Anda di halaman 1dari 21

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Demam tifoid merupakan suatu penyakit inflamasi usus yang disebabkan


oleh bakteri atau kuman gram negatif salmonela thypi yang sering dihubungkan
dengan status sosial ekonomi rendah dan kurangnya kebersihan (Mweu &
English, 2008).

Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya


mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1
minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (Sudoyo, 2009).

Thypus Abdominalis atau demam tifoid merupakan penyakit infeksi


akut pada usus halus dengan gejala demam 1 minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi (S.Typhi).

2.2 Penyebab

Penyakit tipes Thypus abdominalis merupakan penyakit yang


ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri
Salmonella typhosa, (food and water borne disease). Seseorang yang sering
menderita penyakit tifus menandakan bahwa dia mengkonsumsi makanan
atau minuman yang terkontaminasi bakteri ini. Salmonella thyposa sebagai
suatu spesies, termasuk dalam kingdom Bakteria, Phylum Proteobakteria,
Classic Gamma proteobakteria, Ordo Enterobakteriales, Familia
Enterobakteriakceae, Genus Salmonella. Salmonella thyposa adalah bakteri
gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai
sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu: antigen 0 (somatik, terdiri
dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen V1
(hyalin, protein membrane). Dalam serum penderita terdapat zat anti
(glutanin) terhadap ketiga macam anigen tersebut (Zulkhoni, 2011).
Penyebab demam thypoid adalah salmonella thypi atau Paratyphi A,
Paratyphi B.

Karakteristik S.typhi

Basil gram (-).

Memfermentasi laktosa.

Bergerak dengan rambut getar.

2.3 Patogenesis

Kuman masuk kedalam saluran pencernaan melalui makanan/minuman


yang mengandung salmonella thypi. Kuman masuk melewati lambung dan
mencapai usus halus (ileum). Kuman kemudian menembus dinding usus halus
dan masuk ke folikel limfoid usus halus (plaque peyeri). Kuman ikut dalam
aliran limfe mesenterial ke dalam sirkulasi darah (bakterimia primer) dan
mencapai jaringan RES (hepar, lien, sumsum tulang untuk bermultiplikasi).
Setelah mengalami bakterimia kedua, kuman menyebar ke organ lain (intra dan
ekstra intestinal) melalui sirkulasi darah. Masa inkubasi adalah 10-14 hari
(Sastroasmoro. dkk, 2007).

2.4 . Patofisiologi

Salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal


dengan 5 F yaitu Food (makanan), Finger (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah),
Fly (lalat), dan melalui Feses. Yang paling menonjol yaitu lewat mulut manusia
yang baru terinfeksi selanjutnya menuju lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi lolos masuk ke usus halus
bagian distal (usus bisa terjadi iritasi) dan mengeluarkan endotoksin sehingga
menyebabkan darah mengandung bakteri/bakterimia primer, selanjutnya melalui
aliran darah dan jaringan limfoid plaque menuju limfa dan hati. Di dalam
jaringan limfoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah
sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak dapat
menyebabkan perdarahan dan perforasi usus. Perdarahan menimbulkan panas
dan suhu tubuh dengan demikian akan meningkat. Sehingga beresiko
kekurangan cairan tubuh. Jika kondisi tubuh dijaga tetap baik, akan terbentuk zat
kekebalan atau antibody. Dalam keadaan seperti ini, kuman thypus akan mati
dan penderita berangsur-angsur sembuh (Zulkoni,2011).

2.5 WOC atau Pathways

2.6 Tanda dan gejala

a. Masa inkubasi 10-12 hari; mungkin ditemukan gejala prodromal tidak


enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat.
b. Demam berlangsung selama 3 minggu, febris remitten, suhu tidak
terlalu tinggi

1) Minggu I, suhu tubuh biasanya meningkat pada sore/malam


hari dan menurun di pagi hari, demam dapat mencapai 39-40OC,
gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot, pegal, insomnia,
anoreksia, mual dan muntah.

2) Minggu II, demam persisten/menetap.

3) Minggu III, suhu berangsur turun, dan mendekati normal

c. Gangguan pada saluran cerna

1) Pada mulut: bibir pecah-pecah, bau mulut, lidah kotor/tertutup selaput


putih, ujung dan tepi lidah kemerahan, kehilangan nafsu makan, dan diare
pada anak.
2) Pada abdomen: distensi abdomen, nyeri tekan, hepatomegali, dan kadang-
kadang ditemui splenomegali

d. Ganggun kesadaran pada keadaan


yang berat

1) Kesadaran menurun, mengantuk, bingung, dan apatis


2) Disorientasi, menggigil

e. Gangguan lain: nafas cepat dangkal, muncul bintik merah (rose


spot) di kuli ditemukan diperut bagian atas. Rose spot pada anak
sangat jarang ditemukan.

2.7 Manifestasi Klinis

Masa tunas demam typhoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala


klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari
asimtomatik hingga gambaran penakit yang khas disertai komplikasi hingga
kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan
keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu
: demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi
atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat demam
adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari
(Widodo Joko,2006).

2.8 Pemeriksaan diagnostik

Penegakan diagnosis demam tifoid saat ini dilakukan secara klinis dan
melalui pemeriksaan laboratorium. Penegakan diagnosis demam tifoid
berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis belum tepat, karena bisa
saja ditemukan gejala yang sama pada beberapa penyakit lain pada anak. Oleh
karena itu, selain menilai gejala spefisik juga diperlukan pemeriksaan
laboratorium atau penunjang lainnya untuk konfirmasi penegakan diagnosis
demam tifoid. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan
diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu:

a) Pemeriksaan darah tepi.


 Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi
besi dan perdarahan usus.
 Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/μl.
 Limfosistosis relatif.
 Trombositopenia terutama pada demam tifoid berat.

b) Pemeriksaan bakteriogis dengan isolasi dan biakan kuman.

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S.


typhi dalam biakan dari darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan
penyakit. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih
mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit,
sedangkan pada stadium berikutnya dapat ditemukan juga dalam urine dan feses.

c) Uji serologis
Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi

: (1) uji Widal; (2) tes TUBEX®; (3) metode enzyme immunoassay (EIA); (4)
metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).

a. Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunakan
sejak tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi
aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-
beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam
jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Kenaikan titer S.typhi titer O ≥
1:120 atau kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase konvalesen.

b. Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang


sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel
yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan
dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya
ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis
infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak
mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.

c. Enzyme immunoassay (EIA)

Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM
dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM
menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi
terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan infeksi.
Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid yang
tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat
membedakan antara kasus akut,konvalesen dan reinfeksi. Menurut Narayanappa,
et al (2010) Typhidot-M memiliki sensitivitas 92,6% untuk diagnosis awal
demam tifoid dan metoda ini lebih sederhana jika dibandingkan dengan tes widal.

d. Metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)


Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak
antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap
antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. Typhi.

d) Pemeriksaan kuman secara molekuler

Metode lain untuk mengidentifikasi bakteri S.thypi yang akurat adalah


mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S.thypi dalam darah dengan
teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase
chain reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S.thypi.

2.9 Prognosis

Prognosis demam thypoid pada anak baik asal pasien cepat berobat. Mortalitas
pada pasien yang dirawat ialah 6%. Prognosis menjadi tidak baik bila terdapat
gambaran klinik yang berat, seperti demam tinggi (hiperpireksia), febris kontinua,
kesadaran sangat menurun (spoor, koma, atau delirium), terdapat komplikasi yang
berat, misalnya, dehidrasi dan asidosis, perforasi.

Bila penderita diobati secara baik dan benar pada minggu pertama demam
typoid , prognosis akan baik karena umumnya penyakit ini akan mereda setelah 2
hari kemudian, dan kondisi penderita membaik dalam 4-5 hari selanjutnya. Bila
ada ketermlabatan pengobatan resiko komplikasi akan meningkat dan waktu
pemulihan semakin lama. Umumnya, fatality rate demam typoid yang diobati
adalah 10% - 20%. Perkiraan angka case fatality rate penderita demam typoid
sekitar 1-4 %. Anak – anak dibawah usia 4 th, memiliki fatality rate 4 %,
sedangkan anak – anak usia > 4 th 10x lebih kecil kemungkinan kematiannya dari
anak – anak usia dibawahnya.

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :

1. Perdarahan usus. Hal ini dapat terjadi pada saat demam tinggi, ditandai
dengan suhu mendadak turun, nadi meningkat cepat dan kecil, dan tekanan
darah menurun. Pasien terlihat pucat, kulit terasa lembab, kesadaran makin
menurun. Jika perdarahan ringan, gejalanya tidak terlihat jelas karena darah
dalam feses hanya dapat dibuktikan dengan tes benzidin, sedangkan
perdarahan berat akan terlihat melena.
2. Perforasi usus. Komplikasi ini dapat terjadi pada minggu ke tiga saat suhu
sudah turun. Oleh karena itu walaupun suhu sudah normal istirahat masih
diteruskan dua minggu. Gejala perforasi usus adalah pasien mengeluh sakit
perut hebat akan lebih nyeri bila ditekan, perut terlihat tegang/kembung.
Anak menjadi pucat dapat juga keringat dingin , nadi kecil, pasien dapat
syok.
3. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang
hebat, dinding abdomen tegang (defense musculair), dan nyeri tekan.
4. Komplikasi lain. Dapat terjadi pneumonia baringan ( pneumonia
hispostatik ) akibat pasien lama berbaring terus. Gejala dapat dijumpai
suhu mendadak naik tinggi dan tidak pernah turun walaupun pagi hari,
serta terlihat adanya sesak napas.
5. Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis
(bakteremia), yaitu meningitis, kolesistisis, ensefelopati, dan lain-lain.
Komplikasi diluar usus terjadi karena infeksi sekunder, yaitu
broncopneumonia.

2.11Penatalaksanaan
a. Medikamentos
1) Antipiretik bila suhu tubuh > 38,3°C. kartikosteroid dianjurkan pada
demam tifoid berat.
2) Antibiotik (berturut-turut sesuai lini pengobatan).
- Kloramfenikol : 50-100mg/kg BB/hari, oral atau IV, dibagi dalam 4
dosis selama 10-14 hari, tidak dianjurkan pada leukosit < 2000/μl,
dosis maksimal 2g/hari.
- Amoksisilin 150-200mg/kgBB/hari, oral atau IV selama 14 hari.
- Sefriakson 20-80mg/kgBB/hari selama 5-10 hari.
b. Tindakan bedah

Tindakan bedah perlu dilakukan segera bila terdapat perforasi usus.

c. Pencegahan
1. Higiene perorangan dan lingkungan

Demam tifoid ditularkan melalui rute oro fekal, maka pencegahan utama
memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan hygiene perorangan dan
lingkungan seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air bersih,
dan pengamanan pembuangan limbah feses.

2. Imunisasi

Imunisasi aktif terutama diberikan bila terjadi kontak dengan pasien demam
tifoid, terjadi kejadian luar biasa, dan untuk turis yang berpergian ke daerah
endemic.

- Vaksin polisakarida (cospular Vi polysaccharide), pada usia 2 tahun


atau lebih diberikan secara intramuscular dan diulang setiap 3 bulan.
- Vaksin tifoid oral (Ty21-a), diberikan pada usia > 6 tahun
dengan interval selang sehari (hari 1, 3 dan 5), ulangan setiap 3-5
tahun. Vaksin ini belum beredar di Indonesia, terutama
direkomendasikan untuk turis yang berpergian ke daerah endemik.

2.12 Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

 RKS; klien mengeluh tidak enak badan, letih, nyeri kepala, bibir pecah-
pecah, tidak nafsu makan, nyeri kepala, demam terutama sore/ malam
hari.
 RKD; riwayat sakit saluran cerna, riwayat peny kandung empedu
 RKK; riwayat klg menderita typoid, higiene keluarga jelek
 Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum
- Tingkat kesdaran: menurun
- TTV: suhu meningkat, nafas cepat dangkal, nadi bradikardi relatif, TD
normal/menurun
 Pengkajian sistem tubuh
- Mata cekung
- Mulut; bibir kering dan pecah-pecah, lidah berselapu/kotor
- Abdomen ; distensi abdomen, nyeri tekan, splenomegali, hepatomegali
- Integumen ; rose spot
- Ekstremitas; kekuatan otot menurun, kelemahan

Data dasar pengkajian pasien dengan typhoid abdominal menurut Joko


Widodo (2006) adalah

1. Aktivitas atau istirahat

Gejala yang ditemukan pada kasus typhoid abdominal antara lain kelemahan,
malaise, kelelahan, merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah dan insomnia.

2. Sirkulasi

Tanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membrane


mukosa kotor, turgor buruk, kering dan lidah pecah-pecah akan ditemukan pada
pasien febris typhoid.

3. Integritas ego

Gejala seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda seperti
menolak dan depresi juga akan ditemukan dalam pengkajian integrits ego pasien.

4. Eliminasi

Pengkajian eiminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang bervariasi


dari lunak sampai bau atau berair, perdarahan per rectal dan riwayat batu ginjal
dengan tanda menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik dan ada haemoroid.

5. Makanan dan cairan


Pasien akan mengalami anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan
dan tidak toleran terhadap diet. Dan tanda yang ditemukan berupa
penurunan lemak sub kutan, kelemahan hingga inflamasi rongga mulut.

6. Hygiene

Pasien akan mengalami ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri


dan bau badan.

7. Nyeri atau ketidaknyamanan

Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah akan dialami pasien dengan titik nyeri
yang dapat berpindah.

8. Keamanan

Pasien mengalami anemia hemolitik, vaskulotis, arthritis dan peningkatan


suhu tubuh dengan kemungkinan muncul lesi kulit.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh ( hipertermi ) berhubungan dengan proses


penyakit ( infeksi ), peningkatan laju metabolism dibuktikan dengan suhu
tubuh diatas nilai normal, kulit merah dan teraba hangat takipnea.
2. Pemenuhan nutrsi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tidak adekuat,
gangguan absorbsi, peningkatan kebutuan metabolik(infeksi)
3. Intoleransi aktivitas b/d penurunan kekuatan
4. Perubahan persepsi sensori
5. Resiko kekurangan volume cairan

C. Intervensi

1) Peningkatan suhu tubuh ( hipertermi ) berhubungan dengan proses


penyakit ( infeksi ), peningkatan laju metabolism dibuktikan dengan suhu
tubuh diatas nilai normal, kulit merah dan teraba hangat takipnea.

NOC :
Termoregulasi (0800)

- Tingkat pernapasan ( 080013 ) : dipertahankan ke 3 ditingkatkan ke 5


- Hipertermia ( 080019 ) : dipertahankan pada 3 ditingkatkan ke 5
- Peningkatan suhu kulit ( 080001 ) : dipertahankan pada 3 ditingkatkan
ke 5

NIC :

a. Pengaturan suhu (3900)

Aktivitas :

- Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam, sesuai kebutuhan


- Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi, sesuai kebutuhan
- Monitor suhu dan warna kulit
- Sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan klien
- Berikan pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan
- Diskusikan termoregulasi dan kemungkinan efek negative dari demam
yang berlebihan sesuai kebutuhan
- Gunakan matras pendingin, selimut yang mensirkulasi air, mandi air
hangat, kantong es atau bantalan jel, dan kateterisasi pendingin
intravaskuler untuk menurunkan suhu tubuh sesuai kebutuhan
b. Perawatan demam (3740)
- Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
- Monitor warna kulit dan suhu
- Monitor asupan dan keluaran, sedari perubahan kehilangan cairan yang
tak dirasakan
- Beri obat atau cairan IV ( misalnya, antipiretik, agen antibakteri, dan
agen anti menggigil )
- Jangan beri aspirin untuk anak-anak
- Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan, tergantung dengan
fase demam
- Dorong konsumsi cairan
- Tingkatkan sirkulasi udara
- Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas : jika diperlukan
2. Resiko defisit nutrisi dibuktikan dengan peningkatan kebutuhan
metabolism

NOC :

Status nutrisi (1004)

- Asupan makanan ( 100402 ) : dipertahankan pada 3 ditingkatkan ke 5


- Asupan cairan ( 100408 ) : dipertahankan pada 3 ditingkatkan ke 5
- Hidrasi ( 100411 ) : dipertahankan pada 4 ditingkatkan ke 5

NIC :

a. Monitor nutrisi (1160)

Aktivitas :

- Timbang berat badan pasien


- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Monitor kecendrungan turun dan naiknya berat badan
- Monitor turgor kulit dan mobilitas
- Identifikasi adanya abnormalitas rambut ( misalnya: kering, tipis,
kasar, dan mudah patah )
- Monitor adanya mual dan muntah
- Identifikasi perubahan nafsu makan dan aktivitas akhir-akhir ini
b. Monitor cairan

Aktivitas :

- Tentukan jumlah dan jenis intake/ asupan cairan serta kebiasaan


eliminasi
- Monitor asupan dan pengeluaran
- Monitor berat badan
- Periksa turgor kulit
- Berikan cairan dengan tepat
- Monitor tekanan darah, denyut jantung, dan status pernapasan
2.13 Kasus pemicu

Seorang anak usia 3 tahun, dirawat karena demam naik turun. Demam
tertinggi pada sore dan malam hari. Ibu mengatakan bahwa sudah 2 minggu ini
anak demam. Anak juga mengeluh mual dan kadang-kadang muntah. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan lidah kotor, hepar teraba 1 cm bawah arcus costarum
dan anak apatis. Tanda-tanda vital anak ( TD: 90mmHg, nadi: 120 x/menit, nafas:
40 x/menit dan suhu 38,7 oc), kulit teraba hangat dan kemerahan.

Pertanyaan khusus :

a. Apakah masalah yang dialami anak tersebut?


Demam tifoid

Demam tifoid adalah penyakit infeksiakut usus halus yang disebabkan


oleh kuman Salmonella Thypii (Arief Manjoer, 2000). Tifus abdominalis
merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh
salmonella thypii, yang ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman yang
terkontaminasi oleh kuman salmonella thypii (Hidayat, 2006). Menurut nursalam
et al (2008). Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran.

Dari kasus ditemukan bahwa :


 Anak mengeluh mual dan muntah dan lidah kotor
Ini karena usus halus atau bagian pencernaan anak sudah terinfeksi yang
ditularkan dari makanan atau minuman yang terkontaminasi sehingga
lidah anak kotor dan mengeluh mual dan kadang muntah
 anak sudah demam selama dua minggu demam tertinggi pada sore dan
malam hari
Gejala demam tifoid yaitu demam lebih dari satu minggu

b. Apakah penyebab masalah anak mengalami masalah tersebut?


Di dalam kasus tidak ada dijelaskan tentang penyebab masalah yang dialami
anak dan sebelum demam tidak ada dijelaskan anak mengkonsumsi makanan atau
sejenisnya. Tapi dari gejala anak kelompok mengangkat penyebab masalah anak
(demam tifoid) yang disebabkan oleh kuman salmonella thypii A, dan salmonella
paratyphii B, bakteri gram negatif, bergerk dengan bulu bergetar, tidak berspora,
memiliki tiga macam antigen : O, antigen H, dan antigen VI. Orang biasanya
terkena demam tifoid dengan mengkonsumsi minuman atau makanan yang telah
dikonsumsi oleh seseorang penderita demam tifoid atau merupakan pembawa
penyakit. Mereka ternfeksi juga bisa menyebarkan penyakit ke orang lain secara
langsung (misalnya dengan menyentuhkan tangan yang tidak dicuci). Orang juga
terkena penyakit demam minum air yang terkontaminasi oleh limbah yang
mangandung bakteri S. Typhii.

Begitu bakteri masuk ke dalam tubuh, mereka berkembang biak dengan cepat
dan menyebar ke aliran darah. Tubuh kemudian alan merespons dengan demam
tinggi dan gejala lainnya.

Dari kasus anak ditemukan :


 Anak demam selama dua minggu dan timbul gejala lainnya yaitu mual dan
kadang-kadang muntah.

c. Jelaskan patofisiologi penyakit anak disertai WOC ?

a) Patofisiologi :

Anak memakan makanan atau minuman yang telah terkontaminasi bakteri


salmonella thypi, kemudian makanan tersebut masuk ke saluran pencernaan anak
dan sampai ke lambung, sampai di lambung sebagian bakteri tersebut dibunuh
oleh asam lambung dan sebagian lagi lolos masuk ke usus halus dan
mengeluarkan endotoksin sehingga mengakibatkan suhu tubuh meningkat.

b) WOC
d. Apa tanda dan gejala yang khas pada anak?

 DO
 TD : 90/70 mmHg
 Nadi : 120x /menit
 RR : 40x / menit
 Suhu : 38,7oC
 Demam tinggi pada malam dan sore hari
 Lidah kotor
 Anak apatis
 Hepar teraba 1 cm dibawah arcus costarum
 Kulit teraba hangat dan kemerahan
 DS
 Demam berlangsung 2 minggu
 Mual dan muntah

e. Apakah pemeriksaan diagnostik standar untunk menegakkan diagnosis anak ?

 pemeriksaan bakteriologis dan biakan kuman

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S.


typhi dalam biakan dari darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan
penyakit. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih
mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit,
sedangkan pada stadium berikutnya dapat ditemukan juga dalam urine dan feses.

f. Bagaimanakah penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada anak tersebut


?

 Memberikan antipiretik ( paracetamol ) jika suhu sudah diatas 38◦C


 Antibiotik (berturut-turut sesuai lini pengobatan).
- Kloramfenikol : 50-100mg/kg BB/hari, oral atau IV, dibagi dalam 4
dosis selama 10-14 hari, tidak dianjurkan pada leukosit < 2000/μl,
- dosis maksimal 2g/hari.

g. Bagaimanakah prognosis dan komplikasi dari penyakit pada anak tersebut ?

 Prognosis

Bila penderita diobati secara baik dan benar pada minggu pertama saat
demam typoid, prognosis akan baik karena umumnya penyakit ini akan reda
setelah 2 hari kemudian, dan kondisi penderita membaik dalam 4-5 hari
selanjutnya. Bila ada keterlambatan pengobatan resiko komplikasi akan
meningkat dan waktu pemulihan akan semakin lama.

Di Negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitasnya


> 1%. Di Negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena
keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Relaps sesudah respons klinis awal terjadi pada 4-8% penderita yang tidak
diobati dengan antibiotic. Pada penderita yang telah mendapatkan terapi anti
mikroba yang tepat, manifestasi klinis relaps menjadi nyata sekitar 2 minggu
sesudah penghentian antibiotik dan menyerupai penyakit akut, namun biasanya
lebih ringan dan lebih pendek. Individu mengeksresi Salmonella thypi ≥ 3 bulan
setelah infeksi umumnya menjadi kanker kronis. Resiko menjad karier pada anak-
anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronis terjadi pada 1-5% dari
seluruh pasien demam tifoid. Insiden penyakit saluran empedu (traktus billiaris)
lebih tinggi pada karier kronis dibandingkan dengan populasi umum. (Alba, et al.,
2016)

 Komplikasi

Komplikasi dapat lebih sering terjadi pada individu yang tidak diobati
sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan dan perforasi usus ataupun infeksi
fecal seperti visceral abses. Perforasi usus halus dilaporkan terjadi pada 0,5 – 3%,
sedangkan perdarahan usus terjadi pada sekitar 1 – 10% kasus demam tifoid pada
anak. Biasanya didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah dan peningkatan
frekuensi nadi. Serta nyeri abdomen lokal pada kuadran kanan bawah, nyeri yang
menyelubung, muntah, nyeri pada perabaan abdomen, defance muskulare,
hilangnya keredupan hepar dan tanda peritonitis lain yang terjadi pada perforasi
usus halus. Selain itu dapat terjadi komplikasi seperti neuropsikiatri, miokarditis,
hepatitis tifosa, dan lainnya. (Naveed and Ahmed, 2016)

h. Jelaskan hal apa saja uang perlu dikaji pada bayi ?

Pengkajian :

1. Riwayat kesehatan sekarang :


 Klien mengeluh mual dan kadang-kadang muntah
 Deman tertinggi pada sore dan malam hari
 Hepar teraba 1 cm dibawah costarum
 Anak apatis
 Ttv : TD 90 /70 mmhg

Nadi 120x/ menit

RR 40x/ menit

Suhu 38, 7 ◦C

2. Riwayar kesehatan dahulu

3. Riwayat kesehatan keluarga

4. pengkajian sistem tubuh

 Lidah kotor

i. Rumuskan masalah keperawatan yang muncul pada anak dan buat analisa
datanya ?

1. Peningkatan suhu tubuh ( hipertermi ) berhubungan dengan proses


penyakit ( infeksi ), peningkatan laju metabolism dibuktikan dengan suhu
tubuh diatas nilai normal, kulit merah dan teraba hangat takipnea.

DO :

 Suhu : 38,7◦C
 Kulit merah dan teraba hangat
 RR 40x/menit

2. Resiko defisit nutrisi dibuktikan dengan peningkatan kebutuhan


metabolism
DO :

 Ditemukan lidah kotor

DS :

 Anak mengeluh mual dan kadang-kadang muntah

j. Buatlah rencana intervensi sesuai dengan masalah keperawatan yang muncul


pada anak

Intervensi diagnosa nomor 1

a. Pengaturan suhu

Aktivitas :

- Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam, sesuai kebutuhan


- Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi, sesuai kebutuhan
- Monitor suhu dan warna kulit
- Sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan klien
- Berikan pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan
b. Perawatan demam (3740)
- Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
- Monitor warna kulit dan suhu
- Monitor asupan dan keluaran, sedari perubahan kehilangan cairan yang
tak dirasakan
- Beri obat atau cairan IV ( misalnya, antipiretik, agen antibakteri, dan
agen anti menggigil )
- Jangan beri aspirin untuk anak-anak
- Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan, tergantung dengan
fase demam
- Dorong konsumsi cairan
- Tingkatkan sirkulasi udara
- Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas : jika diperlukan
Intervensi diagnosa ke 2

a. Monitor nutrisi (1160)

Aktivitas :

- Timbang berat badan pasien


- Monitor kecendrungan turun dan naiknya berat badan
- Monitor turgor kulit dan mobilitas
- Monitor adanya mual dan muntah
- Identifikasi perubahan nafsu makan
b. Monitor cairan

Aktivitas :

- Tentukan jumlah dan jenis intake/ asupan cairan serta kebiasaan


eliminasi
- Monitor asupan dan pengeluaran
- Monitor berat badan
- Periksa turgor kulit
- Berikan cairan dengan tepat
- Monitor tekanan darah, denyut jantung, dan status pernapasan

Anda mungkin juga menyukai