Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

POLA PELAYARAN DAN PERDAGANGAN DI NUSANTARA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Makalah dan Presentasi


Mata Kuliah : SEJARAH INDONESIA II
Dosen Pengampu : Muhammad Husni, M.Hum

Oleh :

Nama : Salma Febylia


NIM : 1703150023

Nama : Farijal Adi Nugroho


NIM : 1703150042

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA

TAHUN AKADEMIK 2018-2019


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdagangan adalah proses interaksi antara individu atau kelompok
sosial yang satu dengan lainnya untuk memperoleh komoditas. Dalam
perdagangan terkait empat komponen pokok, yaitu: orang yang mengadakan
interaksi, barang atau komoditas, transportasi atau alat yang digunakan
untuk memindahkan barang atau komoditas, dan kedua belah pihak yang
terkait dalam perdagangan.
Jaringan perdagangan masa lalu telah menempatkan rempah-rempah
sebagai komoditi utama sejak awal masehi dengan adanya kontak antara
pedagang nusantara dengan pedagang Cina, Arab dan India. Jaringan
perdagangan rempah-rempah ini kemudian semakin ramai dengan kedatangan
bangsa Eropa sekitar abad ke-16, ditandai dengan penguasaan atas Malaka
salah satu bandar penting dalam jaringan perdagangan Asia Tenggara
pada tahun 1511 oleh bangsa Portugis. Jaringan perdagangan ini semakin
ramai dengan kedatangan bangsa Eropa sekitar abad ke-16. Dalam konteks
perdagangan global, terbentuk jaringan perdagangan yang menghubungkan
dunia barat sebagai konsumen dan dunia timur sebagai penghasil komoditi.
Maluku dikenal sebagai pusat produksi cengkeh dan pala (Kepulauan
Rempah-Rempah). Kedatangan bangsa Eropa ke kawasan Asia tidak lepas
dari keberhasilan bangsa Portugis menemukan jalur pelayaran yang
menghubungkan daratan Eropa dan Asia melalui Afrika. Jalur pelayaran
inilah yang kemudian menjadi jalur alternatif jaringan perdagangan dunia
yang sebelumnya merupakan jalur darat ( jalur sutera ). Dengan demikian,
dalam konteks perdagangan rempah-rempah, khususnya bagi bangsa
Eropa telah terbentuk jaringan yang langsung menghubungkan Asia Tenggara

i
khususnya Kepulauan Nusantara sebagai produsen utama rempah-rempah dan
Eropa sebagai konsumen.1

B. Rumusan Masalah
1. Dimana saja jalan dan pusat-pusat pelayaran di Nusantara?
2. Dimana saja letak dan bagaimana fungsi pelabuhan di Nusantara?
3. Apa saja jenis komoditas yang diperdagangkan di Nusantara?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui jalan dan pusat-pusat pelayaran di Nusantara.
2. Untuk memahami letak dan fungsi pelabuhan di Nusantara.
3. Untuk menganalisa jenis komoditas yang diperdagangkan di
Nusantara.
D. Metode penulisan
Metode yang pemakalah gunakan dalam penulisan makalah ini yakni
dengan metode pustaka dan penjelajahan internet

1
http://sarinahwiwid.blogspot.com/2016/12/makalah-jaringan-perdagangan-di.html (Diakses pada tanggal 11
September 2018, Pkl. 20.05 WIB).

ii
BAB II

PEMBAHASAN

1. Jalan dan Pusat-pusat Pelayaran Nusantara


Ketika pada tahun 1521 Sebastian del Cano berangkat Tidore dan tiba kembali
di Sevilla, maka sebuah jalan laut baru telah dirintis yang menhubungkan
Indonesia (Maluku) dengan Eropa Barat . Del Cano berlayar dari Tidore ke
Selatan dan sesudah mampir sebentar di Timor , Kapalnya dikemudikan ke arah
barat-daya menyebrang Samudera Indonesia ke ujung selatan Afrika lalu ke laut
Atlantik sampai ke muara sungai Guadalquivir di lberia selatan. Dengan demikian
untuk pertama kalinya rempah-rempah dari Maluku diangkut langsung ke Eropa.
Sebelumnya rempah-rempah Maluku ini yang terdiri dari pala dan cengkeh,
harus menempuh jalan yang bertahap-tahap dan memakan waktu yang lama untuk
sampai dipasaran Eropa. Dahulu rempah-rempah tersebut di angkut dari Maluku
utara ke Hitu dan Banda kemudian di angkut pula ke pelabuhan-pelabuhan pesisir
Jawa, pantai Timur Sumatera dan Selat Malaka. Pada abad ke 15 Malaka berhasil
menjadi pusat utama lalu lintas perdagangan dan pelayaran di bagian ini, dan dari
Malaka hasil hutan dan rempah-rempah dibawa ke India. Terutama tanah Gujarat,
yang melakukan hubungan dagang langsung dengan Malaka pada waktu itu,
merupakan matarantai yang penting dalam perjalanan tersebut.2
Lebih kebarat perjalanan laut melintasi laut Arab dan bercabang dua yang
pertama di sebelah utara menuju ke teluk Oman, melalui selat Ormus, ke teluk
Persia. Jalan kedua melalui teluk aden dan laut merah dari kota suez jalan
perdagangan harus melalui daratan ke Kairo dan Iskandaria. Disini kekusaan
berada di tangan-tangan raja Mameluk yang mempunyai imperium besar meliputi
Suriah dan tanah Hejaz. Jadi jalan-jalan rempah melalui teluk Persia akhirnya

2
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, SEJARAH NASIONAL INDONESIA III, BALAI
PUSTAKA, Jakarta, 1993, hlm. 121.

1
harus melalui wilayah Mameluk dimana Allepo merupakan pusat pedagangan
penting.
Melalui jalan pelayaran tersebut di atas kapal-kapal Arab, Persia dan india
telah mondar mandir dari barat ke timur dan terus ke negeri Cina dengan
menggunakan angin musim untuk pelayaran pulang perginya.
Dengan menyadari akan pentingnya jalan dagang tersebut maka orang-orang
Portugis segera berusaha menguasai jalan ini. Tokoh terutama adalah Alfonso
d’Albuquerque. Dalam waktu yang singkat ia berhasil menduduki dan menguasai
Ormuz (1515), Goa (1510) dan Malaka (1511). Seperti diketahui orang-orang
Portugis memasuki perairan Asia melalui jalan selatan, yakni via Tanjung
Harapan Baik dan pantai timur Afrika.3
Walaupun muatan yang di angkut Portugis melalui Tanjung Harapan Baik ke
Lisbon yang di perkirakan antara 40.000 dan 50.000 quintal setiap tahun pada
awal abad ke-16 dan kemudian 60.000 – 70.000 quintal setahun, tidak semua
barang dagangan bisa di alihkan melalui jalan tersebut. Menurut perkiraan
seorang pegawai Portugis pada tahun 1585, Aceh mengekspor antara 40.000 dan
50.000 quintal rempah-rempah ke Jedah setiap tahun, terutama dengan kapal
Gujarat. Jadi kapal-kapal Portugis dalam hal ini berhasil mempertahankan
monopoli rempah-rempah.
Pada abad ke-16 telah berkembang pula suatu pelayaran baru yakni antara
Asia Tenggara dan Amerika, khususnya antara Manila dan Acapulco di pantai
barat Mexico. Sampai sekarang belum pernah di pelajari berapa persen barang
dagangan yang di angkut setiap tahun lewat jalan trans Pasifik berasal dari
Indonesia. Dilihat dari keseluruhannya mungkin tidak seberapa karena orang-
orang Spanyol memusatkan perhatiannya pada Pilipina dan perdagangan sutra dan
porselin dari negeri cina.4
Apabila kapal-kapal belanda secara kebetulan datang sampai pantai barat
Australia, bukanlah demikian halnya dengan kapal-kapal Bugis dan makasar yang
berlayar kepantai benua ini. Pada abad ke-18, dan ada kemungkinan besar bahwa

3
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, SEJARAH NASIONAL INDONESIA III, hlm. 122.
4
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, SEJARAH NASIONAL INDONESIA III, hlm. 123-
124.

2
pelayaran tersebut sudah mulai pada abad ke-17 atau sebelumnya. Menurut kisah
Daeng Sarro dari kampong Bontoranmu pelayaran penangkapan tripang dari
Sulawesi selatan ke tanah Marege’ (yaitu nama penduduk Australia dalam bahasa
Bugis dan Makassar) mengambil route sebagai berikut: Ujungpandang, Salayar,
Wetar, Kisar, Leti, Moa, selanjutnya ke arah Selatan Tenggara ke pelabuhan
Darwin dan seterusnya. Jalan pelayaran dalam negeri dapat dikonstruksikan dari
posisi kerajaan-kerajaan pribumi dan wilayah ekspansinya.5
Pada awal abad ke-17 kota Surabaya masih di sebut “desa” dalam laporan
Belanda, walaupun pada waktu itu kerajaannya yang mula-mula meliputi Sedayu,
Pasuruan dan Gresik, telah meluas ke Penarukan dan Blambang. Malahan
dikatakan bahwa Surabaya pernah menaklukkan Sukadana, Banjarmasin, Lawe
dan pulau Bawean. Tetapi di antara pelabuhan-pelabuhan yang disebut itu, Bandar
Gresik Jaratan merupakan pelabuhan yang terutama. Pelayaran dengan pulau
rempah-rempah di Maluku sangat penting dalam hubungan ini. Baik kapal Gresik
sendiri maupun kapal Banda menyelenggarakan hubungan pelayaran ini.
Pada musim angin Timur, kapal-kapal kecil dari Gresik itu berlayar ke Selat
Malaka, Sumatera, Kalimantan, Patani, dan pelabuhan-pelabuhan Siam. Kalau
musim Barat, maka mereka berlayar ke pulau-pulau Nusatenggara dan kepulauan
rempah-rempah di Maluku, juga ke Buton, Buru, Mondanao, dan pulau-pulau Kei
dan Aru.6
Melalui tiga jalan laut yakni via pesisir utara Jawa pantai selatan Kalimantan,
dan via Brunai dan Mindano, akhirnya kapal-kapal tiba di Maluku. Daerah
menjadi incaran kapal-kapal asing karena menghasilkan pala dan cengkeh besar
kecilnya pengaruh ekspedisi itu telah mampu membuat Maluku menjadi Bandar
yang sangat penting pada masa itu.7

5
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, SEJARAH NASIONAL INDONESIA III, hlm. 124-
125.
6
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, SEJARAH NASIONAL INDONESIA III, hlm. 128.
7
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, SEJARAH NASIONAL INDONESIA III, hlm. 130.

3
2. Letak dan Fungsi Pelabuhan
Tempat yang paling baik adalah pada sebuah sungai, agak jauh ke dalam.8
Fungsi pelabuhan adalah sebagai penghubung antara jalan maritim dan jalan
darat. Pelabuhan bukan saja tempat berlabuh, tetapi tempat di mana kapal dapat
berlabuh dengan aman, terlindung dari ombak besar, angin dan arus yang kuat.
Pelabuhan harus mempunyai daya penarik yang besar bagi kapal-kapal yang dari
luar, misalnya pasar yang ramai di mana hasil hutan dari pedalaman
diperdagangkan dan di mana bahan makanan dan air minum disediakan untuk
konsumsi di kapal. Ada korelasi erat antara besarnya volume perdagangan
(termasuk persediaan bahan makanan) dan frekuensi kunjungan serta jumlah kapal
yang singgah di suatu pelabuhan.
Pada abad ke-15 salah satu pelabuhan di Sumatera (Palembang) melalui
sungai Musi kapal-kapal dari segala penjuru datang ke sini. Mula-mula mereka
tiba di muara sungai yang berair tawar, kemudian masuk selat, kapal ditambatkan
di darat di mana terdapat banyak tiang, dengan menggunakan perahu kecil mereka
memasuki muaranya, dan dengan demikian mereka tiba di ibukota. Harapan untuk
mendapat laba adalah besar, karena penduduknya sangat makmur dan kaya. Tanah
Sumatera adalah amat subur, seperti kata pepatah “Hamburlah padi untuk satu
musim, hasilnya menjadi beras untuk tiga musim”. Demikian juga pelabuhan di
Surabaya pada abad ke-15, juga banyak kapal-kapal besar Cina berdatangan. Selat
Malaka adalah yang paling strategis posisinya karena letaknya berada antara Cina
dan India. Maju mundurnya suatu pelabuhan tergantung dari soal keamanan
(bebas dari bajak laut, pemerasan dari pihak penguasa), sistem perpajakan yang
masih memungkinkan pedagang mendapat laba dan fasilitas-fasilitas lain seperti
persediaan air minum, bahan makanan dan galangan untuk memperbaiki
kerusakan kapal. Sumber-sumber Belanda dari abad ke-16 dan 17 memuji
pelabuhan Jayakarta karena ada persediaan air tawar yang cukup.
Ada aturan yang mengatur setiap kapal yang sandar di pelabuhan, yaitu ketika
kapal memasuki pelabuhan, segera syahbandar datang mengunjunginya.
Pelabuhan yang banyak di datangi kapal dan pedagang dan pedagang asing

8
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, SEJARAH NASIONAL INDONESIA III, hlm. 153.

4
memerlukan lebih dari seorang syahbandar. Di Malaka pada masa jayanya
terdapat sampai empat orang syahbandar yang bertugas. Syahbandar yang
menempati kedudukan pertama adalah syahbandar yang memperhatikan
kepentingan orang-orang dari Jawa, Maluku, Banda, Palembang, Kalimantan,
Brunai dan pulau-pulau Pilipina. Juga ada syahbandar bagi bangsa Cina dan
Campa. Setiap pendatang berurusan dengan syahbandar dari bangsanya masing-
masing.9 Tugas utama dari syahbandar adalah mengurus dan mengawasi
perdagangan orang-orang yang dibawahinya, termasuk pengawasan di pasar dan
gudang, ia harus mengawasi timbangan, ukuran dagangan dan mata uang yang
dipertukarkan. Syahbandar juga menjelaskan tentang tata cara berdagang di
wilayah setempat. Pemungutan beacukai juga telah diatur dengan baik, sehingga
para saudagar merasa terjamin dalam kegiatan jual belinya.10

3. Jenis Komoditas Yang Diperdagangkan


Penelitian Milink-Roelofsz menunjukan bahwa pada waktu itu bahwa barang-
barang dagangan dalam jumlah besar-besaran pun telah di angkut dalam
perjalanan yang jauh-jauh, meskipun diakui bahwa semakin jauh perjalanannya
semakin lux jenis barang yang di bawah dalam lontaran perundang-undangan
Amanna Gappa disebutkan jenis dagangan yang di butuhkan ruangan luas, yakni
beras, garam, kapas, rotan, tembakau bakala (untuk di pakai makan sirih) gambir,
agar-agar dan kayu
Pada awal abad ke-16 Banda mengimpor kain dan tenunan halus dari negeri-
negeri Asia di sebelah Barat, yang di bawa oleh kapal-kapal Portugis menurut
catatat Pires. Pedagang-pedagang kecil dari pulau Jawa dan Melayu membawa
tenunan kasar katanya. Tetapi raja Gresik sering memborong kain-kain halus dan
sutra yang di masukkan ke bandarnya dengan maksud untuk mengimpornya lagi
ke Banda dan tempat lain di Maluku. Disini kain halus tersebut tidak hanya di
perlukan sebagai pakaian Raja dan Keluarganya serta kaum bangsawan lainnya,

9
Sartono Katodirdjo, PENGANTAR SEJARAH INDONESIA BARU: 1500-1900 DARI EMPORIUM
SAMPAI IMPERIUM JILID 1, GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA, Jakarta, 1987, hlm. 14.
10
https://youchenkymayeli.blogspot.com/2012/05/pola-pelayaran-dan-perdagangan.html (Diakses pada tanggal
11 September 2018, Pkl. 20.40 WIB).

5
tetapi di simpan sebagai harga bersama barang lain, seperti gong, tembaga, gading
dan tembikar halus.
Peran perahu buatan Kei juga di perdagangankan di Banda. Juga barang-
barang mewah di datangkan dari daerah sekitarnya, seperti emas dari Sulawesi
utara dan burung Cendrawasih dari Irian. Tetapi yang terpenting adalah
perdagangan rempah-rempah khususnya Pala dan Cengkeh . ini di datangkan dari
pulau-pulau di sebelah Utara, cengkeh dari Maluku Utara Pala dari Ambon,
Seram dari pulau-pulau sekelilingnya.
Angka-angka yang di beri Pires mengenai hasil pala sangat tinggi. Untuk
bunga pala mencapai angka 500 bahar , untuk pala 6.000 sampai 7000 bahar.
Meiling–Roelofsz berpendapat angka setinggi itu hanya bisa di capai Banda pada
masa panen banda yang terjadi sekali dalam tujuh tahun. Demikian pula angka
yang di berikan Reyer Cornelisz, seorang pelaut Belanda yakni 6.000 bahar pala,
hanya berlaku bagi musim panen besar.
Tahun 1603 perbandingannya menjadi 1:10. Harga cengkeh pun jatuh di
bandingkan dengan bunga pala. Kalau pada awal abad ke-16 nilainya 1:1, pada
tahun 1603 di laporkan bahwa 7 satuan bunga pala berharga 3 dan 3,5 cruzado,
tetapi pada waktu itu harganya berhubung dengan adanya persaingan antara orang
portugis dengan orang asia. Pegawai kompeni Belanda pada abad-abad kemudian
sengaja mengadakan ekpedisi-ekstirpasi pohon rempah-rempah supaya tidak lolos
dari pengawasannya dan di jual keluar sehingga bisa menurunkan harga .
Di Malaka ada syahbandar yang khususnya mengurus kepentingan orang-
orang Jawa, Maluku, Banda, Palembang, Kalimantan dan Pilipina. Tetapi laporan-
laporan tentang pelayaran orang banda kurang baik.
Berlayar lebih ke Utara kapal tiba di Ternate dan Tidore, tempat penghasil
cengkeh. Di pelabuhan Ternate, kata Pires, hanya dua atau tiga kapal yang dapat
berlabu sekaligus, sedangkan pelabuhan Tidore penuh karang sehingga
menyulitkan kapal yang berukuran besar untuk merapat. Tetapi karena cengkeh
hanya terdapat di Maluku Utara ini (baru pada akhir abad ke-18 pohon cengkeh di
selundupkan ke luar dan ditanam di Afrika Timur dan baru pada pertengahan abad

6
ke-19 Belanda menghapuskan Monopoli rempah-rempah Maluku dan
mengizinkan penanamannya di luar Maluku).
Maluku Utara penanaman rempah-rempah lebih di penting sehingga bahan
makanan harus di datangkan dari luar, misalnya beras dari Sulawesi. Pedagang
Cina yang sudah mengenal Maluku sejak dahulu datang membawa tenunan,
perak, gading, manik-manik, dan, piring mangkok buatan Cina yang biasannya
berwarna biru.
Di Kalimantan pelabuhan yang paling terkenal pada waktu itu adalah Brunai
(seluruh pulau di kenal pula dengan nama ini dan jadi Borneo menurut ucapan dan
ejaaan, Portugis). Di sebelah tenggara kota-kota yang terkenal adalah Lawe dan
Tanjung Pura, sebelum Banjarmasin muncul sebagai pusat kerajaan. Malaka
berhubungan dengan Brunai, Lawed dan, Tanjung Pura untuk memperoleh hasil-
hasil hutan, seperti malam, rotan, kapur barus.11 Hubungan dagang di adakan
terutama dengan kota-kota di pantai Utara Jawa. Emas, Intan, Bahan makanan dan
hasil hutan seperti Damar dan kayu-kayuan di ekspor dari Lawe dan Tanjung Pura
juga perahu buatan Kalimantan laku di pulau Jawa.
Kota-kota Kalimantan ini bagi pesisir utara jawa sehigga beberapa kali di
kirim ekpedisi untuk mendudukinya pada abad ke-16 dan awal abad ke-17.
Sumber-sumber dari masa kemudian lebih banyak menyebut hubungan dengan
Sambas, Banjarmasin, dan, Suka Dana, suatu petunjuk bahwa Lawe dan Tanjung
Pura telah menjadi kurang penting.
Bagi bagian barat Indonesia bahan ekspor yang terpenting adalah lada. Kapal-
kapal asing mengunjungi Pasai, Pidie, Jambi, Palembang, Lampung (tulang
bawang dan sekampung), kota-kota pantai barat Sumatera seperti Pariaman, Tiku,
Barus dan di Jawa Barat, Banten dan Sunda Kalapa. Menurut perkiraan Tome
Pires, Pasai menghasilkan 8000 sampai 10.000 bahar setahun malahan kalau
sedang panen besar bisa sampai 15.000. Angka-angka yang tinggi di berikan pula
oleh empoli yang mencatat bahwa pada waktu itu (awal abad 16) 60.000 cantaar
di ekspor dari sini.

11
Sartono Katodirdjo, PENGANTAR SEJARAH INDONESIA BARU: 1500-1900 DARI EMPORIUM
SAMPAI IMPERIUM JILID 1, hlm. 8.

7
Bangka di sebut sebagai pengekspor bahan makanan, hasil hutan, katun dan
besi tetapi mengenai timah belum di singgung pada zaman Pires. Sedangkan di
pantai barat Sumatera bahan ekspor kecuali lada adalah emas, kelambak, kapur
barus dan kemenyan.
Barang dagangan yang penting dan diekspor pada zaman ini adalah budak
belian. Mereka diperlukan di istana raja dan rumah bangsawan dan hartawan dan
juga diperkerjakan sebagai buruh kasar di pelabuhan dan sebagai pendayung
kapal, terutama kapal perang. Orang bisa menjadi budak sebagai akibat kekalahan
dalam perang, tetapi juga sebagai tebusan hutang yang tidak dapat dibayar. Dalam
hal ini adat biasanya mengatur bahwa kedudukan sebagai budak hanya sementara
sampai utang dilunasi. Ada pula yang jatuh menjadi budak karena tindakan
melanggar adat, akan tetapi biasanya budak-budak diperoleh dengan mengadakan
ekspedisi khusus daerah luar. Menurut hukum Amanna Gappa (pasal 14), jikalau
seorang yang berutang telah habis hartanya karena dijadikan pembayaran utang
padahal jumlah ini belum lagi cukup untuk melunasinya, maka ia meperhambakan
dirinya untuk menutup kekurangannya. Hal ini dinamakan riekke ponna, yaitu
“pohon dicabut beserta akarnya”.
Di jawa Timur kerajaan Balambangan terkenal pula sebagai penghasil budak,
laki-laki maupun perempuan. Perdagangan budak terdapat pula di Madura yang
mendatangkannya dari Nusa Tenggara ke Malaka (disamping kayu cendana, kayu
merah dan belerang). Budak-budak yang dijual oleh kapal-kapal Bugis dan
Makasar berasal dari pembajakan di laut maupun di daerah pedalaman (Toraja).
Orang Portugis pun ikut serta dalam perdagangan budak disini. Ada berita
tentang ekspor budak dari Panarukan ke Malaka yang pada waktu itu diduduki
Portugis. Pernah kapal Belanda menangkap jung Portugis yang berlayar dari
Makasar dengan membawah 150 bahar pala, bunga pala, dan cengkeh, beserta
jumlah budak laki-laki dan perempuan. Kompeni Belanda juga memerlukan
tenaga budak dalam usahanya, misalnya untuk perkebunan pala di Banda yang
diduduki VOC sejak 1621. Budak ini didatangkan dari seluruh tempat di mana

8
VOC mempunyai perwakilannya, dan orang ini kemudian menjadi penduduk asli
Banda.12

12
http://ayudravevahesya.blogspot.com/2013/12/pelayaran-dan-perdagangan.html (Diakses pada tanggal 11
September 2018, Pkl. 20.45 WIB).

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam sistem pelayaran dan perdagangan abad ke-15 lokasi Malaka sangat
menguntungkan karena merupakan titik pertemuan antara sistem pelayaran dan
perdagangan di Samudra Indonesia dengan sistem Nusantara. Sebagai pusat atau
titik simpul, di mana pedagang-pedagang baik dari Cina, Timur, Asia Tenggara
maupun seluruh Nusantara juga berkumpul. Di Malaka kapal-kapal bertemu dan
menunggu angin yang baik untuk meneruskan perjalanannya atau kembali ke
negeri asalnya.
Dalam jaringan lalulintas di sebuah negeri kepulauan seperti Indonesia, fungsi
pelabuhan ialah sebagai penghubung antara jalan maritim dan jalan darat. Lokasi
pelabuhan terletak melalui sungai. Begitu kapal memasuki pelabuhan, segera
syahbandar datang mengunjunginya.
Dalam lontara perundang-undangan Amanna Gappa disebutkan jenis
dagangan yang di butuhkan ruangan luas, yakni beras, garam, kapas, rotan,
tembakau bakala (untuk di pakai makan sirih) gambir, agar-agar dan kayu. Jenis
barang yang diperdagangkan waktu itu berupa rempah-rempah, hasil hutan, tekstil
hingga budak.

B. Saran
Makalah ini mungkin sangat jauh dari kata sempurna, untuk itu pemakalah
selalu mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian, agar menjadi
masukan untuk ke depan nya dan perbaikan dari pemakalah sehingga kedepannya
makalah ini menjadi lebih baik lagi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Poesponegoro Djoened Marwati, Notosusanto Nugroho, SEJARAH


NASIONAL INDONESIA III, BALAI PUSTAKA, Jakarta, 1993.
Katodirdjo Sartono, PENGANTAR SEJARAH INDONESIA BARU: 1500-1900
DARI EMPORIUM SAMPAI IMPERIUM
JILID 1, GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA, Jakarta, 1987.
http://sarinahwiwid.blogspot.com/2016/12/makalah-jaringan-perdagangan-di.html
https://youchenkymayeli.blogspot.com/2012/05/pola-pelayaran-dan-
perdagangan.html
http://ayudravevahesya.blogspot.com/2013/12/pelayaran-dan-perdagangan.html

11
i
2

Anda mungkin juga menyukai