Bab Ii

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan
meluas dari atas dari diafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen
dilukiskan menjadi dua bagian, abdomen yang sebenarnya yaitu rongga sebelah
atas dan yang lebih besar dari pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil.
Batas-batas rongga abdomen adalah di bagian atas diafragma, di bagian bawah
pintu masuk panggul dari panggul besar, di depan dan di kedua sisi otot-otot
abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang
tulang punggung dan otot psoas dan quadratus lumborum. Bagian dari rongga
abdomen dan pelvis beserta daerah-daerah (Pearce, 1999).

Rongga Abdomen dan Pelvis (Pearce, 1999)


Keterangan :
1. Hipokhondriak kanan
2. Epigastrik

4
5

3. Hipokhondriak kiri
4. Lumbal kanan
5. Pusar (umbilikus)
6. Lumbal kiri
7. Ilium kanan
8. Hipogastrik
9. Ilium kiri
Isi dari rongga abdomen adalah sebagian besar dari saluran pencernaan,
yaitu lambung, usus halus dan usus besar (Pearce, 1999).
1. Lambung
Lambung terletak di sebelah atas kiri abdomen, sebagian terlindung di
belakang iga-iga sebelah bawah beserta tulang rawannya. Orifisium cardia
terletak di belakang tulang rawan iga ke tujuh kiri. Fundus lambung, mencapai
ketinggian ruang interkostal (antar iga) kelima kiri. Corpus, bagian terbesar
letak di tengah. Pylorus, suatu kanalis yang menghubungkan corpus dengan
duodenum. Bagian corpus dekat dengan pylorus disebut anthrum pyloricum.
Fungsi lambung:
a. Tempat penyimpanan makanan sementara
b. Mencampur makanan.
c. Melunakkan makanan.
d. Mendorong makanan ke distal.
e. Protein diubah menjadi pepton.
f. Susu dibekukan dan kasein dikeluarkan.
g. Faktor antianemi dibentuk.
h. Khime yaitu isi lambung yang cair disalurkan masuk duodenum (Pearce,
1999).
2. Usus halus
Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar dua setengah meter
panjang dalam keadaan hidup. Usus halus memanjang dari lambung sampai
katup ibo kolika tempat bersambung dengan usus besar. Usus halus terletak di
daerah umbilicus dan dikelilingi usus besar.
6

Usus halus dapat dibagi menjadi beberapa bagian :


a. Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm.
b. Yeyenum adalah menempati dua per lima sebelah atas dari usus halus.
c. Ileum adalah menempati tiga pertama akhir.
Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorpsi khime dari lambung
isi duodenum adalah alkali. (Pearce, 1999)
3. Usus besar
Usus besar adalah sambungan dari usus halus dan dimulai dari katup
ileokdik yaitu tempat sisa makanan. Panjang usus besar kira-kira satu setengah
meter.
Fungsi usus besar adalah:
a. Absorpsi air, garam dan glukosa.
b. Sekresi musin oleh kelenjer di dalam lapisan dalam.
c. Penyiapan selulosa.
d. Defekasi (pembuangan air besar) (Pearce, 1999)
4. Hati
Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian teratas
dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma. Hati Secara luar
dilindungi oleh iga-iga.
Fungsi hati adalah:
a. Bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai
pengaruhnya atas makanan dan darah.
b. Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam tubuh/sebagai pengantar
matabolisme.
c. Hati mengubah zat buangan dan bahan racun.
d. Hati juga mengubah asam amino menjadi glukosa.
e. Hati membentuk sel darah merah pada masa hidup janin.
f. Hati sebagai penghancur sel darah merah.
g. Membuat sebagian besar dari protein plasma.
h. Membersihkan bilirubin dari darah (Pearce, 1999).
5. Kandung Empedu
7

Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan


membran berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan
bawah hati, sampai di pinggiran depannya. Panjangnya delapan sampai dua
belas centimeter. Kandung empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan dan
leher.
Fungsi kangdung empedu adalah :
a. Kandung empedu bekerja sebagai tempat persediaan getah empedu.
b. Getah empedu yang tersimpan di dalamnya dibuat pekat. (Pearce, 1999).
6. Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan, strukturnya sangat mirip
dengan kelenjar ludah. Panjangnya kira-kira lima belas centimeter, mulai dari
duodenum sampai limpa. Pankreas dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepala
pankreas yang terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan
abdomen, badan pankreas yang terletak di belakang lambung dalam di depan
vertebre lumbalis pertama, ekor pankreas bagian yang runcing di sebelah kiri
dan menyentuh limpa.
Fungsi pankreas adalah :
a. Fungsi exokrine dilaksanakan oleh sel sekretori lobulanya, yang membentuk
getah pankreas dan yang berisi enzim dan elektrolit.
b. Fungsi endokrine terbesar diantara alvedi pankreas terdapat kelompok-
kelompok kecil sel epitelium yang jelas terpisah dan nyata.
c. Menghasilkan hormon insulin → mengubah gula darah menjadi gula otot
(Pearce, 1999).
7. Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal
di sebelah kanan dari kiri tulang belakang, di belakang peritoneum. Dapat
diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebre thoracalis sampai
vertebre lumbalis ketiga ginjal kanan lebih rendah dari kiri, karena hati
menduduki ruang banyak di sebelah kanan. Panjang ginjal 6 sampai 7½
centimeter. Pada orang dewasa berat kira-kira 140 gram. Ginjal terbagi menjadi
8

beberapa lobus yaitu : lobus hepatis dexter, lobus quadratus, lobus caudatus,
lobus sinistra.
Fungsi ginjal adalah :
a. Mengatur keseimbangan air.
b. Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam basa
darah.
c. Ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam. (Pearce, 1999)
8. Limpa
Terletak di regio hipokondrium kiri di dalam cavum abdomen diantara
fundus ventrikuli dan diafragma.
Fungsi limpa adalah :
a. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan limposit
b. Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk
homoglobin dan zat besi bebas.
Limpa dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Dua facies yaitu facies diafraghmatika dan visceralis.
b. Dua kutub yaitu ekstremitas superior dan inferior.
c. Dua margo yaitu margo anterior dan posterior

Rongga Abdomen Bagian Depan (Pearce, 1999).


Keterangan :
A. Diafragma
9

B. Esofagus
C. Lambung
D. Kaliks kiri
E. Pankreas
F. Kolon desenden
G. Kolon transversum
H. Usus halus
I. Kolon sigmoid
J. Kandung kencing
K. Apendiks
L. Sekum
M. Illium
N. Kolon asenden
O. Kandung empedu
P. Liver
Q. Lobus kanan
R. Lobus kiri

2.2 Definisi

Sindrom kompartemen merupakan masalah medis akut setelah cedera


pembedahan, di mana peningkatan tekanan (biasanya disebabkan oleh
peradangan) di dalam ruang tertutup (kompartemen fasia) di dalam tubuh
mengganggu suplai darah atau lebih dikenal dengan sebutan kenaikan
10

tekanan intra-abdomen. Tanpa pembedahan yang cepat dan tepat, hal ini
dapat menyebabkan kerusakan saraf dan kematian otot.
Sindrom kompartemen abdominal adalah suatu kondisi yang sangat
berpotensi akan terjadinya kematian, hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa
kasus yang menyebabakan hipertensi intra-abdominal. Hipertensi intra-
abdominal yaitu sebesar 20-25 cm H2O. Penyebab tersering adalah trauma
tumpul abdominal. Peningkatan tekanan intra-abdominal menyebabkan
hipoperfusi dan iskemik usus besar, dan selaput perut lainnya. Efek
patofisiologi termasuk pelepasan sitokin, oksigen radikal bebas, dan
penurunan produksi sel (adenosine triphosphat). Proses ini memungkinkan
terjadinya translokasi bakteri yang berasal dari usus dan adema usus beasar,
yang merupakan faktor pencetus terjadinya sindrom disfungsi organ pada
pasien. Konsekuensi dari sindrom kompartemen abdomen sangat besar dan
mempengaruhi banyak sistem vital pada tubuh. Hemodinamik, respirasi,
renal, dan abnormalitas neurologi adalah bagian-bagian yang dipengaruhi
sindrom kompartemen abdomen. Penatalaksanaan medis berupa laparatomi.
Asuhan keperawatan berupa keterlibatan perawat terhadap monitoring
kondisi klien, termasuk ukuran tekanan intra-abdominal.
ACS dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan penyebabnya:

1. Primer atau ACS akut : jika patologi intra abdominal terjadi secara
langsung di bagian proksimal.
2. ACS sekunder : tidak terdapat luka intraabdominal, tetapi di luar
abdominal yang dikarenakan akumulasi cairan.
3. ACS kronik : jika disebabkan oleh sirosis dan asites (biasanya pada
stadium lanjut ACS).
Pada bagian gawat darurat dan ICU, klien di duga mengalami ACS jika
terjadi metabolic asidosis, penurunan output urin, dan penurunan curah
jantung. Penyebab kasus ini hampir mirip dengan gejala patologis yang lain,
seperti hipovolemi.
11

2.3 Etiologi
Sindrom kompartemen abdomen terjadi ketika IAP (intra-abdominal
pressure) terlalu tinggi, mirip dengan sindrom kompartemen dalam
ekstremitas. Tiga jenis sindrom kompartemen abdomen yang berbeda dan
kadang-kadang menyebabkan tumpang tindih

1. Primer (Akut)
a. Menembus trauma
b. Intraperitoneal pendarahan
c. Pankreatitis
d. Eksternal mengompresi kekuatan, seperti puing-puing dari sebuah
kendaraan bermotor tabrakan atau setelah struktur besar ledakan
e. Patah tulang panggul
f. Pecahnya aneurisma aorta perut
g. Perforasi ulkus peptikum
2. Sekunder
Sekunder ACS dapat terjadi pada pasien tanpa cedera intra-
abdomen, ketika cairan terakumulasi dalam volume yang cukup untuk
menyebabkan IAH (intra abdominal hipertensi) .
a. Resusitasi dengan volume besar menunjukkan peningkatan risiko
signifikan ketika diberikan cairan lebih dari 3 L.
b. Area luka bakar yang luas dan tebal menunjukkan sindrom
kompartemen abdomen dalam waktu 24 jam pada pasien luka
bakar yang menerima rata-rata dari 237 mL / kg selama 12-jam
dalam 2 periode
c. Menembus atau trauma tumpul tanpa cedera diidentifikasi
d. Pascaoperasi
e. Pengepakan dan penutupan fasia utama, yang meningkatkan
insiden
f. Sepsis
12

3. Kronis
a. Peritoneal dialysis
b. Morbid obesitas
c. Serosis
d. Meigs sindrom (kumpulan dari asites, efusi pleura, dan tumor jinak
ovarium)

Faktor resiko terjadinya ACS:


1. Penurunan daya komplians dinding abdomen
a. Gagal napas akut khususnya dengan tekanan intra-thorakal
yang meningkat.
b. Pembedahan abdomen dengan jahitan primer fasia tertutup yang
ketat.
c. Trauma mayor/ luka bakar
d. Posisi telungkup, tinggi kepala bed > 30 derajat
e. Indeks massa tubuh yang tinggi, obesitas
2. Peningkatan isi intra-lumen
Gastroparesis, ileus, pseudo-obstruksi kolon.
3. Peningkatan isi abdomen
Hemoperitoneum / pneumoperitoneum, ascites / disfungsi hati.
4. Kebocoran kapiler/ resusitasi cairan
a. Asidosis
b. Politransfusi (>10 unit darah / 24 jam)
c. Koagulopati (platelet <> 15 detik atau partial thromboplastin
time (PTT) > 2kali normal atau international standardised ratio
(INR) > 1.5)
d. Resusitasi cairan yang masif (> 5 L / 24 jam), pankreatitis,
oliguria, dan sepsis
e. Trauma mayor/ luka bakar, laparotomi kontrol kerusakan.
(Hobson et al,2002)
13

2.4 Patofisiologi
Setiap kelainan yang meningkatkan tekanan dalam rongga perut dapat
menimbulkan hipertensi intra-abdomen atau tekanannya > 10 mmHg. Dalam
beberapa situasi, seperti pankreatitis akut atau pecahnya aneurisma aorta
abdominal. Obstruksi mekanis usus halus, dan pembesaran abdomen bisa
menimbulkan hipertensi intra-abdomen. Namun, trauma tumpul abdomen
dengan perdarahan intra-abdomen dari lienalis, hati, dan cedera mesenterika
adalah penyebab paling umum dari hipertensi intra-abdomen. Pembedahan
perut dengan tujuan untuk mengendalikan pendarahan juga dapat
meningkatkan tekanan dalam ruang peritoneal. Distensi usus, sebagai akibat
dari syok hipovolemik dan perpindahan volume yang besar, merupakan
penyebab penting hipertensi intra-abdomen, dan selanjutnya mengakibatkan
ACS, pada pasien trauma. (Paula Richard MD, 2009)
Pada kondisi syok, vasokonstriksi dimediasi oleh sistem saraf simpatik
mengakibatkan kurangnya suplai darah ke kulit, otot, ginjal, dan saluran
pencernaan, hal ini bertujuan untuk menyuplai jantung dan otak.
Redistribusi darah dari usus menghasilkan hipoksia seluler di jaringan usus.
Hipoksia ini berhubungan dengan 3 bagian penting dari perkembangan
kompensasi positif yang mencirikan patogenesis hipertensi intra-abdomen
dan perkembangannya menjadi ACS:

1. Pelepasan sitokin
2. Pembentukan oksigen radikal bebas, dan
3. Penurunan produksi adenosin trifosfat pada sel

Sebagai respon terhadap jaringan yang mengalami hipoksia, maka


sitokin dilepaskan. Molekul-molekul ini meningkatkan vasodilatasi dan
meningkatkan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada terjadinya edema.
Setelah seluler mengalami re-perfusi, oksigen radikal bebas dihasilkan.
Agen ini mempunyai efek toksik pada membran sel yang kondisinya
diperparah oleh adanya sitokin, yang merangsang pelepasan radikal lebih
banyak lagi. Selain itu, kurangnya penghantaran oksigen ke jaringan yang
14

mengalami keterbatasan produksi adenosine triphospat dan penurunan


persediaan dari adenosin trifosfat ini tergantung pada aktivitas selular.
(Paula Richard, 2009)
Yang terkena dampak adalah pompa natrium-kalium. Efisien fungsi
pompa sangat penting untuk peraturan intraselular elektrolit. Ketika pompa
gagal, terjadi kebocoran natrium ke dalam sel sehingga menarik air. Sebagai
sel membengkak, selaput kehilangan integritas, menumpahkan isi
intraselular ke lingkungan ekstraselular dan lebih jauh mengakibatkan
inflamasi (peradangan). Peradangan dengan cepat mengarah pada
pembentukan edema, sebagai akibat dari kebocoran kapiler, dan jaringan
yang semakin membengkak di usus akibat semakin meningkatnya tekanan
intra-abdomen. Pada awal tekanan, perfusi usus terganggu, dan siklus
hipoksia selular, kematian sel, peradangan, dan edema terus berlanjut. (Pleva
Mayzlík, J. 2004)

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala klinis ACS antara lain (Paula Richard MD, 2009) :
1. Distensi abdomen yang berat
2. Gagal napas yang ditandai dengan PCO2 yang meningkat, volume
tidal yang berkurang, tingginya tekanan puncak inspirasi.
3. Curah jantung yang menurun
4. Tekanan darah yang labil
5. pH rendah yang menetap
6. Oliguria yang tidak respon terhadap terapi konvensional
7. Tekanan intra abdomen yang meningkat (> 40 mm Hg)
Secara umumnya, gejala klinis yang terjadi pada ACS dikenal dengan 5P
(Irga, 2008), yaitu :
1. Pain (nyeri), nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot
yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala
dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak
sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin
15

gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya).


Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang
spesifik dan sering.
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah
tersebut
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi)
4. Parastesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis, merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf
yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena
kompartemen sindrom.
Sedangkan gejala yang khas pada kompartemen sindrom, yaitu:
1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olahraga. Biasanya
setelah berlari atau beraktivitas selama 20 menit.
2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30
menit
3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot (Irga, 2008)

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Laboratorium :
a. Comprehensive metabolic panel (CMP)
b. Complete blood cell count (CBC)
c. Amylase and lipase assessment
d. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time
(aPTT) bila pasien diberi heparin
e. Test untuk marker jantung
f. Urinalisis and urine drug screen
g. Pengukuran level serum laktat
h. Arterial blood gas (ABG), cara cepat untuk mengukur deficit pH,laktat dan
basa.
2. Radiografi :
a. Abdomen serial untuk melihat udara bebas atau obstruksi usus.
16

Radiografi polos abdomen sering tidak berguna


dalammengidentifikasi sindrom kompartemen abdominal.
b. CT scan abdomen dapat memberikan banyak temuan. Pada tahun
1999Pickhardt dkk menemukan gambaran dibawah ini pada pasien
dengan sindrom kompartemen abdominal.
i. Round-belly sign ± distensi abdomen dengan rasio diameter
abdomenan teroposterior ke transversal meningkat. (ratio >
0.80; P < 0.001)
ii. Kolaps vena kava
iii. Penebalan dinding usus dengan enhancement
iv. Hernia inguinal bilateral
3.USG Abdomen
a. Aneurisma aorta, bila besar dapat terdeteksi
b. Gas usus atau kegemukan mempersulit pemeriksaan (Pleva
Mayzlík, J. 2004)

2.7 Penatalaksanaan

ACS ditetapkan dengan terjadinya peningkatan IAP dan adanya


kegagalan system organ. Derajat Intra-abdominal hypertension (IAH):
a. Grade I IAP 10-15 mmHg
b. Grade II IAP 16-20 mmHg
c. Grade III IAP 21-25 mmHg
d. Grade IV IAP > 25 mmHg
Sedangkan tekanan normal pada abdomen yaitu berkisar antara 5-7
mmHg. Oleh karena itu, pasien yang dirawat di ICU sebaiknya diskrining
untuk melihat faktor resiko terjadinya IAH / ACS dan dengan kegagalan organ yang
baru atau progresif. Bila dua atau lebih faktor resiko dijumpai, pengukuran IAP
harus dilakukan. Dan bila IAH ditemukan, pengukuran IAP serial harus
dilakukan pada pasien tersebut.
17

Pengukuran IAP terdiri dari berbagai teknik yaitu penempatan metal


intra-abdomen langsung (sudah lama ditinggalkan), tekanan vena kava
inferior (beresiko thrombosis dan infeksi), tekanan gaster (jarang digunakan
tetapi berguna bila terdapat trauma buli-buli dimana distensi buli merupakan
kontraindikasi) dan tekanan buli-buli. Gold standard pengukuran IAP adalah
dengan tekanan buli-buli.
Untuk mengukur tekanan buli-buli, suntikkan 50-100 ml saline steril ke
dalam Foley kateter melalui lubang aspirasi, klem silang selang steril dari
drain kantong urin letak distal dari lubang aspirasi, hubungkan ujung selang
drain kantong urin ke Foley kateter, lepaskan klem sesaat agar cairan dari
buli keluar dan kemudian klem ulang, Y-connect transduser tekanan ke
kantong drain melalui lubang aspirasi menggunakan jarum G 16, pastikan
IAP dari transduser menggunakan puncak dari tulang simfisis pubis sebagai
titik nol dalam posisi telentang. Manometer tangan yang dihubungkan ke
Foley kateter melalui kolom cairan di selang dapat digunakan untuk
menentukan tekanan sebagai ganti transduser.
Penanganan harus berdasarkan pada pemeriksaan klinis dengan
peningkatan IAP (Intra-abdominal Preassure). IAP kritis yang menimbulkan
berbagai disfungsi organ bergantung pada keadaan premorbid pasien. Pasien
gemuk setiap saat meningkat IAP tetapi telah terkompensasi dengan hal
tersebut. (Irga, 2008)
1. Grade I IAH (Intra-abdominal Hypertension) secara umum hanya
memerlukan resusitasi volume dengan pemantauan tekanan
berkelanjutan. Beberapa pasien tidak membaik keadaannya.
2. Pasien dengan grade II harus ditangani berdasarkan gejalanya. Bila
oliguria ringan dengan kompresi jantung dan paru minimal, dapat
diresusitasi lebih lanjut dan dilanjutkan dengan memantau tekanan.
Bila pasien mengalami cedera intra-kranial atau kompresi berat
yang lebih, operasi dekompresi harus dipikirkan.
18

3. Grades III dan IV ditangani dengan operasi dekompresi. Saat ini


sebagian besar penulis menyetujui bahwa tekanan kritis untuk ACS
adalah antara 20 hingga 25 mmHg.

Pilihan terapi medis untuk mengurangi IAP

1. Memperbaiki komplians dinding abdomen


a. Sedasi dan analgesic
b. Blokade neuromuscular
c. Hindari ketinggian kepala tempat tidur > 30 degrees
2. Evakuasi isi intra-lumen
a. Dekompresi nasogaster
b. Dekompresi rectum
c. Agent gastro-/colo-prokinetik
3. Evakuasi kumpulan cairan abdominal
a. Parasentesis
b. Drainase perkutan
4. Koreksi keseimbangan cairan positif
a. Hindari resusitasi cairan berlebih
b. Diuretik
c. Koloid / cairan hipertonik
d. Hemodialisis / ultrafiltrasi
5. Organ Pendukung
a. Pertahankan APP > 60 mmHg dengan vasopressor
b. Optimalkan ventilasi, alveolar recruitment
c. Gunakan tekanan jalan napas transmural
d. Pplattm = Pplat – IAP
e. Pikirkan untuk menggunakan volumetric preload indices
f. Jika menggunakan PAOP/CVP, gunakan tekanan transmural
g. PAOPtm = PAOP – 0.5 * IAP
h. CVPtm = CVP – 0.5 * IAP
19

Terdapat manajemen nonoperatif pada IAH / ACS yang terdiri dari lima
intervensi terapi
1. Evakuasi isi intralumen
2. Evakuasi space-occupying lesion intra-abdomen
3. Memperbaiki komplians dinding abdomen
4. Optimalkan kebutuhan cairan
5. Optimalkan perfusi jaringan regional dan sistemik

2.8 Komplikasi
Jika kompartemen sindrom tidak mendapatkan penanganan dengan
segera, akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain (Irga, 2008) :
1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
2. Kontraktur volkman, merupakan kerusakan otot yang disebabkan
oleh terlambatnya penanganan sindrom
kompartemen sehingga timbul deformitas pada tangan, jari, dan
pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan bawa
3. Trauma vascular
4. Gagal ginjal akut
5. Sepsis
6. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
20

2.9 Web Of Caution (WOC)

Primer: Sekunder:
- Trauma abdomen (Saat perdarahan Post- resusitasi pada edema dan asites
antara peritoneal/ retroperitoneal)
1. Sepsis
- Asites
2. Luka bakar
- Pankreatitis
3. Trauma non- abdominal
- Laparoskopi
- Edema, iskemik atau distensi
abdomen

Syok hipovolemik

Vasokontriksi Suplai darah ke kulit, otot, Hipoksia seluler di jaringan


ginjal, & pencernaan usus
( Aktivitas sist.saraf simpatik)

Pelepasan sitokinin Produksi radikal bebas ADP, Ggn pompa natrium,


Pembengkakan sel

Kematian sel
Kerusakan integritas
membrane kulit
Inflamasi

Vasodilatasi ↑ Permeabilitas kapiler Integritas mukosa

Edema

Tek. Intraabdomen ↑

Sindrom Kompartemen Abdominal


21

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Tek. dalam perut ↑ Tekanan di ruang CO ↓ ↑ Tekanan di Suplai O2 ke usus Tekanan intra-
↑ TIK sekunder
peritoneal pembuluh ginjal abdominal
↑ Tekanan
intra-torakal Menghambat Suplai darah ↓ venus
Darah yang Gangguan perfusi
relaksasi diafragma ke otak ↓ return ↑ Renin dan Aldosteron Suplai darah ke
kembali ke jantung di usus
(di vena) dinding abdomen
↓ compliance
Kapasitas residual Tekanan perfusi
paru Resistensi vaskular
fungsional serebral
CO ↓ ginjal Hipoksia sel
Iskhemik
↓ PO2 & ↑ PCO2
Suplai O2 ↓ Gangguan
Resistensi vascular
kesadaran ↓ Perfusi / Aliran darah
sistemik ↓ Lemas
Nyeri
Gangguan
Pertukaran Gas Sesak
Intoleransi GFR ↓
Suplai O2 ke
aktivitas Nafsu makan
jaringan ↓
Ketidakefektifan menurun
Prod. Urin ↓
Ggn transport O2
pola napas
Hipoksia
Oliguria Anoreksia
Perfusi jaringan
serebral tidak
Gangguan perfusi
efektif
jaringan Perubahan pola Ketidakseimbangan
eliminasi urin nutrisi kurang dari
kebutuhan
22

Penatalaksanaan
Pembedahan
(Operasi)

Pre Post
Operasi Operasi

Kurang Insisi pada kulit


pengetahuan

Luka
Anxietas

Resiko Infeksi Nyeri

Resiko kerusakan
integritas kulit

Gangguan pola
tidur

Anda mungkin juga menyukai