Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pondok pesantren sebagai cikal bakal pendidikan di Indonesia memiliki peran strategis dalam
membangun bangsa. Sejak prakemerdekaan pondok pesantren menempatkan diri menjadi
aktor pendidikan dan pembangun bangsa. Kekhasan pondok pesantren yang dimiliki menjadi
nilai tambah sebuah proses pendidikan yang mampu mendidik secara optimal, dari teori
sampai aplikasi semua didapatkan. Pendidikan pesantren memberi pelayanan duapuluh empat
jam pada santri, hal ini memungkinkan ter-cover-nya kebutuhan pendidikan bagi masyarakat.
Berkumpulnya santri dan kyai dalam satu tempat memungkinkan adanya pendidikan
ketauladanan yang berlangsung efektif. Jika dibandingkan dengan pendidikan formal yang
dibatasi oleh ruang dan waktu, pondok pesantren memiliki kekuatan penuh dalam mendidik.
Ketauladanan kyai dalam pemecahan masalah kehidupan bisa dilihat secara langsung oleh
santri, sehingga pendidikan karakter, pembekalan skill soaial berlangsung alami dan terus
menerus. Santri yang mayoritas pada usia labil tentunya akan mudah memperoleh idola yang
tepat dari sosok kyai. Seperti Nabi Muhammad ketika mendidik dengan suri tauladan,
begitupun ketika menyampaikan pendidikan dasar-dasar aqidah. Ternyata ketauladanan inilah
yang menjadikan umat Islam berjaya pada masa itu. Pendidikan pesantren masih kental
dengan itu, hal ini yang membedakan dengan pola pendidikan lainnya. Kefiguran pendidik
dikesampingkan.
Pada awalnya pondok pesantren adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana
siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang atau lebih guru yang
dikenal dengan sebutan kyai. Materi pendidikan pondok pesantren bermuara pada satu arah
yaitu pengauasaan kitab kuning. Kitab-kitab klasik ini terdiri dari nahwu, shorof, fiqh, ushul
fiqh, hadist, tafsir, tauhid, tasawuf,etika, tarikh dan balaghah. Materi ini menjadi menu utama
pondok pesantren yang ada di Indonesia, terutama pesantren salafi / tradisional yang bertahan
hingga sekarang. Pondok pesantren ini memiliki spesialisasi tersendiri disesuaikan dengan
ketrampilan keilmuan yang dikuasai sang kyai. Misalnya ada pondok pesantren yang
mendalami ilmu fiqh ataupun ilmu kejadugan.
Terbukti hanya pondok pesantren yang mau berubah, yang akhirnya mampu bertahan dan
eksis hingga kini. Dari materi klasik menjadi ditambah materi ketrampilan, dari tertutup
menjadi terbuka dengan seluruh elemen maupun lembaga masyarakat yang memiliki tujuan
yang sama yaitu membangun bangsa melalui pendidikan. Makalah ini akan memberikan
informasi tentang perubahan pelayanan pendidikan pondok pesantren, yang awalnya hanya
terpaku pada kitab kuning yang akhirnya berubah menjadi pondok pesantren yang ber-dunia
formal serta berteknologi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep pengembangan masyarakat Islam dalam modernisasi pesantren
2. Bagaimana konsep modernisasi pesantren menurut
C. Tujuan
1. Untuk berpartisipasi dalam pengembangan konseptual mengenai Pengembangan
masyarakat Islam dalam konteks modernisasi pesantren.
2. Untuk mengetahui peran pesantren dalam proses pengembangan masyarakat Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pondok Pesantren


Pondok pesatren merupakan suatu bentuk pendidikan keislaman yang melembaga di
Indonesia. Pondok pesatren terdiri atas dua kata yaitu pondok dan pesantren. Kata pondok (
kamar,gubug,rumah kecil ) dipakai dalam bahasa Indonesia dengan menekankan pada
kesederhanaan bangunan. Kata pondok di mungkinkan berasal dari bahas Arab funduq yang
berartiruang tidur, wisma, hotel sederhana. [1]
Kata pesantren berasal dari kata santri, mendapat tambahan awalan “pe” dan akhiran “an”
yang menentukan tempat. Jadi pesantren berarti tempat para santri [2]. Pondok pesantren
berarti bangunan sederhana yang digunakan santri dalam proses pendidikan agama.
Pengertian lain pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang sekurang-
kurangnya memiliki 3 ( tiga ) unsur yaitu kyai yang mendidik dan mengajar, santri yang
belajar dan masjid tempat mengaji. [3]Atau jika lebih lengkapnya ditambah dua unsur lagi
yaitu pondok dan pengajaran ilmu. Kelima unsur ini yang membedakan lembaga pendidikan
pesantren dengan lembaga pendidikan yang lain yang ada di Indonesia. Pondok pesantren
memiliki tujuan sesuai dengan dalil : pendidikan dalam pesantren ditujukan untuk
mempersiapkan pimpinan-pimpinan akhlaq dan keagamaan. Diharapkan bahwa para santri
akan pulang ke masyarakat mereka sendiri untuk menjadi pemimpin yang tidak resmi dari
masyarakat. [4] Sehinggga pendidikan ini lebih mengutamakan dan memetingkan pendidikan
akhlaq atau moral dalam bentuk kepribadian muslim, hal ini sesuai dengan konsep tujuan
utama pendidikan Islam.
Adapun faktor-faktor yang menguntungkan perkembangan dan pertumbuhan Pondok
Pesantren yang membuat lembaga ini tetap bertahan di tengah-tengah masyarakat Indonesia
adalah sebagai berikut:
 Agama Islam telah tersebar luas di seluruh pelosok tanah air dan sarana yang paling
populer untuk pembinaan kader Islam dan mencetak Ulama’ adalah masjid dan
Pondok Pesantren.
 Kedudukan para ulama’ dan kyai di lingkungan kerajaan (awal Islam) berada dalam
posisi kunci. Selain raja dan sultan-sultan sendiri ahli agama, para penasehatnya
adalah para kyai dan ulama’. Oleh karena itu pembinaan Pondok Pesantren sangat
mendapat perhatian para sultan dan raja-raja Islam. Bahkan pendirian beberapa
Pondok Pesantren disponsori oleh Sultan dan raja-raja Islam.
 Usaha Belanda yang menjalankan politik “belah bambu” diantara raja-raja Islam dan
Ulama Islam semakin mempertinggi semangat jihad umat Islam untuk melawan
Belanda. Sehingga dimana-mana terjadi pemberontakan yang dipelopori oleh raja-raja
dan ulama Indonesia, seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro dan lain-lainnya.
 Faktor lain yang mendorong bertambah pesatnya pertumbuhan Pondok Pesantren
adalah adanya gairah agama yang tinggi dan panggilan jiwa dari ulama’ dan kyai
untuk melakukan da’wah.
 Semakin lancarnya hubungan antara Indonesia dan Mekkah. Para pemuda Islam
banyak yang bermukim di Mekkah dan disana mereka memperdalam pengetahuan
agama dari seorang ulama di Masjidil Haram [5].
Dalam pelaksanaanya sekarang ini, Pondok Pesantren dapat digolongkan dalam dua bentuk
yang penting: Pondok Pesantren Salafiyah dan Pondok Pesantren khalafiyah. Menurut data
tahun 2000 Pondok Pesantren Salafiyah berjumlah 7.462 (65.97 %) dari 11.312 Pondok
Pesantren seluruh Indonesia. Sedangkan yang Khalafiyah sebanyak 599 (5,30 %) dan Pondok
Pesantren yang mengombinasikan keduanya sebanyak 3.251 (28.74 %)[6].

B. Pendidikan tipe lama Pondok Pesantren


Pendidikan pada tipe ini mengajarkan kitab-kitab klasik yang lebih dikenal dengan kita
kuning. Banyak ponpes pada tipe ini sudah menerapkan sistem madarasah. Namun sistem
madrasah ini hanya bertujuan untuk memudahkan sistem sorogan. Klasikal dalam madrasah
digunakan untuk memudahkan sistem bandungan yang lazim dilakukan. Pada kelas tertentu
dengan siswa yang banyak, guru hanya satu, materi berbahasa Arab, siswa meliki kitabnya,
maka metode yang memungkinkan adalah bandungan. Sistem ini terbukti efektif mampu
menciptakan ulama yang handal. Pesantren masih tertutup dari perkembangan dan perubahan
sosial masyarakat. Materi dan metode pendidikannya belum mengalami perubahan.
Pondok pesantren memiliki 7 (tujuh) keunggulan, diantaranya doa kyai. Hampir semua kyai
dalam riyadlahnya selalu mendoakan seluruh santrinya, kyai tidak hanya berdoa untuk
kebaikkan anak kandung/keluarga saja. Bagi kyai santri merupakan bagian dari
kehidupannya. Ini yang membedakan antara kyai dan guru. Adanya takror yang
dikembangkan di pondok pesantren memberi peluang saling tukar pemahaman antar santri
(peserta didik). Hafalan serta ujian lisan juga mewarnai proses pendidikan pesantren. Model
lama pesantren mengandalkan hafalan terlebih dahulu sebelem masuk fase pemahaman.
Untuk mengukurnya digunakan sistem cek-cekan yang diberlakukan bagi santri yang akan
mengikuti jenjang kitab berikutnya. Pengukuran penguasaan santri terhadap materi juga
berlaku pada pemahaman yang diukur dengan ujian lisan secara komprehensip santri akan
ditanya oleh ustad/kyai seputar kitab yang dipelajari. (lengkapnya baca buku dari Tremas ke
Harvard karya Prof.DR.KH. Yudian )
Ketradisionalan pendidikan ponpes yang ini ternyata mengilhami lembaga-lembaga
pendidikan di Indonesia dan barat. Sistem pembelajaran yang panjang yaitu duapuluh empat
jam dalam setiap hari banyak diadopsi oleh lembaga di luar pesantren. Sistem pembelajaran
diganti dengan istilah fullday school. Hal ini membuktikan bahwa sistem pesantren ini
memiliki banyak keunggulan terutama pada pendidikan karakter yang sedang booming di
Indonesia.
Selain diadopsi, pesantren banyak mengalami akulturasi dengan pendidikan di luar pesantren.
Hal ini menjadi sebuah keharusan karena perkembangan sosial umat Islam. Umat Islam
sekarang ini memerlukan berbagai jenis pengetahuan formal untuk memenuhi kebutuhan
sistem pekerjaan modern[7]. Tanpa melepas identitas kepesantrenannya, pondok pesantren
banyak yang mendirikan lembaga pendidikan formal. Pondok pesantren inilah yang akan
menjadi obyek kajian pada makalah ini.
C. Gejala-gejala Sosial Masyarakat
Masyarakat selalu mengalami perubahan. Dalam menunjang kehidupan di dunia dan
persiapan hidup di masa yang akan datang, masyarakat membekali diri dengan banyak hal.
Masyarakat cenderung berpikir praktis, instan dan efisien di segala aspek kehidupan. Dari
makanan sampai pemenuhan kebutuhan non materi semua diformat seinstan mungkin. Hal ini
berpengaruh besar pada perubahan gaya hidup masyarakat.
Perubahan tersebut turut mempengaruhi tatanan sosial masyarakat Indonesia yang
berkembang dari tradisional menuju masyarakat modern. Perubahan tersebut diantaranya
pada bidang berikut yang ikut andil dalam penentuan format pendidikan khususnya pondok
pesantren.
 Politik
Indonesia memiliki sisitem politik yang demokrasi. Setiap warga negara memiliki hak yang
sama, yaitu hak memilih dan hak dipilih. Hal ini memungkinkan setiap warga negara untuk
mencalonkan diri menjadi politikus. Seorang politikus bisa ditopang dari ketenaran, daya
elektabilitas tinggi. Kyai yang menjadi elemen penting pondok pesantren ini memiliki banyak
peluang untuk terjun di dunia politik. Bermodalkan ribuan santri beserta keluarganya akan
mampu membuka peluang semakin besar. Kyai terbukti memiliki daya elektabikitas yang
cukup untuk menjadi politisi. Karakter kyai yang begitu kuat di masyarakat menempatkan
kyai dalam posisi yang strategis dalam banyak hal.
Selain faktor keberuntungan tersebut ternyata kyai banyak yang terhambat harapannya untuk
menjadi politisi yaitu terkait dengan persyaratan admonistrasi pencalonan. Persyaratan
pendaftaran calon legislatif yang mempersyaratkan pendidikan formal, menjadi penghalang
bagi banyak kyai dalam dunia politik. Kyai tradisional banyak yang memiliki kemampuan
yang mumpuni, namun tidak memiliki legalisasi. Kyai pada umumnya hanya mengikuti
pendidikan di pesantren saja. Bahkan beberapa kyai sama sekali tidak pernah mengenal
pendidikan formal (ada yang berpendapat haram).
Terutama pada pemilihan umum yang sebentar lagi akan dilaksanakan oleh bangsa Indonesia,
tepatnya di tahun 2014. Partai membutuhhkan calon legislatif yang kena di hati rakyat, yang
nanti akhirnya akan menambah jatah kursi parlemen. Sosok kyai hampir selalu tidak hanya
merakyat, namun kyai bahkan menjadi panutan masyarakat dari kalangan elit sampai
kalangan pailit. Semua menempatkan kyai pada tempat yang lebih dibanding masyarakat
biasa pada umumnya. Pemilu 2014 yang sudah mulai terasa memanas prediksi saya akan
berbeda dengan pemilu 2009, yang kala itu sebelum pemilu berlangsung sudah ada partai
yang mendominasi hati masyarakat. 2014 belum ada partai yang dominan,elektabilitas partai
penguasa juga menurun. Nah, disinilah peran kyai untuk menaikkannya (selain kyai biasanya
parpol menggunakan artis).
Selain kursi parlemen pada pemilihan legislatif, sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia
juga memberi peluang besar kepada para kyai untuk menduduki jabatan kepala daerah seperti
bupati/ walikota/ wakilnya maupun gubernur/wakil gubernur. Tak sedikit politisi
menggandeng kyai untuk mendulang suara jamaahnya. Di Kabupaten Kebumen misalnya,
KH. Moh.Nasirrudin mampu mendampingi ibu Rustriningsih dalam pemilihan bupati yang
akhirnya dimenangkannya. Bahkan pada akhir periode, KH.Moh.Nasirrudin naik menjadi
orang nomer satu di kota beriman ini. Hal ini cukup membuktikan bahwa kyai bisa diterima
oleh rakyat, baik dalam kapasitasnya sebagai tokoh agama Islam, pengasuh pondok pesantren
maupun ketika kyai menjadi pemimpin daerah. Justru masyarakat banyak mempercayakan
pilihan politiknya kepada sosok kyai dibanding politisi. Masyarakat menilai kyai lebih layak
memimpin sebab taraf keilmuan yang dianggap mumpuni, kyai memiliki jiwa kepemimpinan
yang terbangun secara alamiah. Belum lagi kyai memiliki pemahaman dan pengamalan
agama yang kuat sehingga akan terhindar dari penyakit sosial masyarakat seperti korupsi.
 Ekonomi
Laju perkembangan ekonomi Indonesia cukup pesat. Metronews menyebutkan bahwa ada 2
juta orang baru Indonesia yang memiliki penghasilan 50 juta setiap bulan. Naasnya mayoritas
dari dua juta orang itu bukan hasil dari dunia pesantren, namun hasil pendidikan formal.
Mayoritas mereka hadir dari kalangan pebisnis yang mempergunakan tekhnologi. Pendidikan
formal yang melatih jiwa enterpreneur menjadi pemasok utama bos dari setiap bidang usaha.
Keluaran pesantren masih berkutat dengan tahlilan dan perselisihan furu’ , sehingga tidak
sempat membina soft skill (baca:kecakapan hidup). Alumni pesantren yang sangat banyak di
Indonesia akhirnya sebagai pemasuk buruh (level rendah). Selain itu iklim usaha yang yang
nyaman, menjadikan hasil yang maksimal. Dipermudahnya investasi di banyak faktor
memberi peluang yang cukup bagi para investor (biasanya bukan santri) untuk melebarkan
sayap usahanya.
Sebut saja x yang menjadi direktur 4 perusahaan kelahiran Bandung dalam usia delapan belas
tahun. Dia berhasil mengembangkan usahanya dari awalnya coba-coba dengan satu usaha,
akhirnya berhasil mengembangkan menjadi empat perusahaan. Dimulai dari usaha sofabed
yang digeluti selama empat bulan, bertambah akhirnya memiliki tiga. Pada tahun kedua dia
mulai menyebrangkan usahanya pada pendidikan dengan membuka bimbingan belajar.
Semua menjadi ladang bisnis. Ternyata x bukanlah dari pesantren (sumber : kick n dy)
Data statistik tenaga kerja banyak dihiasi oleh kaum wanita. Bahkan media massa pernah
menyebutkan wanita lebih banyak yang bekerja dibanding kaum pria. Kaum wanita bekerja
sebagaimana laki-laki. Siang dan malam mereka bekerja sesuai aturan perusahaan, nyaris
tidak ada beda. Banyak diantara mereka yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarga.
Bahkan yang mencengangkan ada yang menyebutkan 80% kaum laki-laki dinafkahi oleh
istri. Tidak ketinggalan pula masyarakat Wonosobo ikut terkena imbas dari gender pekerjaan.
Banyak kaum wanita yang bekerja berangkat pagi, pulang malam. Bahkan kendaraan yang
dipakaipun sama, yaitu truck. Mereka semua berdesak-desakkan dalam satu truk.
Disinilah pondok pesantren yang menjadi wadah mecari ilmu berbenah diri agar mampu
mengimbangi arah laju perekonomian Indonesia. Tata perekonomian yang terbuka bagi setiap
pelaku ekonomi memberi kebebasan masyarakat dalam memilih pekerjaan. Jika zaman abad
18, pondok pesantren berkutat dengan ilmu akherat seperti kajian kitab kuning dan
mengharamkan ilmu-ilmu baru, maka pada era kini pondok pesantren harus mampu
menjawab tantangan zaman. Sehingga akan muncul program-program pondok yang maju
seiring perubahan tata ekonomi. Sehingga santri di pesantren akan melakukan aktivitas
ekonomi. Misalnya santri membuat banyak aplikatif dari internet.
Masyarakat berharap besar terhadap pondok pesantren. Lahirnya generasi muda, berprestasi
dan mandiri. Tidak hanya penguasaan kitab kuning, santri diharapkan memiliki kemampuan
akademik yang baik, berprestasi sehingga mereka akan siap menjadi pengusaha, peneliti dan
pemimpin masa depan Indonesia [8].
Untuk menyiapkan santri, pondok pesantren bisa kerja sama dengan berbagai pihak, seperti
yang dilakukan lembaga pendidikan Ma’arif DIY. Lembaga ini bekerja sama dengan telkom
dengan menendatangani nota kesepahaman perihal penerapan internet Indonesia di
lingkungan koordinasi lembaga pendidikan ma’arif DIY [9]. Kerjasama seperti ini penting
dilakukan terutama di dunia pendidikan, tidak terkecuali pondok pesantren.
 Budaya
Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam seluruh aspek kehidupan membuka
peluang bagi para wanita untuk berkompetisi dalam dunia kerja. Sifat ulet dan tekun wanita
menjadikan wanita banyak diminati terutama di dunia usaha. Hal ini menciptakan banyaknya
wanita karir yang otomatis harus keluar rumah untuk bekerja. Tugas utama wanita dalam
perannya sebagai ibu, al ummi madrasatu ‘ula menjadi terbengkelai. Banyak ibu yang
mengandalkan lembaga pendidikan tertentu sebagai pengganti perannya. Nah, disinilah
pendidikan fulldayschooll yang diadopsi dari pesantren muncul memberi solusi. Sehingga
ketika ibu bekerja, anak berada pada tempat yang tepat, yaitu sekolah.
Anak merupakan amanah dari Ilahi. Masa anak-anak merupakan fase terpenting dalam
perjalanan hidup manusia. Banyak ahli yang menyebut pada tiga tahun pertama kehidupan
manusia adalah The Golden Age. Pada masa inilah anak mulai belajar mengenal dunia. Allah
swt membekali si anak dengan spons memori yang akan menyerap segala informasi yang
datang.
Islam memberi perhatian pada anak tidak hanya ketika si anak sudah lahir. Dalam hadis Nabi
disebutkan, carilah ilmu dari kandungan sampai liang lahat. Disinilah peran pendidikan
seorang ibu yang dimulai sejak masa kandungan. Seperti pengalaman Ibu Ida S Widayanti ini
yang sejak kehamilannya selalu semangat belajar tentang pendidikan anak. Setiap mau tidur
ditemani buku dan Alqu’an, serta menyukai buku motivasi terutama yang bertemakan ikhlas.
Ibu ini hanya mengisi pikirannya dengan hal-hal positif [10]. Ternyata Allah memudahkan
dari proses kelahiran hingga 4 tahun perkembangan karakternya terbangun dengan nyata.
Saat ini masarakat dan bangsa Indonesia semakin menyadari pentingnya pendidikan yang
mengarah pada pola karakter anak. Meski istilah karakter berasal dari bahas Yunani, menurut
beberapa literatur pengertiannya sama dengan akhlaq yaitu kebiasaan, peringai dan tabiat.
Waktu yang terbaik dimulai sejak dini dan terkontrol perkembangannya.
Pondok pesantren selain mendidik dasar-dasar keagamaan, juga menanamkan nilai-nilai
akhlaq melalaui kajian kitab kuning. Banyak kitab yang membahas pentingnya akhlaq. Selain
mengaji, disinilah letak keunggulan pesantren yaitu uswatun khasanah yang diperankan kyai
ataupun santri-santri senior yang berlangsung selama duapuluh empat jam. Hal ini berarti
perkembangan karakter santri terkontrol.
 Kejahatan Mengancam Anak
“jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ai akan belajar keadilan”. Menjadi
ironi, anak sebagai amanat Allah swt kemudian disia-siakan dengan perlakuan yang kasar /
tidak sesuai. Masa anak-anak sampai remaja merupakan masa keemasan pada proses
kehidupan manusia, baik dari segi perkembangan pikiran sampai kesehatan. Masa ini
berperan besar dalam pembangunan manusia yang kokoh.
Sebagai aktivis, Latifah Iskandar mengungkapkan keprihatinan serta kepedulian terhadap
anak, nuraninya sangat tersentuh dengan terus meningkatnya kekerasan anak termasuk
kekerasan seksual [11].
Menurutnya kekerasan seksual pada anak adalah ancaman yang merusak semua kehidupan
anak, karena ada trauma disana. Dan membuak anak-anak seakan tidak punya lagi kehidupan
masa depan. Artinya daya hancur kejahatan ini sangat luar biasa. Tragisnya data selalu
menunjukkan antara pelaku dan korban memiliki kedekatan, entah lokasi tinggal ataupu
kekerabatan.bahkan pada tahun 2013 ini sudah ada 12 kasus ayah memperkosa anak
kandungnya sendiri. Perlu dipahami korban kekerasan anak tidak hanya perempuan. Tidak
sedikit laki-laki yang menjadi korban.
Penyebabnya banyak hal. “Kemiskinan” adalah kunci. Kemisikinan disini diartikan tidak
hanya kepapaan harta, tapi miski ilmu, miskin pengetahuan, miskin informasi maupun miskin
moral. Penelitian membuktikan pornografi itu adiktif, membuat kecanduan, seperti narkoba.
Hal ini diperparah dengan lemahnya hukum yang diberlakukan bagi si pemerkosa. Pelaku
hanya dihukum singkat. Maka wajar KPAI pernah melayangka protes keras ke komisi
Yudisial ketika ada guru di suatu daerah yang menjadi pelaku pemerkosaan hanya dihukum 3
tahun [12]
Pemerintah harusnya hadir dengan membangun sistem perlindungan anak. Bersama-sama
menghadirkan lingkungan yang ramah bagi anak. Semua dimulai dari rumah, sekolah dan
lingkungan yang nyaman untuk menunjang pembangunan pendidikan dan moral anak,
pondok pesantren misalnya. Pondok pesantren dengan suasana relijiusnya, menurut penulis
merupakan tempat yang tepat untuk menjaga anak dari kejahatan yang mengancamnya.
Selain itu pondok pesantren juga mencetak moral anak sebagaimana seharusnya. Pesantren
dengan jadwal ketat, lingkungan tertutup dari luar, penanaman etika Islami yang kuat
memberi harapan pada tersiapkannya generasi masa depan yang kuat.
 Aliran-aliran Agama yang menyesatkan
Agama sebagai pedoman hidup manusia digunakan untuk memahami dirinya dan
lingkungannya yang merupakan dasar utama kebudayaan, sehingga manusia tidak bisa lepas
dari agama. Pemerintah menjamin pelaksanaan ibadah setiap warganya. Undang-undang
dasar 1945 memberi penjelasan kebebasan beragama pada pasal 29. Selain kebebasan, negara
juga mengatur sedemikian rupa agar pelaksanaan ibadah tidak sia-sia. Pemerintah pada masa
lalu memberi batasan atau bahkan melarang berbagai agama yang dianggap mengganggu laju
pembangunan.
Berbeda dengan era reformasi, masa dimana kebebasan masyarakat dilindungi sehingga
beberapa golongan yang pada masa prareformasi dibatasi geraknya, kini ibarat burung yang
lepas dari sangkarnya. Mereka berani mengekspresikan dirinya. Fenomena menarik era
reformasi ini adalah munculnya kembali berbagai kelompok dan aliran keagamaan yang pada
masa orde baru tidak berani menampakkan dirinya. Diantara agama yang pada masa lalu
dilarang oleh pemerintah, sekarang menunjukkan eksistensinya kembali adalah agama Bahai
di Tulungagung yang menuntut perlakuan sama oleh pemerintah seperti agama lainnya[13].
Selain itu juga muncul aliran-aliran lain yang juga banyak pengikutnya. Seperti Syiah,
Majelis Tafsir Alquran dst. Aliran keagamaan ini banyak yang beranggapan sesat atau tidak
sesuai dengan Agama yang sesungguhnya.
Pesatnya perkembanga aliran keagamaan ini memicu keresahan masyarakat luas.
Dikhawatirkan muncul permasalahan sosial keagamaan yang merupakan permasalahan yang
timbul di masyarakat sebagai akibat dari perubahan dan keadaan yang mengakibatkan
gangguan atau kendala baik langsung maupun tidak langsung [14]. Untuk membentengi
generasi muda banyak orang tua yang mengandalkan pondok pesantren sebagai benteng
utama dalam mempertahankan aqidah Islam yang benar. Sudah sewajarnya hal semacam ini
juga turut memperkokoh kedudukan pondok pesantren di mata masyarakat.
Selain pondok pesantren sebagai lembaga, dakwah yang dilakukan oleh kyai juga mampu
memberi pencerahan bagi masyarakat. Kyai pada umumnya berperan sebagai orang tua yang
dalam dakwahnya tidak memukul aliran keagamaan yang sesat, namun biasanya kyai akan
merangkul dengan menghargai aliran itu. Pendekatan persuasif ini ternyata mampu
mengendalikan laju pertumbuhan aliran-aliran baru yang tidak sesuai.

D. Pondok Pesantren Tipe Baru


Gejala-gejala sosial masyarakat mempengaruhi pola pendidikan pesantren. Kebutuhan
masyarakat yang terus berkembang mengharuskan perubahan pondok pesantren. Ketika pada
abad 19, masyarakat cukup dengan ulama, maka berbeda pada era kini. Masyarakat butuh
tidak hanya sosok ulama, namun mereka butuh ahli ekonomi, ahli politik dan banyak ahli
yang akhirnya mampu menunjang kehidupannya. Seiring dengan itu, pondok pesantren tipe
baru muncul. Tipe baru yaitu mendirikan sekolah-sekolah umum dan madrasah-madrasah
yang mayoritas mata pelajaran yang dikembangkan bukan kitab-kitab klasik . sekolah umum
ini melengkapi dunia pesantren yang dinamis. Seperti halnya di Tebuireng,pendidikan umum
tidak menimbulkan gangguan terhadap usaha pesantren dalam memelihara doktrin-doktrin
Islam tradisional.
Dewasa ini Pondok Pesantren mengemban beberapa peran, utamanya sebagai lembaga
pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan islam yang sekaligus juga memainkan peran
sebagai lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan masyarakat
dan sekaligus menjadi simpul budaya, maka itulah Pondok Pesantren.
Pada umumnya Pondok Pesantren dewasa ini juga mengikuti sistem klasik atau sistem
madrasah, tetapi juga tidak melepaskan sistem aslinya (bandongan, wetonan dan sorongan).
Sehingga Pondok Pesantren seakan-akan merupakan jenis perguruan agama Islam baru yang
terdiri dari beberapa unit, seperti berikut :
a. Pondok Pesantren dengan sistem khasnya
b. Pendidikan Raudlatul Athfal (TK)
c. Madrasah dengan tingkatannya :
1. Ibtidaiyah (dasar)
2. Tsanawiyah (menengah tingkat pertama)
3. Aliyah (Menengah tingkat keatas)
d. Madrasah diniyah yang meliputi :
1. Awwaliyah
2. Wusto
3. Ulya
e. Perguruan Tinggi
1. Sekolah Tinggi bercirikan Islam
2. Universitas Islam (membuka fakultas umum)
e. Takhas-shush (kejuruan) meliputi :
1. Tanfidzul Qur’an bil ghoib/bin nadzor
2. Jahit menjahit (keputrian)
3. Pertukangan
4. Dll.[15]
Masyarakat membutuhkan selain ilmu agama, kecakapan hidup juga formalitas seperti ijazah.
Diharapkan proses pendidikan pesantren (seperti disebutkan di atas dengan berbagai unitnya)
mampu menciptakan manusia yang siap, kuat dan mandiri. Sehingga akan terbina prinsip
dasar kemasyarakatan dalam Islam yaitu diakui adanya persamaan, kemerdekaan (agama,
politik, ekonomi dan persaudaraan)[16] .
Dari pendidikan pesantren terbaru yang mendialogkan antara pendidikan agama dengan
pendidikan formal (yang diakui pemerintah) serta membekali dengan ketrampilan akan
mengarahkan seluruh santri ketika berkarya tidak berorientasi pada materi semata melainkan
ada ruh pengabdian khas pondok pesantren. Pengabdian yang didasari dengan etika dan
akhlaq. Hasil dari pendidikan ini membuka peluang selebar-lebarnya bagi santri untuk
memilih pekerjaan sesuai cita-citanya tanpa ada halangan. Dan apapun profesi santri akan
selalu dilandasi akan kesadaran beragama yang akan menjadi pengendali setiap tindakannya.
singkatnya ketika alumni menjadi politisi maka akan memiliki jiwa politikus,ketabahan
hati,moral politik dan keimanan yang bulat.
Hasil pola pendidikan pesantren yang nyata ada pada tokoh Mahfud MD, Ketua Mahkamah
Konstitusi yang dalam beberapa survei dinobatkan menjadi manusia paling berkualitas. Lepas
dari kepesantrenan yang lama, namun tokoh nasional ini cukup mewakili keberhasilan
pondok pesantren dalam medidik santri agar menjadi manusia unggul. Meski digulirkan
banyak isu miring, namun jiwa kepesantrenan tetap terjaga. Karir Mahfud MD ini berawal
dari dosen di perguruan tinggi swasta di Jombang yang dibawa oleh Presiden Abdurrahman
Wahid ke Jakarta untuk dijadikan meteri pertahanan. Meski awalnya menolak, namun atas
ketawadukannya terhadap kyai akhirnya menerima.
Pada sisi lain Gusdur ( gus adalah sebutan bagi anak laki-laki kyai) berhasil memimpin
negara kita tercinta. Dalam kepemimpinannya Gusdur tidak lepas dari pola pesantren. Seperti
dikatakan Gusdur dalam acara talkshow sebuah TV swasta, Gusdur mengatakan bahwa
majunya Beliau dalam pamilihan presiden karena diminta oleh lima orang kyai. Dalam
menjalankan pemerintahannya Gusdur banyak memberi warna positif. Meski banyak
kontroversial, namun terbukti bahwa Gusdarlah satu-satunya presiden RI yang tidak pernah
korupsi. Begitupun para menteri. Inilah hasil dari didikan tradisional pesantren,dikuatkan
karakter Islamnya juga dikolaborasi dengan berbagai ilmu umum (di luar agama) yang
berlegalisasi. Pondok pesantren memiliki kekuatan penuh mencetak generasi pembangun
bangsa. Kesempatan seperti ini tidak mungkin akan hadir tanpa ada transformasi perubahan
pesantren yang tadinya tradisional dengan berbagai ilmu agama murni tanpa ada pendidikan
formal.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hal tersebutmerupakan respons positif dan konstruktif terhadap tantangan
dunia pendidikan yang menglobal. Dengan demikian dapat memproduk alumni-alumni
yang memiliki competitive adventage, daya saing yang andal dan tangguh dalam
menghadapi tantangan zaman.
Dengan dibutuhkannya alumni yang memiliki competitive adventagemaka dengan begitu
juga perlu ditingkatkan system pendidikan yang memilikikualitas yang intens dalam
pengembangan intelektual yang tinggi dalamsebuah institusi demi berkembangnya
DAFTAR PUSTAKA

Amin Syukur,Pengantar Study Islam,Semarang:PT.Purtaka Rizki Putra,2010


Blog.Shared- Sejarah Pondok Pesantren, diakses senin,5 Maret 2013
ElBuquri,Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren,www.elbuquri.shared, diakses 3 Maret
2013
Ida S.Widayanti,Medidik Karakter Dengan Karakter,Jakarta:PT Arga Tilanta,2012
Kedaulatan Rakyat,Edisi Sabtu Pahing, 29 Desember 2012
Kompas,Edisi Senin,4 Maret 2013, (Suplemen Bidikmisi)
M. Arifin,kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum),Jakarta:Bumi Aksara,1991
Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial,Jakarta:P3M,1986
Nuhrison M.Nuh,Aliran-aliran Keagamaan Aktul di Indonesia,Jakarta:Maloho Jaya Abadi
Press,2010
Puerbakawatja,Ensiklopedia Pendidikan,Cet III.,Jakarta:Gunung Agung,1982
Sudjoko Prasojdo, Profil Pesantren,Jakarta;LP3ES,1974
Zamakhsari Dhofier,Tradisi Pesantren,Jakarta:LP3ES,2001

[1] Sudjoko Prasojdo, Profil Pesantren,(Jakarta;LP3ES,1974),hal.74.


[2] Puerbakawatja,Ensiklopedia Pendidikan,Cet III.,(Jakarta:Gunung Agung,1982),hal.233
[3] M. Arifin,kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum),(Jakarta:Bumi
Aksara,1991),hal.247-248.
[4] Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial,(Jakarta:P3M,1986),hal.158.
[5] Blog.Shared- Sejarah Pondok Pesantren, diakses senin,5 Maret 2013
[6] Ibid
[7] Zamakhsari Dhofier,Tradisi Pesantren,(Jakarta:LP3ES,2001),Hal.77
[8] Kompas,Edisi Senin,4 Maret 2013, Hal C (Suplemen Bidikmisi)
[9] Kedaulatan Rakyat,Edisi Sabtu Pahing, 29 Desember 2012, Hal 29
[10] Ida S.Widayanti,Medidik Karakter Dengan Karakter,(Jakarta:PT Arga
Tilanta,2012),Hal.xiiii
[11] Ibid, Edisi Sabtu Kliwon,2 Maret 2013, Hal.19
[12] Ibid
[13] Nuhrison M.Nuh,Aliran-aliran Keagamaan Aktul di Indonesia,(Jakarta:Maloho Jaya
Abadi Press,2010),Hal.1
[14] Ibid, Aliran...,Hal.15
[15] ElBuquri,Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren,(www.elbuquri.shared),Hal.12
[16]Amin Syukur,Pengantar Study Islam,(Semarang:PT.Purtaka Rizki Putra,2010),Hal 126

Anda mungkin juga menyukai