Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GERONTIK
DENGAN REUMATIC

A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik,
kejiwaan dan sosial. Seseorang dikatakan lanjut usia ketika berumur diatas 56 tahun, tidak
mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi
kehidupannya sehari-hari (Priyanto, 2012).
Menurut World Health Organisation (WHO) lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikatagorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau Proses
Penuaan.

2. Tahap Perkembangan lansia


Tahapan perkembangan lansia atau batas umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu
berbeda. Menurut World Health Organisation (WHO) lansia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age ) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 tahun sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua ( very old) diatas usia 90 tahun
Berdasarkan dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006) lansia
dikelompokkan menjadi :
a. Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan
jiwa (usia 55-59)
b. Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut dini (usia
60-64 tahun)
c. Lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degenerative (usia > 65
tahun)
3. Teori Penuaan
a. Teori Biologis
1) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas adalah produk metabolism seluler yang merupakan bagian molekul
yang sangat aktif.Molekul ini memiliki muatan ekstraseluler kuat yang dapat
menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya, molekul ini
juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membrane sel, mempengaruhi
permeabilitas, atau dapat berkaitan dengan organel sel.
2) Teori cross-link
Teori cross-link ikat menyatakan bahwa molekul kolagen dan elastic, komponen
jaringan ikat, membentuk senyawa yang lama meningkatkan rigiditas sel, cross –
linkage diperkirakan akibat reaksi kimia yang menimbulkan senyawa antara
molekul-molekul yang normal terpisah. Kulit yang menua merupakan contooh
cross- linkage jaringa ikat terikat usia meliputi penurunan kekuatan daya rentang
dinding arteri, tanggalnya gigi, dan tendon kering dan berserat (Potter & Perry,
2010)
3) Teori Imunologis
Mekanisme seluler tidak teratur diperkirakan menyebabkan serangan pada
jaringan tubuhh melalui autoagrasi atau imunodefisiensi ( penurunan imun).
Tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan protein sendiri dengan protein
asing, sistem imun menyerang dan menghancurkan jaringan sendiri pada
kecepatan yang meningkatkan secara bertahap.
Dengan bertambahnya usia kemampuan sistem imun untuk menghancurkan
bakteri, virus, dan jamur melemah, bahkan sistem ini mungkin tidak tahan terhdap
serangannya sehingga sel mutasi terbentuk beberapa kali. Disfungsi sistem imun
ini dioerkirakan menjadi faktor dalam perkembangan penyakit kronis seperti
kanker, diabetes dan penyakit kardiovaskuler, serta infeksi (Potter & Perry, 2010).
b. Teori Psiologis
1) Teori disengangement (pembahasan)
Menyatakan bahwa orang yang menua menarik diri dari peran yang biasanya dan
terkait pada aktivitas yang lebih intopeksi dan berfokus diri sendiri, meliputi empat
konsep dasar yaitu:
a) Individu yang menua dan masyarakat secara berasama salaing menarik diri
b) Disengangement dianggap perlu untuk proses penuaan
c) Disengangement adalah instrinsik dan tidak dapat diletakkan secara biologis dan
psikologis
d) Disengangement bermanfaat baik bagi lanjut usia dan masyarakat (Potter & Perry,
2010)
2) Teori aktivitas
Lanjut usia dengan keterlibatan sosial yang lebih besar memiliki semnagat dan
kepuasaan hidup yang tinggi, penyesuaian kesehatan mental yang lebihh positif dari
pada lansia yang kurang terlibat secara sosial (Potter & Perry, 2010)
3) Teori kontinuitas (kesinambungan)
Teori kontinuitas atau teori perkembangan menyatakan bahwa kepribadian tetap sama
den perilaku menjadi lenih mudah diprediksi seiring penuaan. Kepribadian dan pola
perilaku yang berkembnagan sepanjang kehidupan menentukan derajat keterkaitan dan
aktivitas pada masa lanjut usia (Potter & Perry, 2010)

4. Masalah yang sering terjadi pada lansia


a. Permasalah dari aspek fisiologis
Terjadi perubahan normal pada fisik lansia yang dipengaruhi oleh faktor
kejiwaan, sosial, ekonomi dan medic. Perubahan tersebut akan terlihat dalam jaringan
dan organ dalamm tubuh seperti kulit menjadi kering dan keriput, rambut beruban dan
rontok, penglihatan menurun, daya penciuman berkurang, tinggi badan menyusut
karena prose osteoporosis yang berakibta badan menjadi bungkuk, tulang keropos,
elastic paru berkurang, napas menjadi pendek, adanya penurunan orang reproduksi,
terutama pada wanita, otak menyusut dan reaksi menjadi lambat (Martono, 2011)
b. Permasalahan dari aspek psikologis
Menurut Martono (2011) beberapa masalah psikologis lansia antara lain :
1) Kesepian, yang mengalami oleh lansia pada saat meninggalnya pasangan hidup,
terutama bila dirinya saat itu mengalami penurunan mobilitas atau gangguan
sensorik terutama gangguan pada pendengaran.
2) Duka cita, dimana pada priode duka cita ini merupakan periode yang sangat rawan
bagi lansia. Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangan bias meruntuhkan ketahanan jiwwa yang sudah rapuh dari seorang
lansia, yang selanjutnya menicu terjadinya ganguan fisik dan ksesehatannya
3) Depresi, pada lansia stress lingkungan sering menimbulkan depresi dan
kemampuan beradaptasi sudah menurun
4) Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu fobia, gangguan panic,
gangguan cemas umum. Pada lansia gangguan cemas merupakan kelanjutandari
dewasa muda dan biasanya berhubungan dengan skunder akibat penyakit medis,
depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak suatu obat.
5) Psikosis pada lansia, dimana terbagi dalam bentuk psikosis bias terjadi pada lansia,
baik sebagai kelnjutann keadaan dari dewasa muda atau yang timbul pada lansia
c. Permasalahan dari aspek sosial budaya
Menurut Setiabudhi (2009). Permasalahan sosial budaya lansia secara umum yaitu
masih besarnya jumlah yang berada dibawah garis kemiskinan, makin melemahnya
nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan,
dihargai dan dihormati.

5. Perubahan Sistem Pada Lansia


Lansia yang mengalami penurunan persepsi sensoris akan terdapat kesenggangan untuk
bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris yang dimiliki. Indera yang
dimiliki seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan
merupakan kesatuan integrasi dari persepsi sensoris.
a. Pengelihatan
Semakin bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi disekitar kornea dan
membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan di antara iris dan sclera.
Kejadian ini disebut arkus sinilis, biasanya ditemukan pada lansia. Perubahan
penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses penuaan termasuk
penurunan kemampuan dalam melakukan akomodasi, konstriksi pupil akibat penuaan
dan perubahan warna serta kekeruhan lensa mata, yaitu katarak (Suhartin, 2015).
Hal ini akan berdampak pada penurunan kemampuan sistem visual dari indera
penglihatan yang berfungsi sebagai pemberi informasi ke susunan saraf pusat tentang
posisi dan letak tubuh terhadap lingkungan di sekitar dan antar bagian tubuh sehingga
tubuh dapat mempertahankan posisinya agar tetap tegak dan tidak jatuh.
b. Pendengaran
Penurunan pendengaran merupakan kondisi secara dramatis dapatmempengaruhi
kualitas hidup seseorang.Kehalangan pendengaran pada lansia disebut dengan
presbikusis. Presbikusis merupakan perubahan yang terjadi pada pendengaran akibat
proses penuaan yaitu telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi sensorineural, hal
ini terjadi karena telinga bagian dalam dan komponen saraf tidak berfungsi dengan baik
sehingga terjadi perubahan konduksi. Implikasi dari hal ini adalah kehilangan
pendengaran secara bertahap.Ketidakmampuan untuk mendeteksi suara dengan
frekuensi tinggi (Chaccione, 2015).
Telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap membran timfani,
pengapuran dari tulang pendengaran, lemah dan kakunya otot dan ligamen.Implikasi
dari hal ini adalah gangguan konduksi pada suara.Pada telinga bagian luar terjadi
perpanjangan dan penebalan rambut, kulit menjadi lebih tipis dan kering serta terjadi
peningkatan keratin. Implikasi dari hal ini adalah potensial terbentuk serumen sehingga
berdampak pada gangguan konduksi suara
Penuruan kemampuan telinga seperti diatas dapat berdampak pulaterhadap
komponen vestibular yang terletak di telinga bagian dalam.Komponen vestibular ini
berperan sangat penting terhadap keseimbangan tubuh.Saat posisi kepala berubah maka
komponen vestibular aka merespon perubahan tesebut dan mempertahakan posisi tubuh
agar tetap tegak.
c. Perabaan
Pada lansia terjadi penurunan kemampuan dalam mempersepsikan rasapada kulit, ini
terjadi karena penurunan korpus free nerve ending pada kulit. Rasa tersebut berbeda
untuk setiap bagian tubuh sehingga terjadi penurunan dalam merasakan tekanan, raba
panas dan dingin. Gangguan pada indera peraba tentunya berpengaruh pada sistem
somatosensoris.
Somatosensoris adalah reseptor pada kulit, subkutan telapak kaki dan
propioceptor pada otot, tendon dan sendi yang memberikan informasi tentang kekuatan
otot, ketegangan otot, kontraksi otot dan juga nyeri, suhu, tekanan dan posisi sendi.
Pada lansia dengan semakin menurunnya kemampuan akibat faktor degenerasi maka
informasi yang digunakan dalam menjaga posisi tubuh yang didapat dari tungkai,
panggul, punggung dan leher akan menurun (Chaitow, 2015). Hal ini berdampak pada
keseimbangan yang akan terganggu akibat dari penurunan implus somatosensoris ke
susunan saraf pusat.
d. Sistem Muskulokaletal
1) Otot
Pada umumnya seseorang yang mulai tua akan berefek pada menurunnya
kemampuan aktivitas. Penurunan kemampuan aktivitas akan menyebabkan
kelemahan serta atrofi dan mengakibatkan kesuliatan untuk mempertahankan
serta menyelesaikan suatu aktivitas rutin pada individu tersebut. Perubahan pada
otot inilah yang menjadi fokus dalam penurunan keseimbangan berkaitan dengan
kondisi lansia.
Perubahan-perubahan yang timbul pada sistem otot lebih disebabkan oleh
disuse. Lansia yang aktif sepanjang umurnya, cenderung lebih dapat
mempertahankan massa otot, kekuatan otot dan koordinasi dibanding mereka
yang hidupnya santai (Rubenstein, 2016). Tetapi harus diingat bahwa olahraga
yang sangat rutin pun tidak dapat mencegah secara sempurna proses penurunan
massa otot (Lumbatobing, 2015).
Permasalahan yang terjadi pada lansia biasa sangat terlihat
padamenurunnya kekuatan grup otot besar. Otot-otot pada batang tubuh (trunk)
akan berkurang kemampuannya dalam menjaga tubuh agar tetap tegak. Respon
dari otot-otot postural dalam mempertahankan postur tubuh juga menurun.Respon
otot postural menjadi kurang sinergis saat bekerja mempertahankan posisi akibat
adanya perubahan posisi, gravitasi, titik tumpu, serta aligmen tubuh. Pada otot
pinggul (gluteal) dan otot-otot pada tungkai seperti grup otot quadriceps,
hamstring, gastrocnemius dan tibialis mengalami penurunan kemampuan berupa
cepat lelah, turunnya kemampuan, dan adanya atrofi yang berakibat daya topang
tubuh akan menurun dan keseimbangan mudah goyah.
2) Tulang
Pada lansia dijumpai proses kehilangan massa tulang dan kandungan
kalsium tubuh, serta perlambatan remodeling dari tulang. Massa tulang akan
mencapai puncak pada pertengahan usia dua puluhan (di bawah usia 30 tahun).
Penurunan massa tulang lebih dipercepat pada wanita pasca menopause. Sama
halnya dengan sistem otot, proses penurunan massa tulang ini sebagai disebabkan
oleh faktor usia dan disuse (Wilk, 2016).
Dengan bertambahannya usia, perusakan dan pembentukan
tulangmelambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon estrogen pada wanita,
vitamin D, dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang trabekular menjadi lebih
berongga, mikroarsitekur berubah dan sering patah baik akibat benturan ringan
maupun spotan.Implikasi dari hal ini adalah peningkatan terjadinya resiko
osteoporosis dan fraktur (Suhartin, 2015).
3) Perubahan postur
Perubahan postur meningkatkan sejalan dengan pertambahan usia. Hal itu
dapat dihubungkan dengan keseimbangan dan resiko jatuh.Gangguan
keseimbangan lansia disebakan oleh degenerasi progresif mekanoreseptor sendi
intervertebra.Degenerasi karena peradangan atau trauma pada vertebra dapat
menggangu afferent feedback ke saraf pusat yang berguna untuk stabilitas
postural.Banyak perubahan yang terjadi pada vertebra lansia, seperti spondilosis
servikal yang dimana 80% ditemukan pada orang berusia 55 tahun keatas.Hal itu
berpengaruh terhadap penurunan stabilitas dan fleksibilitas pada postur
(Pudjiastuti, 2015).
Perubahan yang paling banyak terjadi pada vertebra lansia meliputi kepala
condong ke depan (kifosis servikal), peningkatan kurva kifosis torakalis, kurva
lumbal mendatar (kifosis lumbalis), penurunan ketebalan diskus intervertebralis
sehingga tinggi badan menjadi berkurang. Kepala yang condong ke depan
seringkali diartikan tidak normal, tetapi dapat dikatakan normal apabila hal itu
merupakan kompensasi dari perubahan postur yang lain. Kurva skoliosis dapat
timbul pada lansia karena perubahan vertebra, ketidakseimbangan otot
erctorspine dan kebiasaan atau aktivitas yang salah.Pada anggota gerak, variasi
perubahan postur yang paling banyak adalah protraksi bahu dan sedikit fleksi
sendi siku, sendi panggul dan lutut. Adanyaperubahan permukaan dan kapsul
sendi, akan mengakibatkan kecacatan varus atau valgus dapat sendi panggul, lutut
atau pergelangan kaki.
Perubahan yang terjadi pada sistem saraf dan tulang memungkinkan
terjadinya penurunan kontrol terhadap postural secara statis.Selanjutnya,
perubahan otot, jaringan pengikat dan kulit dapat mempengaruhi perubahan
postur. Adanya trauma, gaya hidup atau kebiasaan memakai sepatu hak tinggi
juga memberi kontribusi pada percepatan perubahan postur lansia. Perubahan
postur ini tentunya akan berpengaruh pada keseimbangan saat berdiri karena pusat
gravitasi pada tubuh juga turut berubah.
e. Sistem Persyarafan
1) Saraf pusat
Menurut Martono (2004) pada lansia akan terjadi penurunan berat
otaksebesar 10%. Berat otak 350 gram pada saat kelahiran, kemudian
meningkatkanmenjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun, berat otak mulai menurun
pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat
dan volumeotak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun.Otak
mengandung 100juta sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi
menyalurkan impulslistrik dari susunan saraf pusat.
Pada penuaan, otak kehilangan 100.000 neuron/tahun. Neuron dapat
mengirimkan signal kepada sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadi atrofi
cerebal (berat otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsurangsur
tonjolan dendrit di neuron hilang disusul membengkaknya batang dendrite dan
batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel
terdapat deposit lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma,
kemungkinan berasal dan lisosom atau mitokondria (Suhartin, 2016).
2) Saraf perifer
Saraf perifer tepi adalah jaringan saraf untuk semua gerakan
(sarafmotorik) dan sensasi (saraf sensoris).Jaringan saraf ini berhubungan dengan
sistem sarat pusat (SSP) melalui batang otak dan pada beberapa tempat sepanjang
kord spinal.Ia menuju berbagai bagian tubuh. Saraf perifer membentuk
komunikasi antara otak dan organ, pembuluh darah, otot dan kulit. Perintah otak
akan dihantarkan oleh saraf motor, dan informasi dihantar kembali ke otak oleh
saraf sensori.
Penuaan menyebabkan penurunan presepsi sensorik dan respon motorik
pada susunan SSP. Hal ini terjadi karena SSP pada usia lanjut usia mengalami
perubahan. Berat otak pada lansia berkurang berkaitan dengan berkurangnya
kandungan protein dan lemak pada otak sehingga otak menjadi lebih
ringan.Akson, dendrit dan badan sel saraf banyak mengalami kematian, sedang
yang hidup banyak mengalami perubahan.Dendrit yang berfungsi untuk
komunikasi antar sel mengalami perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan
kontak antar sel. Daya hantar saraf mengalami penurunan 10% sehingga gerakan
menjadi lambat.Akson dalam medula spinalis menurun 37%.Perubahan tersebut
mengakibatkan penurunan kognitif, koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot,
reflek, perubahan postur dan waktu reaksi (Sherwood, 2015).
Perubahan dalam sistem neurologis dapat termasuk kehilangan
danpenyusutan neuron, dengan potensial 105 kehilangan yang diketahui pada usia
80 tahun. Secara fungsional terdapat suatu perlambat reflek tendon, terdapat
kecenderungan kearah tremor dan langkah yang pendek-pendek atau gaya
berjalan dengan langkah kaki melebar disertai dengan berkurangnya gerakan yang
sesuai. Waktu reaksi menjadi lebih lambat, dengan penurunan atau hilangnya
hentakan pergelangan kaki dan pengurangan reflek lutut, bisep dan trisep
terutama karena pengurangan dendrit dan perubahan pada sinaps, yang
memperlambat konduksi (Suhartin, 2014).
Dengan adanya perubahan tersebut tentunya akan berpengaruh pada
keadaan postural dan kemampuan lansia dalam menjaga keseimbangan tubuhnya
terhadap bidang tumpu. Kondisi penurunan kemampuan visual, vestibular dan
somatosensoris tentunya akan memperburuk keseimbangan pada lansia. Tubuh
akan mengalami gangguan dalam mempersepsikan base of support atau landasan
tempat berpijak. Kondisi muskuloskeletal yang mengalami penurunan juga
berpengaruh pada keseimbangan otot dan postural.Perubahan postur tersebut
berpengaruh pada perubahan Center of Gravity (COG) tubuh terhadap bidang
tumpu. Otot-otot baik ekstremitas bawah maupun atas akan mengalami penurunan
kekuatan. Akibat dari keadaan tersebut lansia sering mengalami gangguan
keseimbangan saat berdiri maupun saat beraktivitas dan rentan untuk jatuh.
B. KONSEP TEORI RHEUMATIC
1. Definisi Rheumatik
Rematik adalah orang yang menderita rheumatism(Encok) , arthritis (radang sendi)
ada 3 jenis arthritis yang paling sering diderita adalah osteoarthritis , arthritis goud, dan
rheumatoid artirtis yang menyebabkan pembengkakan benjolan pada sendi atau radang
pada sendi secara serentak.(utomo.2005:60)
Penyakit rematik meliputi cakupan luas dari penyakit yangdikarakteristikkan oleh
kecenderungan untuk mengefek tulang, sendi, dan jaringan lunak (Soumya, 2011).
Penyakit rematik dapat digolongkan 2 bagian, yang pertama diuraikan sebagai penyakit
jaringan ikat karena ia mengefek rangkapendukung (supporting framework) tubuh dan
organ-organ internalnya. Antara penyakit yang dapat digolongkan dalam golongan ini
adalah osteoartritis, gout, danfibromialgia. Golongan yang kedua pula dikenali sebagai
penyakit autoimun karenaia terjadi apabila sistem imun yang biasanya memproteksi
tubuh dari infeksi danpenyakit, mulai merusakkan jaringan-jaringan tubuh yang sehat.
Antara penyakityang dapat digolongkan dalam golongan ini adalah rheumatoid
artritis,spondiloartritis, lupus eritematosus sistemik dan skleroderma. (NIAMS, 2008)
Berdasarkan defenisi di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa penyakit Reumatik
adalah penyakit sendi yang disebabkan oleh peradangan pada persendian sehingga tulang
sendi mengalami destruksi dan deformitas serta menyebabkan jaringan ikat akan
mengalami degenerasi yang akhirnya semakin lama akan semakin parah.

2. Jenis-Jenis Reumatik
Ditinjau dari lokasi patologis maka jenis rematik tersebut dapat dibedakan dalam dua
kelompok besar yaitu rematik artikular dan rematik Non artikular . Rematik artikular atau
arthritis (radang sendi) merupakan gangguan rematik yang berlokasi pada persendian .
diantarannya meliputi arthritis rheumatoid,osteoarthritis dan gout arthritis. Rematik non
artikular atau ekstra artikular yaitu gangguan rematik yang disebabkan oleh proses diluar
persendian diantaranya bursitis,fibrositis dan sciatica(hembing, 2006 dalam Iwayan : 9)
Rematik dapat dikelompokan dalam beberapa golongan yaitu :
a. Osteoartritis.
Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri,
deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi – sendi tangan dan
sendi besar yang menanggung beban.
b. Artritis rematoid.
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi
utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi
pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut
sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga menunjukkan gejala berupa
kelemahan umum cepat lelah.
c. Olimialgia Reumatik.
Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan kekakuan
yang terutama mengenai otot ekstremitas proksimal, leher, bahu dan panggul.
Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar 50 tahun ke atas.
d. Artritis Gout (Pirai).
Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran khusus, yaitu
artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari pada wanita. Pada pria
sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita biasanya mendekati masa
menopause.

3. Etiologi
Penyebab dari Reumatik hingga saat ini masih belum terungkap, namun beberapa faktor
resiko untuk timbulnya Reumatik antara lain adalah :
a. Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada
umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
b. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering
terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keeluruhan dibawah
45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas
50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini
menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
c. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari
seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua
kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak anaknya perempuan
cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan dari
wanita tanpa osteoarthritis.
d. Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat
perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih
jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia. Osteoartritis
lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih.
Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada
frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
e. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak
hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga
dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).

4. Tanda Dan Gejala Reumatik


a. Nyeri pada anggota gerak
b. Kelemahan otot
c. Peradangan dan bengkak pada sendi
d. Kekakuan sendi
e. Kejang dan kontraksi otot
f. Gangguan fungsi
g. Sendi berbunyi(krepitasi)
h. Sendi goyah
i. Timbunya perubahan bentuk
j. Timbulnya benjolan nodul
5. Patofisiologi
UMUR JENIS KELAMIN GENETIK SUKU KEGEMUKAN

Kerusakan fokal tulang rawan Pembentukan tulang baru pada sendi yang
progresiftulang rawan, sendi dan tepi sendi

Perubahan metabolism tulang

Peningkatan aktivitas enzim yang merusak makro molekul matriks tulang rawan sendi

penurunan kadar proteoglikan

Berkurangnya kadar proteoglikan

Perubahan sifat sifat kolagen

Berkurangnya kadar air tulang rawan sendi

Permukaan tulang rawan sendi terbelah pecah dengan robekan

Timbul laserasi

Rueumatik
6. Penatalaksanaan Reumatik
a. Obat obatan
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh
karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan.
Obat-obat anti inflamasinon steroid bekerja sebagai analgetik dan sekaligus
mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses
patologis osteoartritis.
b. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang
baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian
tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan.
Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).
c. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus menjadi
program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali dapat
mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
d. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya yang
menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin
menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut
memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai
alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
e. Persoalan Seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada tulang
belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter
karena biasanya pasien enggan mengutarakannya.
f. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi
pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian panas yang
sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada
sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai
sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator,
bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran
panas. Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat
otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometric lebih
baik dari pada isotonic karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi
dan tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban
ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular. memegang
peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-
otot tersebut adalah penting
g. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan sendi yang
nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan
adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian,
debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan
osteofit.

7. Pencegahan
a. Hindari kegiatan tersebut apabila sendi sudah terasa nyeri ,sebaiknya berat badan
diturunkan , sehingga bila kegemukanmnegakibatkan beban pada sendi lutut atau
tulang pinggul terlalu berat.
b. Istrahat yang cukup pakailah kaus kaki atau sarung tangan sewaktu tidur pada malam
hari dan kurangi aktivitas berat secara perlahan lahan.
c. Hindari makanan dan segala sesuatu secara berlebihan atau terutaman segala sesuatu
yang mencetus reumatik. Kurangi makanan yang kaya akan purin misalnya : daging ,
jeroan (seperti kikil), babat,usus,hati , ampela dan dll .
LAPORAN PENDAHULAUAN
KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN RHEUMATIK

NAMA : RISI SUSANTI S.Kep


NIM : 21214062

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PALEMBANG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULAUAN
KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN RHEUMATIK

NAMA : RISA AFRILISA


NIM : 21214061

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PALEMBANG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULAUAN
KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN RHEUMATIK

NAMA : RIAN DWI PUTRA


NIM : 21214057

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PALEMBANG


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2019

Anda mungkin juga menyukai