Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Operasi atau pembedahan adalah suatu penanganan medis secara
invasif yang dilakukan untuk mendiagnosa atau mengobati penyakit, injuri,
atau deformitas tubuh yang akan mencederai jaringan yang dapat
menimbulkan perubahan fisiologis tubuh dan mempengaruhi organ tubuh
lainnya. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuka
sayatan (Sartika, 2015).
Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization
(WHO) jumlah pasien dengan tindakan operasi mencapai angka peningkatan
yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Tercatat di tahun 2011 terdapat
140 juta pasien di seluruh rumah sakit di dunia, sedangkan pada tahun 2012
data mengalami peningkatan sebesar 148 juta jiwa, sedangkan untuk di
Indonesia pada tahun 2012 mencapai 1,2 juta jiwa(Sartika,2015).
Sampai saat ini sebagian besar orang beranggapan bahwa operasi
merupakan pengalaman yang menakutkan. Setiap menghadapi pembedahan
akan selalu menimbulkan rasa takut dan cemas pada pasien. Kecemasan
merupakan gejala klinis yang terlihat pada pasien dengan penatalaksanaan
medis. Bila kecemasan pada pasien pre operasi tidak segera diatasi maka dapat
mengganggu proses pemyembuhan, untuk itu pasien yang akan menjalani
operasi (Carbonel, 2010).
Pada periode pra operasi kecemasan bisa timbul dari kurangnya
pengetahuan yang terjadi selama operasi,harapan yang tidak pasti tentang hasil
dari operasi, dan dampak yang ditimbulkan setelah operasi seperti resiko
operasi yang dibaca atau didengar oleh pasien, ketakutan yang berhubungan
dengan nyeri, perubahan body image, serta prosedur diagnose (Lewis, 2011).
Sedangkan kecemasan pada pasien pra operasi menurut Dadang Hawari

1
(2013) keadaaan cemas tergantung pada struktur perkembangan kepribadian
diri seseorang tersebut yaitu usia, tingkat pendidikan, pengalaman, jenis
kelamin, dukungan sosial dari keluarga, teman, dan mayarakat.
Perasaan cemas hampir selalu didapatkan pada pasien preoperasi
yang sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pengetahuan atau informasi
yang didapatkan terkait dengan operasi yang akan dilakukan, hal ini bisa
disebabkan oleh kurangnya daya tangkap, salah interprestasi informasi tentang
operasi atau tidak akrab dengan sumber informasi (Rhodianto, 2008).
Keadaan cemas apabila tidak diatasi dapat menimbulkan
permasalahan pada saat pra bedah, selama pembedahan maupun pasca bedah.
Seorang perawat dituntut bisa mengetahui kondisi dan kebutuhan pasien.
Termasuk salah satunya dalam perawatan pasien saat pre operasi. Perawatan
pre operasi yang efektif dapat mengurangi resiko post operasi, salah satu
prioritas keperawatan pada periode ini adalah mengurangi kecemasan pasien
(Smeltzer & Bare, 2010).
Dalam menurunkan kecemasan pasien pra operasi salah satu caranya
adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan. Sebagai contoh
menjelaskan prosedur operasi sebelum implementasi, menciptakan atmosfer
yang hangat dan bina hubungan saling percaya, menunjukan sikap caring dan
empati, menemani klien sesuai kebutuhan untuk meningkatkan keselamatan
dan keamanan serta mengurangi rasa takut, berkomunikasi dengan kalimat
pendek tapi jelas, membantu klien untuk menentukan situasi yang memicu
ansietas dan mengidentifikasi tanda-tanda ansietas, memberi penyuluhan atau
pendkes kepada klien mengenai prosedur operasi (Kozier, 2010).
Pendidikan kesehatan pra operasi dapat membantu pasien dan
keluarga mengidentifikasi kekhawatiran yang dirasakan. Perawat kemudian
dapat merencanakan intervensi keperawatan dan perawatan suportif untuk
mengurangi tingkat kecemasan pasien dan membantu pasien untuk berhasil
menghadapi stress yang dihadapi selama periode perioperatif (Burke &
Lemone, 2000).

2
Berdasarkan data WHO tahun 2007Amerika Serikat menganalisis
data dari 35.539 pasien bedah dirawat di unit perawatan intensif antara 10
Oktober 2003 sampai 30 September 2006, dari 8.922 pasien (25,1%)
mengalami kondisi kejiwaan dan 2.473 pasien (7%) mengalami kecemasan
sebelum operasi. Menurut Kusuma (dalam Soesimukti,2004) dari data
Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia didapatkan sekitar 11,6% kasus
malpraktik yang ada di Indonesia terkait tindakan operatif, data ini merupakan
data yang masuk berdasarkan laporan serta keluhan pasien dan keluarga,
kemungkinan besar realita di lapangan dapat menunjukkan angka yang lebih
besar (Yulnito,2008)
Menurut Jebbin NJ& Adoty (2004) dalam Hanoom (2016)
ditemukan sebanyak 74,6% dari pasien yang mengalami pembedahan yang
diberikan informasi diagnosanya dan hanya 36,7% yang di informasikan
mengenai komplikasi pembedahan.
Untuk itu pasien yang akan menjalani operasi perlu di berikan
pendidikan kesehatan.. Pemberian pendidikan kesehatan yang efektif dapat
menurunkan kecemasan sebelum pembedahan selain itu edukasi dan informasi
yang didapatkan individu sebelum operasi mampu meningkatkan pemulihan
pasca oparasi terutama pada individu yang membutuhkan support atau yang
tidak dapat melakukan pergerakan dengan baik (Mc. Donald et al, 2008).
Pemberian pendidikan kesehatan pra operasi pada pasien yang akan menjalani
operasi harapannya akan menurunkan kecemasan pasien karena kecemasan ini
akan mempengaruhi respons fisioligis pasien
Dalam hal ini, perawat dalam tugas dan fungsinya memiliki banyak
kewajiban terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. Salah satu
kewajibannya adalah memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan
pasien atau dalam hal ini perawat berperan sebagai educator. Perawat bertugas
meningkatkan atau mengembangkan tingkat pemahaman pasien. Hal ini sesuai
dengan hak yang semestinya diterima oleh pasien yaitu menerima informasi
berkaitan dengan kesakitannya, mulai dari pemahaman tentang penyakit,
prosedur tindakan yang akan dilakukan sampai pada persiapan pulang pasien

3
dalam hal ini pendidikan kesehatan merupakan salah satu indikator kualitas
pelayanan kesehatan dirumah sakit (Lasmito,2014).
Menurut Ignativicius, dalam Kadrianti (2016). Penyuluhan pada
pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan diberikan dengan tujuan
meningkatkan kemampuan adaptasi pasien dalam menjalani rangkaian
prosedur pembedahan sehingga klien diharapkan lebih kooperatif,
berpartisipasi dalam perawatan post operasi, dan mengurangi resiko
komplikasi post operasi
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Septiana (2016) tentang
pengaruh pendidikan kesehatan pra bedah terhadap tingkat kecemasan pasien
pre operasi frakturdi RSUD dr.Moewardi didapatkan hasil bahwa terdapat
pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan pasien pre
opera.Kecemasan pasien pre operasi dipengaruhi antara lain karena kurangnya
pengetahuan pasien tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang.
Penelitian menunjukkan hasil nilai rata-rata skor kecemasan sebelum
pendidikan kesehatan adalah 42,6 sedangkan sesudah pendidikan kesehatan
adalah 20,4%.
Pemberian pendidikan kesehatan diperlukan bukan hanya didasarkan
pada kewajiban moral berkaitan dengan hak asasi individu dan tanggung
jawab individu ataskesehatannya, tetapi berfungsi melindungi manusia agar
tidak termanipulasi sebagai objek kepentingan. Bila diperhatikan kasus-kasus
gugatan mal praktek yang mencuat kepermukaan, hampir sebagian besar
ketidakjelasan disebabkan oleh kurangnya komunikasi antara tenaga kesehatan
dan pasien ditambah masih rendahnya pengetahuan pasien terhadap
pelaksanaan operasi (Surianto, 2006).
Hasil penelitian lain yang terkait adalah hasil penelitian Apdika
(2015) tentang hubungan pengetahuan dan sikap pasien dengan tingkat
kecemasan klien prabedah di RSUD Sijunjung dengan hasil penelitian
menunjukan 68,8% pasien memiliki pengetahuan rendah, sebanyak 31,2%
pasien memiliki pengetahuan tinggi. Sedangkan 53,1% pasien memiliki

4
tingkat kecemasan tinggi, 36,9 % memiliki tingkat kecemasan sedang, dan
10% pasien memiliki tingkat rendah.
Rumah Sakit Betha Medika Kabupaten Sukabumi adalah salah satu
dari sekian banyak Rumah Sakit swasta yang memberikan pelayanan kepada
seluruh lapisan masyarakat. Salah satu pelayanan yang diberikan oleh RS
Betha Medika adalah layanan operasi. Intervensi keperawatan dapat dilakukan
secara mandiri maupun kolaborasi, intervensi mandiri perawat antara lain
termasuk memberikan pendidikan kesehatan pada pasien pre operasi.
Survei pendahuluan yang peneliti lakukan terhadap 10 pasien yang
akan menjalani tingakan pembedahan di RS Betha Medika menunjukan
sebanyak 7 orang (70%) pasien mengatakan takut dan cemas menghadapi
tindakan operasi yang akan dilaksanakan. Perasaan cemas yang menyertai
diantaranya takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada saat proses
operasi berjalan seperti terjadinya kegagalan operasi sampai menyebabkan
kematian, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan dokter hanya memberikan inform
consent sesuai dengan ranah kedokteran, akan tetapi kurang memperhatikan
psikologis pasien sebelum dan setelah operasi. Padahal, pendidikan kesehatan
sebelum operasi sangat penting guna menenangkan dan mempersiapkan baik
psikis maupun fisik pasien yang akan operasi, karena masalah yang sering
ditemui pada pasien yang akan operasi adalah ansietas, kurang pengetahuan
tentang prosedur operasi dan lain sebagainnya yang tak jarang dengan pasien
cemas akan mengganggu metabolisme dalam tubuh pasien seperti peningkatan
tekanan darah yang dapat berdampak pada penundaan operasi. Hal ini yang
harus perawat antisipasi dengan cara-cara tertentu. Salah satu cara atau upaya
untuk menurunkan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi ini adalah
dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang pre operasi yang akan
dijalani oleh pasien
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Tindakan
Operasi Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pra Operasi di RS Betha
Medika Kabupaten Sukabumi”.

5
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Adakah
pengaruh Pendidikan kesehatan tentang tindakan operasi dengan tingkat
kecemasan pada pasien bedah di RS Betha Medika Kab Sukabumi?”.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Adakah pengaruh Pendidikan kesehatan tentang


tindakan operasi dengan tingkat kecemasan pada pasien bedah di RS
Betha Medika Kab Sukabumi.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran pasien pra operasi di RS Betha Medika


KabSukabumi,
b. Mengetahui gambaran tingkat kecemasan pasien pra operasi di RS
Betha Medika KabSukabumi,
c. Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang tindakan operasi
dengan tingkat kecemasan pada pasien bedah di RS Betha Medika
KabSukabumi,

1.3 Hipotesis
Hipotesis adalah kesimpulan sementara atau dugaan logis tentang
keadaan populasi yang dapat ditentukan dari hasil penelitian atau pengalaman
(Dahlan, 2010).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh pendidikan
kesehatan tentang tindakan operasi dengan tingkat kecemasan pada pasien
bedah di RS Betha Medika KabSukabumi. Bentuk hipotesis dalam penelitian
ini adalah :

6
H0: Tidak terdapat pengaruh pendidikan kesehatan tentang tindakan operasi
dengan tingkat kecemasan pada pasien bedah di RS Betha Medika Kab
Sukabumi
H1: Terdapat pengaruh pendidikan kesehatan tentang tindakan operasi
dengan tingkat kecemasan pada pasien bedah di RS Betha Medika
KabSukabumi
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya disiplin ilmu
keperawatan. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan
informasi bagi para pengajar, mahasiswa, dan peneliti selanjutnya
tentang kemajuan riset keperawatan khususnya untuk mengatasi
kecemasan pada pasien pre operasi
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi Rumah Sakit
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit terutama
untuk mengatasi kecemasan pada pasien pra operasi
b. Bagi Peneliti
Sebagai bentuk aplikasi ilmu yang diperoleh peneliti selama
perkuliahan, menambah cakrawala berfikir, menambah wawasan di
bidang ilmu kesehatan, dan memberikan pengalaman peneliti dalam
mengembangkan kemampuan ilmiah dan keterampilan dalam
melaksanakan penelitian
c. Bagi Perawat
Hasil penelitian diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan
perawat, khususnya perawat bedah sehingga membantu
meningkatkan pelayanan secara profesional.

Anda mungkin juga menyukai