Anda di halaman 1dari 7

A.

PENGERTIAN
Skabies pertama kali dilukiskan di Old Testament oleh Aristoteles. Nama
Sarcoptes scabiei berasal dari bahasa Yunani “sarx” yang berarti daging dan “koptein”
yang berarti irisan/potongan, serta dari bahasa Latin “scabere” yang berarti garukan
(Hicks dan Elston, 2009). Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia
yang disebabkan Sarcoptes scabiei varietas hominis (Harahap M., 2000).
Penyakit ini dikenal juga dengan nama the itch, gudik, atau gatal agogo. Skabies
ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi (Handoko, 2009).
Insidens skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat
ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemi dan permulaan
epidemi berikutnya kurang lebih 10 -15 tahun (Harahap M., 2000).
Skabies dapat diderita semua orang tanpa membedakan usia dan jenis kelamin,
akan tetapi lebih sering ditemukan pada anak -anak usia sekolah dan dewasa
muda/remaja (Murtiastutik D., 2008).
Berdasarkan pengumpulan data Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia
(KSDAI) tahun 2001 dari 9 rumah sakit di 7 kota besar di Indonesia, diperoleh sebanyak
892 penderita skabies dengan insiden tertinggi pada kelompok usia sekolah (5 -14 tahun)
sebesar 54,6% serta penderita berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada
perempuan yakni sebesar 63,4%. Hal ini sesuai dengan fakto r predisposisi pada anak
usia sekolah yang memiliki kemungkinan pajanan di luar rumah lebih besar, dengan anak
laki - laki memiliki frekuensi kegiatan di luar rumah lebih banyak daripada anak
perempuan (Tabri F., 2003).
Proporsi penyakit paling tinggi terda pat di negara-negara tropis yang merupakan
tempat di mana penyakit skabies itu endemik. Di wilayah lain selain negara-negara tropis,
dijumpai sedikit bukti dari prevalensi penyakit ini. Jumlah yang paling tinggi dari
penyakit muncul pada kondisi tempat tin ggal yang ramai, seperti kos dan asrama (Leone
P.A., 2007).
Sebuah teori epidemiologi di UK menunjukkan skabies lebih banyak terdapat di
area kota dan lebih sering terjadi pada musim dingin ketimbang pada musim panas. Hal
ini terdapat di area kota dan insidennya meningkat selama musim dingin (Chosidow O.,
2006).
Skabies menular dengan dua cara yaitu secara kontak langsung dan tidak
langsung. Kontak langsung terjadi ketika adanya kontak dengan kulit penderita, misalnya
berjabat tangan, tidur bersama, dan hub ungan seksual. Sedangkan kontak tidak langsung
melalui benda yang telah dipakai oleh penderita seperti pakaian, handuk, bantal, dan lain
-lain (Handoko, 2009).
Hal lain yang dapat mempermudah penyebaran adalah keadaan penyediaan air
bersih yang jumlahnya kurang. Oleh sebab itu, skabies banyak didapat juga sewaktu
terjadi peperangan (Slamet, 2009).
Faktor predisposisi paling banyak dari penyakit skabies adalah keramaian,
imigrasi, higienitas yang buruk, status gizi buruk, tunawisma, demensia, dan kontak
seksual. Beberapa literatur melaporkan, skabies bisa menggambarkan sebuah ancaman di
suatu institusi, seperti rumah sakit, penjara, taman kanak - kanak, panti jompo, dan
fasilitas perawatan jangka panjang (Hicks dan Elston, 2009).
Pasien yang menderita skabies butuh penjelasan tahap demi tahap dalam
menggunakan terapi yang spesifik, dimana pada anggota keluarga yang tidak punya
keluhan dan tidak mengalami kontak langsung dengan penderita juga membutuhkan
pengobatan. Kemudian pasien perlu tahu bagaimana menjaga kebersihan lingkungannya
dan juga termasuk mengelola pakaian, selimut, handuk, lantai, matras, tempat pakaian,
dll (Wolf R, 2010).
B. ETIOLOGI
Tungau berkaki delapan yang berukuran sangat kecil adalah penyebab kudis pada
manusia. Tungau betina masuk kemudian menggali bawah kulit dan membuat saluran
untuk bertelur.
Setelah telur menetas, larva tungau bergerak ke permukaan kulit untuk tumbuh.
Kemudian, tungau-tungau ini dapat menyebar ke area kulit Anda lainnya atau orang lain.
Tungau, telur, dan kotoran mereka membuat Anda merasa gatal sebagai reaksi alergi
tubuh terhadap keberadaan tungau.
Bila Anda melakukan kontak fisik dengan orang yang terinfeksi, tungau dapat
menyebar. Selain itu, berbagi barang yang sama dengan orang yang terinfeksi seperti
handuk, sprei, dan pakaian juga bisa membuat tungau menyebar.
Namun perlu diingat bahwa penyakit kudis tidak menular dari hewan yang
terinfeksi. Anda hanya akan tertular jika melakukan kontak dengan manusia lainnya yang
terinfeksi. Jangan takut, biasanya Anda tidak akan tertular scabies hanya dari berjabat
tangan atau berpelukan. Pasalnya, tungau butuh waktu lebih lama untuk merangkak dari
satu orang ke orang lainnya.
Selain itu, Anda juga perlu berhati-hati terhadap scabies berkrusta. Pasalnya kerak
pada kulit pengidapnya bisa dengan mudah jatuh. Kerak ini sangat menular karena
mengandung tungau di dalamnya.
Bahayanya, tungau bisa hidup selama satu minggu tanpa kontak dengan manusia.
Ini karena kerak menyediakan makanan dan perlindungan bagi tungau. Oleh sebab itu,
jangan menyentuh atau memegang rontokan kerak pada orang dengan Norwegian scabies
jika tidak ingin tertular.
C. TANDA DAN GEJALA
Setelah paparan awal terhadap scabies, tubuh akan menunjukkan gejala penyakit setelah
2 sampai 6 minggu. Namun, jika Anda pernah terkena penyakit ini sebelumnya, gejala
bisa muncul lebih cepat setelah paparan yaitu sekitar 1 hingga 4 hari.
Adapun berbagai tanda dan gejala kudis yang biasanya muncul yaitu:
a. Gatal
Gatal menjadi salah satu gejala paling umum yang akan dirasakan jika Anda
terkena scabies. Rasa gatal ini biasanya sangat kuat dan akan semakin parah saat
malam tiba. Oleh sebab itu, orang dengan gudik biasanya mengalami susah tidur
karena rasa gatal yang sangat mengganggu.
b. Ruam
Ruam pada kudis biasanya berupa benjolan keras yang sering kali membentuk
garis. Benjolan ini bisa terlihat seperti bekas gigitan kecil berwarna merah atau
bahkan seperti jerawat. Sebagian orang bahkan mengalami ruam dengan bercak
bersisik seperti eksim.
c. Luka
Orang dengan kudis umumnya memiliki luka di beberapa bagian tubuhnya. Luka
biasanya terbentuk akibat menggaruk kulit terlalu keras. Luka ini kerap muncul di
pagi hari karena tanpa sadar mereka menggaruk kulitnya dengan keras saat
sedang tidur.
Luka yang dibiarkan tanpa diobati bisa berkembang menjadi infeksi. Sepsis atau
infeksi yang masuk ke aliran darah adalah kondisi gawat medis yang mengancam
jiwa.
d. Kerak tebal pada kulit
Kerak biasanya muncul ketika Anda memiliki scabies berkrusta atau Norwegian
scabies. Dikarenakan tungau yang ada di kulit mencapai ribuan, rasa gatalnya pun
jauh lebih parah dibandingkan dengan jenis yang biasa.
Untuk itu, salah satu tanda umum dari Norwegian scabies ini yaitu kerak tebal
yang tersebar luas di kulit. Biasanya kerak terlihat berwarna keabu-abuan dan
mudah hancur saat disentuh. Terkadang, kerak muncul di satu atau beberapa area
tubuh yang terkena seperi kulit kepala, punggung, atau kaki.
D. ANATOMI DAN FISIOLOGI

E. PATHOFISIOLOGI
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garuk an. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap
sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira -kira sebulan setelah infestasi.
Pada saat itu dijumpai kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul,
vesikel, urticaria, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta,
dan infeksi sekunder (Handoko, 2009).
Tungau dapat hidup di dalam terowongan di tempat predileksi, yaitu jari tangan,
pergelangan tangan bagian ventral, siku bagian luar, lipatan ketiak depa n, umbilicus,
gluteus, ekstremitas, genitalia eksterna pada laki-laki, dan areola mammae pada
perempuan. Pada bayi, skabies dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki
(Harahap M., 2000).
Pada tempat predileksi dapat ditemukan terowongan berwarna putih abuabu
dengan panjang yang bervariasi, rata -rata 1 mm, berbentuk lurus atau berkelok-kelok.
Terowongan ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder. Di ujung terowongan dapat
ditemukan vesikel atau papul kecil (Sutanto I. et al, 2009).
Terowongan lebih banyak terdapat di daerah yang berkulit tipis dan tidak banyak
mengandung folikel pilosebasea (Harahap M., 2000).
Adanya periode asimptomatis bermanfaat sekali bagi parasit ini, karena dengan
demikian mereka mempunyai waktu untuk membangun dirinya sebelum hospes membuat
respons imunitas. Setelahnya, hidup mereka menjadi penuh bahaya karena
terowongannya akan digaruk dan tungau -tungau serta telur mereka akan hancur. Dengan
cara ini hospes mengendalikan populasi tungau dan pada kebanyakan penderita skabies,
rata-rata jumlah tungau betina dewasa pada kulitnya tidak lebih dari selusin (Graham -
Brown dan Burns, 2005).
F. PENATALAKSANAAN UMUM
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur setiap
hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur
dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula dengan anggota keluarga yang
beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga harus dijaga
kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya kontak langsung.
Secara umum meningkatkan kebersihan lingkungan maupun perorangan dan
meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan:
1. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi pengobatan
secara serentak.
2. Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu menggunakan sikat
untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai harus disetrika.
3. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur,
selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama beberapa
jam.
G. PENATALAKSANAAN KHUSUS
Merupakan hal yang penting untuk menerangkan kepada pasien dengan sejelas-
jelasnya tentang bagaimana cara memakai obat-obatan yang digunakan, dan lebih baik
lagi bila disertai penjelasan tertulis. Semua anggota keluarga dan orang-orang yang
secara fisik berhubungan erat dengan pasien, hendaknya secara simultan diobati juga.
Obat-obat topikal harus dioleskan mulai daerah leher sampai jari kaki, dan pasien
diingatkan untuk tidak membasuh tangannya sesudah melakukan pengobatan.
Pada bayi, orang-orang lanjut usia, dan orang-orang dengan immunokompromasi,
terowongan tungau dapat terjadi pada kepala dan leher, sehingga pemakaian obat perlu
diperluas pada daerah itu. Sesudah pengobatan, rasa gatal tidak dapat segera hilang, tetapi
pelan -pelan akan terjadi perbaikan dalam waktu 2-3 minggu, saat epidermis superfisial
yan g mengandung tungau alergenik terkelupas.
Syarat obat yang ideal adalah harus efektif terhadap semua stadium tungau, harus tidak
menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau
mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.
Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan skabies yaitu:
1. Permetrin. Dalam bentuk krim 5% sebagai dosis tunggal. Penggunaannya selama
8-12 jam dan kemudian dicuci bersih -bersih. Obat ini dilaporkan efektif untuk
skabies. Pengobatan pada skabies krustosa sama dengan skabies klasik, hanya
perlu ditambahkan salep keratolitik. Bila didapatkan infeksi sekunder perlu
diberikan antibiotik sistemik. Tidak dianjurkan pa da bayi di bawah umur 2 bulan.
2. Malathion. Malathion 0,5% dengan dasar air digunakan selama 24 jam.
Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari kemudian.
3. Emulsi Benzil-benzoas (20-25%). Efektif terhadap semua stadium, diberikan
setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan
kadang - kadang makin gatal setelah dipakai.
4. Sulfur. Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10% secara umum aman dan efektif
digunakan. Dalam konsentrasi 2,5% dapat digunakan pada bayi. Obat ini
digunakan pada malam hari selama 3 malam. Kekurangannya yang lain ialah
berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.
5. Monosulfiran. Tersedia dalam bentuk lotion 25%, yang sebelum digunakan harus
ditambah 2-3 bagian dari air dan digunakan selama 2-3 hari. Selama pengobatan,
penderita tidak boleh minum alkohol karena dapat menyebabkan keringat yang
berlebihan dan takikardi.
6. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan). Kadarnya 1% dalam krim atau losio,
termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan,
dan jarang memberi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun
dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup
sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.
7. Krotamiton. Krotamiton 10 % dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal; harus dijauhkan dari mata,
mulut, dan uretra
H. DAFTAR PUSTAKA
Chosidow, O., 2011. Nature of the Infection. The New England Journal of Medicine
Graham-Browns, Burns. 2005. Lecture Note on Dermatology. Edisi 8. Jakarta: Erlangga.
Handoko, R. P., 2009. Skabies. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (EdisiV).
Editor: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S., Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 122-125
Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates, Jakarta. 109-113
Murtiastuti, D. 2008. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual : Skabies. Edisi 1. Surabaya :
Airlangga University Press. 202-208

Anda mungkin juga menyukai