Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE ANAK
“FRAKTUR”

Disusun oleh:
Efilian Aprialiska
20184030086

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas atau kesinambungan tulang dan
sendi, baik sebagian atau seluruh tulang termasuk tulang rawan. Luka dan
fraktur dapat menyebabkan perdarahan . Perdarahan adalah keluarnya darah dari
ruang vaskuler ( BTCLS-GADAR Medik Indonesia, 2013).
Fraktur adalah Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang dikenai stress
yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan
kontraksi otot ekstrim, meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan
terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan
sendi, rupture tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ
yubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau
akibat fragmen tulang ( Smeltzer and bare, 2002).
B. Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (1995) ada 3 yaitu:
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik: Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang
telah menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban: Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang
yang baru saja menambah tingkat aktifitas mereka, seperti baru diterima
dalam angkatan bersenjata atau orang-orang yang baru mulai latihan lari.
C. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala dari fraktur, sebagai berikut :
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Hilangnya fungsi dan deformitas
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah. Cruris tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot berrgantung pada integritas tulang tempat melengketnya
otot.
c. Pemendekan ekstremitas
Terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya karena konstraksi otot yang
melengket di atas dan bawah tempat fraktur.
d. Krepitus
Saat bagian tibia dan fibula diperiksa, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainya.
e. Pembengkakan lokal dan Perubahan warna
Terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda
ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
D. Klasifikasi Fraktur
Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar di bagi
menjadi 2 antara lain:
1. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh)
tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.
2. Fraktur terbuka (opened)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar
dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :
a. Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
b. Derajat II Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi
fragmen jelas.
c. Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.

Menurut derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:


a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau
garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan
fragmen tulang biasanya berubak tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi
patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick.
Menurut Price dan Wilson ( 2006) kekuatan dan sudut dari tenaga
fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap
terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap
tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.

Menurut bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5
yaitu:
a. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan
oleh trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kea rah permukaan lain.
e. Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.

Menurut jumlah garis patahan ada 3 antara lain:


a. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama (Mansjoer: 2000).
E. Pathway
F. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) antara lain:
Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan
darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang biasa menyebabkan
penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang
rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh
darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak pada
aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan
pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah
fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang intens, tekanan pada
pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan
pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini menimbulkan hipoksia jaringan dan
dapat menyebabkan kematian syaraf yang mempersyarafi daerah tersebut.
Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakkan
jari tangan atau kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada
ekstremitas yang memiliki restriksi volume yang ketat, seperti lengan.resiko
terjadinya sinrome kompartemen paling besar apabila terjadi trauma otot
dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan hebat.
Pemasangan gips pada ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu
ketat dapat menyebabkan peningkatan di kompartemen ekstremitas, dan
hilangnya fungsi secara permanen atau hilangnya ekstremitas dapat terjadi
(Corwin: 2009)
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma biasanya ditandai dengan tidak ada nadi, CRT
menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang.

a. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.


b. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

G. Penatalaksanaan
a. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak
semula.
b. Imobilisasi fraktur
Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan
Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan)
dipantau
Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi
disuse dan meningkatkan peredaran darah
H. Pengkajian
Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi
/aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas/istirahat
 Kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
 Keterbatasan mobilitas

b. Sirkulasi

 Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)


 Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
 Tachikardi
 Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
 Cailary refil melambat
 Pucat pada bagian yang terkena
 Masa hematoma pada sisi cedera

c. Neurosensori
 Kesemutan
 Deformitas, krepitasi, pemendekan
 Kelemahan
 Kenyamanan
 Nyeri tiba-tiba saat cidera
 Spasme/ kram otot
 Keamanan
 Laserasi kulit
 Perdarahan
 Perubahan warna
 Pembengkakan lokal

I. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jarinagan sekitasr fraktur, kerusakan


rangka neuromuskuler
2. Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nded ).
Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Alih Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni pendidikan Keperawatan Padjadjaran.YPKAI:
Bandung
Price A.S. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . EGC: Jakarta.
Smeltzer,S.C & Bare B.G. (2006) . Buku ajar keperawatan medical bedah , Edisi 8.
EGC : Jakarta
Mansjoer,dkk. ( 2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga jilid 2.Media Aesculapis
: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia
Sartono, dkk. (2013). Basic Trauma Cardiac Life Suport- BTCLS . GADAR MEDIK
INDONESIA Hudak, Gallo. (1996). Keperawatan kritis , pendekatan holistik, edisi IV.
EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai