitative Food Tubuh, Lingkar Pinggang.
Pola Makan dengan Frequency Quesioner (SQFFQ) Variabel terikat : Hipertensi.
Kejadian Hipertensi Variabel bebas : Gaya Hidup Uji statistik :korelasi Chi-Square
pada Pasien di (kebiasaan merokok, minum dan regresi logistik.
Poliklinik Penyakit alkohol, berolahraga, istirahat), Teknik Sampel : purposive
Dalam Rumah Sakit Pola Makan (konsumsi sampling dengan kriteria inklusi
Umum Daerah Dr. karbohidrat, lauk hewani, lauk dan eksklusi.
H. Moch. Ansari nabati, sayur-sayuran, buah-
Saleh Banjarmasin buahan, natrium, dan kalium).
oleh Maulidah Tempat : Poliklinik Penyakit
(2011). Dalam RSUD DR. H. Moch
Ansari Saleh Banjarmasin.
2. Hubungan antara Rancangan penelitian : matching Rancangan penelitian :Case
Beberapa Indikator umur dan jenis kelamin. Control Study, dengan
Obesitas dengan Metode penelitian : kuesioner dan perbandingan kasus dan kontrol
Hipertensi pada Semi Quantitative Food 1 : 1.
Pasien di Poliklinik Frequency Quesioner (SQFFQ). Metode penelitian : antropometri.
Penyakit Dalam Variabel Counfonding : Variabel bebas : IMT, RLPP, LP.
RSUD Ulin keturunan, aktivitas fisik, Variabel terikat : Hipertensi.
Banjarmasin oleh merokok, konsumsi alkohol, Uji statistic : Uji Chi- Square/ Uji
Maya Midiyatie asupan natrium, stres dan diet Fisher dengan α=0,05. Odds
Afridha (2010). tidak seimbang. Rasio (OR) juga dihitung untuk
Tempat : Poliklinik Penyakit mengetahui besar risiko setiap
Dalam RSUD Ulin Banjarmasin. variabel terhadap hipertensi. Uji
Multivariat digunakan untuk
mengetahui faktor dominan yang
berhubungan dengan hipertensi.
Teknik Sampel : purposive
sampling.
3. Asupan Protein, Rancangan penelitian : Penelitian Metode penelitian : pengukuran
Lemak Jenuh, explanatory research dengan antropometri.
Natrium, Serat dan pendekatan cross sectional.
Indeks Massa Tubuh Metode penelitian : FFQ.
Terkait dengan Variabel bebas : antropometri,
Tekanan Darah asupan protein, asupan lemak
Pasien Hipertensi di jenuh, asupan natrium dan serat.
RSUD Tugurejo Variabel terikat : tekanan darah
Semarang oleh Rista Uji statistik : analisis bivariat
Emilia Afrisa Apriany dengan uji rank Spearman.
(2012). Menggunakan SPSS 17.0 for
Windows, analisis univariat
dengan uji Saphiro-Wilk
Teknik Sampel : consecutive
sampling.
Tempat : poliklinik penyakit dalam
RSUD Tugurejo Semarang.
9

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TINJAUAN TEORI


2.1.1. Hipertensi
2.1.1.1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di arteri yang
bersifat sistemik alias berlangsung terus-menerus untuk jangka waktu lama.
Hipertensi tidak terjadi tiba-tiba, melainkan melalui proses yang cukup lama.
Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol untuk periode tertentu akan
menyebabkan tekanan darah tinggi permanen yang disebut hipertensi
(Lingga, 2012).
Untuk menentukan terjadi atau tidaknya hipertensi diperlukan
setidaknya tiga kali pengukuran tekanan darah pada waktu yang berbeda.
Jika dalam tiga kali pengukuran selama interval 2-8 pekan angka tekanan
darah tetap tinggi, maka patut dicurigai sebagai hipertensi. Pengecekan
retina mata dapat menjadi cara sederhana untuk membantu menentukan
hipertensi pada diri seseorang (Lingga, 2012).
Hipertensi biasa dicatat sebagai tekanan sistolik dan diastolik.
Tekanan sistolik merupakan tekanan darah maksimum dalam arteri yang
disebabkan sistoleventricular. Hasil pembacaan tekanan sistolik
menunjukkan tekanan atas yang nilainya lebih besar. Sedangkan tekanan
diastolik merupakan tekanan minimum dalam arteri yang disebabkan oleh
diastoleventricular (Widyanto, S. & Triwibowo, C., 2013).
Hipertensi adalah suatu kondisi saat nilai tekanan sistolik>140
mmHg atau nilai tekanan diastolik>90 mmHg. Menurut InaSH (Perhimpunan
Hipertensi Indonesia), untuk menegakkan diagnosis hipertensi perlu
dilakukan pengukuran tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu
bila tekanan darah kurang dari 160/100 mmHg (Garnadi, 2012).

2.1.1.2. Batasan Hipertensi


Batasan mengenai tekanan darah tersebut ditetapkan dan dikenal
dengan ketetapan JNC VII (The Seventh Report of The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of Hight

9
10

Blood Pressure). Ketetapan ini juga telah disepakati WHO, organisasi


hipertensi internasional, maupun organisasi hipertensi regional, termasuk
yang ada di Indonesia (Susilo dan Wulandari, 2010).
Dari batasan tersebut terlihat bahwa mereka yang mempunyai
tekanan darah normal yaitu bila tekanan darahnya lebih rendah dari 120/80
mmHg. Di atas dari batasan tersebut sudah termasuk dalam kategori pre-
hipertensi dan atau hipertensi (Susilo dan Wulandari, 2010).

2.1.1.3. Klasifikasi Hipertensi


Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan menggunakan
sfigmomanometer air raksa atau dengan tensimeter digital. Hasil dari
pengukuran tersebut adalah tekanan darah sistolik maupun diastolik yang
dapat digunakan untuk menentukan hipertensi atau tidak. Terdapat
klasifikasi hipertensi pada hasil pengukuran tersebut. Adapun klasifikasi
hipertensi menurut JNC VII 2003 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII 2003
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 <80
Prehipertensi 120-139 80-90
Hipertensi Tingkat I 140-159 90-99
Hipertensi Tingkat II >160 >100
Sumber : JNC VII 2003 (Garnadi, 2012)
*JNC VII-Seventh report of joint national comitte on prevention, detection,
evaluation and treatment of high blood pressure-adalah suatu komite
hipertensi di Amerika Serikat (USA). Komite ini menerbitkan klasifikasi
derajat hipertensi, serta menangani masalah pencegahan, deteksi, evaluasi,
dan penanganan hipertensi di negeri tersebut (Garnadi, 2012).

2.1.1.4. Etiologi Hipertensi


Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibagi dalam dua
golongan yaitu :
a. Hipertensi esensial (hipertensi primer)
Sekitar 90-95% penderita hipertensi adalah hipertensi primer. Hipertensi
primer biasanya dimulai sebagai proses labil (intermitten) pada individu
pada akhir 30-an dan awal 50-an yang secara bertahap akan menetap.
Hipertensi primer secara pasti belum diketahui penyebabnya. Beberapa
11

penelitian membuktikan bahwa hipertensi primer dini didahului oleh


peningkatan curah jantung, kemudian menetap dan menyebabkan
peningkatan tahanan tepi pembuluh darah total. Gangguan emosi,
obesitas, konsumsi alkohol yang berlebih, rangsang kopi yang berlebih,
rangsang konsumsi tembakau, obat-obatan, dan keturunan berpengaruh
pada proses terjadinya hipertensi primer. Penyakit hipertensi lebih banyak
terjadi pada wanita dari pada pria.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan karena
gangguan pembuluh darah atau organ tertentu. Secara sederhananya,
hipertensi sekunder disebabkan karena adanya penyakit lain. Berbeda
dengan hipertensi primer, hipertensi sekunder sudah diketahui
penyebabnya seperti disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin,
obat dan lain sebagainya.
1. Penyakit parenkim ginjal
Permasalahan pada ginjal yang menyebabkan kerusakan parenkim
akan menyebabkan hipertensi. Kondisi hipertensi yang ditimbulkan
akan semakin memperparah kondisi kerusakan ginjal. Sekitar 80%
penderita hipertensi pada anak-anak disebabkan oleh penyakit ginjal.
2. Hipertensi renovaskular
Hipertensi renovaskular menyebabkan gangguan dalam vaskularisasi
darah ke ginjal seperti arterosklerosis. Penurunan pasokan ginjal akan
menyebabkan produksi renin pisilateral dan meningkatkan tekanan
darah, sering diatasi secara farmakologis dengan ACE inhibitor.
Hipertensi pada kehamilan termasuk dalam hipertensi renovaskular ini.
3. Endokrin
Gangguan aldosteronisme primer akan berpengaruh terhadap
hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan rendahnya kadar renin
mengakibatkan kelebihan natrium dan air sehingga berdampak pada
meningkatnya tekanan darah.
4. Obat
Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipertensi adalah alat
kontrasepsi KB hormonal seperti pil atau suntik, kortikosteroid, dan
obat anti depresi trisiklik. Kebanyakan alat kontrasepsi mengandung
12

kombinasi estrogen dan progresteron dalam proporsi yang bervariasi


dan mungkin bertentangan dengan system renin-angiotensin yang
menjaga keseimbangan regulasi cairan tubuh (Widyanto dan
Triwibowo, 2013).

2.1.1.5. Gejala Hipertensi


Walaupun penyakit ini dianggap tidak memiliki gejala awal, sebenarnya
ada beberapa gejala yang tidak terlalu tampak sehingga sering tidak
dihiraukan oleh penderita. Gejala-gejala yang dirasakan penderita hipertensi
antara lain pusing, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak
nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan
(jarang dilaporkan), muka pucat, suhu tubuh rendah. Gejala-gejala yang
sifatnya khusus tersebut akan terasa pada kondisi atau aktivitas tertentu
berhubungan dengan perubahan dan proses-proses metabolisme tubuh
yang sedikit terganggu.
a. Kondisi istirahat
Gejala hipertensi pada kondisi istirahat berupa kelemahan dan letih, nafas
pendek, gaya hidup monoton, frekuensi jantung meningkat.
b. Berkaitan dengan sirkulasi darah
Gejala hipertensi berkaitan dengan sirkulasi darah berupa kenaikan tensi
darah, nadi denyutan jelas, kulit pucat, suhu dingin akibat pengisian
pembuluh kapiler mungkin melambat.
c. Kondisi emosional
Berkaitan dengan masalah emosional, seseorang pasti mengalami
riwayat perubahan kepribadian. Hal tersebut dapat dipicu oleh faktor-
faktor multiple stress atau tekanan yang bertumpuk seperti hubungan
dengan orang lain, keuangan, pekerjaan, dan sebagainya. Gejala
hipertensi berkaitan dengan kondisi emosional berupa fluktuasi turun naik,
suasana hati yang tidak stabil, rasa gelisah, penyempitan perhatian,
tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan
pola bicara.
d. Kondisi makanan dan pencernaan
Gejala-gejala hipertensi berkaitan dengan kondisi makanan dan
pencernaan berupa makanan yang disukai mencakup makanan tinggi
13

natrium, lemak serta kolesterol, sering mual dan muntah, perubahan berat
badan secara drastis (meningkat/turun), riwayat penggunaan obat
diuretik, adanya edema, glikosuria.
e. Berhubungan dengan respon saraf
Gejala hipertensi berhubungan dengan respons saraf, berupa keluhan
pusing, berdenyut-denyut, sakit kepala terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam, gangguan
penglihatan, misalnya penglihatan kabur, perubahan keterjagaan,
gangguan orientasi, pola isi bicara berubah, proses pikir terganggu,
penurunan kekuatan genggaman tangan, sering batuk, gangguan
koordinasi/cara berjalan, perubahan penurunan postural (Sutanto, 2010).

2.1.1.6. Faktor Risiko


Faktor risiko hipertensi dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu
faktor risiko yang dapat dikontrol dan faktor risiko yang tidak dapat dikontrol.
a. Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol:
1. Umur
Pada umumnya tekanan darah akan naik dengan bertambahnya umur
terutama setelah umur 40 tahun. Hal itu disebabkan oleh kaku dan
menebalnya arteri karena arteriosclerosis sehingga tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tersebut.
2. Jenis kelamin
Pria cenderung mengalami tekanan darah yang tinggi dibandingkan
dengan wanita. Rasio terjadinya hipertensi antara pria dan perempuan
sekitar 2,9 untuk kenaikan tekanan darah sistolik dan 3,6 untuk
kenaikan tekanan darah diastolik. Laki-laki cenderung memiliki gaya
hidup yang dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan
perempuan.Tekanan darah pria mulai meningkat ketika usianya
berada pada rentang 35-50 tahun. Kecenderungan seorang
perempuan terkena hipertensi terjadi pada saat menopause karena
faktor hormonal.
14

3. Keturunan
Sekitar 70-80% orang dengan hipertensi-hipertensi primer ternyata
memiliki riwayat hipertensi dalam keluarganya. Apabila riwayat
hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka risiko terjadinya
hipertensi primer 2 kali lipat dibanding dengan orang lain yang tidak
mempunyai riwayat hipertensi pada orang tuanya. Faktor genetik yang
diduga menyebabkan penurunan risiko terjadinya hipertensi terkait
pada kromosom 12p dengan fenotip postur tubuh pendek disertai
brachydactyly dan efek neurovaskuler.
b. Faktor risiko yang dapat dikontrol:
1. Obesitas
Faktor risiko penyebab hipertensi yang diketahui dengan baik adalah
obesitas. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu
keadaan akumulasi lemak berlebih di jaringan adiposa. Kondisi
obesitas berhubungan dengan peningkatan volume intravaskuler dan
curah jantung. Daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah
penderita hipertensi dengan obesitas lebih tinggi dibandingkan dengan
penderita hipertensi dengan berat badan normal.
2. Merokok
Menurut Winnifor (1990), merokok dapat meningkatkan tekanan darah
dan denyut jantung melalui mekanisme sebagai berikut :
 Merangsang saraf simpatis untuk melepaskan norepineprin melalui
saraf arenergi dan meningkatkan catecolamine yang dikeluarkan
melalui medulla adrenal.
 Merangsang kemoreseptor di arteri karotis dan aorta bodies dalam
meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah.
 Secara langsung melalui otot jantung yang mempunyai efek
inotropik (+) dan efek chonotropik.
3. Alkohol
Penggunaan alkohol secara berlebihan juga dapat meningkatkan
tekanan darah. Mungkin dengan cara meningkatkan katekolamin
plasma (Widyanto dan Triwibowo, 2013).
15

2.1.1.7. Patofisiologi
Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan
perifer (peripheral resistance). Tekanan darah membutuhkan aliran darah
melalui pembuluh darah yang ditentukan oleh kekuatan pompa jantung
(cardiac output) dan tahanan perifer. Sedangkan cardiac output dan tahanan
perifer dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling berinteraksi yaitu natrium,
stress, obesitas, genetik, dan faktor resiko hipertensi lainnya.
Peningkatan tekanan darah melalui mekanisme :
a. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan darah lebih banyak
cairan setiap detiknya.
b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga tidak
dapat mengembang saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
Karena itu, darah dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang sempit dan
menyebabkan naiknya tekanan darah. Penebalan dan kakunya dinding
arteri terjadi karena adanya arterosklerosis, tekanan darah juga
meningkat saat terjadi vasokonstriksi yang disebabkan rangsangan saraf
atau hormon.
c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi dapat meningkatkan tekanan darah.
Hal ini dapat terjadi karena kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang natrium dan air dalam tubuh sehingga volume darah dalam
tubuh meningkat yang menyebabkan tekanan darah juga meningkat.
Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan
enzim yang disebut rennin, yang memicu pembentukan hormone
angiotensin, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormone
aldosteron (Widyanto dan Triwibowo, 2013).

2.1.1.8. Dampak Jangka Panjang dari Hipertensi


a. Jantung
Jantung adalah otot yang membutuhkan suplai darahnya sendiri, yang
dibawa oleh arteri koronaria. Jika arteri ini menyempit, darah tidak dapat
mencapai otot jatung secara efisien. Jadi ketika jantung harus bekerja
lebih cepat daripada biasanya, misalnya ketika sedang berjalan mendaki
gunung, otot jantung tidak bisa mendapatkan suplai darah dan oksigen
16

yang dibutuhkan. Ini menyebabkan rasa sakit di dada, disebut miokardial


iskemia atau angina.
b. Arteri Trombosis
Jika arteri koronaria menyempit dan kemudian darah menggumpal,
bagian otot jantung yang bergantung pada arteri koronaria kemudian mati.
Ini disebut arteri thrombosis, suatu infarksi miokardial, atau serangan
jantung.
c. Gagal Jantung
Selama bertahun-tahun, ketika arteri menyempit dan menjadi kurang
lentur sebagai akibat hipertensi, jantung semakin sulit memompakan
darah secara efisien ke seluruh tubuh. Beban kerja yang meningkat ini
akhirnya merusak jantung dan menghambat kerjanya. Adanya cairan
dalam paru-paru menyebabkan nafas jadi pendek. Ini disebut kegagalan
kardiak kongestif, atau kegagalan jantung.
d. Stroke
Penyempitan arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak dapat
menyebabkan ketidakberfungsian sementara pada otak yang dilayani
oleh arteri tersebut. Ini disebut serangan ischemik transien (TIA).
Penyumbatan secara permanen pada arteri karena penggumpalan darah
menyebabkan kematian pada bagian otak yang bergantung pada arteri
itu, yang kemudian menimbulkan stroke.
e. Rusaknya pembuluh darah di kaki
Pembuluh darah yang lebih kecil di kaki dapat menjadi rusak, sehingga
darah yang menuju kaki menjadi kurang dan rasa sakit pada otot betis
ketika berjalan.
f. Ginjal
Ketika pembuluh darah yang menyuplai ginjal terkena dampaknya dapat
mengakibatkan kerusakan ginjal secara bertahap. Ini sebabnya mengapa
tes darah untuk memeriksa fungsi ginjal adalah bagian yang penting dari
pemeriksaan rutin pada siapapun yang menderita hipertensi.
g. Kerusakan retina
Pembuluh darah kecil di mata dapat juga terkena dampaknya, meskipun
tidak teramati sampai kerusakannya meluas. Jarang terjadi hipertensi
yang berat menimbulkan kerusakan retina dengan perdarahan. Kondisi ini
17

disebut hipertensi yang ganas, dengan pengobatan yang baik masih ada
harapan (Beavers, 2008).

2.1.2. Obesitas
2.1.2.1. Definisi Obesitas
Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai kegemukan, merupakan
suatu masalah yang cukup merisaukan di kalangan remaja. Obesitas atau
kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk (obese) yang
disebabkan penumpukan jaringan adiposa secara berlebihan. Jadi obesitas
adalah keadaan dimana seseorang memiliki berat badan yang lebih berat
dibandingkan berat badan idealnya yang disebabkan terjadinya penumpukan
lemak di tubuhnya. Sedangkan berat badan berlebih (overweight) adalah
kelebihan berat badan termasuk di dalamnya otot, tulang, lemak dan air
(Proverawati, 2010).

2.1.2.2. Penyebab Obesitas


Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari
yang diperlukan oleh tubuh. Ada berbagai macam faktor yang menyebabkan
terjadinya obesitas :
a. Faktor Genetik
Obesitas cenderung diturunkan, anggota keluarga tidak hanya berbagi
gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh
sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.
b. Faktor Pola Makan
Terlalu banyak makan akan menyebabkan penambahan berat badan
terutama jika makanan yang dikonsumsi banyak mengandung lemak dan
gula, misalnya makanan siap saji, seperti gula, fruktosa, soft drink, bir,
dan wine karena karbohidrat jenis ini lebih mudah diserap oleh tubuh.
c. Faktor Psikis
Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan
makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang
negatif.
18

d. Faktor Kesehatan
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya adalah
hipotiroid, sindroma cushing, sindroma prader-willi, resistensi insulin, dan
beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak
makan. Selain itu, beberapa obat-obatan juga dapat memicu obesitas.
e. Faktor Perkembangan
Perkembangan seseorang dari anak-anak ke remaja dan dewasa juga
sering disertai dengan perubahan berat badan. Obesitas bisa terjadi
karena pada masa perkembangan ini terjadi perubahan hormonal.
f. Faktor Aktivitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab
utama dari meningkatnya angka obesitas di tengah masyarakat yang
makmur.
g. Faktor Ras
Orang-orang kulit hitam dan orang Hispanik mempunyai kecenderungan
lebih mudah menjadi gemuk dibandingkan dengan orang-orang
Kaukasian dan Asia. Ini berkaitan dengan pola makan dan gaya hidup
masing-masing orang di lingkungan yang berbeda.
h. Faktor Berat Badan Saat Anak-Anak
Obesitas yang terjadi pada masa anak-anak dan remaja juga akan
mempengaruhi tingkat obesitas seseorang pada masa dewasa.
i. Faktor Hormon
Kerja hormon juga sangat mempengaruhi obesitas seseorang.
Perempuan lebih mudah obesitas terutama saat hamil, menopause, dan
saat mengkonsumsi kontrasepsi oral.
j. Faktor dari segi akupunktur
Obesitas dari segi ilmu akupunktur dapat disebabkan oleh defisiensi
limpa, lembab yang berlebihan, ekses dan panas lambung sehingga
proses pencernaan tidak berlangsung sebagaimana biasanya
(Proverawati, 2010).
19

2.1.2.3. Metode Pengukuran Antropometri Tubuh sebagai Skrining


Obesitas
Beberapa metode pengukuran antropometri tubuh yang dapat digunakan
sebagai skrining obesitas adalah :
a. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Body mass index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT) adalah
indeks sederhana, dan biasa digunakan untuk mengklasifikasikan obesitas
pada orang dewasa. Indeks ini telah direkomendasikan oleh World Health
Organizatio (WHO) dan The Expert committee on Clinical Guidelines for
Overweight in Adolescent Preventive Services sebagai baku pengukuran
untuk menentukan obesitas. Body Mass Index didefinisikan sebagai berat
badan (BB) dalam kg dibagi dengan tinggi badan (TB) dalam m2 (kg/m2).
Dikatakan overweight bila IMT>25 kg/m2 sedangkan obesitas apabila
IMT>30 kg/m2 berdasarkkan umur dan jenis kelamin (Haris dan Tambunan,
2009).
Obesitas pada dasarnya bertingkat-tingkat. Semakin banyak lemak
di dalam tubuh, maka tingkat obesitas semakin besar. Klasifikasi yang
digunakan disini adalah kategori berdasarkan aturan untuk orang-orang di
Asia Pasifik, Indonesia termasuk bagian dari Asia Pasifik (Mumpuni dan
Wulandari, 2010).
Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) orang Indonesia dewasa
IMT (kg/m2) Kategori Keadaan
< 17 Kekurangan berat badan tingkat berat
Kurus
17,0 – 18,5 Kekurangan badan tingkat ringan
18,5 – 25 Normal Normal
>25,0 – 27,0 Kelebihan berat badan tingkat ringan
Gemuk
>27 Kelebihan berat badan tingkat berat
Sumber : Depkes RI, 2006
Berdasarkan Third Report National Cholesterol Education
Program expert panel on Deecion, valuation, and treatment of High Blood
Cholesterol in Adult (Adult Treatment Panel III), NCEP III berat badan
diklasifikasikan menjadi normal (IMT 18,5-24,9), overweight (IMT>25), dan
obesitas (IMT>30). Pada populasi Asia ditemukan bahwa, morbiditas dan
mortalitas terjadi pada populasi dengan IMT yang lebih rendah. Oleh
karena itu dibuatlah kriteria khusus untuk obesitas untuk populasi dewasa
Asia, yaitu overweigh bila IMT>23 dan obesitas bila IMT>25 (Inoue dkk
2000 dalam Lilyasari, 2007).
20

Kelemahan klasifikasi dengan IMT ini adalah tidak


memperhitungkan struktur fisik atau tulang, dan tidak membedakan apakah
berat tersebut berasal dari otot atau akibat lemak dari makanan siap saji.
Jadi, jika seseorang termasuk dalam golongan berotot, IMT-nya mungkin
berada pada rentang obesitas, tetapi bukan berarti orang tersebut
termasuk kategori penderita obesitas. Untuk lebih jelasnya, sebagai contoh
pada masa puncak karirnya Arnold Schwarzenegger memiliki IMT 33. IMT
33 berarti masuk dalam kategori obesitas, padahal IMT tersebut berasal
dari ototnya, bukan dari timbunan lemak dalam tubuh. Jadi, pengukuran
dengan metode IMT ini ada kekurangannya. Untuk mengatasinya,
sebagian besar dokter menggunakan pengukuran berdasarkan masssa
lemak tubuh sebagai indeks obesitas (Mumpuni dan Wulandari, 2010).
IMT merupakan indikator kasar karena dipengaruhi oleh bentuk
tubuh. Orang yang berotot bisa saja memiliki IMT tinggi tetapi bukan akibat
lemak yang tidak sehat. Usia dan jenis kelamin juga dapat mempengaruhi
IMT. Beberapa ahli mengatakan bahwa pria dapat memiliki IMT yang
sedikit lebih tinggi sebelum risiko mereka meningkat. Hal ini mungkin
disebabkan karena pria biasanya lebih berotot dibandingkan wanita
(Palmer dan Williams, 2007).
Perlu diingat pula bahwa ada beberapa keadaan yang dapat
mengganggu keakuratan IMT, seperti edema, otot mengecil (pengidap
KKP/Kekurangan Kalori dan Protein) atau membesar (atlet), pengidap
kifoskoliosis, tinggi tidak normal, usia dan etnis. Indeks Massa Tubuh
hanya cocok diterapkan pada mereka yang berusia antara 19-70 tahun,
mempunyai struktur tulang belakang yang normal, bukan atlet atau
binaragawan, juga bukan merupakan wanita hamil atau menyusui
(Arisman, 2010).
Kelemahan pengukuran antropometri dengan IMT adalah tidak
dapat menilai distribusi timbunan lemak dalam tubuh sehingga kurang
sensitif untuk menentukan obesitas sentral. Massa tubuh terdiri dari berat
lemak/fat mass dan berat lemak bebas/fat free mass yang terdiri dari
tulang, otot, dan cairan. Dengan demikian tingginya nilai IMT tidak selalu
karena lemak, dapat disebabkan karena otot seperti pada seorang
binaragawan atau atlet. Jumlah otot yang tinggi dapat menghasilkan nilai
21

IMT yang tinggi juga sehingga IMT dapat menyebabkan misklasifikasi


untuk menghitung lemak tubuh (Sunarti dan Maryani, 2013).
b. Lingkar Pinggang (LP)
Lingkar pinggang merupakan pengukur distribusi lemak abdominal
yang mempunyai hubungan erat dengan indeks massa tubuh (Destyana
dkk, 2009). Lingkar pinggang merupakan indikator yang digunakan untuk
mengetahui banyaknya kelebihan lemak di perut. Lingkar pinggang diukur
dengan posisi tegak, pada titik di garis linea axillaris, pada pertengahan
antara batas bawah arcus costae dan crista illica (Arisman, 2010). Ukurlah
lingkar pinggang di titik tengah antara tepi bawah iga dan tepi atas panggul
(Palmer dan Williams, 2007). Lingkar pinggang menggambarkan akumulasi
lemak intra abdominal atau lemak visceral. Lingkar pinggang diperoleh
melalui hasil pengukuran lingkar tepat dibawah tulang rusuk terendah
(Novianingsih dan Kartini, 2012).
Obesitas yang berbentuk apel lebih berbahaya dibandingkan
obesitas yang berbentuk pear. Yang berbahaya adalah timbunan lemak di
dalam rongga perut, yang kemudian disebut sebagai obesitas sentral.
Adanya timbunan lemak di perut tercermin dari meningkatnya lingkar
pinggang. Sebagai patokan, pinggang yang berukuran >90 cm, merupakan
tanda bahaya bagi pria. Sedangkan untuk wanita, risiko tersebut meningkat
apabila lingkar pinggang >80 cm (Proverawati, 2010).
Kriteria obesitas viseral adalah lingkar perut atau pinggang >94 cm
(laki-laki) dan >80 cm (perempuan) sedangkan kriteria obesitas sentral
untuk populasi dewasa Asia adalah lingkar perut atau pinggang >90 cm
untuk laki-laki dan >80 cm untuk perempuan (Lilyasari, 2007). Untuk laki-
laki dengan LP>90 cm atau perempuan dengan LP>80 cm dinyatakan
sebagai obesitas sentral (WHO Asia Pasifik, 2005 dalam Kemenkes RI,
2013).
c. Rasio Lingkar Pinggang Lingkar Panggul (RLPP)
Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul yaitu perbandingan antara
lingkar pinggang dan lingkar panggul. Pinggang diukur pada titik tersempit,
sedangkan panggul diukur pada titik yang terlebar. Kemudian, ukuran
pinggang dibagi dengan ukuran panggul. Pembengkakan rasio lingkar
22

pinggang lingkar panggul (laki-laki>1,0 dan wanita>0,85) menandakan


obesitas (Arisman, 2010).
Rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) adalah salah satu indeks
antropometri yang menunjukkan status kegemukan, terutama central
obesity atau abdomen adiposity. Seseorang dikatakan overweight jika hasil
RLPP lebih dari 0,90 sedangkan seseorang dikatakan obesitas jika RLPP
kurang dari 0,80 (Depkes RI, 2006).
Rasio lingkar pinggang dan panggul dianggap lebih mudah
diterapkan di Indonesia karena parameternya berupa perbandingan atau
rasio. Kemungkinan memiliki perbedaan standar nilai antropometri dengan
ras lain lebih kecil dibandingkan dengan lingkar pinggang saja. Selain itu
kedua pemeriksaan ini sering digunakan karena teknik penilaiannya
sederhana dan murah (Sunarti dan Maryani, 2013).

2.2. LANDASAN TEORI


2.2.1. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Hipertensi
Dengan menghitung Indeks Massa Tubuh, dapat mengetahui apakah
berat badan membuat berisiko menyandang tekanan darah tinggi (Palmer
dan Williams, 2007). Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang
dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini
berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi
meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar dari dinding arteri.
Seseorang yang gemuk lebih mudah terkena hipertensi. Purwati (2005)
menyatakan wanita yang sangat gemuk pada usia 30 tahun mempunyai
risiko terserang hipertensi 7 kali lipat dibandingkan dengan yang langsing
dengan usia sama (Yeni dkk, 2010).
Risiko kesehatan yang berhubungan dengan obesitas akan
meningkat sejalan dengan meningkatnya angka BMI :
 Resiko rendah : BMI < 27
 Resiko menengah : BMI 27-30
 Resiko tinggi : BMI 30-35
 Resiko sangat tinggi : BMI 35-40
 Resiko sangat-sangat tinggi : BMI 40 atau lebih (Soeria, 2013).
23

Penelitian terhadap 772 orang subyek Cina menunjukkan bahwa


pada subjek laki-laki dengan nilai IMT lebih dari 23,0 kg/m2 sedangkan pada
subjek perempuan nilai IMT lebih dari 23,30 kg/m2 dapat mendeteksi
hipertensi (Liu dkk, 2011). Sementara itu studi yang dilakukan oleh Inou dkk
(1997) menyebutkan bahwa, risiko hipertensi akan meningkat dua kali pada
subyek yang mempunyai BMI>25 kg/m2 dibandingkan dengan subyek yang
mempunyai BMI 22 kg/m2 (Lilyasari, 2007). Sejalan dengan penelitian dari
He (2000), peningkatan satu unit IMT dapat dihubungkan dengan
peningkatan 0,56 mmHg tekanan sistolik dan diastolik pada orang obes
(Sarah dan Tjipta, 20130). Semakin besar Indeks Massa Tubuh maka
tekanan darah akan semakin tinggi. Setiap kenaikan satu satuan IMT, maka
akan menaikkan tekanan darah sistolik sebesar 1,148 mmHg dan diastolik
sebesar 1,211 mmHg (Widyaningsih dan Latifah, 2008).
Manifestasi awal hipertensi pada obesitas diawali oleh hipertensi
sistolik tanpa disertai hipertensi diastolik (isolated systolic hypertension).
Pengukuran tekanan darah pada remaja dengan obesitas, ditemukan 94%
subjek hipertensi sistolik. Selain itu didapatkan bahwa tekanan darah turun
pada pasien overweight dengan hipertensi yang kehilangan berat badan yng
rata-rata 10,5 kg (Syafrudin dan Tambunan, 2009).

2.2.2. Hubungan Lingkar Pinggang (LP) dan Hipertensi


Secara sederhana, lingkar pinggang adalah segmen berdiameter
terkecil yang diukur melingkari titik yang terletak beberapa cm di atas
umbilicus. Selama pengukuran, subjek diminta untuk bernafas normal. Hasil
pengukuran dibaca hingga 0,5 cm terdekat. Pertambahan ukuran lingkar
pinggang (LP) dapat dijadikan penanda peningkatan risiko penyakit,
meskipun berat badan (bb) masih tertimbang normal (Arisman, 2010). Untuk
pria, lingkar pinggang >90 cm dan >80 cm untuk wanita menandakan
peningkatan risiko penyakit (Palmer dan Williams, 2007).
Pengukuran lingkar pinggang adalah prediktor kuat hipertensi.
Obesitas sentral telah sangat terkait dengan tingginya prevalensi hipertensi.
Wanita dengan lingkar pinggang yang lebih dari normal mengalami
pningkatan tiga kali lipat untuk mengalami hipertensi. Temuan dari studi
MONICA (2002), peningkatan 2,5 cm lingkar pinggang untuk perempuan
24

sesuai dengan peningkatan tekanan tekanan darah sistolik 1 mmHg


(Krause dkk, 2009). Penelitian terhadap 772 orang subyek Cina
menunjukkan bahwa pada subjek laki-laki lingkar pinggang 89,05 cm
sedangkan pada subjek perempuan, lingkar pinggang 90,90 cm dapat
mendeteksi hipertensi (Liu dkk, 2011).

2.2.3. Hubungan Rasio Lingkar Pinggang Lingkar Panggul (RLPP)


dan Hipertensi
Untuk memperoleh ukuran lingkar pinggang, tentukan terlebih dahulu
bagian terbawah arkus aorta dan krista iliaka. Lingkar pinggang diukur
dengan melingkarkan pita ukur, sejajar lantai, di sekeliling perut melalui titik
(pada linea aksilaris) pertengahan antara kedua bagian tersebut,
pengukuran dilakukan dalam keadaan subyek berdiri tegak dengan tungkai
direnggangkan selebar kira-kira 25-30 cm. Sebelum pengukuran
dilaksanakan, subjek hendaknya berpuasa sepanjang malam (Arisman,
2010).
Lingkar panggul diukur dengan melingkarkan pita ukur, sejajar lantai,
di sekeliling panggul melalui dua buah titik : trokanter mayor kiri dan kanan.
Perbandingan ukuran lingkar pinggang terhadap lingkar panggul adalah
parameter sederhana yang mencerminkan distribusi lemak tubuh, baik lemak
bawah kulit maupun lemak intra-abdomen. Penilaian rasio ini merupakan
cara tradisional untuk menentukan apakah seseorang beresiko terhadap
gangguan tertentu akibat penimbunan lemak intra-abdomen yang berlebihan
(Arisman, 2010).
Pengukuran rasio lingkar pinggang panggul lebih sensitive dalam
menilai distribusi lemak dalam tubuh terutama yang berada di dinding
abdomen. Rasio lingkar pinggng lingkar panggul dihitung dengan membagi
ukuran lingkar pinggang dengan lingkar panggul. Ukuran lingkar pinggang,
menggambarkan tingginya deposit lemak berbahaya dalam tubuh,
sementara lingkar panggul merupakan faktor protektif terhadap kejadian
hipertensi. Faktor risiko hipertensi akan muncul apabila rasio lingkar
pinggang dan panggul dengan nilai lebih atau sama dengan 0,85
pdaperempuan dan 0,90 pada laki-laki. Dibandingkan dengan IMT
25

pengukuran ini tiga kali lebih besar merefleksikan keberadaan lemak


berbahaya dalam dinding abdomen (Sunarti dan Maryani, 2013).
Rasio lingkar pinggang lingkar perut dapat digunakan untuk
mendeteksi kelebihan lemak tubuh pada seseorang akurat untuk mendeteksi
risiko penyebab berbagai penyakit, termasuk hipertensi (Isnaini dkk, 2010).
Penelitian pada subjek laki-laki nilai rasio lingkar pinggang lingkar panggul
0,92 dapat mendeteksi hipertensi. Sedangkan pada subjek perempuan nilai
rasio lingkar pinggang lingkar panggul 0,85 dapat mendeteksi hipertensi (Liu
dkk, 2011).
26

2.3. KERANGKA KONSEP PENELITIAN


2.3.1. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Faktor risiko yang mempengaruhi Hipertensi dan telah dimodifikasi dari


Palmer dan Williams (2007), Lingga (2012), Widyanto dan Triwibowo (2013).
27

2.3.2. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

2.4. Hipotesis Penelitian


Hipotesis pada penelitian ini adalah :
a. Ada hubungan antara Indikator Obesitas berdasarkan Indeks Massa
Tubuh (IMT) dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien di Poliklinik
Penyakit Dalam RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
b. Ada hubungan antara Indikator Obesitas berdasarkan Lingkar Pinggang
(LP) dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien di Poliklinik Penyakit Dalam
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
c. Ada hubungan antara Indikator Obesitas berdasarkan Rasio Lingkar
Pinggang Lingkar Panggul (RLPP) dengan Kejadian Hipertensi pada
Pasien di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
28

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian Observasional analitik
menggunakan Rancangan Case Control untuk melihat hubungan antara
obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), Lingkar Pinggang (LP),
Rasio Lingkar Pinggang Lingkar Panggul (RLPP) dengan kejadian hipertensi
pada pasien poliklinik penyakit dalam RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya,
dengan matching variabel kebiasaan merokok dan kebiasaan minum alkohol
antara kelompok kasus dan kontrol dengan perbandingan 1 : 1.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2014 di Poliklinik
Penyakit Dalam RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

3.3. Subjek Penelitian


3.3.1. Populasi
Populasi adalah semua pasien di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya, baik pasien lama maupun pasien baru.

3.3.2. Sampel
Sampel adalah semua pasien di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya, baik pasien lama maupun pasien baru yang telah
ditentukan dalam kriteria penelitian.

3.3.2.1. Jumlah Sampel


Besar sampel untuk suatu penelitian studi kasus kontrol berdasarkan
rumus Madiyono, et al (2008) dalam Afrida (2010) adalah sebagai berikut :
2
n= Zα/2 + Zβ√PQ
(P-1/2)

28
2
9
29

Keterangan :
n = besar sampel
α = tingkat kemaknaan = 0,05 ( Zα = 1,96)
β = power / kekuatan = 0,10 (Zβ = 1,282)
R = Odds Rasio yang dianggap bermakna : 2,85 (Afrida, 2010)
P = perkiraan proporsi efek pada kontrol P = R = 2,85 = 0,740
(1+R) 3,85

Q = 1 – P = 1 – 0,740 = 0,26
2
n= 1,96/2 + 1,282√0,74 x 0,26
0,74-0,5
= 41,3 = 42 orang
Berdasarkan perhitungan jumlah untuk kasus adalah 42 orang. Karena
perbandingan kasus dan kontrol adalah 1:1 maka jumlah kontrol adalah 42
orang, sehingga jumlah sampel seluruhnya adalah 84 orang.

3.3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling.
Sampel dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol.
a. Kasus adalah pasien di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya dengan diagnosa Hipertensi yang mempunyai kriteria
sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi :
 Bersedia ikut penelitian sampai selesai dan bisa berkomunikasi
dengan baik.
 Berusia 25-45 tahun baik laki-laki maupun perempuan.
2. Krieria ekslusi :
 Pasien dengan acites/oedem atau dislipidemia.
 Ada didiagnosa menderita penyakit lain, seperti Diabetes Melittus
ataupun gagal ginjal, jantung, stroke.
 Ibu hamil.
 Ibu paska melahirkan 3 bulan.
30

 Pasien yang merokok dan minum alkohol.


b. Kontrol adalah Pasien Poli Penyakit Dalam RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya yang memiliki tekanan darah normal, tidak ada menderita
penyakit Diabetes Melitus, gagal ginjal atau dislipidemia.

Gambar 3.1 Teknik Pengambilan Sampel

3.4. Variabel Penelitian dan definisi Operasional


3.4.1. Variabel Penelitian
3.4.1.1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada peneliian ini adalah Indeks Massa Tubuh (IMT),
Lingkar Pinggang (LP), dan Rasio Lingkar Pinggang Lingkar Panggul (RLPP).

3.4.1.2. Variabel Terikat


Variabel terikat pada penelitian ini adalah Hipertensi.
31

3.4.2. Definisi Operasional


Tabel 3.1 : Definisi Operasional
Skala
No. Variabel Definisi Operasional Cara Mengukur Alat Ukur
Data
1. Indeks Indeks Massa Tubuh Tidak obes: Electronic Ordinal
Massa (IMT) adalah IMT< 25,0 kg/m2 digital scale.
Tubuh pengukuran untuk
(IMT) menentukan obesitas Obes: Microtoice.
sebagai berat badan IMT> 25,0 kg/m2
(BB) dalam kg dibagi
dengan tinggi badan (sumber : Depkes RI, 2006)
(TB) dalam meter
kuadrat (kg/m2).
2. Lingkar Lingkar pinggang Tidak obes: Pita ukur tidak Ordinal
Pinggang adalah indikator untuk LP<80 cm (perempuan) elastis dengan
(LP) mengetahui status LP<90 cm (laki-laki) ketelitian 0,1
obesitas. cm dan
Obes: kapasitas 150
LP>80 cm (perempuan) cm.
LP>90 cm (laki-laki)

(sumber:
Kemenkes RI, 2013)
3. Rasio Rasio Lingkar Pinggang Tidak obes: Pita ukur tidak Ordinal
Lingkar Lingkar Panggul adalah RLPP<0,80 cm (perempuan) elastis dengan
Pinggang lingkar pinggang (cm) RLPP<0,90 cm (laki-laki) ketelitian 0,1
Lingkar dibagi dengan lingkar cm dan
Panggul panggul (cm). Pinggang Obes: kapasitas 150
(RLPP) diukur pada titik RLPP>0,80 (perempuan) cm.
tersempit, sedangkan RLPP>0,90 (laki-laki)
panggul diukur pada
titik terlebar. (Sumber:Depkes RI, 2006)
4. Hipertensi Hipertensi adalah Tidak hipertensi : Melalui data Ordinal
keadaan subjek yang TD<140/90 mmHg status pasien
telah didiagnosa yang telah
Hipertensi esensial oleh Hipertensi : didiagnosa
dokter TD> 140/90 mmHg hipertensi oleh
atau dokter.
Memiliki TD>140/90 (sumber : JNC VII, 2003)
mmHg melalui minimal
3 kali pengukuran
dalam jangka waktu 2-8
pekan.

3.5. Instrumen Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu : Electronic digital scale,
kapasitas 150 kg dengan ketelitian 0,1 kg.
a. Microtoise dengan kapasitas 200 cm dan tingkat ketelitian 0,1 cm.
b. Pita ukur tidak elastis dengan ketelitian 0,1 cm kapasitas 150 cm.
32

c. Data Rekam Medis berupa data status pasien untuk mencatat data tekanan
darah dan mengetahui diagnosa dari dokter.
d. Kuesioner untuk mencatat hasil pengukuran dan mengetahui karekteristik
dari subjek penelitian.

3.6. Teknik Pengumpulan Data


3.6.1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif yaitu data mengenai
berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang, lingkar panggul, dan tekanan darah.

3.6.2. Sumber Data


3.6.2.1. Data Primer
Data yang diambil meliputi data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti, meliputi :
a. Data berat badan, diperoleh melalui penimbangan langsung dengan
menggunakan electronic digital scale dengan tingkat ketelitian 0,1 kg.
Cara mengukur berat badan :
 Responden diminta untuk melepaskan alas kaki, mengeluarkan semua
benda berat dalam kantong baju maupun kantong celana serta tidak
menggunakan pakaian yang berat dan berlebih, seperti jaket.
 Responden diminta untuk naik ke atas electronic digital scale, berdiri
tegak dalam keadaan tenang, lengan di samping badan, melihat lurus ke
depan sampai muncul angka di angka display.
 Uniscale dapat diukur setelah tertera angka di layar.
 Angka yang tertera segera dicatat.
b. Data tinggi badan diperoleh melalui pengukuran langsung dengan
menggunakan microtoise, dengan kapasitas 200 cm dan tingkat ketelitian
0,1 cm.
Cara mengukur tinggi badan :
 Responden diminta untuk melepas alas kaki.
 Responden berdiri tegak sejajar dengan garis lurus microtoice.
33

 Posisi kepala dan bahu bagian belakang, tangan, pantat dan tumit
responden menempel pada dinding tempat microtoice dipasang dan tepat
pada garis lurus yang telah dibuat.
 Pandangan responden lurus ke depan (bila perlu dagu responden
dipegang) dan kedua lengan responden dalam posisi tergantung bebas.
Bagian atas telinga dan mata responden berada pada satu garis lurus.
 Menggeser microtoice ke bawah sampai menyentuh bagian atas kepala
responden.
 Melakukan pembacaan tepat di depan angka (skala) pada garis merah,
lurus/bertatap muka dengan responden. Jika pengukur lebih pendek,
naiklah ke atas bangku kecil saat membaca hasil pengukuran.
 Melakukan pencatatan dengan ketelitian sampai angka di belakang koma
(0,1 cm).
c. Data tentang lingkar pinggang diperoleh dengan cara pengukuran langsung.
Cara mengukur lingkar pinggang menurut WHO (2008):
 Responden diminta untuk menggunakan pakaian seminimal mungkin atau
dibuka.
 Berdiri dengan santai di atas kedua kaki.
 Kedua tangan di samping dan kedua kaki rapat. Pasien diharapkan
bernafas secara normal.
 Raba dan tentukan batas bawah iga terakhir dengan puncak iliaka.
 Tentukan pertengahan antara batas bawah iga terakhir dengan puncak
iliaka.
 Lingkarkan pita ukur secara horizontal. Pita ukur harus dalam keadaan
pas, tidak longgar ataupun ketat.
 Ukuran lingkar pinggang dibaca pada saat pasien menghembuskan
nafas. Hal ini mencegah pasien dari kontraksi otot abdominal atau
kemungkinan pasien menahan nafas.
 Baca dan catat ukuran lingkar pinggang dalam millimeter terdekat.
d. Data lingkar panggul
Menurut WHO (2008), cara mengukur lingkar panggul adalah :
1) Pengukur duduk disamping responden, sehingga puncak pantat dapat
terlihat.
34

2) Lingkarkan pita ukur secara horizontal dalam keadaan pas, melalui


bagian pinggul yang lingkarannya terbesar (puncak pantat). Baca dan
catat ukuran lingkar pinggul dengan milimeter terdekat.
e. Data karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, ada tidaknya
riwayat hipertensi pada keluarga yang diperoleh melalui wawancara dengan
menggunakan kuesioner.

3.6.2.2. Data Sekunder


Data sekunder meliputi data mengenai tekanan darah yang sudah didiagnosa
dokter yang diperoleh dari rekam medik, yaitu status pasien.

3.7. Teknik Analisa Data


3.7.1. Pengolahan Data
Semua data mentah yang telah diperoleh tersebut kemudian diolah dan dianalisis
dengan langkah–langkah sebagai berikut :
a. Editing
Data yang telah terkumpul dilakukan pengecekan kembali mengenai
kelengkapan dan kejelasan data serta melakukan pembersihan data.
b. Rekapitulasi
Setelah proses editing selesai dilakukan rekapitulasi dan pengkodean data.
Rekapitulasi dilakukan dengan membuat tabel yang memuat semua data
yang akan dianalisis meliputi :
1) Identitas subjek (umur dan jenis kelamin, riwayat keluarga, kebiasaan
merokok dan minum alkohol),
2) Data Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar pinggang (LP), Rasio Lingkar
Pinggang Lingkar Panggul (RLPP) ,
3) Data tekanan darah.
c. Tabulating
Proses tabulating dilakukan dengan membuat tabel distribusi frekuensi dan
tabel silang. Tabel silang meliputi analisis variabel bebas (IMT, LP, RLPP)
dengan variabel terikat (hipertensi).
35

3.7.2. Analisa Data


a. Seluruh subyek penelitian dihitung IMT, LP dan RLPP, kemudian
dimasukkan ke dalam kategori yang telah ditentukan.
b. Hubungan antara IMT, LP, dan RLPP masing–masing dianalisis dengan
menggunakan uji Chi-square dengan tingkat kemaknaan 0,05. Bila pada
perhitungan Chi-square tabel 2 x 2 ada sel yang nilai harapan (nilai E)<5
maka digunakan uji Fisher Exact sebagai uji alternatif (Sabri & Hastono,
2008). Dalam pengambilan kesimpulan yang didasarkan pada probabilitas
Ho ditolak jika p<α.
Rumus Chi – square yang digunakan adalah :
‫אּ‬2 = ∑ (O-E)
2

E
DF = ( k – 1 ) ( b – 1 )
Keterangan :
‫אּ‬2 = lambang Chi – square
O = nilai observasi
E = nilai yang diharapkan
DF = derajat kebebasan (untuk tabel 2 x 2, nilainya 1)
k = jumlah kolom
b = jumlah baris
c. Untuk melihat pengaruh variabel counfonding terhadap hubungan antara
obesitas berdasarkan indeks massa tubuh, lingkar pinggang, rasio lingkar
pinggang lingkar panggul dengan hipertensi dilakukan analisis multivariat
dengan uji Regresi Logistik. Variabel counfonding berpengaruh jika ada
perubahan nilai OR>20%.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis multivariat adalah:
1. Pemilihan variabel kandidat yang akan masuk dalam analisis multivariat
berdasarkan hasil analisis bivariat. Pemilihan variabel dapat berdasarkan
suatu substansi keilmuan atau berdasarkan pemilihan statistik. Pemilihan
berdasarkan statistik dilakukan dengan seleksi variabel dengan
menggunakan Uji Chi Square. Jika hasil uji bivariat mempunyai nilai
p<0,25 maka variabel tersebut dapat masuk ke dalam model multivariat
(Dahlan, 2008).
36

2. Langkah berikutnya dilakukan pengeluaran variabel kandidat yang


mempunyai nilai p>0,05 secara bertahap. Pengeluaran dimulai dari
variabel yang mempunyai nilai p paling besar. Setiap pengeluaran
variabel dilakukan evaluasi confounder. Evaluasi confounder berdasarkan
perubahan OR. Jika pengeluaran variabel mengakibatkan perubahan OR
yang besar (ΔOR>20%) maka variabel tersebut dinyatakan sebagai
confounder, artinya variabel tersebut tidak boleh dikeluarkan dari model
karena akan mengganggu estimasi koefisien kovariat lainnya, atau
dengan kata lain variabel ini merupakan confounder untuk variabel lain
(Dahlan, 2008).
ΔOR = OR crude –OR adjust x 100%
OR adjust
3. Untuk mengetahui variabel mana yang paling besar pengaruhnya
terhadap variabel terikat, dilihat dari nilai Exp(B) berarti semakin besar
pengaruhnya terhadap variabel terikat yang dianalisis (Dahlan 2008).

3.8. Prosedur penelitian


a. Tahap Persiapan
Adapun tahap persiapan yang harus dilakukan adalah :
1. Mengurus surat izin penelitian dari Program Studi Gizi STIKES HUSADA
BORNEO Banjarbaru ke Direktur RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya melalui bagian DIKLAT (Pendidikan dan Pelatihan).
2. Melakukan pengumpulan data awal jumlah pasien hipertensi di Poliklinik
Penyakit Dalam RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
3. Mempersiapkan bahan untuk wawancara mengenai data pasien.
4. Merekrut 2 orang tenaga enumerator, kriteria minimal berpendidikan D III
Gizi, selanjutnya tenaga tersebut diberikan penjelasan untuk melakukan
pengukuran antropometri dan pengambilan data pasien di Poliklinik
Penyakit Dalam RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
b. Tahap Pelaksanaan
1. Terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan Dokter yang bertugas.
2. Melakukan seleksi pasien yang akan dijadikan sampel penelitian dengan
cara melihat diagnosa dokter, nilai tekanan darah dan nilai laboratorium
terakhir pasien.
37

3. Meminta persetujuan sampel untuk menandatangani surat kesediaan


menjadi responden.
4. Wawancara identitas sampel (nama, alamat, jenis kelamin, usia, riwayat
keturunan hipertensi).
5. Melakukan pengukuran TB dan penimbangan BB pasien.
6. Selanjutnya sampel diukur lingkar pinggang dengan menggunakan
pakaian dalam. Agar penggunaan pita tidak terlalu longgar atau kencang,
saat pengukuran ditanyakan kepada sampel apakah terlalu sempit atau
tidak.
7. Setelah diukur lingkar pinggangnya dilakukan pengukuran lingkar
panggul. Agar penggunaan pita tidak terlalu longgar atau kencang, saat
pengukuran ditanyakan kepada sampel apakah terlalu sempit atau tidak.
8. Menyerahkan form 2 untuk diisi dan ditandatangani oleh Dokter yang
bertugas.
9. Mengumpulkan semua data yang dilakukan oleh enumerator.

3.9. Jadual Penelitian


Tabel 3.2 Jadual Penelitian
2014
Kegiatan
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1. Persiapan
a. Pengajuan Judul X
b. Persetujuan Judul X
c. Survey Pendahuluan X X
d. Konsultasi X X
e. Penyusunan Proposal X
f. Seminar Proposal X
2. Pelaksanaan
a. Pengumpulan Data X X
b. Pengolahan Data X X
c. Analisa Data X X
3. Penyusunan Skripsi X X X

4. Seminar Skripsi
X
5. Perbaikan Skripsi
X X
6. Laporan akhir
X
38

3.10. Anggaran Penelitian


Tabel 3.3 Anggaran Penelitian
No. Jenis Penelitian Anggaran
1. Persiapan
a. Pengetikkan Proposal Rp. 200.000,-
b. Penjilidan Rp. 60.000,-
c. Penggandaan Rp. 350.000,-
d. Transportasi Rp. 1.500.000,-
2. Pelaksanaan
a. Pengumpulan Data Rp. 500.000,-
b. Jasa Enumerator Rp. 600.000,-
c. Pengolahan Data Rp. 300.000,-
3. Penyusunan Skripsi
a. Pengetikkan Rp.300.000,-
b. Penjilidan Rp. 60.000,-
c. Penggandaan Rp. 350.000,-
d. Transportasi Rp. 1.500.000,-
4. Lain-lain Rp. 300.000,-
5. Jumlah Pengeluaran Rp.6.020.000,-
39

DAFTAR PUSTAKA

Afrida, M. M. (2010). Hubungan antara beberapa Indikator Obesitas pada Pasien


di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Ulin Banjarmasin. Skripsi, Universitas Gadjah
Mada.

Arif, D., Rusnoto, Hartinah, D. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pusling Desa Klumpit UPT Puskesmas Gribig
Kabupaten Kudus. JIKK (Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan), 4 (2):18-34
http://e-journal.stikesmuhkudus.ac.id/index.php/karakter/article/view/102/87

Apriany, R. (2012). Asupan Protein, Lemak Jenuh, Natrium, Serat dan IMT
Terkait dengan Tekanan Darah Pasien Hipertensi di RSUD Tugurejo
Semarang. Skripsi, Universitas Diponegoro.

Arisman (2010). Obesitas, Diabetes Mellitus, dan Dislipidemia. Jakarta : Buku


Kedokteran EGC.

Beavers, D. (2008). Bimbingan Dokter pada Tekanan Darah. Jakarta : Dian


Rakyat.

Dahlan. S. M (2008). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta :


Salemba Medika.

Depkes RI (2006). Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit


Hipertensi. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Direktorat Jenderal
PP dan PL. Jakarta.

Destyana, Saryono, dan Mursiyam (2009). Hubungan antara Indeks Massa


Tubuh dengan Tekanan Darah dan Golongan Darah di kelurahan Mersi
Kecamatan Purwokerto Timur. Purwokerto. Jurnal keperawatan Soedirman (The
Soedirman Journal of Nursing), 4 (2).
http://jos.unsoed.ac.id/index.php/keperawatan/article/viewFile/180/45

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah (2012). Profil Kesehatan Kalteng.


http://www.dinkeskalteng.net/phocadownload/userupload/dinkes/PROFIL%20KE
SEHATAN%20KALTENG%202012.pdf

Garnadi, Y. (2012). Hidup Nyaman Dengan Hipertensi. Edisi Pertama. Jakarta :


AgroMedia Pustaka.

Haris, S. & Tambunan, T. (2009). Hipertensi pada sindrom metabolik. Jurnal


Sari Pediatri, 11 (4):257-63 http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-4-6.pdf

Hart, J, Fahey, T, Savage, W. (2010). Tanya Jawab Seputar Tekanan Darah


Tinggi. Jakarta : Arcan.
40

Isnaini, Sartono, A., & Winaryati, E., (2012). Hubungan Pengetahuan Obesitas
dengan Rasio Lingkar Pinggang Panggul pada Ibu Rumah Tangga di Desa Pepe
Krajan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan. Semarang. Jurnal Gizi
Universitas Muhammadiyah Semarang, 1 (1).
https://perpus.unimus.ac.id/ojsunimus/index.php/jgizi/article/view/568/0

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2012) Profil Kesehatan Indonesia


Tahun 2011. Jakarta : Kementerian Kesehatan. Pusat Data dan Informasi.
http://www.depkes.go.id/downloads/Profil2011-v3.pdf

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2013). Penyajian Pokok-Pokok Hasil


Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta : Badan Litbangkes, Kemenkes RI, 2013.
http://depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf

Korneliani, K. & Meida, D. (2012). Hubungan Obesitas dan Stress Dengan


Kejadian Hipertensi Guru SD Wanita. 2012. Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat KEMAS, 7 (2):111-115.
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/1769/1968

Krause, M., Hallage, T., Ribeiro, M., Miculis, C., Matuda, N., Silva, S. (2009).
Fitness And Waist Circumference Associated With Hypertension In Elderly
Women Brasil. Arq. Bras. Cardiol. 93 (1)
(http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S0066782x2009000700002&script=sciarttex
t&ting=en)

Lewa, A. (2010). Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Sistolik Terisolasi Pada


Lanjut Usia. Berita Kedokteran Masyarakat, 26 (4).

Lilyasari, O. (2007). Hipertensi dengan Obesitas : Adakah Peran Endotelin.


Jakarta. Jurnal Kardiologi Indonesia, 28 (6).

Lingga, L. (2012). Bebas Hipertensi Tanpa Obat. Jakarta. Agro Media Pustaka.

Liu, Y., Tong, G., Wewei, T., Liping, L., Qin X., (2011). Can Body Mass Index,
Waist Circumference, Waist-Hip Ratio And Waist-Height To Predict The
Presence Of Multiple Metabolic Risk Factors In Chinese Subjects. BMC Public
Health, 11 (35).
http://www.biomedcentral.com/1471-2458/11/35

Lumoindong, A., Umboh A., Masloman, N. (2013). Hubungan Obesitas dengan


Profil Tekanan Darah pada Anak Usia 10-12 Tahun di Kota Manado. Jurnal e-
Biomedik (eBM),1 (1):147-153.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/1607/1296
41

Maulidah (2011.) Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT), Lingkar Pinggang,


Gaya Hidup, dan Pola Makan dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien di
Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Moch. Ansari
Saleh Banjarmasin. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Borneo.

Mumpuni, Y. & Wulandari, A. (2010). Cara Jitu Mengatasi Kegemukan.


Yogyakarta : Andi Yogyakarta.

Muttaqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.

Novianingsih, E. & Kartini, A. (2012). Hubungan Antara beberapa Indikator


Status Gizi dengan Tekanan Darah pada remaja. Journal of Nutrition College,
1: 169-175.
http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnc/article/viewFile/691/692

Nurrahani, U. (2012). Stop Hipertensi Plus Menu Harian Hipertensi. Yogyakarta :


Familia (Grup Relasi Inti Media).

Palmer, A. & Williams, B. (2007). Simple Guides Tekanan Darah Tinggi. Jakarta :
Erlangga.

Panduan Penulisan Karya Ilmiah (2014). Panduan Penulisan Karya Ilmiah.


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Borneo Banjarbaru.

Proverawati, A. (2010). Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada Remaja.


Yogyakarta: Muha Medika.

RSUD dr. Doris Sylvanus (2013). Sensus Harian Kunjungan Pasien Poliklinik
Penyakit Dalam. Palangka Raya.

Sabri, L. & Hastono, S. (2008). Statistik Kesehatan. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.

Sarah, A. & Tjipta, G. (2013). Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan
Darah Anak di Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan. E-Jurnal FK USU, 1 (1).
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/ejurnalfk/article/viewFile/1292/679

Shadine, M. (2010). Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke dan


Serangan Jantung. Jakarta : Keenbooks.

Silva, D., Petroski, E., & Peres, M. (2012). Apakah Lemak Tubuh yang tinggi
diperkirakan oleh IMT dan Lingkar Pinggang Prediktor Hipertensi pada Orang
Dewasa Brazil. Nutrisi Journal, 11 (112)
http://www.nutritionj.com/content/11/1/112

Soeria, A. (2013). Hidup Nyaman dengan Hipertensi. Jakarta : Agromedia


Pustaka.
42

Sunarti & Maryani, E., (2013). Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul dengan
Penyakit Jantung Koroner di RSUD Kabupaten Sukoharjo. Yogyakarta : Buletin
Penelitian Sistem kesehatan, 16 (1): 73-82.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/view/3148

Susilo, Y. & Wulandari, A. (2010). Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta :


ANDI Yogyakarta.

Townsend, R. (2010). 100 Tanya-Jawab mengenai Tekanan Darah Tinggi


(Hipertensi). Jakarta : PT Indeks.

WHO (2008). Waist Circumference and Waist-Hip Ratio, Report of a WHO Expert
Consultation.GENEVA.
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/44583/1/9789241501491_eng.pdf?ua=1.
Diakses Maret 2014.

WHO (2010). World Health Rankingsresearch And Featuresusa Health


Rankingslifex News Donate. http://www.worldlifeexpectancy.com/world-rankings-
total-deaths. Diakses Maret 2014.

Wibowo & Wahyuningsih, A. (2011). Hubungan Kepatuhan Diet dengan Kejadian


Komplikasi pada Penderita Hipertensi di Ruang Rawat Inap di RS Baptis Kediri.
Jurnal STIKES RS. Baptis Kediri, 4 (1).
http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/stikes/article/view/18433/18250

Widyaningsih, N. & Latifah, M. (2008). Pengaruh Keadaan Sosial Ekonomi, Gaya


Hidup, Status Gizi, dan Tingkat Stres terhadap Tekanan Darah. Bogor: Jurnal
Gizi dan Pangan, 3 (1):1-6.
http://jamu.journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/view/4441/2982

Widyanto, S. & Triwibowo, C. (2013). Trend Disease Trend Penyakit Saat ini.
Jakarta : Trans Info Media.

Yeni, Y., Djannah, S., & Solikhah (2010). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian HT pada Wanita Usia Subur Puskesmas Umbulharjo I
Yogyakarta th 2009. Kesehatan Masyarakat, 4 (2):76-143.
http://www.uad-journal.com/index.php/KesMas/article/view/1174
43

Lampiran 1

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama :
Jenis Kelamin :
Umur :
Alamat :
No. Telp / HP :

Setelah mendapat penjelasan, dengan ini saya menyatakan


bersedia berpartisipasi menjadi responden penelitian dan akan memberikan
informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan penelitian yang berjudul
“Hubungan antara Indikator Obesitas Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT), Lingkar Pinggang (LP), Rasio Lingkar Pinggang Lingkar Panggul
(RLPP) dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien di Poliklinik Penyakit Dalam
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.

Demikian pernyataan ini dibuat tanpa adanya paksaan dari pihak


manapun dan saya berhak menuntut atas kerahasiaan informasi yang saya
berikan.

Palangka Raya, 2014

Peneliti Yang membuat pernyataan

( Sandliati ) ( )
44

Lampiran 2

FORM DIAGNOSIS DOKTER

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

NIP :

Jabatan : Dokter pada SMF Penyakit Dalam RSUD dr. Doris Sylvanus

Palangka Raya

Dengan ini menerangkan bahwa :

Nama Pasien :

No. MR : :

TD : mm/Hg

Ascites : Ada / Tidak ada)*

Berdasarkan Kriteria JNC VII-2003 adalah termasuk pasien :

Hipertensi

Tidak Hipertensi

Demikian keterangan ini untuk dapat dipergunakan sebagaimana

mestinya.

Palangka Raya, 2014


Peneliti Yang membuat pernyataan

( Sandliati ) ( dr. )
NIP
45

Lampiran 3

KUESIONER

HUBUNGAN ANTARA INDIKATOR OBESITAS BERDASARKAN INDEKS

MASSA TUBUH (IMT), LINGKAR PINGGANG (LP),

RASIO LINGKAR PINGGANG LINGKAR PANGGUL (RLPP) DENGAN

KEJADIAN HIPERTENSI PADA PASIEN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM

RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Nomer Sampel :

A. Identitas Sampel

No Rekam Medik :

Nama :

Jenis Kelamin : Pria / Wanita* (coret yang tidak perlu)

Tanggal Lahir/Usia :

Alamat :

Diagnosa :

Nama Enumerator :

Tanggal wawancara :

B. Data Antropometri

Berat Badan : kg

Tinggi Badan : cm

Lingkar pinggang : cm

Lingkar panggul : cm

IMT : kg/m2

WHR : cm

C. Faktor Resiko Ya Tidak

Riwayat Keturunan Hipertensi


46

Ya Tidak

Merokok

Sudah berapa lama Bapak / Ibu merokok ?........................

Rata–rata berapa batang sehari Bapak/Ibu merokok ?........................

Konsumsi Alkohol

Rata-rata berapa gelas per hari ?.................................

TTD Enumerator TTD Responden

(.............................................) (...............................................)

Anda mungkin juga menyukai