Anda di halaman 1dari 11

VULNUS

 DEFINISI

Luka (Vulnus) adalah kejadian rusaknya struktur dan fungsi normal tubuh yang
diakibatkan adanya proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan
mengenai organ tertentu (Potter & Perry, 2006). Brunner & Suddarth 2006 mengatakan
luka ialah gangguan kontinuitas sel-sel yang kemudian akan diikuti dengan proses
penyembuhan luka yang merupakan proses pemulihan kontinuitas tersebut. Luka adalah
gangguan atau rusaknya kontinuitas jaringan pada kulit yang semula normal menjadi tidak
normal sehingga dapat menimbulkan trauma dan gangguan aktifitas bagi penderitanya

 KLASIFIKASI
Berdasarkan mekanisme terjadinya luka antara lain (Karakata & Bachsinar 1995):
1. Luka tertutup : luka terjadi dibawah kulit sehingga tidak terjadi hubungan antara luka
dengan dunia luar
a. Luka memar (vulnus contusum) : luka akibat dorongan tumpul, kulit tidak cidera
tetapi cidera berat pada bagian yang lunak, pembuluh subcutan dapat rusak
sehingga terjadi hematom dan pembengkakan.
b. Luka trauma (vulnus traumaticum) : tidak tampak dari luar terjadi didalam tubuh,
dapat memberikan tanda-tanda hemtom hingga gangguan sistem tubuh. Bila
melibatkan organ vital maka penderita dapat meninggal seperti luka benturan pada
dada, perut, kepala yang dapat merusak organ dalam.
2. Luka terbuka : luka terjadi melibatkan kulit sehingga terjadi hubungan antara luka
dengan dunia luar
a. Luka lecet (vulnus excoriatio) : luka ringan daan mudah sembuh, luka akibat
gesekan pada benda-benda ratamisalkan aspal atau tanah
b. Luka sayat (vulnus scissum) : luka dengna tepi yang tajam dan licin disebabkan
oleh potongan menggunakan instrumen tajam
c. Luka robek (vulnus laseratum) : luka dengan tepi yang bergerigi, tidak teratur,
seperti luka akibat goresan kaca atau kawat. Biasanya pendarahan lebih sedikit
karena mudah terbentuk thrombosis akibat pembuluh yang hancur dan memar
d. Luka tusuk (vulnus punctum) : luka buka kecil pada kulit karena benda runcig. Luka
terlihat kecil dari luar namun bagian dalamnya rusak berat. Derajat luka
bergantung dari barang yang menancap. Biasa disebut luka tembus (vulnus
penetrosum)
e. Luka potong (vulnus caesum) : luka yang tepi luka tajam dan rata, kemungkinan
infeksi luka ini besar karena luka lebih sering terkontaminasi. Luka akibat benda
tajam yang besar seperti pedang pisau
f. Luka tembak (vulnus sclopetorum) : luka tembak atau terkena granat, luka tidak
teratur, sering ditemukan benda asing didalam luka sehingga beresiko infeksi
karena bakteri anaerob dan gangren lebih besar.
g. Luka gigit (vulnus morsum) : karena gigitan binatang maupun manusia, luka
tergantung gigi penggigit dan kemungkinan infeksi
Berdasarkan penyembuhan luka menurut Taylor & Lilis 2006 antara lain:
1. Luka akut : biasanya dapat sembuh dalam hitungan hari atau minggu. Pada luka ini
bentuk tepi luka masih dapat diperkirakan dengan baik dan resiko infeksi rendah.
Kriteria luka akut ialah luka baru, terjadi mendadak dan sembuh sesuai dengan waktu
yang diperkirakan. Contoh : luka tusuk, luka bakar, luka oprasi, luka sayatan.
2. Luka kronis : berlangsung lama dan timbul kembali karena terdapat kegagalan dalam
proses penyembuhanpada luka kronis penyembuhan luka tidak melalui proses yang
nnormal. Terjadi penundaan penyembuhan, tepi luka tidak dapat diperkirakan dengan
baik dan resiko infeksi meningkat. Contoh ulkus dekubitus, ulkus diabetic, ulkus
venous

Berdasarkan tingkat kontaminasinya menurut Brunner & Suddarth 2006 antara lain:
1. Luka bersih: luka bedah tidak terinfeksi dan tidak terdapat inflamasi. Biasanya dijahit
tertutup dan kemungkinan infeksi relatif rendah. Kemungkinan relatif infeksi luka
adalah 1%-5%.
2. Luka kontaminasi bersih : luka bedah pada kondisi yang terkontrol dan tidak terdapat
kontaminasi yang tidak lazim. Kemungkinan relatif infeksi luka adalah 3%-11%.
3. Luka terkontaminasi : luka terbuka baru, akibat KLL atau tindakan bedah pelanggaran
teni aseptik dimana terdapat inflamasi akut, nonpurulen. Kemungkinan relatif infeksi
luka adalah 10%-17%.
4. Luka kotor :pada luka terdapat organisme yang dapat menyebabkan infeksi
pascaoperatif pada lapang operatif sebelum pembedahan. Luka traumatik yang lama
dengan jaringan terkelupasdan luka dengan infeksi klinis yang sudah ada atau visera
yang mengalami proliferasi. Kemungkinan relatif infeksi luka > 27%.

Berdasarkan kedalaman dan luas luka menurut Ismail 2009 antara lain:
1. Stadium I: luka superficial (non blanching erithema) luka pada lapisan epidermis kulit
2. Stadium II: luka partial thickness hilangnya lapisan epidermis dan masuk bagian atas
dari dermis, luka superficial dengan tanda abrasi, blister atau lubang dangkal.
3. Stadium III : luka full thickness hilang keseluruhan kulit meliputi kerusakan atau
nekrosis jaringan subcutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati
jaringan yang mendasarinya. Lupa pada lapisan epidermis, dermid, fasia tetepi tidak
mengenai otot
4. Stadium IV : luka full thickness telah mencapai otot , tendon dan tulang dengan adanya
destruksi atau kerusakan yang luas.

 ETIOLOGI
Menurut Karakata & Bachsinar 1995 penyebab terjadinya luka pada kulit dapat
diakibatkan oleh :
1. Trauma mekanis : disebabkan karena tergesek, terpotong, terpukul, tertusuk,
terbentur, terjepit
2. Trauma elektris : disebabkan karena cedera oleh listrik atau petir
3. Trauma termis : disebabkan oleh panas atau dingin
4. Trauma kimia : disebabkan oleh zat kimia yang bersifata asam dan basa serta zat
iritatif dan korosif
 MANIFESTASI KLINIS
Tanda-tanda luka
1. Tanda-tanda umum:
a. Syok akibat kegagalan sirkulasi perifer dengan tanda-tanda TD menurun, nadi
kevil hingga tidak teraba, keringat dingin dan lemas, lesadaran menurun hingga
tak sadar. Syok dapat terjadi karena rasa nyeri dan pendarahan.
b. Sindroma remuk (Crush Syndrome) akibat banyaknya daerah yang hancur misal
otot-otot pada daerah luka sehingga mioglobin hancur dan menumpuk di ginjal
menyebabkan kelainan lower nephron nephrosis ditandai urin berwarna merah,
oliguria hingga anuria, ureum darah meningkat.
2. Tanda-tanda lokal :
a. Rasa nyeri akibat lesi pada sistem saraf. Pada luka-luka besar sering tidak terasa
nyeri akibat gangguan sensibilitas akibat syok setempat pada jaringan tersebut
b. Pendarahan akibat terpotong pembuluh darah pada area luka. Banyaknya
pendarahan tergantung pada vaskularisasi pada daerah lukadan banyaknya
pembuluh darah yang terpotong atau rusak.

 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap.tujuanya
untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.
2) Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada
lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
3) Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
4) Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
5) Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus

 PENATALAKSANAAN
Perawatan luka secara umum :
1. Pada setiap perlukaan perhatikan keadaan umum terlebih dulu. Apabila keadaan
umum buruk usahakan terlebih dulu perbaikan keadaan umum.Apabila
perdarahan tampak terus berlanjut dan merupakan penyebab dari keadaan umum
yang
buruk maka perdarahan dan keadaan umum buruk diatasi secara bersama-sama.
2. Saat terjadinya perlukaan :
a. Luka kurang dari 6 jam : luka ini dianggap luka bersih (clean wound) .
Luka seperti ini diharapkan akan sembuh per-primam (dengan tindakan yang
adekwat) dan dapat dilakukan tindakan primer / penjahitan primer.
b. Luka terkontaminasi: Yang termasuk luka terkontaminasi adalah : luka antara
6-12 jam, luka kurang dari 6 jam akan tetapi kontaminasi yang terjadi adalah
banyak. luka kurang dari 6 jam akan tetapi ditimbulkan
karena daya / enersi yang besar (misalnya luka tembak atau terjepit mesin).
Luka ini diragukan untuk dapat sembuh secara primer karena itu diberikan
tindakan ekspektatip (kompres zat antiseptika dan diberikan antibiotika. Apabila
pada hari ke-3-7 tidak timbul radang bila perlu dapat dilakukan tindakan penjahitan
; penjahitan disini disebut jahitan primer tertunda (delayed primary suture). Bila
antara hari ke-3-7 timbul pus maka luka dianggap luka terinfeksi.
c.Luka terinfeksi : setiap luka diatas 12 jam dianggap luka terinfeksi.
Pada luka ini diberi kompres dan antibiotika sambil menunggu hasil kultur dan
resistensi test untuk pemberianantibiotika yang sesuai.Apabila kemudian proses
radang sudah tenang dan timbul jaringan granulasi sehat dapat dilakukan jahitan
sekunder.
Perkecualian untuk penanganan ini:
a. Luka lebih lama dari 6 jam tanpa tanda-tanda radang dan sudah diberi zat
antiseptika sebelumnya dapat dilakukan tindakan primer.
b. Luka terkontaminas didaerah wajah tetap dilakukan penjahitan primer.
c. Luka kurang dari 6 jam didaerah perineum tetap dianggap luka terkontam,inasi.
d. Perlukaan lebih dari 6 jam tetap dapat dilakukan eksplorasi.\
3. Profilaksis tetanus :Dapat diberikan dalam bentuk Toksoid,ATS atau
imunoglobulin.ATS diberikan 1500U,Toksoid 1cc atau imunoglobulin 250U
(pada orang dewasa).
4.Medikamentosa : Sebaiknya diberikan antibiotika profilaksis.
5. Pembukaan jahitan : Pada daerah wajah jahitan dibuka hari ke-4 untuk
menghindari terjadinya "railroad track" yang akan sangat sulit untuk dikoreksi.
Apabila pada saat kontrol tampak adanya pus, maka jahitan segera dibuka pada
dimana tampak pernanahan.
Perawatan luka khusus
1. Perlukaan pembuluh darah : Apabila terdapat perlukaan pada pembuluh darah sebagai
tindakan sementara dapat dilakukan tindakan penekanan daerah luka atau penekanan
pada nadi proksimal dari luka.Sebagai tindakan definitip adalah ligasi atau repair dari
perlukaan pembuluh darah.
2. Perlukaan syaraf perifer :Pada luka bersih, maka repair syaraf dapat dilakukan
secara primer, pada luka terkontaminasi atau terinfeksidilakukan secara sekunder.
3. Perlukaan tendo :Bila luka dijahit primer maka tendo juga diusahakan
untuk dijahit secara primer. Perkecualian adalah pada daerah "no mans land" pada
tangandimana dimana repair dilakukan secara sekunder.
4. Perlukaan daerah toraks dan abdomen : Harus selalu ditentukan apakah luka tembus atau
tidak.
5. Perlukaan daerah wajah dan kepala :Apabila terdapat luka pada daerah kepala maka
rambut harus dicukur terlebih dahulu. Alis tidak diperbolehkan untuk dicukur.
Apabila terdapat perdarahan maka langsung dilakukan penjahitan tanpa hemostasis
kecuali bila terkena pembuluh darah sedang atau besar.Perlukaan pada daerah pipi harus
dipastikan bahwa tidak terdapat kerusakan pada n.VII ataupun ductus Stenoni.
6. Perlukaan daerah leher :Apabila luka dalam dan ada kemungkinan terkena organ
penting (pembuluh darah dsb) maka perlu eksplorasi.
 KOMPLIKASI
Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan eviscerasi.
1. Infeksi : Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan
atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah
pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan
drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan: Perdarahan dapat menunjukkan adanya pelepasan jahitan, darah sulit
membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing
(seperti drain). Waspadai terjadinya perdarahan tersembunyi yang akan
mengakibatkan hipovolemia. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan)
jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan
tiap 8 jam setelah itu. Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan luka
dan perawatan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan
intervensi pembedahan juga mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan Eviscerasi: Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi
yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total.
Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi,
kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang
berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence
luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen
meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera
ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien
disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian

1. Aktifitas atau istirahat


Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan rentang
gerak, perubahan aktifitas.
2. Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
3. Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
4. Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
5. Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada daerah
cidera , kemerah-merahan.
6. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah,
tidak bisa tidur.
7. Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
1. Nyeri berhubungan dengan diskontuinitas jaringan.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh yang tidak
adekuat.

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Nyeri akut NOC NIC :
· Pain Level, Pain Management
· Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri
· Comfort level secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas dan faktor
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu presipitasi
penyebab nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal
menggunakan tehnik dari ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk mengurangi 3. Gunakan teknik komunikasi
nyeri, mencari bantuan) terapeutik untuk mengetahui
2. Melaporkan bahwa nyeri pengalaman nyeri pasien
berkurang dengan menggunakan 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
manajemen nyeri respon nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, 5. Evaluasi pengalaman nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda masa lampau
nyeri) 6. Evaluasi bersama pasien dan
4. Menyatakan rasa nyaman tim kesehatan lain tentang
setelah nyeri berkurang ketidakefektifan kontrol nyeri
5. Tanda vital dalam rentang normal masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan menemukan
dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri
sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih
dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek
samping)

2. Kerusakan kulit NOC : NIC :


Pressure Management
Tissue Integrity : Skin and
1. Anjurkan pasien untuk
Mucous Membranes menggunakan pakaian yang
longgar
Kriteria Hasil : 2. Hindari kerutan padaa tempat
1. Integritas kulit yang baik bisa tidur
dipertahankan (sensasi,
3. Jaga kebersihan kulit agar
elastisitas, temperatur, hidrasi, tetap bersih dan kering
pigmentasi) 4. Mobilisasi pasien (ubah
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit posisi pasien) setiap dua jam
3. Perfusi jaringan baik sekali
4. Menunjukkan pemahaman 5. Monitor kulit akan adanya
dalam proses perbaikan kulit dan kemerahan
mencegah terjadinya sedera
6. Oleskan lotion atau
berulang minyak/baby oil pada derah
5. Mampu melindungi kulit dan yang tertekan
mempertahankan kelembaban7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
kulit dan perawatan alami pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat

3. Resiko infeksi NOC : NIC :


· Immune Status Infection Control (Kontrol
· Knowledge : Infection control infeksi)
· Risk control 1. Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain
Kriteria Hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
2. Klien bebas dari tanda dan 3. Batasi pengunjung bila perlu
gejala infeksi 4. Instruksikan pada pengunjung
3. Menunjukkan kemampuan untuk mencuci tangan saat
untuk mencegah timbulnya infeksi berkunjung dan setelah
4. Jumlah leukosit dalam batas berkunjung meninggalkan
normal pasien
5. Menunjukkan perilaku hidup 5. Gunakan sabun antimikrobia
sehat untuk cuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
keperawatan
7. baju, sarung tangan sebagai
alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu

Infection Protection (proteksi


terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari
infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, K. Jensen. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta, EGC.

Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan
Bedah. Jakarta, EGC.

Johnson, Ruth, Taylor. 1997. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta, EGC.

Kaplan NE, Hentz VR. 1992. Emergency Management of Skin and Soft Tissue Wounds, An
Illustrated Guide. USA, Boston, Little Brown.

Kozier, Barbara. 1995. Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.

Oswari E. 1993. Bedah dan Perawatannya. Jakarta, Gramedia.

Potter. 2000. Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Samba, Suharyati. 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai