Anda di halaman 1dari 45

Laporan Kasus

GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

Disusun Oleh:
Dokter Muda Stase Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Periode 30 April 2018 – 1 Juni 2018

M. Arvin Arliando, S.Ked 04054821719122


Aulia Hajar Muthea, S.Ked 04084821820045
Shiva……….., S.Ked 04084821820031

Pembimbing: dr. M. Zainie Hassan A. R., Sp.KJ(K)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus:


GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

Oleh:

Karisya Tri Andini, S.Ked 04054821719122


Ridho Surya Putra, S.Ked 04084821820045
Yudistira Wardana, S.Ked 04084821820031

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang periode 30 April – 1 Juni 2018.

Palembang, Mei 2018

dr. M. Zainie Hassan A. R., Sp.KJ(K)

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ilmiah dengan judul
“GANGGUAN CEMAS MENYELURUH” untuk memenuhi tugas ilmiah yang
merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di
Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr.
M. Zainie Hassan A. R., Sp.KJ(K) selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan bimbingan dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan tugas ilmiah
ini, semoga bermanfaat.

Palembang, Mei 2018

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

BAB II LAPORAN KASUS ....................................................................................3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................11

BAB IV ANALISIS KASUS .................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................34

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Cemas didefinisikan sebagai suatu sinyal yang memperingatkan adanya


bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan
untuk mengatasi ancaman. Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal.
Masalah eksternal umumnya terkait dengan hubungan antara seseorang dengan
komunitas, teman, atau keluarga. Masalah internal umumnya terkait dengan
pikiran seseorang sendiri.1,2
Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni,
kesadaran terhadap sensasi fisiologis seperti palpitasi atau berkeringat dan
kesadaran terhadap rasa gugup atau takut. Selain dari gejala motorik dan visceral,
rasa cemas juga mempengaruhi kemampuan berpikir, persepsi, dan belajar.
Umumnya hal tersebut menyebabkan rasa bingung dan distorsi persepsi.2
Umumnya orang dengan rasa cemas akan melakukan seleksi terhadap hal-hal di
sekitar mereka yang dapat membenarkan persepsi mereka mengenai suatu hal
yang menimbulkan rasa cemas.1

Klasifikasi gangguan cemas dapat berdasarkan Diagnostic and Statistical


Manual of Mental Disorders (DSM-V) ataupun di Indonesia menggunakan
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ
III). Berdasarkan PPDGJ III, gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan
neurotik, gangguan somatoform dan gangguan yang berkaitan dengan stress
(F40-48).

Berdasarkan studi pada lima populasi di Amerika Serikat, Inggris dan


Swedia, terdapat 2-4,7 per 100 individu yang mengalami gangguan cemas. Wanita
lebih banyak dibanding laki-laki dengan rentang usia 16-40 tahun. Tidak ada
perbedaan pada ras kecuali pada gangguan agorafobia dimana ras afrika-amerika
lebih banyak menderita gangguan cemas dibanding ras kulit putih.1,2

Beberapa gangguan psikiatrik lainnya memiliki gejala yang mirip dengan


gangguan cemas, diantaranya gangguan psikotik, gangguan depresif, gangguan

1
kepribadian seperti paranaoid, menghindar, skizoid, dependen, dan obsesif-
kompulsif, anoreksia nervosa, gangguan hipokondria, gangguan dismorfik tubuh,
dan trikotilomania. Antara subtipe pun kadang sulit dibedakan, karenanya bisa
juga didiagnosis banding dengan sesama subtipe. Salah satu pertimbangan dalam
mendiagnosis kecemasan karena kondisi medis lain adalah untuk memastikan
kecemasan tidak terjadi hanya selama fase delirium. Ansietas akibat efek
penggunaan atau penyalahgunaan zat harus dipertimbangkan juga.1,2

Walaupun ada subtipe gangguan cemas yang memilik prognosis baik


(gangguan panik), namun secara keseluruhan prognosis gangguan cemas tidak
banyak diketahui dan sulit diperkirakan, karena merupakan gangguan yang relatif
baru dikenali sebagai gangguan mental penting. Penentuan prognosis pada
gangguan ini dikaitkan dengan onset, perjalanan penyakit, faktor pencetus,
komorbid, gejala dan keadaan lingkungan sosial.1,2

2
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Tn. KMY
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Suku/Bangsa : Sumatera selatan
Pendidikan : SMA (tamat)
Pekerjaan : Penjual Pempek
Agama : Islam
Alamat : Jalan Faqih Jalaludin no. 213, 19 Ilir, Palemang
Datang ke RS : Kamis, 5 April 2018
Cara ke RS : Pergi sendiri
Tempat Pemeriksaan : Poliklinik RSUD Ernaldi Bahar Palembang

II. ANAMNESIS
A. AUTOANAMNESIS
a. Keluhan utama
Os mengeluh bahwa dirinya sering cemas berlebihan sejak 10 tahun
yang lalu.
b. Riwayat perjalanan penyakit
Kurang lebih 10 tahun yang lalu, os mengaku pertama kali
mulai mengalami cemas karena memikirkan banyak hal. Os sering
khawatir terkena musibah pada dirinya dan keluarganya dan juga
khawatir tidak mampu mencukupi biaya hidup keluarga. Hal ini hampir
terjadi setiap hari. Akibat karena terlalu memikirkan kekhawatirannya,
os menjadi gelisah dan sulit tidur. Dalam sehari, os hanya dapat tidur
selama 2-4 jam dan juga terkadang bangun di pertengahan tidur
sehingga saat di pagi hari pasien merasa tidak segar. Os memutuskan

3
untuk berobat ke dokter umum dan diberi obat tidur yaitu alprazolam.
Setelah minum obat yang diberikan, kesulitan tidur berkurang.
Kurang lebih 8 tahun yang lalu, os mengaku masih sering
mengalami kecemasan. Perasaan cemas muncul secara mendadak yang
diikuti oleh perasaan pusing, berkeringat, gemetaran, bibir terasa
kering, terkadang disertai jantung berdebar-debar dan seperti disayat
apabila pasien terlalu cemas, gelisah, dan emosi labil seperti mudah
marah. Os mengaku sulit untuk berhenti cemas. Terkadang os sering
terbangun di malam hari dan was-was karena mendengar suara-suara
yang ditakutkan adalah pencuri di dalam rumahnya tetapi saat diperiksa
suara datang dari rumah tetangga. Pasien merasa menjadi pelupa dan
kadang sulit untuk berkonsentrasi. Os tidak pernah kontrol ulang dan
membeli obat sendiri (alprazolam dari dokter umum), tetapi pada tahun
2011, alprazolam hanya bisa didapatkan apabila berobat di RS Ernaldi
Bahar sehingga os tidak bisa membeli obat sendiri.
Os mengaku tidak pernah mendengar bisikan-bisikan, tidak
pernah melihat bayangan yang tidak nyata, dan tidak memiliki pikiran
kepercayaan yang tidak masuk akal. Os tidak mengalami kesulitan
dalam bekerja dan merasa nyaman bersosialisasi dengan orang lain.
Sejak + 7 tahun yang lalu, os berobat ke RS Charitas dengan
keluhan cemas masih ada untuk mendapatkan obat alprazolam, namun
os dirujuk oleh dokter Rumah Sakit Charitas, Palembang ke Rumah
Sakit Ernaldi Bahar untuk diperiksa dan didiagnosis lebih lanjut. Os
rutin kontrol ke Rumah Sakit Ernaldi Bahar dan rutin mengonsumsi
obat apabila diperlukan dan keluhan cemas menjadi berkurang.
Saat ini, os mengaku rasa cemas yang dialami terkadang masih
sering dialami namun sudah lebih berkurang dibandingkan dulu dan
gangguan tidur juga mulai berkurang. Os datang untuk berobat dan
kontrol rutin.

4
c. Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat kejang : tidak ada
- Riwayat trauma : tidak ada
- Riwayat diabetes melitus: tidak ada
- Riwayat hipertensi : tidak ada
- Riwayat asma : tidak ada
- Riwayat alergi : tidak ada

d. Riwayat pengobatan
Os mengkonsumsi alprazolam sejak 2008 atas pemberian dari
dokter umum dengan dosis 1 x 0,25mg. Pada tahun 2011 Os mengaku
gangguan yang dialaminya semakin parah sehingga Os menaikkan sendiri
dosis pengobatannya menjadi 2 x 0,25mg.

e. Riwayat premorbid
- Lahir : lahir spontan, langsung menangis
- Bayi : tumbuh kembang baik
- Anak-anak : sosialisasi baik
- Remaja : sosialisasi baik
- Dewasa : sosialisasi baik
- Riwayat minum alkohol (+) sejak tahun 2000 dan terakhir konsumsi
tahun 2009. Alkohol yang diminum berupa bir, anggur merah, tuak,
dan vodka sekitar 1-2 kali dalam seminggu.
- Riwayat NAPZA (+) tahun 1996-1998. NAPZA yang pernah
dikonsumsi berupa sabu-sabu, inex, ganja, putau, dan kokain. Os
mengaku menggunakannya 1-3 kali dalam sebulan. Os mengaku
berhenti sendiri tanpa rehabilitasi.

5
f. Riwayat keluarga
- Os merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Os memiliki satu
orang adik laki-laki dan satu orang adik perempuan.
- Anggota keluarga dengan gangguan jiwa disangkal.
- Riwayat pada keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.
- Hubungan dengan anggota keluarga terjalin baik.
- Ayah kandung menderita hipertensi. Ayah merupakan penjual
pempek dirumahnya. Os mengaku ayah kandungnya tegas,
bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan keluarga, tidak
membeda-bedakan antar saudara, rajin sembayang.
- Ibu kandung menderita diabetes mellitus. Ibu merupakan seorang
ibu rumah tangga yang membantu ayah dalam berjualan pempek. Os
mengaku ibunya sosok yang penyabar, penyayang, dan tidak pilih
kasih.
- Adik kandung lelaki Os diakuinya adalah seseorang yang keras
namun akrab dengan Os. Os mengakui bahwa adik kandung
lelakinya tidak ada riwayat penyakit yang sama seperti Os maupun
kedua orang tuanya.
- Adik kandung perempuan Os adalah seseorang yang pendiam dan
gemar membantu kedua orang tuanya. Adik kandung perempuan Os
masih tinggal bersama kedua orang tua Os. Os menyangkal bahwa
adik kandung perempuannya tidak ada riwayat penyakit yang sama
seperti Os maupun kedua orang tuanya.

6
D
a
l

Keterangan: a

: Pasien m

:Laki-laki K
D
e
a
l : Perempuan d
o
a
g. Riwayatmpendidikan k

SMA (tamat) t
e
K
h. Riwayatepekerjaan r
a
Penjual dpempek dengan berdagang dirumahnya sendiri.
n
o
i. Riwayatkgaya hidup ,

Pasien tidak
t merokok dan sgemar berolahraga setiap minggu.
e
e
j. Riwayatr perkawinan b

Pasien sudah a tahun 1993. Os mengenal istrinya melalui


menikah pada
a
teman dekat g Os dengan istri diakui harmonis. Istrinya
Os. Hubungan
n
, rumah tangga i yang sehari-hari turut membantu Os dalam
adalah ibu
berjualans pempek. Istri ajuga menerima jahitan untuk menambah
pendapatan. n bahwa istrinya adalah sosok yang selalu
e Diakui oleh Os
mendukungnya
b b dalam keadaan susah dan juga merupakan
walaupun Os
e
a
s
g 3
a
i
r
a
sosok yang penyabar. Anak perempuan Os yang pertama lahir pada tahun
1994 dan hendak menikah pada tahun ini. Anak perempuan Os yang
kedua lahir tahun 1997 dan sedang berkuliah di Unsri.

k. Keadaan sosial ekonomi


Pasien tinggal bersama keluarganya di rumah milik pribadi. Rumahnya
sederhana dengan model rumah panggung. Pada bagian bawah rumah
digunakan sebagai tempat untuk berjualan pempek sedangkan bagian atas
digunakan sebagai tempat tinggal. Terdapat 1 ruang tamu, 1 kamar
mandi, 1 dapur, dan 2 kamar tidur. Ukuran rumah sekitar 8x5 m2.
Pendapatan yang didapatkan oleh Os tidak menentu tergantung jumlah
pembeli. Sehari-hari Os bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp.
100.000 – Rp. 300.000.

4
III. PEMERIKSAAN
A. STATUS INTERNUS
1) Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
Frekuensi nadi : 113 x/menit
Tekanan darah : 123/71 mmHg
Suhu : 360 C
Frekuensi napas : 18 x/menit

B. STATUS NEUROLOGIKUS
1) Urat syaraf kepala (panca indera) : tidak ada kelainan
2) Gejala rangsang meningeal : tidak ada kelainan
3) Mata:
Gerakan : baik ke segala arah
Persepsi mata : baik, diplopia tidak ada, visus normal
Pupil :bentuk bulat, sentral, isokor, Ø
3mm/3mm
Refleks cahaya : +/+
Refleks kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopi : tidak dilakukan

4) Motorik
Fungsi Motorik Lengan Tungkai

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Normal

Kekuatan 5/5

Tonus Eutonik Eutonik Eutonik Eutonik

Klonus - - - -
Refleksfisiologis + + + +

Reflekspatologis - - - -

5) Sensibilitas : normal
6) Susunan syaraf vegetatif : tidak ada kelainan
7) Fungsi luhur : tidak ada kelainan
8) Kelainan khusus : tidak ada

C. STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM
a. Sensorium : Compos Mentis
b. Perhatian : Atensi adekuat
c. Sikap : Kooperatif
d. Inisiatif : Adekuat
e. Tingkah laku motorik : Normal
f. Ekspresi fasial : Wajar
g. Cara bicara : Lancar
h. Kontak psikis : adekuat
i. Kontak fisik : adekuat
j. Kontak mata : adekuat
k. Kontak verbal : adekuat

KEADAAN KHUSUS (SPESIFIK)


a. Keadaan afektif
Afek : Sesuai
Mood : Eutimik

6
b. Hidup emosi
Stabilitas : stabil
Dalam-dangkal : normal
Pengendalian : terkendali
Adekuat-Inadekuat : adekuat
Echt-unecht : Echt
Skala diferensiasi : normal
Einfuhlung : bisa dirasakan
Arus emosi : stabil

c. Keadaan dan fungsi intelektual


Daya ingat : kurang baik
Daya konsentrasi : kurang baik
Orientasi orang/waktu/tempat : baik
Luas pengetahuan umum : sulit dinilai
Discriminative judgement : baik
Discriminative insight : baik
Dugaan taraf intelegensi : sulit dinilai
Depersonalisasi dan derealisasi : tidak ada

d. Kelainan sensasi dan persepsi


Ilusi : tidak ada
Halusinasi : tidak ada

KEADAAN PROSES BERFIKIR


a. Arus pikiran
Flight of ideas : tidak ada
Inkoherensi : tidak ada
Sirkumstansial : tidak ada
Tangensial : tidak ada
Terhalang (blocking) : tidak ada

7
Terhambat (inhibition) : tidak ada
Perseverasi : tidak ada
Verbigerasi : tidak ada

b. Isi Pikiran
Waham : tidak ada
Pola Sentral : tidak ada
Fobia : tidak ada
Konfabulasi : tidak ada
Perasaan inferior : tidak ada
Kecurigaan : tidak ada
Rasa permusuhan : tidak ada
Perasaan berdosa : tidak ada
Hipokondria : tidak ada
Ide bunuh diri : tidak ada
Ide melukai diri : tidak ada
Lain-lain : tidak ada

Pemilikan pikiran
Obsesi : tidak ada
Aliensi : tidak ada

c. Keadaan dorongan instinktual dan perbuatan


Hipobulia : tidak ada
Vagabondage : tidak ada
Stupor : tidak ada
Pyromania : tidak ada
Raptus/Impulsivitas : tidak ada
Mannerisme : tidak ada
Kegaduhan umum : tidak ada
Autisme : tidak ada

8
Deviasi seksual : tidak ada
Logore : tidak ada
Ekopraksi : tidak ada
Mutisme : tidak ada
Ekolalia : tidak ada
Lain-lain : tidak ada

e. Kecemasan : ada

f. Dekorum
Kebersihan : cukup
Cara berpakaian : cukup
Sopan santun : cukup

g. Reality testing ability : RTA normal

D. PEMERIKSAAN LAIN
a. Pemeriksaan radiologi/foto thoraks : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan radiologi/ CT scan : tidak dilakukan
c. Pemeriksaan darah rutin : tidak dilakukan
d. Pemeriksaan laboratorium : tidak dilakukan
e. Pemeriksaan urin : tidak dilakukan
f. Pemeriksaan LCS : tidak dilakukan
g. Pemeriksaan elektroensefalogram : tidak dilakukan

IV. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Aksis I : F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
Aksis II : F61.1 Perubahan Kepribadian yang Bermasalah
Aksis III : Belum ada diagnosis
Aksis IV : Masalah keluarga dan ekonomi
Aksis V : GAF scale saat ini 90-81

9
V. DIAGNOSIS DIFFERENSIAL
1) F41.1 Gangguan Cemas Menyeluruh
2) F45.3 Disfungsi Otonomik Somatoform
3) Gangguan Cemas Akibat Zat

VI. TERAPI
a. Psikofarmaka
- Clobazam 1 x 10 mg
- Alprazolam 1 x 1 mg

b. Psikoterapi
Suportif
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya.
- Memberi dukungan dan perhatian kepada pasien dalam
menghadapi penyakit.
- Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur.

Kognitif
- Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat
cara berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya
terhadap masalah yang dihadapi.

Keluarga
- Memberikan pengertian kepada keluarga tentang penyakit pasien
sehingga diharapkan keluarga dapat membantu dan mendukung
kesembuhan pasien.

10
Religius
- Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah
sesuai ajaran agama yang dianutnya, yaitu menjalankan solat lima
waktu, menegakkan amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan
berdoa kepada Allah SWT.

VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD)


merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran
yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap
berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang
hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan
sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti
ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga
menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi
sosial dan pekerjaan.2,3
Gangguan cemas menyeluruh ditandai dengan kecemasan yang berlebihan
dan khawatir yang berlebihan tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-
harinya tanpa alasan yang jelas untuk khawatir. Kecemasan ini tidak dapat
dikontrol sehingga dapat menyebabkan timbulnya stres dan mengganggu aktivitas
sehari-hari, pekerjaan dan kehidupan sosial.2,3

Pasien dengan gangguan cemas menyeluruh biasanya mempunyai rasa risau


dan cemas yang berlanjut dengan ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang
berlebihan, dan selalu dalam keadaan siaga. Beberapa pasien mengalami serangan
panik dan depresi.2

3.2 Epidemiologi

Angka prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh 3-8%, dengan


prevalensi pada wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara perempuan dan laki-
laki sekitar 2:1. Onset penyakit biasanya muncul pada usia pertengahan hingga
dewasa akhir, dengan insidens yang cukup tinggi pada usia 35-45 tahun.

12
Gangguan cemas menyeluruh merupakan gangguan kecemasan yang paling sering
ditemukan pada usia tua. 4,5,6

3.3 Etiologi

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan


terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Teori-teori tersebut antara lain :
1. Kontribusi Ilmu Psikologi

Psikoanalitik, perilaku, dan eksistensial telah memberikan kontribusi teori


tentang penyebab kecemasan. Teori masing-masing memiliki kegunaan
baik konseptual dan praktis dalam mengobati gangguan kecemasan.1
a. Teori psikoanalitik

Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal


dari penumpukan fisiologis libido, ia akhirnya merumuskan kembali
kecemasan sebagai sinyal adanya bahaya di bawah sadar.
Menanggapi sinyal ini, ego digunakan sebagai mekanisme
pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat
diterima yang muncul ke dalam kesadaran. Dari perspektif
psikodinamik, tujuan terapi tidak diperlukan untuk menghilangkan
kecemasan semua tapi untuk meningkatkan toleransi kecemasan,
yaitu, kemampuan untuk mengalami kecemasan dan
menggunakannya sebagai sinyal untuk menyelidiki konflik yang
mendasari yang telah menciptakannya. Kecemasan muncul sebagai
respon terhadap berbagai situasi selama siklus hidup dan, meskipun
agen psychopharmacological mungkin memperbaiki gejala, mereka
mungkin tidak melakukan apapun untuk mengatasi situasi hidup
atau berkorelasi internal yang telah mendorong keadaan kecemasan.1

Untuk memahami sepenuhnya kecemasan pasien dari


pandangan psikodinamik, seringkali berguna untuk berhubungan
kecemasan atas masalah-masalah perkembangan. Pada tingkat awal,
kecemasan disintegrasi mungkin ada. Kecemasan ini berasal dari

13
ketakutan bahwa fragmen kehendak diri karena orang lain tidak
menanggapi dengan penegasan diperlukan sebagai validasi.
Kecemasan persecutory dapat dihubungkan dengan persepsi bahwa
diri sedang diserbu dan dimusnahkan oleh suatu kekuatan jahat dari
luar. Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang takut
kehilangan cinta atau persetujuan orang tua atau kekasih. Pada
tingkat yang paling dewasa, superego kecemasan berhubungan
dengan perasaan bersalah tentang tidak memenuhi standar
diinternalisasi perilaku moral yang berasal dari orang tua.
Seringkali, sebuah wawancara psikodinamik dapat menjelaskan
tingkat utama dari kecemasan yang menangani seorang pasien.
Beberapa kecemasan jelas berkaitan dengan konflik pada beberapa
tingkat perkembangan yang bervariasi.1
b. Teori Perilaku

Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap


rangsangan lingkungan tertentu. Dalam model pengkondisian
klasik, seorang gadis dibesarkan oleh seorang ayah yang kasar,
misalnya, dapat menjadi cemas segera setelah ia melihat ayahnya
yang kasar. Melalui generalisasi, dia mungkin akan percaya semua
orang. Dalam model pembelajaran sosial, seorang anak dapat
mengembangkan respon kecemasan dengan meniru kecemasan di
lingkungan, seperti orang tua cemas.1
c. Teori eksistensial

Teori kecemasan eksistensial menyediakan model untuk


kecemasan umum, di mana tidak ada stimulus khusus yang
diidentifikasi untuk rasa cemas yang sifatnya kronis.Konsep utama
teori eksistensial adalah bahwa perasaan orang pengalaman hidup di
alam semesta tanpa tujuan. Kekhawatiran eksistensial tersebut dapat
meningkat sejak pengembangan senjata nuklir dan bioterorisme.1

14
d. Teori kognitif-perilaku

Penderita gangguan cemas menyeluruh berespon secara salah


dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan oleh perhatian yang
selektif terhadap hal-hal yang negatif pada lingkungan, adanya
distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat
negative terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.2,6
e. Teori Genetik

Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan


genetik pasien gangguan cemas menyeluruh dan gangguan Depresi
Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat
pertama penderita gangguan cemas menyeluruh juga menderita
gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan kembar
didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada
kembar dizigotik.2,6

2. Kontribusi Ilmu Biologi


a. Sistem saraf otonom
Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu.
Pada sistem kardiovaskular seperti takikardia, otot seperti sakit
kepala, pencernaan seperti diare, dan pernapasan seperti takipnea..1
b. Neurotransmitter
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan
dengan dasar dari studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat
adalah norepinefrin (NE), serotonin, dan gama-ainobutyric acid
(GABA). Salah satu eksperimen tersebut untuk mempelajari
kecemasan adalah tes konflik, di mana hewan secara bersamaan
disajikan dengan rangsangan yang positif (misalnya makanan) dan
negatif (misalnya, sengatan listrik). Anxiolytic narkoba (misalnya
benzodiazepin) cenderung memfasilitasi adaptasi hewan untuk

15
situasi ini, sedangkan obat lain (misalnya, amfetamin) lebih lanjut
mengganggu respon perilaku hewan.1
c. Norepinefrin

Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan


kecemasan, seperti serangan panik, insomnia, terkejut, dan
hyperarousal otonom, merupakan karakteristik fungsi noradrenergik
yang meningkat. Itu teori umum tentang peranan norepinefrin pada
gangguan kecemasan dimana pasien yang terkena mungkin
memiliki sistem noradrenergik yang buruk. Badan sel dari sistem
noradrenergik terutama terlokalisasi pada lokus seruleus di pons
rostral, dan mereka memproyeksikan akson mereka ke korteks otak,
sistem limbik, batang otak, dan sumsum tulang belakang. Percobaan
pada primata telah menunjukkan bahwa stimulasi dari lokus
seruleus menghasilkan respon ketakutan pada hewan dan bahwa
ablasi dari daerah yang sama atau sama sekali menghambat
menghambat kemampuan hewan untuk membentuk respon
ketakutan.1
Studi pada manusia telah menemukan bahwa pada pasien
dengan gangguan panik, agonis reseptor adrenergik misalnya
isoproterenol [Isuprel] dan adrenergik antagonis reseptor misalnya,
yohimbine [Yocon] dapat memicu serangan panik yang sering dan
cukup parah. Sebaliknya, clonidine (Catapres), sebuah beta 2-
reseptor agonis, mengurangi gejala kecemasan dalam beberapa
situasi eksperimental dan terapeutik. Temuan yang kurang konsisten
adalah bahwa pasien dengan gangguan kecemasan, terutama
gangguan panik, memiliki cairan serebrospinal tinggi (CSF) atau
tingkat urin metabolit noradrenergik 3-metoksi-4-
hydroxyphenylglycol (MHPG).1

16
d. Hipotalamus-hipofisis-adrenal Axis

Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa banyak bentuk


stres psikologis meningkatkan sintesis dan pelepasan
kortisol.Kortisol berfungsi untuk memobilisasi dan untuk
melengkapi penyimpanan energi dan kontribusi untuk gairah
meningkat, kewaspadaan, perhatian terfokus, dan pembentukan
memori; penghambatan pertumbuhan dan sistem reproduksi, dan
penahanan dari respon kekebalan.Sekresi kortisol yang berlebihan
dan berkelanjutan dapat memiliki efek samping yang serius,
termasuk hipertensi, osteoporosis, imunosupresi, resistensi insulin,
dislipidemia, dyscoagulation, dan, akhirnya, aterosklerosis dan
penyakit kardiovaskular. Perubahan dalam hipotalamus- hipofisis-
adrenal (HPA) fungsi sumbu telah dibuktikan dalam PTSD. Pada
pasien dengan gangguan panik, tumpul hormon adrenocorticoid
(ACTH) terhadap berbagai corticotropin-releasing factor (CRF)
telah dilaporkan dalam beberapa penelitian dan tidak pada orang
lain.1
e. Corticotropin-releasing hormone (CRH)

Salah satu mediator yang paling penting dari respon stres,


CRH mengkoordinasikan perubahan perilaku dan fisiologis adaptif
yang terjadi selama stres.Tingkat CRH di hipotalamus meningkat
pada orang dengan stres, mengakibatkan aktivasi dari sumbu HPA
dan meningkatkan pelepasan kortisol dan dehydroepiandrosterone
(DHEA). CRH juga menghambat berbagai fungsi neurovegetative,
seperti asupan makanan, aktivitas seksual, dan program endokrin
untuk pertumbuhan dan reproduksi.1
f. Serotonin

Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong


pencarian untuk peran serotonin dalam patogenesis gangguan
kecemasan. Berbagai jenis hasil stres akut pada omset 5-

17
hidroksitriptamin (5-HT) meningkat pada korteks prefrontal,
amigdala, dan hipotalamus lateral. Kepentingan dalam hubungan ini
pada awalnya didorong oleh pengamatan bahwa antidepresan
serotonergik memiliki efek terapi dalam beberapa gangguan
kecemasan misalnya, clomipramine (Anafranil) di OCD.Efektivitas
buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A agonis reseptor, dalam
pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan kemungkinan
adanya hubungan antara serotonin dan kecemasan.

Badan sel neuron serotonergik kebanyakan terletak di inti


raphe di batang otak dan sel – sel yang menuju ke korteks, sistem
limbik (khususnya amigdala dan hippocampus), dan hipotalamus.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa meta-
chlorophenylpiperazine (MCPP), obat serotonergik, dan
fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin,
menyebabkan kecemasan meningkat pada pasien dengan gangguan
kecemasan, dan banyak laporan menunjukkan bahwa serotonergik
halusinogen dan stimulansia misalnya, asam diethylamide lysergic
(LSD) dan 3,4 methylenedioxymethamphetamine (MDMA) terkait
dengan perkembangan gangguan kecemasan akut dan kronis pada
orang yang menggunakan obat ini.1
g. GABA

Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh


penggunaan golongan benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas
GABA pada jenis reseptor GABA A (GABAA), dalam pengobatan
beberapa jenis gangguan kecemasan. Meskipun potensinya rendah,
benzodiazepin adalah obat yang paling efektif untuk mengatasi
gejala dari gangguan kecemasan umum, potensi tinggi obat – obat
golongan benzodiazepin, seperti alprazolam (Xanax), dan
clonazepam efektif dalam pengobatan gangguan panik. Sebuah
antagonis benzodiazepin, flumazenil (Romazicon), menyebabkan

18
serangan panik sering berat pada pasien dengan gangguan panik.
Data ini telah membawa para peneliti berhipotesis bahwa beberapa
pasien dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal dari
reseptor GABAA mereka, meskipun hubungan ini belum terbukti
secara langsung.1
h. Aplysia

Sebuah model neurotransmitter untuk gangguan kecemasan


didasarkan pada studi Aplysia californica, oleh pemenang Hadiah
Nobel Eric Kandel, MD Aplysia adalah siput laut yang bereaksi
terhadap bahaya dengan menghindar, menarik diri ke dalam
cangkangnya.Perilaku ini dapat dikondisikan secara klasik, sehingga
siput merespon stimulus netral seolah-olah itu stimulus
berbahaya.Siput juga bisa menjadi peka dengan guncangan acak,
sehingga menunjukkan respon walaupun dengan tidak adanya
bahaya nyata.Aplysia klasik dikondisikan menunjukkan perubahan
terukur dalam fasilitasi presynaptic, sehingga terjadi peningkatan
pelepasan jumlah neurotransmitter. Meskipun siput laut adalah
hewan sederhana, karya ini menunjukkan pendekatan eksperimental
untuk proses neurokimia kompleks yang berpotensi terlibat dalam
gangguan kecemasan pada manusia.1
i. Neuropeptida Y

Neuropeptide Y (NPY) adalah asam amino peptida, yang


merupakan salah satu peptida yang paling berlimpah ditemukan di
otak mamalia. Bukti yang menunjukkan keterlibatan amigdala
dalam efek ansiolitik NPY yang kuat, dan mungkin terjadi melalui
reseptor NPY-Y1. NPY memiliki efek regulasi counter pada sistem
CRH dan LC-NE di lokasi otak yang penting dalam ekspresi
kecemasan, ketakutan, dan depresi. Studi awal dalam tentara operasi
khusus di bawah tekanan yang ekstrim pelatihan menunjukkan

19
bahwa tingkat NPY tinggi berhubungan dengan kinerja yang lebih
baik.1
j. Galanin

Galanin adalah polipeptida yang pada manusia ditemukan


mengandung 30 asam amino. Galanin telah terbukti terlibat dalam
sejumlah fungsi fisiologis dan perilaku, termasuk belajar dan
memori, mengontrol rasa sakit, asupan makanan, kontrol
neuroendokrin, regulasi kardiovaskular, dan terakhir kecemasan.
Sebuah galanin immunoreactive padat serat sistem yang berasal dari
LC innervasi otak depan dan struktur otak tengah, termasuk
hippocampus, hipotalamus, amigdala, dan korteks prefrontal. Studi
pada tikus telah menunjukkan bahwa galanin dikelola terpusat
memodulasi kecemasan terkait perilaku. Galanin dan agonis
reseptor NPY mungkin menjadi target baru untuk pengembangan
obat anti ansietas.1

3.4 Gambaran Klinis


Gambaran klinis bervariasi, diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh
ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas, khawatir,
was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah pada hal-
hal yang sepele dan tidak utama yang mana perasaan tersebut mempengaruhi
seluruh aspek kehidupannya, sehingga pertimbangan akal sehat, perasaan dan
perilaku terpengaruh. Selain itu spesifik untuk Gangguan Cemas Menyeluruh
adalah kecemasanya terjadi kronis secara terus-menerus mencakup situasi hidup
(cemas akan terjadi kecelakaan, kesulitan finansial), cemas akan terjadinya
bahaya, cemas kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan serangan jantung.
1,5,6
Sering penderita tidak sabar, mudah marah, sulit tidur.

20
Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat pada tabel di
bawah:

Ketegangan Motorik 1. Kedutan otot/ rasa gemetar

2. Otot tegang/kaku/pegal
3. Tidak bisa diam

4. Mudah menjadi lelah


HiHiperaktivitas Otonomik 5. Nafas pendek/terasa berat

6. Jantung berdebar-debar

7. Telapak tangan basah/dingin

8. Mulut kering

9. Kepala pusing/rasa melayang

10. Mual, mencret, perut tak enak

11. Muka panas/ badan menggigil

12. Buang air kecil lebih sering


KeKewaspadaan berlebihan dan 13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu
Penangkapan berkurang
14. Mudah terkejut/kaget

15. Sulit konsentrasi pikiran

16. Sukar tidur

17. Mudah tersinggung

Tabel 1. Gejala-gejala Gangguan Cemas Menyeluruh

Gangguan cemas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan


darah. Ada dua faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah
jantung (cardiac output) dan tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas
akan merangsang respon hormonal dari hipotalamus yang akan mengsekresi CRF

21
(Cortisocoprin- Releasing Factor) yang menyebabkan sekresi hormon-hormon
hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah ACTH (Adreno- Corticotropin
Hormon). Hormon tersebut akan merangsang korteks adrenal untuk mengsekresi
kortisol kedalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan
mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan
kepekaan pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah dan sebagai pusat dari system saraf otonom. Sistem ini terbagi atas
sistem simpatis dan sistem parasimpatis.
Pada anxietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada anxietas yang sangat berat dapat
terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis sehingga akan
mengakibatkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada
kecemasan yang kronis, kadar adrenalin terus meninggi, sehingga kepekaan
terhadap rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat tekanan darah
meninggi. Pada gangguan cemas menyeluruh yang terutama berperan adalah
neurotransmiter serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor
serotonin, yaitu : 5-HT1, 5-HT2 dan 5-HT3 . Menurut Kabo reseptor 5-HT1
bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan reseptor 5-HT3 bersifat
sebagai eksitator. Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi
kecemasan sedangkan aktivasi reseptor 5-HT2 akan meningkatkan tekanan
darah.6

3.5 Diagnosis
Kriteria diagnostik gangguan cemas menyeluruh menurut DSM IV-TR :7
1. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir
setiap hari, sepanjanghari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang
sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas
sekolah)
2. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya
3. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala
berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi

22
dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan: hanya
satu nomor yang diperlukan pada anak:
a) Kegelisahan
b) Merasa mudah lelah
c) Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
d) Iritabilitas
e) Ketegangan otot
f) Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan
tidak memuaskan)

Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan


aksis I, misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang
menderita suatu serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa
malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial), terkontaminasi
(seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau
sanak saudara dekat (seperti gangguan anxietas perpisahan),
penambahan berat badan (seperti pada anoreksia nervosa), menderita
keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau
menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan
dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca
trauma.
4. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan
yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain.
5. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari
suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis
umum (misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama
suatu gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan
pervasif.

Kriteria diagnosis gangguan cemas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai


berikut:8

23
1. Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai
beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan
situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau
“mengambang”)
2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
a. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit konsentrasi, dan sebagainya);
b. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai); dan
c. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala,
mulut kering dan sebagainya).
3. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk
ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang
menonjol.

Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),


khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan cemas
Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau
gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).

3.6 Diagnosis Banding

Gangguan cemas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat


kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan
penggunaan zat. Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah,
elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan
adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat
atau obat seperti alkohol, hipnotik- sedatif dan anxiolitik.2

24
Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping
pengobatan pada gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan
yang terjadi pada gangguan anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan
cemas menyeluruh juga dapat didiagnosis banding dengan fobia, gangguan
obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan gangguan
stres post-trauma.2
1. Fobia

Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu sehingga


pasien berusaha untuk menghindarinya, sedangkan pada GAD, tidak
terdapat objek tertentu yang menimbulkan kecemasan.2
2. Gangguan obsesif kompulsif

Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-


ulang (kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya, sedangkan pada
GAD, pasien sulit untuk menghilangkan kecemasannya, kecuali pada
saat tidur.2
3. Hipokondriasis

Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap


penyakit serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien
dirasakannya dan berusaha datang ke dokter untuk mengobatinya,
sedangkan pada GAD, pasien merasakan gejala-gejala hiperaktivitas
otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang dirasakannya.2
4. Gangguan stres pasca trauma

Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan


sutau peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien,
sedangkan pada GAD kecemasan berlebihan berhubungan dengan
aktivitas sehari-hari.2

25
3.7 Tatalaksana

1. Terapi

Terapi yang paling efektif untuk gangguan ansietas menyeluruh


mungkin adalah terapi yang menggabungkan pendekatan psikoterapeutik,
farmakoterapeutik dan suportif. Terapi ini dapat memakan waktu yang
cukup lama bagi klinisi yang terlibat, baik bila klinisi tersebut adalah
seorang psikiatere, dokter keluarga, atau spesialis lain.1

2. Psikoterapi

Pendekatan psikoterapeutik utama gangguan ansietas menyeluruh


adalah terapi perilaku-kognitif, suportif dan psikoterapi berorientasi
tilikan. Data masih terbatas mengenai keuntungan relatif pendekatan
tersebut walaupun studi yang paling canggih telah menguji teknik
perilaku-kognitif yang tampaknya memiliki efektivitas jangka pendek
maupun panjang. Pendekatan kognitif secara langsung ditujukan pada
distorsi kognitif pasien yang didalilkan dan pendekatan perilaku ditujukan
pada gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada
pendekatan perilaku adalah relaksasi dan biofeedback. Sejumah data awal
menunjukkan bahwa kombinasi pendekatan kognitif dan perilaku lebih
efektif daripada salah satu teknik digunakan seccara tersendiri. Terapi
suportif menawarkan pasien keamanan dan kenyamanan, walaupun
efektivitas jangka panjangnya diragukan. Psikoterapi berorientasi tilikan
berfokus pada membuka konflik yang tidak disadari dan mengidentifikasi
kekuatan ego. Efektivitas psikoterapi berorientasi tilikan untuk gangguan
ansietas menyeluruh dilaporkan pada banyak laporan kasus yang tidak
resmi tetapi studi terkontrol yang besar hanya sedikit.1

Sebagian besar pasien mengalami berkurangnya ansietas secara


nyata ketika diberikan kesempatan untuk mendiskusikan kesulitan mereka
dengan dokter yang simpatik dan peduli. Jika klinisi menemukan situasi
eksternal yang mencetuskan ansietas, mereka mungkin mampu-sendiri

26
atau dengan bantuan pasien maupun keluarganya-mengubah lingkungan
sehingga mengurangi tekanan yang menimbulkan stres. Perbaikan gejala
sering memungkinkan pasien berfungsi efektif di dalam pekerjaan dan
hubungannya sehari-hari sehingga mendapatkan hadiah dan kepuasan baru
yang juga bersifat terapeutik.1

Dalam perspektif psikoanalitik, ansietas kadang-kadang adalah


sinyal kekacauan tidak disadari yang harus diselidiki. Ansietas tersebut
dapat normal, adaptif, maladaptif, terlalu intens, atau terlalu ringan,
bergantung keadaan. Ansietas muncul dalam sejumlah situasi selama
perjalanan siklus hidup; pada banyak kasus, perbaikan gejala bukanlah
perjalanan gangguan yang paling sesuai.1

Untuk pasien yang berorientasi pada psikologis dan memiliki


motivasi untuk mengerti sumber ansietas mereka, psikoterapi dapat
menjadi terapi pilihan. Terapi psikodinamik berlangsung dengan asumsi
bahwa ansietas dapat meningkat dengan terapi yang efektif. Tujuan
pendekatan dinamik mungkin adalah meningkatkan toleransi pasien
terhadap ansietas (kapasitas untuk mengalami ansietas tanpa harus
melepasnya), bukannya menghilangkan ansietas. Riset empiris
menunjukkan bahwa banyak pasien dengan terapi psikoterapeutik yang
berhasil dapat berlanjut mengalami ansietas setelah akhir psikoterapi,
tetapi penguasaan ego mereka yang meningkat memungkinkan mereka
menggunakan gejala ansietas sebagai sinyal untuk bercermin terhadap
pergulatan internal dan memperluas tilikan serta pengertian mereka.
Pendekatan psikodinamik pada pasien dengan gangguan ansietas
menyeluruh meliputi pencarian rasa takut yang mendasari pada pasien.1

3. Farmakoterapi
Karena gangguan bersifat jangkan panjang, suatu rencana terapi
harus dilakukan dengan teliti. Tiga obat utama yang harus
dipertimbangkan untuk terapi gangguan ansietas menyeluruh adalah

27
buspiron, benzodiazepin dan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
(SSRI). Obat lain yang dapat berguna adalah obat trisiklik (contohnya
imipramin [Tofranil]), antihistamin dan antagonis β-adrenergik
(contohnya propranolol [Inderal]).1
Walaupun terapi obat untuk gangguan ansietas menyeluruh kadang-
kadang dilihat sebagai terapi 6 hingga 12 bulan, sejumlah bukti
menunjukkan bahwa terapi haruslah jangka panjang, mungkin seumur
hidup. Sekitar 25 persen pasien kambuh di bulan pertama setelah
penghentian terapi dan 60 hingga 80 persen kambuh pada perjalanan tahun
berikutnya. Walaupun beberapa pasien menjadi bergantung pada
benzodiazepin, tidak terjadi toleransi terhadap efek terapeutik
benzodiazepin, buspiron, atau SSRI.1

Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan obat pilihan untuk gangguan ansietas
menyeluruh. Obat ini diresepkan bila perlu sehingga pasien mengonsumsi
benzodiazepin kerja cepat saat mereka terutama merasa cemas.
Pendekatan alternatif adalah meresepkan benzodiazepin untuk suatu
periode waktu yang terbatas, selama pendekatan terapeutik psikososial
diterapkan.1
Sejumlah masalah dikaitkan dengan penggunaan benzodiazepin
pada gangguan ansietas menyeluruh. Sekitar 25 hingga 30 persen pasien
tidak berespon dan dapat terjadi toleransi serta ketergantungan. Sejumlah
pasien juga mengalami gangguan keterjagaan saat mengonsumsi obat
sehingga berisiko mengalami kecelakaan mobil dan mesin.1
Keputusan klinis untuk memulai terapi dengan benzodizepin
haruslah spesifik dan dipertimbangkan. Diagnosis pasien, gejala target
yang spesifik, serta durasi terapi harus ditentukan dan informasi harus
diberikan kepada pasien. Terapi untuk sebagian besar keadaan ansietas
berlangsung 2 hingga 6 minggu diikuti 1 atau 2 minggu untuk
menurunkan dosis obat secara bertahap sebelum dihentikan. Kesalahan

28
klinis yang paling lazim pada terapi dengan benzodiazepin adalah
meneruskan terapi untuk jangka waktu yang tidak terbatas.1
Untuk terapi ansietas, biasa dilakukan pemberian obat yang dimulai
dengan dosis terendah dari kisaran terapeutik dan peningkatan dosis untuk
mendapatkan respons terapeutik. Penggunaan benzodiazepin dengan
waktu paruh intermediat (8 hingga 15 jam) cenderung menghindari
sejumlah efek simpang penggunaan benzodiazepin dengan waktu paruh
panjang, serta penggunaan dosis terbagi mencegah timbulnya efek
simpang akibat tingginya kadar plasma. Perbaikan yang dihasilkan
benzodiazepin dapat melebihi efek ansietas sederhana. Contohnya, obat
dapat membuat pasien memandang berbagai kejadian dengan pandangan
positif. Obat ini juga memiliki aksi disinhibisi ringan, serupa dengan aksi
yang diamati setelah mengonsumsi sejumlah kecil alkohol.1

Buspiron
Buspiron adalah agonis parsial reseptor 5 HT1A dan tampaknya
paling efektif pada 60 hingga 80 persen pasien dengan gangguan ansietas
menyeluruh. Data menunjukkan bahwa buspiron lebih efektif mengurangi
gejala kognitif pada gangguan ansietas menyeluruh dibandingkan
mengurangi gejala somatik. Bukti juga menunjukkan bahwa pasien yang
sebelumnya menjalani terapi dengan benzodiazepin cenderung tidak
berespons terhadap terapi dengan buspiron. Kurangnya respon dapat
disebabkan tidak adanya, dengan terapi buspiron, sejumlah efek
nonansiolitik benzodiazepin (seperti relaksasi otot dan rasa sejahtera
tambahan). Kerugian utama buspiron adalah bahwa efeknya memerlukan
waktu 2 hingga 3 minggu untuk terlihat, dibandingkan dengan efek
ansiolitik benzodiazepin yang hampir segera didapatkan. Satu pendekatan
adalah untuk memulai benzodiazepin dan buspiron secara bersamaan
kemudian menurunkan dosis benzodiazepin setelah 2 sampai 3 minggu,
pada saat ini buspiron seharusnya sudah mencapai efek maksimum.
Sejumlah studi juga melaporkan bahwa terapi kombinasi jangka panjang

29
benzodiazepin dan buspiron dapat lebih efektif daripada kedua obat
tersebut secara tersendiri. Buspiron bukanlah terapi yang efektif untuk
putus benzodiazepin.1

Venlafaksin
Venlafaksin (Effexor) efektif untuk mengobati insomnia,
konsentrasi yang buruk, kegelisahan, iritabilitas dan ketegangan otot yang
berlebihan akibat gangguan ansietas menyeluruh.1

Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)


SSRI dapat efektif terutama untuk pasien dengan komorbid depresi.
Kerugian SSRI yang menonjol, terutama fluoxetine (Prozac), adalah
bahwa obat ini meningkatkan ansietas secara sementara. Oleh sebab itu,
SSRI sertralin (Zoloft) atau paroksetin (Paxil) adalah pilihan yang lebih
baik. Sangatlah beralasan untuk memulai terapi dengan sertralin atau
paroksetin ditambah benzodiazepin kemudian menurunkan dosis
benzodiazepin setelah 2 hingga 3 minggu. Studi terkontrol diperlukan
untuk menentukan apakah SSRI sama efektifnya untuk gangguan ansietas
menyeluruh karena SSRI digunakan juga untuk gangguan panik dan
gangguan obsesif kompulsif.1

Obat lain
Jika terapi konvensional (cth., dengan buspiron atau benzodiazepin)
tidak efektif atau tidak seluruhnya efektif, kemudia diindikasikan
pengkajian ulang klinis untuk menyingkirkan adanya keadaan komorbid
seperti depresi, atau untuk memahami lebih jauh stres lingkungan pasien.
Obat lain yang telah terbukti berguna untuk gangguan ansietas
menyeluruh mencakup obat trisiklik dan tetrasiklik. Antagonis reseptor β-
adrenergik dapat mengurangi manifestasi somatik ansietas tetapi tidak
keadaan yang mendasari dan penggunaannya biasanya terbatas pada
ansietas situasional seperti ansietas penampilan. Nefazodon (Serzone)

30
yang juga digunakan pada depresi, telah terbukti mengurangi ansietas dan
mencegah gangguan panik.1

3.8 Prognosis

Gangguan cemas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang


mungkin berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia,
onset, durasi gejala dan perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan
depresi.

Karena tingginya insidensi gangguan mental komorbid pada pasien


dengan gangguan kecemasan menyeluruh, perjalanan klinis dan prognosis
gangguan cemas menyeluruh sukar untuk ditentukan.Namun demikian,
beberapa data menyatakan bahwa peristiwa kehidupan berhubungan dengan
onset gangguan kecemasan umum. Terjadinya beberapa peristiwa
kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan akan
terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Menurut definisinya, gangguan
kecemasan umum adalah suatu keadaan kronis yang mungkin seumur
hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga
dapat mengalami gangguan depresi mayor.2
Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh,
perlu diingat bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini
berhubung dengan dinamika terjadinya gangguan cemas serta terapinya
yang begitu kompleks.Keadaan penderita, lingkungan penderita, dan dokter
yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam menentukan prognosis
gangguan cemas menyeluruh.
Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya telah
menunjukkan kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja atau dalam
interaksi sosialnya, maka prognosisnya lebih baik daripada penderita yang
sebelumnya banyak menemui kesulitan dalam pergaulan, kurang percaya
diri, dan mempunyai sifat tergantung pada orang lain. Kematangan
kepribadian juga dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam

31
menanggapi kenyataan-kenyataan, keseimbangan dalam memadukan
keinginan-keinginan pribadi dengan tuntutan- tuntutan masyarakat,
integrasi perasaan dengan perbuatan, kemampuan menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan lain sebagainya. Semakin matang kepribadian
premorbidnya, maka prognosis gangguan cemas menyeluruh juga semakin
baik.
Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi
pada gangguan kecemasan menyeluruh, maka prognosisnya menjadi lebih
baik. Demikian pula dengan situasi tempat pengobatan, semakin pasien
merasa nyaman dan cocok dengan situasinya, maka hasilnya akan lebih
baik dan akan mempengaruhi prognosisnya. Pengobatan sebaiknya
dilakukan sebelum gejala- gejala menjadi alat untuk mendapatkan
keuntungan-keuntungan sampingan misalnya untuk mendapatkan simpati,
perhatian, uang, dan peringanan dari tanggung jawabnya. Jika gejala-gejala
sudah merupakan alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tersebut,
maka kemauan pasien untuk sembuh berkurang dan prognosis akan menjadi
lebih jelek.
Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas
menyeluruh. Jika stres yang menjadi penyebab timbulnya gangguan cemas
menyeluruh relatif ringan, maka prognosis akan lebih baik karena penderita
akan lebih mampu mengatasinya. Kalau dilihat dari lingkungan hidup
penderita, sikap orang-orang di sekitarnya juga berpengaruh terhadap
prognosis. Sikap yang mengejek akan memperberat penyakitnya,
sedangkan sikap yang membangun akan meringankan penderita. Demikian
juga peristiwa atau masalah yang menimpa penderita misalnya kehilangan
orang yang dicintai, rumah tangga yang kacau, kemunduran finansial yang
besar akan memperjelek prognosisnya.

32
BAB IV
ANALISIS KASUS

Tn. KMY, laki-laki, 48 tahun, datang sendiri ke Poliklinik RS Ernaldi


Bahar Palembang pada tanggal 5 April 2018. Pasien datang untuk berobat dan
kontrol terkait keluhan yang sering dideritanya. Wawancara dan observasi
dilakukan pada hari Kamis, 5 April 2018 pukul 10.00 WIB di Poliklinik RS
Ernaldi Bahar Palembang. Wawancara yang dilakukan berupa autoanamnesis
karena pasien kooperatif dan tenang. Pemeriksa dan pasien berhadapan dengan
posisi duduk di kursi. Wawancara dilakukan dengan menggunakan bahasa
Indonesia dan bahasa Palembang.
Berdasarkan autoanamnesis, pasien memiliki keluhan rasa cemas yang
sering dideritanya. Kurang lebih 10 tahun yang lalu, os mengaku pertama kali
mulai mengalami cemas karena memikirkan banyak hal. Pasien sering khawatir
terkena musibah pada dirinya dan keluarganya dan juga khawatir tidak mampu
mencukupi biaya hidup keluarga. Hal ini hampir terjadi setiap hari. Akibat karena
terlalu memikirkan kekhawatirannya, pasien menjadi gelisah dan sulit tidur.
Dalam sehari, pasien hanya dapat tidur selama 2-4 jam dan juga terkadang bangun
di pertengahan tidur sehingga saat di pagi hari pasien merasa tidak segar. Pasien
memutuskan untuk berobat ke dokter umum. Pasien diberi obat tidur yaitu
alprazolam. Setelah minum obat yang diberikan, kesulitan tidur berkurang.
Kurang lebih 8 tahun yang lalu, os mengaku masih sering mengalami
kecemasan. Perasaan cemas muncul secara mendadak yang diikuti oleh perasaan
pusing, berkeringat, gemetaran, bibir terasa kering, terkadang disertai jantung
berdebar-debar dan seperti disayat apabila pasien terlalu cemas, gelisah, dan
emosi labil seperti mudah marah. Os mengaku sulit untuk berhenti cemas.
Terkadang os sering terbangun di malam hari dan was-was karena mendengar
suara-suara yang ditakutkan adalah pencuri di dalam rumahnya tetapi saat
diperiksa suara datang dari rumah tetangga. Pasien merasa menjadi pelupa dan
kadang sulit untuk berkonsentrasi.

33
Os mengaku tidak pernah mendengar bisikan-bisikan, tidak pernah
melihat bayangan yang tidak nyata, dan tidak memiliki pikiran kepercayaan yang
tidak masuk akal. Os tidak mengalami kesulitan dalam bekerja dan merasa
nyaman bersosialisasi dengan orang lain.
Saat ini, os mengaku rasa cemas yang dialami terkadang masih sering
dialami namun sudah lebih berkurang dibandingkan dulu dan gangguan tidur juga
mulai berkurang. Os datang untuk berobat dan kontrol rutin.
Status internus dan neurologikus dalam batas normal. Pada status
psikiatrikus, keadaan umum dalam batas normal. Pada keadaan khusus, keadaan
afektif dan emosi normal. Pada keadaan dan fungsi intelektual, terdapat kelainan
pada daya ingat dan daya konsentrasi, daya ingat dan daya konsentrasi pada
pasien kurang baik. Kelainan sensasi dan persepsi tidak ditemukan. Pada keadaan
proses berpikir, ditemukan adanya kecemasan. Arus pikiran, isi pikiran, pemilikan
pikiran, keadaan dorongan instinktual dan perbuatan dalam batas normal.
Dekorum cukup dan RTA normal. Pemeriksaan lain tidak dilakukan pada pasien.
Penilaian diagnosis dinilai secara multiaksial menurut DSM V, yaitu:
1) Aksis I
Dari autoanamnesis, dapat disimpulkan bahwa pasien menderita
gangguan cemas menyeluruh. Hal ini didasarkan pada:
1) Kecemasan yang berlebihan dan sulit dikendalikan
Pasien mengaku sering mengalami kecemasan yang telah berlangsung
sejak 10 tahun lalu. Perasaan cemas sering muncul secara mendadak.
Pasien khawatir terkena musibah pada dirinya dan keluarganya dan juga
khawatir tidak mampu mencukupi biaya hidup keluarga. Pasien juga
mengaku sulit untuk berhenti cemas.
2) Ketegangan motorik
Saat pasien sedang cemas sering diikuti dengan kegelisahan, gemetaran,
dan kepala dan emosi labil seperti mudah marah. Os mengaku sulit untuk
berhenti cemas

34
3) Hiperaktivitas otonomik
Saat cemas, pasien juga mengaku berkeringat, bibir terasa kering,
terkadang disertai jantung berdebar-debar dan seperti disayat apabila
pasien terlalu cemas.
4) Kewaspadaan kognitif
Pasien sering terbangun di malam hari dan was-was karena mendengar
suara-suara yang ditakutkan adalah pencuri tetapi saat diperiksa suara
datang dari rumah tetangga. Selain itu, emosi pasien sering labil seperti
mudah marah.

Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis gangguan cemas menyeluruh


yakni:
1) Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa
bulan, yang tidak terbatas atau menonjol pada keadaan situasi khusus
tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang).
2) Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
a) Kecemasan (khawatir akan nasib yang buruk, merasa seperti di
ujung tanduk, sulit konsentrasi, dsb),
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala,, gemetaran, tidak dapat
santai),
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb.).

3) Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk


ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang
menonjol.

4) Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),


khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan
anxietas menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria

35
lengkap dari episode depresif (F32.-), ganguan anxietas fobik (F40.-),
gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F42.-)

2) Aksis II
F61.1 Perubahan kepribadian yang bermasalah. Pada kasus ini, gangguan
kepribadian Os tidak dapat diklasifikasikan dalam F60.- atau F62.- dan
dianggap sebagai sekunder terhadap suatu diagnosis utama yaitu berupa
gangguan anxietas yang ada bersamaan.
3) Aksis III
Tidak ditemukan diagnosis karena tidak ada gangguan medis lain pada
pasien.
4) Aksis IV
Masalah yang muncul ada hubungan dengan masalah keluarga dan ekonomi.
5) Aksis V
Pasien mengalami gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih
dari masalah harian yang biasa. GAF Scale 90-81.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Benjamin J. Sadock, Virginia A. Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri klinis


Edisi 2. Jakarta: ECG. H; 233-241.
2. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders DSM-5.
3. DSM IV-TR. 2000. Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders
(DSM IV-TR). Washington DC: American Psychiatric Association.American
Psychological Association.
4. Shear, Katherine M. 2007. Anxiety Disorders “Generalized Anxiety Disorder”
in : Dale DC, Federman DD, editors. ACP Medicine. 3rd Edition.
Washington: WebMD Inc.
5. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. 2007 Generalized Anxiety
Disorder in: Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry : Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York: Lippincott Williams &
Wilkins. p. 623-7
6. Mansjoer, A., dkk (editor), 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1.
Penerbit Media Aesculapicus : Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
7. Stevens V. Anxiety Disorders. In: Goljan EF, editor. Behavioral Science.
Elsevier Science.
8. Maslim, Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas
PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; Hal.
74

37

Anda mungkin juga menyukai