DISUSUN OLEH
EKA PRASETYA NUGRAHA 17050524053
i|Page
DAFTAR ISI
MAKALAH ............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. iii
BAB I ....................................................................................................................................iv
PENDAHULUAN............................................................................................................iv
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................................iv
1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................................vi
1.3 TUJUAN .....................................................................................................................vi
BAB II ................................................................................................................................... 1
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 1
2.1 Pengertian Pragmatisme ........................................................................................... 1
2.2 Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme ........................................................................... 2
2.3 Kritik-kritik terhadap Pragmatisme ........................................................................... 4
2.4 Implikasi terhadap Pendidikan.................................................................................. 7
BAB III .................................................................................................................................. 9
PENUTUP ............................................................................................................................. 9
3.1 KESIMPULAN ............................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 10
ii | P a g e
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kelimpahannya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul MEMAHAMI
CARA KERJA PRAGMATISME DALAM PENDIDIKAN ini dapat
diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun dalam rangka pemenuhan tugas
kuliah untuk Ujian Akhir Semester mata kuliah Filsafat Pendidikan. Kami
sadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini tidak dapat selesai dengan baik
tanpa bantuan dari berbagai pihak.
Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Filsafat Pendidikan bapak Drs. Djoko Suwito, M.Pd., rekan-rekan , serta semua
pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu dalam member masukan
penyusunan makalah ini. Demikianlah makalah ini kami buat, kami mohon
maaf apabila ada kekurangan, semoga bisa bermanfaat.
Surabaya, Desember
2018
Penyusun
iii | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu kata kunci dalam filsafat John Dewey secara keseluruhan, dan
bukan hanya dalam filsafat pendidikannya, adalah ”pengalaman” (experience).
Hal ini bisa kita telisik dalam tiga karyanya (Experience and Education,
Experience and Nature, Art as Experience) yang secara eksplisit menyebut
istilah experience sebagai judul utamanya (Sudarminta, 2004: vii).
Prinsip kontinuitas ini berlaku tidak sama dalam setiap kasus. Terkadang ia
memiliki cara tertentu, dan menghasilkan kualitas pengalaman menuruti cara
prinsip itu berada. Realitas, bagi kaum pragmatisme seperti Dewey, dipahami
sebagai sesuatu yang terus-menerus berubah, dinamis, menuruti perkembangan
pengalaman manusia yang kian meluas (Knight, 2007: 112), dan tidak bersifat
metafisis (Gutek, 1988: 90). Karena secara epistemologis manusia adalah
makhluk yang masing-masing memiliki pengalaman (Knight, 2007: 119), maka
iv | P a g e
tidak ada lagi kebenaran universal. Kebenaran adalah relatif, karena kebenaran
hari ini belum tentu dianggap benar hari esok. Yang benar, sejauh menuntun
konsekuensi-konsekuensi efektif bila diterapkan ke dalam masalah praktis dan
nyata (O’nel, 2002: 418). Konsekuensinya, secara aksiologis, tidak ada prinsip
moralitas yang mengikat secara universal. Apa yang dianggap baik secara etis
adalah ”apa yang berguna dan berfungsi” menurut pengalaman masing-masing
(Knight, 2007: 114-6).
Manusia hidup dari lahir sampai mati, seperti itu, berkat apa yang telah
dilakukan dan diwariskan dari aktivitas manusia sebelumnya (Dewey, 2004:
26-28). Segala sesuatu akan tergantung pada kualitas pengalaman yang dimiliki
tersebut. Pengalaman apapun selalu memiliki dua aspek: keserasian dan
ketidakserasian (Dewey, 2004: 12). Jika rangkaian pengalaman tersebut
berpadu secara utuh (integrated), maka kualitas pengalaman tersebut bisa
disebut serasi. Dan bila sebaliknya, terpecah-pecah, tidak terkait, maka kualitas
pengalaman itu akan berantakan, tidak serasi. Akibatnya, kata Dewey, bisa
berupa kegilaan (Dewey, 2004: 34).
v|Page
Ia tidak hanya menyadarkan prinsip umum mengenai pengalaman aktual dari
kondisi lingkungan, serta keadaan fisik dan sosial yang ada, tetapi menarik
keadaan itu untuk membangun pengalaman yang berfaedah (Dewey, 2004: 26-
8).
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui arti dari pragmatisme.
2. Mengetahui tokoh-tokoh filsafat pragmatisme.
3. Mengetahui kritik terhadap pragmatisme.
4. Mengetahui implikasi terhadap pragmatisme.
vi | P a g e
BAB II
PEMBAHASAN
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin
sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi
masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka
konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
1|Page
2.2 Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme
1. Charles Sandre Peirce ( 1839 M )
Dalam konsepnya ia menyatakan bahwa, sesuatu dikatakan
berpengaruh bila memang memuat hasil yang praktis. Pada kesempatan
yang lain ia juga menyatakan bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan suatu
filsafat, bukan metafisika, dan bukan teori kebenaran, melainkan suatu
teknik untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah (Ismaun,
2004:96). Dari kedua pernyataan itu tampaknya Pierce ingin menegaskan
bahwa, pragmatisme tidak hanya sekedar ilmu yang bersifat teori dan
dipelajari hanya untuk berfilsafat serta mencari kebenaran belaka, juga
bukan metafisika karena tidak pernah memikirkan hakekat dibalik realitas,
tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung pada tataran ilmu praktis untuk
membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia.
2|Page
Di dalam bukunya, The Varietes of Religious Experience atau
keanekaragaman pengalaman keagamaan, James mengemukakan bahwa
gejala keagamaan itu berasal dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang
tidak disadari, yang mengungkapkan diri di dalam kesadaran dengan cara
yang berlainan. Barangkali di dalam bawah sadar kita, kita menjumpai
suatu relitas cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan
saja. Sebab tiada sesuatu yang dapat meneguhkan hal itu secara mutlak.
Bagi orang perorangan, kepercayaan terhadap suatu realitas cosmis yang
lebih tinggi merupakan nilai subjektif yang relatif, sepanjang kepercayaan
itu memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian
hidup, perasaan damain keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.
3|Page
dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu dengan cara
utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala
penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai
konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai
penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya
dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme.
Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak dan kemajuan
nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat
hari esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa
dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita.
4|Page
dengan sains dan teknologi maupun ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan. Ini
adalah suatu kekeliruan.
5|Page
Atas dasar dua argumen ini, maka Metode Ilmiyah adalah cabang dari
Metode Akliyah. Jadi yang menjadi landasan bagi seluruh proses berpikir
adalah Metode Akliyah, bukan Metode Ilmiyah, sebagaimana yang
terdapat dalam Pragmatisme.
6|Page
2.4 Implikasi terhadap Pendidikan
1. Tujuan Pendidikan
Filsuf paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus
mengajarkan seseorang tentang bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri
terhadap perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Sekolah harus
bertujuan untuk mengembangkan pengalaman-pengalaman yang akan
memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik.
2. Kurikulum
Menurut para filsuf paragmatisme, tradisi demokrasi adalah tradisi
memperbaiki diri sendiri (a self-correcting trdition). Pendidikan berfokus
pada kehidupan yang aik pada masa sekarang dan masa yang akan datang.
Kurikilum pendidikan pragmatisme “berisi pengalaman-pengalaman yang
telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Adapun
kurikulum tersebut akan berubah.
3. Metode Pendidikan
Ajaran pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode
pemecahan masalah (problem solving method) serta metode penyelidikan
dan penemuan (inquiri and discovery method). Dalam praktiknya
(mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat pemberi
kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka,
antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan
bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat
diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
7|Page
haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat dan masalah pribadinya.
Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu
pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk
memecahkan kebutuhan yang dirasakannya.
8|Page
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti
tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan
bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan
perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis.
Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William
James dan John Dewey.
9|Page
DAFTAR PUSTAKA
Munir, Misnal, Drs., M.Hum., dkk. 2006 Filsafat Ilmu. Pustaka Pelajar :
Yogyakarta.
10 | P a g e