Oleh
Dr I Made Sutarga, M.Kes
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Berdasarkan pemaparan di atas penulis ingin mengetahui tentang kegiatan yang
dilaksanakan oleh progam P2M, dan program Surveilans penyakit di Puskesmas II
Denpasar Selatan. Kegiatan pembelajaran ini dapat memberikan kesempatan pada
penulis untuk untuk mengetahui gambaran pemberantasan penyakit menular
(P2M) dan Surveilans di Puskesmas II Denpasar Selatan?
3
BAB II
GAMBARAN UMUM
4
5
Tabel 2.1 Luas, Jarak Tempuh, dan Waktu Tempuh Wilayah Kerja Puskesmas II
Denpasar Selatan ke Puskesmas Induk
Kelurahan /Desa Luas Jarak tempuh Waktu Tempuh
(Km2) (Km) (menit)
Kel. Sanur 2,87 0 0
Kel. Renon 3,86 3 10
Ds. Sanur Kauh 2,69 3 10
Ds. Sanur Kaja 3,69 1 5
Jumlah 13,11 - -
a. Visi
b. Misi
c. Motto
2 Dokter Gigi
a. Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) 2
b. Calon Pegawai Negeri Sipil 1
( CPNS )
3 Sarjana Kesehatan Masyarakat 1
4 Sarjana Teknik Lingkungan 1
5 D III Keperawatan 5
6 D III Kebidanan
a. Pegawai Negeri Sipil ( PNS ) 2
b. Pegawai Tidak Tetap 1
c. Calon Pegawai Negeri Sipil 2
7 Ahli Madya Kesling (DIII Kesling ) 2
8 Ahli Madya Gizi ( D III Gizi ) 1
9 Analis Kesehatan ( DIII ) 1
10 Asisten Apoteker ( DIII ) 1
11 DI Kebidanan 2
12 Perawat 6
13 Perawat Gigi 2
14 Asisten Apoteker 1
15 Pekarya Kesehatan 1
16 SMA 1
Jumlah 37
17 Tenaga Out Sourcing
a. Penjaga Kantor 2
b. Clening Service 3
c. Pengelola sampah 1
d. Petugas Loket 2
e. Sopir 1
Sumber : PTP Puskesmas II Denpasar Selatan Tahun 2010
No Penyakit Jumlah
1 Infeksi akut pada saluran 11345
pernafasan bagian atas
2 Infeksi lain pada saluran 3815
pernafasan bagian atas
11
Salah satu upaya kesehatan masyarakat yang wajib ada di puskesmas ialah
upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M). Tujuan dari
upaya ini ialah untuk mencegah terjadinya penularan penyakit, serta menurunkan
angka kesakitan dan kematian di masyarakat. Beberapa kegiatan yang
dilaksanakan yaitu di bidang pencegahan berupa imunisasi dan penyuluhan
kesehatan, penanggualangan penyakit meliputi pengobatan pasien dan penemuan
serta pemberantasan sumber infeksi, dan melaksanakan pencatatan dan pelaporan
kasus, pelaporan kematian, dan penyajian data kasus dalam tabel atau grafik.
1. P2 DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular
yang disebabkan infeksi virus dengue dengan vektor nyamuk Aedes aegypty. Di
dalam program P2 DBD beberapa target yang telah ditentukan adalah IR DBD<
55 kasus per 100.000 penduduk, ABJ ≥ 95%, dan CFR ≤ 0,89%. Adapun kegiatan
P2 DBD yang dilaksanakan di Puskesmas II Denpasar Selatan yaitu:
12
13
4.0
AI DBD per 1000 penduduk
3.5
3.0
2.5 2008
2.0
2009
1.5
1.0 2010
0.5
0.0
Kel Sanur Kel Renon Ds Sanur Ds Sanur
Kauh Kaja
Pada grafik 3.1 dapat dilihat insiden tertinggi terjadi tahun 2010 di seluruh
kelurahan/desa di Puskesmas II Denpasar Selatan. Angka insiden tertinggi tahun
2010 terjadi di kelurahan Renon yaitu sebesar 3,81 per 1000 penduduk,
sedangkan Desa Sanur Kaja merupakan daerah dengan angka insiden terendah
yaitu sebesar 1,28 per 1000 penduduk. Pada tahun 2009 kelurahan Renon
memiliki insiden DBD tertinggi yaitu 2,85 per 1000 penduduk dan kelurahan
Sanur Kaja dengan insiden terendah yaitu 0,91 per 1000 penduduk. Pada tahun
15
2008 terjadi perbedaan di mana insiden DBD tertinggi terjadi di Desa Sanur Kaja
yaitu 2,26 kasus per 1000 penduduk dan terendah di Desa Sanur Kauh yaitu
sebesar 1,49 per 1000 penduduk.
2
AI DBD per 1000 pddk 1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Berdasarkan grafik 3.2 di atas angka insiden tertinggi terjadi pada bulan
Juli 2010 yaitu sebesar 1,78 kasus per 1000 pendduk. Sedangkan angka insiden
terendah terjadi pada bulan Desember yaitu sebesar 0,56 kasus per 1000
penduduk.
% dan merupakan kelurahan dengan kepadatan tertinggi yaitu 3909 jiwa per km2
pada tahun 2010.
2. P2 TB
TB merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacteriun tuberculosis. Pada umumnya jenis penyakit TB yang menjadi
fokus kegiatan puskesmas adalah TB paru. Di dalam program P2 TB ada beberapa
target yang telah ditetapkan target penemuan kasus 230/100.000 penduduk,
penemuan BTA (+) yaitu 10% dari suspek diperiksa, angka kesembuhan TB BTA
(+) sebesar 85%, proporsi penderita TB Paru BTA (+) di antara seluruh penderita
TB sebesar 65%, case detection rate sebesar 70%, dan angka konversi sebesar
80%. Adapun kegiatan yang dilaksanakan oleh P2 TB di Puskesmas II Denpasar
Selatan yaitu:
a. Perencanaan meliputi kegiatan mengumpulkan data hasil kegiatan,
analisis data, identifikasi masalah, serta menyusun rencana kegiatan
yang dilakukan oleh petugas P2 TB setiap bulan Januari. Sasarannya
adalah semua kegiatan P2 TB.
b. Penemuan tersangka/suspect yang bertujuan untuk meningkatkan
temuan penderita TB dengan anamnesa penderita batuk dan
pemeriksaan sputum oleh dokter, petugas P2 TB, dan petugas PPTI.
Kegiatan dilakukan setiap hari kerja di puskesmas maupun pustu
dengan sasaran masyarakat/penderita batuk >2minggu.
c. Penemuan TB BTA (+) dengan pemeriksaan/rujukan laboratorium dan
rontgen (+). Kegiatan ini meliputi anamnesa, pemeriksaan,
pengambilan sputum tersangka batuk >2 minggu untuk dirujuk
laboratorium ke PRM, serta untuk BTA (-) dirujuk rontgen. Kegiatan
dilaksanakan oleh dokter, petugas P2 TB, dan petugas PPTI dengan
sasarannya suspek TB.
d. Pengobatan penderita TB yang memiliki hasil laboratorium BTA (+)
dan BTA (-) dengan rontgen positif. Kegiatan dilaksanakan oleh
dokter, petugas P2 TB, dan petugas PPTI dengan sasarannya penderita
TB.
17
Pada tabel 3.1 dapat dilihat dari enam indikator pelaksanaan program P2
TB tahun 2009 masih ada kesenjangan pada cakupan proporsi suspek yang
diperiksa yaitu sebesar -57,3%, proporsi penderita TB Paru BTA (+) diantara
seluruh penderita TB yaitu sebesar -22,5%, dan case detection rate sebesar -4,6%.
18
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des
18
22 L
P
Grafik 3.4 Distribusi Kasus TB Paru Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2010 di
Puksesmas II Denpasar Selatan
15
16 14
11
12
Kasus TB
4
0 0 0
0
<1th 1-4 th 5-14 th 15-24 th 25-44 th > 45 th
3. P2 Diare
Diare merupakan penyakit menular yang ditandai oleh perubahan bentuk
dan konsistensi dari tinja , yang melembek sampai mencair dan bertambahnya
frekuensi berak lebih dari biasanya. Di dalam program P2 Diare ditetapkan
beberapa target IR diare ≤ 335kasus/1000 penduduk, penanganan diare pada balita
sebesar 100%, dan kaporitisasi SAB 100% pada daerah kumuh. Adapun rencana
kegiatan P2 diare di Puskesmas II Denpasar Selatan yaitu:
a. Pendataan sasaran melalui koordinasi lintas sektoral serta
mengumpulkan data dari puskesmas, pustu, dan kader oleh petugas P2
diare. Kegiatan dilakukan pada bulan Januari dengan sasaran penduduk
(balita dan masyarakat).
b. Perencanaan kegiatan yang meliputi rekapitulasi, pengolahan, analisis
data, dan identifikasi masalah yang dipergunakan untuk penyusunan
rencana kerja dan rencana kegiatan oleh petugas P2 diare. Kegiatan
dilakukan pada bulan Januari dengan sasaran semua kegiatan P2 diare.
c. Penemuan dan pengobatan kasus dilakukan dengan anamnesa,
pemeriksaan , dan pengobatan pasien sesuai diagnosa oleh dokter,
paramedis, petugas darbin, dan kader. Sasarannya adalah penduduk
dan balita. Dengan target IR : 335 per 1000 penduduk.
d. Pemantauan rehidrasi oral rumah tangga terhadap pasien balita,
lingkungan penderita, dan perbaikan lingkungan oleh petugas P2 diare
atau darbin. Sasarannya adalah balita penderita diare.
21
140.28
150
122.66
Kelompok Umur per 1000
AI Diare Berdasarkan
100
AI 2009
pddk
AI 2010
50
21.55 19.74
0
0-5 th >5 th
Berdasarkan grafik 3.6 dapat dilihat pada kelompok umur 0-5 tahun terjadi
peningkatan angka insiden diare yaitu sebesar 122,66 per 1000 balita tahun 2009
menjadi 140,28 per 1000 balita tahun 2010. Sedangkan pada kelompok umur >5
tahun terjadi penurunan angka insiden diare dari 21,55 per 1000 penduduk tahun
2009 menjadi 19,74 per 1000 penduduk tahun 2010.
22
Berdasarkan grafik 3.7 pada tahun 2009 angka insiden diare tertingi terjadi
pada bulan Desember (4,02 per 1000 penduduk) dan angka insiden terendah
terjadi pada bulan Maret (1,88 per 1000 penduduk). Sedangkan pada tahun 2010
terjadi perubahan, angka insiden tertinggi terjadi Februari (5,15 per 1000
penduduk) dengan titik terendah terjadi pada bulan April (1,48 per 1000
penduduk).
80.00 73.34
AI Diare Per 1000 pdd
60.00
41.66 42.77
35.36 AI 2009
40.00
22.57 AI 2010
19.58 18.16
15.53
20.00
0.00
Kel Sanur Renon Sanur Kauh Sanur Kaja
Berdasarkan grafik 3.8 dapat diketahui angka insiden diare tertinggi terjadi di
Kelurahan Sanur yaitu pada tahun 2009 sebesar 41,66 per 1000 penduduk dan
meningkat menjadi 73,34 per 1000 penduduk pada tahun 2010. Angka insiden
23
terendah terjadi di Kelurahan Renon pada tahun 2009 yaitu sebesar 19,58 per
1000 penduduk dan pada tahun 2010 sebesar 15,53 per 1000 penduduk. Dari data
tahun 2009 ke 2010 insiden diare di Kelurahan Renon, Sanur Kauh, dan Sanur
Kaja mengalami penurunan namun di Kelurahan Sanur insiden diare justru
meningkat.
4. P2 ISPA
ISPA adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang salah satu
atau lebih dari saluran pernafasan yang meliputi dari hidung hingga alveoli. Di P2
ISPA pengklasifikasian penyakit berdasarkan pneumonia dan bukan pneumonia.
Di dalam program P2 ISPA ditetapkan beberapa target yaitu penemuan kasus
pneumonia pada balita (10% dari jumlah balita) dan penanganan pneumoni pada
balita sebesar 100%. Adapun kegiatan yang dilakukan di program P2 ISPA
meliputi:
a. Pendataan sasaran dengan koordinasi lintas sektoral pendataan sasaran
serta mengumpulkan data dari puskesmas, pustu, dan desa/kelurahan.
Kegiatan dilaksanakan oleh petugas P2 ISPA dengan sasarannya
adalah balita.
24
10 8.71
AI Pneumonia pada Balita
8
5.53
per 1000 pdd
6 4.89
3.05 3.61 AI 2009
4 2.83
1.96 AI 2010
2 0.87
0
Kel Sanur Renon Sanur Sanur Kaja
Kauh
Pada grafik 3.9 diketahui angka insiden Pneumonia meningkat pada tahun
2010 lebih dari dua kali angka insiden pada tahun 2009. Kelurahan Sanur
memiliki angka insiden tertinggi yaitu 3,01 per 1000 balita pada tahun 2009 yang
meningkat menjadi 8,71 per 1000 balita. Sedangkan angka insiden terendah dua
tahun terakhir terdapat di Renon yaitu sebesar 0,87 per 1000 balita meningkat
menjadi 3,61 per 1000 penduduk. Namun rata-rata pada tahun 2010 di keempat
kelurahan/desa di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Selatan mengalami
kenaikan angka insiden pneumonia khususnya pada balita.
5. P2 Kusta
Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
leprae yang menyerang sistem saraf tepi dan jariangan tubuh lainnya yang bersifat
menahun. Di dalam program P2 Kusta ditetapkan beberapa target yaitu skrining
dan penyuluhan kusta di 14 SD/tahun dan pengobatan penderita (100%). Adapun
kegiatan yang dilaksanakn dalam program P2 Kusta yaitu:
a. Perencanaan kegiatan meliputi analisis data dan identifikasi masalah
yang digunakan untuk penyusunan rencana kegiatan oleh petugas P2
kusta. Kegiatan dilakukan pada bulan Januari dengan sasaran semua
kegiatan P2 kusta.
26
Pada tahun 2010 dan 2011 tidak ditemukan kasus malarian di wilayah kerja
Puskesmas II Denpasar Selatan.
8. P2 PMS
PMS (Penyakit Menular Seksual) merupakan penyakit yang dapat
ditularkan melalui hubungan seksual yang berisiko. Beberapa target yang
ditetapkan adalah penemuan penderita dengan keluhan sakit pada organ genital
serta pengobatan dan konseling. Adapun kegiatan yang dilaksanakan program P2
PMS di Puskesmas II Denpasar Selatan yaitu:
a. Perencanaan berisikan kegiatan menganalisis data dan identifikasi
masalah yang digunakan untuk menyusun rencana kegiatan oleh
petugas P2 PMS. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Januari dengan
sasaran adalah semua kegiatan P2 PMS.
b. Penemuan penderita melalui anamnesa, pemeriksaan fisik,
pengambilan specimen, serta pemeriksaan laboratorium oleh dokter,
paramedic, dan petugas laboratorium. Sasarannya adalah masyarakat.
c. Pengobatan penderita dilakukan dengan memberikan pengobatan yang
tepat pada semua penderita IMS serta penanganan HIV/AIDS yang
bertujuan menurunkan angka insiden HIV/AIDS. Kegiatan ini
dilaksanakan oleh dokter dan paramedis dengan sasaran penderita.
d. Penyuluhan atau konseling dilaksanakan oleh dokter, petugas P2 PMS,
dan promkes. Sasarannya adalah penderita dengan jadwal konseling
setiap hari kerja dan masyarakat dengan jadwal penyuluhan pada bulan
Juli.
29
1080
1200
Jumlah Kasus IMS
1000
800
600 373
400 164
200 2 11 38
0
Berdasarkan grafik 3.10 jumlah kasus IMS terbanyak tahun 2010 yaitu
servisitis sebanyak 1080 kasus yang diikuti oleh candidiasis sebanyak 373 kasus.
Sedangkan jenis penyaki menular seksual dengan jumlah terendah yaitu
trichomoniasis sebanyak 2 kasus pada tahun 2010.
WPS
0.08%
44.10% Pelanggan
55.56%
9. P2 Suspek Rabies
Rabies adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus rabies dengan
reservoar anjing, kucing, kera, dan kelelawar. Beberapa target dalam P2 Suspek
Rabies adalah cuci luka 100% dan vaksinasi 100%. Adapun kegiatan yang
dilaksanakan oleh program P2 Suspek Rabies yaitu:
a. Perencanaan meliputi kegiatan analisis data serta identifikasi masalah
yang dipergunakan untuk menyusun rencana kegiatan oleh petugas P2
suspek rabies. Kegiatan dilaksanakan pada bulan Januari dengan
sasaran semua kegiatan P2 suspek rabies.
b. Penemuan kasus dari register pasien, anamnesa, menemukan penderita
yang datang ke puskesmas, melakukan pelacakan kasus, dan
pengamatan kasus oleh petugas surveilans, dokter, dan paramedis.
Sasarannya adalah pasien dengan gigitan hewan penular rabies.
31
60 53
48
Jumlah Kasus GHPR
50
40
26
30 21
20
10
0
Kel Sanur Kel Renon Ds Sanur Ds Sanur
Kauh Kaja
Berdasarkan data diatas, dapat dianalisis bahwa target TT1 pada ibu hamil
yang ditentukan terlalu tinggi sehingga pencapaiannya tidak memenuhi target.
Selain itu juga adanya perbedaan perkiraan jumlah target anak sekolah yang
berbeda dengan apa yang ada di lapanngan menyebabkan cakupan pencapaian
imunisasi belum mencapai target yang ditentukan. Rendahnya cakupan
pencapaian imunisasi anak sekolah juga dapat disebabkan oleh adanya siswa yang
tidak hadir, hadir namun dalam kondisi sakit, atau tidak berani untuk diimunisasi,
serta tidak datang ke puskesmas saat dianjurkan untuk melakukan imunisasi
sebagai akibat belum diimunisasi di sekolah masing-masing.
35
36
73.34
AI Diare Per 1000 pdd
80.
60. 42.77
41.66
35.36
40. AI 2009
19.58 18.16 22.57
15.53
20. AI 2010
0.
Kel Sanur Renon Sanur Sanur
Kauh Kaja
Pada grafik 4.1 dapat diketahui angka insiden diare tertinggi terjadi di
Kelurahan Sanur yaitu pada tahun 2009 sebesar 41,66 per 1000 penduduk dan
meningkat menjadi 73,34 per 1000 penduduk pada tahun 2010. Angka insiden
terendah terjadi di Kelurahan Renon pada tahun 2009 yaitu sebesar 19,58 per
1000 penduduk dan pada tahun 2010 sebesar 15,53 per 1000 penduduk. Dari data
tahun 2009 ke 2010 insiden diare di Kelurahan Renon, Sanur Kauh, dan Sanur
Kaja mengalami penurunan namun di Kelurahan Sanur insiden diare justru
meningkat.
Angka insiden diare tertinggi pada tahun 2010 terjadi di Kelurahan Sanur
yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu sebesar 3909 penduduk per
km2. Namun penurunan angka kejadian diare pada tahun 2010 justru terjadi
Kelurahan Renon, Desa Sanur Kaja, dan Desa Sanur Kauh, hal ini kemungkinan
terjadi karena masyarakat sudah mampu melaksanakan penanggulangan diare di
tingkat rumah tangga ataupun memilih berobat ke praktek dokter atau bidan
swasta yang belum melaporkan ataupun direkap oleh petugas P2 Diare di
puskesmas II Denpasar Selatan. Sedangkan kejadian diare banyak dilaporkan dari
Kelurahan Sanur karena jarak tempuh ke Puskesmas Induk lebih dekat
dibandingkan dari 3 desa/kelurahan lainnya.
10 8.71
AI Pneumonia pada Balita
8
5.53
per 1000 pdd
6 4.89
3.61 AI 2009
4 3.05 2.83
1.96 AI 2010
2 0.87
0
Kel Sanur Renon Sanur Sanur
Kauh Kaja
3.81
4.
AI DBD per 1000 penduduk
3.17
2.85 2.70
3.
2.14 2.26
1.82 2008
2. 1.55 1.63
1.49
1.28 2009
0.91
1. 2010
0.
Kel Sanur Kel Renon Ds Sanur Ds Sanur
Kauh Kaja
Pada grafik di atas dapat dilihat insiden tertinggi terjadi tahun 2010 di
seluruh kelurahan/desa di Puskesmas II Denpasar Selatan. Angka insiden tertinggi
tahu 2010 terjadi di kelurahan Renon yaitu sebesar 3,81 per 1000 penduduk,
sedangkan Desa Sanur Kaja merupakan daerah dengan angka insiden terendah
yaitu sebesar 1,28 per 1000 penduduk. Pada tahun 2009 kelurahan Renon
memiliki insiden DBD tertinggi yaitu 2,85 per 1000 penduduk dan kelurahan
Sanur Kaja dengan insiden terendah yaitu 0,91 per 1000 penduduk. Pada tahun
2008 terjadi perbedaan di mana insiden DBD tertinggi terjadi di Desa Sanur Kaja
yaitu 2,26 kasus per 1000 penduduk dan terendah di Desa Sanur Kauh yaitu
sebesar 1,49 per 1000 penduduk.
Pada tahun 2010 merupakan siklus lima tahunan puncak peningkatan
kejadian DBD di Kota Denpasar , begitu pula di wilayah Kerja PuskesmasII
Denpasar Selatan. Peningkatan angka insiden pada tahun 2010 terjadi di
Kelurahan Sanur, Renon, Desa Sanur Kauh , dan Desa Sanur Kaja. Pada tahun
2010 angka insiden DBD tertinggi terjadi di Kelurahan Renon hal ini sebanding
dengan hasil pendataan, penyuluhan , dan pembinaan PHBS pada tatanan rumah
tangga yang memenuhi syarat hanya mencapai 74,71 % dan merupakan kelurahan
dengan kepadatan tertinggi yaitu 3909 jiwa per km2 pada tahun 2010. Sedangkan
bila dilihat dari ABJ tahun 2010 justru ABJ terkecil (97,78%) terdapat di Desa
Sanur Kaja yang memiliki angka insiden DBD terendah pada tahun 2010. Di
Kelurahan Renon angka insiden DBD pada tahun 2010 adalah yang tertinggi
namun dengan ABJ yang terbesar pula yaitu 98,25 %. Perbandingan antara ABJ
dan angka insiden DBD di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Selatan ternyata
tidak sebanding.
4.2.4 Penyakit TB
Tabel 4.1 Target, Cakupan, dan Kesenjangan dalam Pencapaian Kegiatan
Program P2 TB di Puskesmas II Denpasar Selatan Tahun 2009
No Indikator Target Pencapaian Kesenjangan
1 Proporsi suspek diperiksa 100% 42,7 % -57,3 %
Proporsi penderita TB Paru BTA
2 (+) diantara suspek yang diperiksa 10% 14,8% 4,8%
dahaknya
3 Proporsi penderita TB Paru BTA ≥65% 42,5% -22,5 %
40
Pada tahun 2009 dan 2010 cakupan proporsi suspek yang diperiksa tidak
memenuhi target, hal ini terjadi karena target yang ditetepkan di Dinas Kesehatan
Kota Denpasar terlalu tinggi. Oleh karena itu diperlukan kordinasi anatar petugas
P2 TB di puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota dalam menentukan sasaran
proporsi suspek yang diperiksa. Kesenjangan pada proporsi penderita TB Paru
BTA (+) diantara seluruh penderita TB dan case detection rate terjadi karena
cakupan proporsi suspek yang diperiksa tidak memenuhi target yang ditetapkan.
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan oleh petugas puskesmas yang
bersumber dari laporan puskesamas pembantu dan puskesmas induk. Data
kasus diare diambil dari pencatatan pada SIK (Sistem Informasi
Kesehatan) di puskesmas induk. Untuk pelaporan dari kader dan sarana
kesehatan lainnya di wilayah kerja puskesmas belum berjalan sehingga
proses pengumpulan data kasus masih bersifat pasif. Pendataan faktor
risiko diare dilakukan pada kasus yang menyerang balita yaitu melalui
kegiatan pemantauan rehidrasi oral. Pemantauan rehidrasi oral dilakukan
dengan mengunjungi rumah pasien, namun seringkali dilakukan langsung
saat pasien berobat ke puskesmas. Data diare pada program surveilans
berbentuk rekapan kasus mingguan yang diambil dari register P2 Diare
yang mengandung variabel bulan, desa/kelurahan, jumlah penduduk,
42
sasaran, target kasus, jumlah kasus yang ditemukan, kelompok umur (< 5
tahun dan > 5 tahun), serta cakupan penemuan kasus diare.
b. Pengolahan dan Penyajian Data
Data-data yang terdapat pada register diare diolah dengan
melakukan pengelompokan kasus berdasarkan kelurahan/desa, bulan, dan
kelompok umur (<5 tahun dan >5 tahun). Data disajikan dalam bentuk
tabel dan grafik berdasarkan tempat, bulan, dan pola maksimum-
minimum. Semua penyajian grafik dilaksanakan setiap tahun.
c. Analisis dan Interpretasi Data
Kegiatan analisis dan interpretasi data dilaksanakan bersama oleh
petugas program diare, surveilans, kordinator P2M, dan kepala puskesmas
melalui diskusi yang dilaksanakan setiap tiga bulan sekali (rapat triwulan
surveilans). Tanggal rapat bersifat fleksibel disesuaikan dengan situasi
kasus yang terjadi. Pada diskusi ini akan dibahas kecenderungan
peningkatan jumlah kasus dibandingkan bulan-bulan sebelumnya,
membandingkan dengan indikator program, perhitungan persentase
cakupan dari target beserta solusi yang akan dilaksanakan untuk mengatasi
hal tersebut. Analisis tahunan dilaksanakan pada Januari yang akan
digunakan untuk penyusunan perencanaan pelaksanaan program ke
depannya.
d. Penyebarluasan Informasi
Data yang telah dianalisis disebarkan secara lintas progam di
puskesmas, terutama program promosi kesehatan untuk melaksanakan
penyuluhan mengenai diare dan program Kesehatan Lingkungan untuk
mengintervensi faktor risiko diare dari lingkungan. Salah satu bentuk
intervensinya ialah pelaksanaan kaporitisasi. Data diare yang terkumpul di
Puskesmas II Denpasar Selatan dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota
Denpasar. Khusus kasus diare di wilayah kerja puskesmas dilaporkan ke
P2 Diare Dinas Kesehatan Kota Denpasar setiap minggu dengan sistem
EWARS dan pelaporan bulanan. Sedangkan untuk total kasus diare
(meliputi luar wilayah) dilaporkan ke bagian Surveilans Dinas Kesehatan
Kota Denpasar dalam bentuk form STP (Surveilans Terpadu Penyakit)
43
akibat asap dapur, orang tua perokok, dan keadaan rumah yang tidak
sehat. Care seeking dilaksanakan dengan mengunjungi rumah pasien
pneumonia (balita), namun karena keterbatasan waktu kegiatan ini
dilakukan langsung di puskesmas melalui wawancara. Data pneumonia
dikumpulkan dalam bentuk register yang mengandung variabel bulan,
desa/kelurahan, jumlah penduduk, sasaran balita, target kasus, jumlah
kasus yang ditemukan, jenis pneumonia, kelompok umur (<1 tahun dan 1-
4 tahun), serta cakupan penemuan kasus. Pencatatan pada register
dilakukan secara manual.
b. Pengolahan dan Penyajian Data
Pengolahan data yang dilakukan adalah dengan pengelompokkan
kasus berdasarkan kelompok umur, desa/kelurahan, jenis pneumonia, dan
jenis kelamin. Pengolahan data dilakukan secara manual dan
komputerisasi. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel dan
grafik yang dilakukan setiap 1 tahun sekali. Data yang telah diolah
disajikan dalam grafik berdasarkan desa/kelurahan, kelompok umur <5
tahun, dan bulan.
c. Analisis dan Interpretasi Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan memaparkan
situasi kejadian pneumonia pada setiap bulannya. Interpretasi secara
deskriptif jumlah kasus yang terkumpul bulan tersebut kemudian
dibanfingkan dengan bulan sebelumnya yang akan dibahas pada rapat rutin
surveilans yang melibatkan petugas program pneumonia, petugas
surveilans, kordinator P2M, dan kepala puskesmas. Diskusi ini juga
membahas tentang hasil care seeking yang telah terkumpul dan cakupan
yang dicapai dilihat dari target yang ditentukan Data disajikan menurut
waktu dan tempat kasus. Analisis dilaksanakan setiap bulan Januari yang
dipergunakan untuk penyusunan rencana pelaksanaan program tahun
berikutnya.
d. Penyeberan Informasi
Penyeberan informasi pneumonia di wilayah kerja puskesmas
dilakukan dengan mengirimkan laporan ke Dinas Kesehatan Kota
45
bulan tersebut dengan kasus tahun lalu pada bulan yang sama, melihat
kecenderungan perkembangan kasus DBD, serta melihat antara
pencapaian berdasarkan indikator program. Analisis data dilakukan secara
deskrpitif dengan menampilkan insiden kasus yang dilaksanakan setiap
bulan Januari untuk penyusunan rencana pelaksanaan program pada tahun
berikutnya.
d. Penyebaran Informasi
Penyebaran data yang telah diolah dilakukan secara lintas program.
Program yang umumnya mempergunakan informasi DBD ialah program
promosi kesehatan dan program kesehatan lingkungan. Sedangkan
pelaporan mingguan ke Dinas Kesehatan Kota Denpasar oleh petugas
surveilans dilakukan dengan sistem EWARS, hal ini bertujuan memantau
kecenderungan peningkatan kasus DBD yang berpotensi KLB. Sedangkan
pelaporan bulanan tetap menggunakan form STP. Selain itu pelaporan
untuk KLB DBD wajib dikirimkan oleh petugas surveilans dalam periode
waktu 24 jam yang diharapkan membantu dalam menentukan kelompok
berisiko, menentukan reservoir, agen, dan cara transmisi penyakit.
Penyebarluasan informasi dilakukan ke Dinas Kesehatan Kota Denpasar
untuk pemberitahuan gambaran kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas II
Denpasar Selatan.
Keuntungan dari P2 DBD dalam pelaksanaan surveilans DBD
dibandingkan P2 Diare dan ISPA adalah adanya para jumantik yang seringkali
melaksanakan PE terhadap kasus-kasus DBD yang dilaporkan ke puskesmas.
Namun hambatan justru berasal dari keterlambatan datangnya informasi mengenai
kasus DBD yang berarti memberi peluang terjadinya penularan di sekitar tempat
tinggal penderita.
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data TB dilaksanakan oleh petugas P2 TB yang
bersumber dari data dari laporan puskesmas induk, puskesmas pembantu,
puskesmas keliling, dan posyandu untuk menjaring suspek TB yang akan
diperiksa dahaknya oleh petugas TB. Selain itu khusus surveilans TB
dilakukan pengumpulan data dari dokter-dokter swasta yang ada di
wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Selatan. Data surveilans TB
disimpan dalam bentuk register yang mencatat nama pasien, umur, jenis
kelamin, alamat, hasil pemeriksaan dahak, hasil pemeriksaan rontgen,
status pengobatan penderita, status kesembuhan pasien, dan keterangan
pasien yang lengkap pengobatan, gagal, maupun pindah. Data yang
dikumpulkan dilaporkan ke program P2 TB Dinas Kesehatan Kota
Denpasar dan program Surveilans Dinas Kesehatan Kota Denpasar yang
direkapitulasi dalam form STP.
b. Pengolahan dan Penyajian Data
Data yang dikumpulkan diolah secara manual dan komputerisasi
yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik oleh petugas P2 TB. Petugas
TB menyajikan data dalam bentuk grafik berdasarkan triwulan, tempat,
dan orang (kelompok umur dan jenis kelamin) yang dikaitkan dengan
indikator program P2 TB.
c. Analisis dan Interpretasi Data
Analisis data TB dilakukan secara deskriptif dengan menampilkan
jumlah kasus TB setiap triwulan serta perhitungan proporsi suspek yang
diperiksa, proporsi penderita TB paru BTA (+) diantara suspek yang
diperiksa dahaknya, angka konversi, angka kesembuhan, dan case
detection rate. Data-data yang telah diolah dan dianalisis akan
diinterpretasikan dalam rapat triwulan survelians yang dihadiri pula oleh
kepala puskesmas, kordinator P2M, dan petugas P2 TB. Analisis tahunan
dilaksanakan setiap bulan Januari yang dipergunakan untuk penyusunan
rencana pelaksanaan program tahun berikutnya.
49
d. Penyebaran Informasi
Hasil dari analisis dan interpretasi data dipergunakan secara lintas
program untuk program-program lain yang memerlukan seperti halnya
program Kesehatan Lingkungan, program promosi kesehatan, dan program
pengobatan. Kerjasama lintas program diharapkan mampu membantu
menurunkan jumlah kejadian TB. Selain digunakan secara internal,
informasi juga disampaikan ke Dinas Kesehatan Kota Denpasar dengan
laporan program P2 TB maupun laporan surveilans terpadu penyakit
berbasis puskesmas.
Perbedaan jumlah petugas dan dana pada program P2 TB dibandingkan
program P2 lainnya membuat kegiatan surveilans P2 TB dapat berjalan lebih
efektif. Bantuan petugas PPTI sangat membantu petugas P2 TB dalam menjaring
suspek ataupun kasus TB di luar kasus puskesmas dan dalam pembuatan preparat
pemeriksaan dahak yang dikirim ke laboratorium Puskesmas I Denpasar Selatan.
Selama pengobatan pasien TB akan dikunjungi ke rumah minimal 1 kali untuk
pemeriksaan kontak serta disediakan layanan konseling di Puskesmas Induk.
BAB V
50
51
kematian dan diikuti dengan adanya imunitas didalam tubuh penderita, tetapi
serangan kedua kalinya belum diketahui. Penyakit ini cenderung menimbulkan
kejadian luar biasa pada sebuah wilayah (Depkes RI,2004).
Penyakit Demam Chikungunya pada umumnya tersebar di wilayah
Indonesia pada daerah endemis penyakit Demam Berdarah Dengue. KLB sering
terjadi pada awal dan akhir musim hujan. Banyaknya tempat perindukan nyamuk
seringkali berhubungan dengan peningkatan kejadian penyakit Demam
Chikungunya serta sering terjadi di daerah sub urban. Pada tahun 2000-2003
terjadi KLB Chikungunya pada 20 provinsi dengan 3800 kasus tanpa kematian
(Depkes RI, 2004). Sedangkan pada tahun 2009 dilaporkan di Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kep.
Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, JawaTimur, Bali, NTB,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur dengan jumlah
83.756 kasus tanpa kematian (Kemenkes RI, 2010).
a. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi yang akurat untuk penanggulangan dan
pengendalian KLB.
b. Tujuan Khusus
1. Memastikan terjadinya KLB penyakit Demam Chikungunya
2. Mengetahui adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya
KLB penyakit Demam Chikungunya
52
Tabel 5.1 Hasil Pelacakan 10 Kasus KLB Chikungunya di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan pada Januari 2011
Nomor Jenis Umur Alamat Tanggal Kondisi Jentik Keterangan
Kasus Kelamin Container
Muncul Gejala PE
Kasus 1 L 24 th Jl. Tk Balian Gg 20 2/1/2011 12/1/2011 (+)
Berdasarkan tabel 5.1 kasus demam Chikungunya pertama kali terjadi di Jl.
Tk Balian Gg 20 (kasus no 8), namun kasus ini tidak terlapor dan justru tercatat
saat dilakukan pelacakan kasus no. 1. Keterlambatan informasi kasus dan
penyelidikan kasus no.8 yang timbul gejala klinis pada tanggal 1 Januari 2011
menyebabkan tingginya risiko penularan virus chikungunya yang didukung oleh
kondisi positif jentik di tempat tinggal kedelapan kasus pertama. Hal ini terlihat
kemungkinan adanya penularan dari kasus no 8 kepada kasus 1-7 yang
berhubungan secara kluster (lingkungan tempat tinggal yang masih merupakan
jarak terbang vektor).
Pada form kronologis hasil pelacakan hanya satu kasus yang mencantumkan
keterangan kemungkinan kasus terjadi akibat kontak di luar rumah yaitu pada
kasus 10 yang menyatakan bahwa satu minggu sebelumnya dua orang guru di
sekolah penderita mengalami sakit dengan gejala yang sama yaitu chikungunya
sehingga kemungkinan penderita tertular penyakit chikungunya di sekolah. Hal ini
didukung dengan hasil pemeriksaan jentik (-) di wilayah pelacakan kasus.
Keterbatasan jumlah petugas yang merangkap beberapa program,
keterlambatan informasi, serta peran kader yang belum maksimal mengakibatkan
terhambatnya deteksi kasus secara dini dan pelacakan di lapangan. Jika hal ini
tidak diatasi maka penyakit yang seharusnya dapat dicegah penyebarannya justru
menimbulkan KLB di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Selatan.
f. Definisi Kasus
Definisi operasional kasus awala ialah semua penderita yang ditemukan
sedang menderita Demam Chikungunya atau memiliki riwayat menderita Demam
Chikungunya dengan gejala klinis tinggi secara mendadak yang bertahan 2-7 hari,
nyeri sendi, dan ruam makulopapuler (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada
kulit yang dapat disertai dengan gatal, serta gejala lainnya seperti nyeri otot, sakit
kepala, menggigil, kemerahan pada konjunktiva, pembesaran kelenjar getah
bening di bagian leher, mual, muntah
56
wanita Laki-laki
50% 50%
4
3
Frekuensi
2
1
0
15-24 25-34 35-44 ≥ 45
Kelompok Umur
8 7
6
Frekuensi
4
2
2 1
0
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
8
Frekuensi
6
4
2
0
Kelurahan Sanur Kelurahan Renon
j. Rekomendasi
Adapun rekomendasi yang dapat diberikan untuk pencegahan dan
penanggulangan terjadinya KLB Demam Chikungunya yaitu:
BAB VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
60
61
61
62
6.2 Saran
Adapun beberapa saran yang dapat diberikan antara lain:
a. Melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan petugas dalam
melakukan pengolahan, analisis, penyajian data baik pada program P2M
dan khususnya pada data surveilans serta KLB secara teratur sehingga
dapat bila terdapat indikasi kasus berpotensi KLB dapat dilakukan
pencegahan dan penanggulangan yang efektif dan efisien.
b. Meningkatkan peran serta masyarakat melalui pengaktivan kembali kader-
kader yang dulu pernah dibina untuk berpartisipasi dalam pelaporan kasus
di lingkungan tempat tinggal maupun untuk penyebarluasan informasi
kesehatan melalui keterlibatan dalam penyuluhan-penyuluhan yang
dilaksanakan oleh petugas puskesmas.
c. Melakukan koordinasi dengan pemberi pelayanan kesehatan di wilayah
kerja Puskesmas II Denpasar Selatan untuk penjaringan kasus utamanya
yang dilaporkan kepada petugas surveilans.
d. Meningkatkan kerja sama lintas program, dengan pemerintah setempat,
maupaun instansi terkait dalam menanggulangi masalah kesehatan yang
terjadi di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Selatan.
e. Kepada petugas P2M yang melaksanakan pemantauan lapangan
diharapkan dapat mengatur jadwal antara kegiatan di dalam gedung dan di
luar gedung sehingga hasil pemantauan faktor risiko penyakit dapat
menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. Hal ini penting untuk
memutuskan cara penanggulangan dan pencegahan yang tepat.
62