Pengantar
2. Faktor Kesejarahan
Perubahan makna karena faktor kesejarahan berhubunhan
dengan perkembangan leksem. Misalnya : leksem wanita sebenarnya
berasal dari leksem betina. Leksem betina selalu dihubungkan dengan
hewan; sedangkan leksem wanita merupakan leksem yang berpadanan
dengan perempuan.
Contoh meluas:
Kata „priyayi‟
Mulanya kata tersebut bermakna orang yang
berpendidikan/terhormat/kaya. Namun, sekarang makna keta tersebut lebih
kepada orang yang kaya saja. Contoh-contoh lain: nenek, kakek, om dan
paman.
4. Faktor Psikologis
Perubahan makna secara psikologis terjadi kerena adanya perasaan
untuk memperhalus ucapan yang disebabkan oleh rasa takut, menjaga
perasaan orang lain dan sebagainya.
Dalam bukunya Pengantar Semantik, Stephen Ulman menyebutkan
bahwa ada dua sebab yang mempengaruhi faktor psikologis, yaitu:
a. Faktor emotif yaitu perubahan makna yang disebabkan karena
pengaruh perasaan. Menurut Sperber,jika kita secara intens berminat
dalam suatu hal, maka kita cenderung membicarakan hal tersebut,
walaupun sebenarnya tidak ada kaitannya dengan apa yang kita
bicarakan.
Contoh:
1) Kata bomber adalah sebuah pesawat pembom, namun kita sering
menggunakan kata tersebut untuk menyebutkan wanita gemuk.
2) Kata mengebom adalah sebuah kegiatan meluncurkan bom, namun
sering digunakan untuk menyampaikan makna mengentut.
b. Tabu
Tabu tersebut juga dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Tabu karena ketakutan yaitu sebuah ketakutan terhadap makhluk atau
sesuatu yang supranatural untuk menyebutkan namanya.
Contohnya:
a) Di masyarakat Jawa, di desa kebiasaan menyebut roh-roh yang
dikeramatkan dengan sebutan mbah/kakek.
b) Di Sumatra kebiasaan para pemburu menyebut ular dengan
akar dan kyai untuk macan.
3) Tabu karena sopan santun yaitu tiga hal yang mengenai seks, bagian, fungsi
tubuh tertentu dan cacian.
Contohnya :
a) Kata kotor bermakna tidak senonoh/porno.
b) Kurang asem bermakna kurang ajar.
9. Faktor Asosiasi
Kata-kata yang diluar bidang asalnya sering masih ada
hubungannya dengan makna kata tersebut pada bidang asalnya.
Misalnya kata kursi yang berasal dari suatu alat makna asalnya
“tempat untuk duduk”, tetapi jika dipakai dalam kalimat Para pejabat
saling adu strategi demi mendapatkan kursi di Senayan. Kata kursi
bermakna “jatah jabatan”. Asosiasi berhubungan pula dengan aspek
tempat dan waktu. Misalnya, yang bertalian dengan tempat, jika
seluruh warga Indonesia yang dipelosok mengatakan akan merantau ke
ibukota tentu yang dimaksud adalah pergi ke Jakarta. Contoh yang
bertalian dengan waktu, jika ada yang mengatakan “Upacara 17
Agustus” tentu yang dimaksudkan adalah Upacara Peringatan Hari
Kemerdekaan.
Contoh:
Berlayar
Makna lama : bepergian menggunakan sampan
Makna baru : bepergian menggunakan alat transportasi laut
Nenek
Makna lama : sebutan untuk orang tua dari ayah/ibu
Makna baru : semua wanita yang sudah lanjut usia
b. Penglihatan, peraba
- Tiada yang bisa menandingi kelembutan pemandangan
pegunungan dipagi hari.
c. Penglihatan, perasa
- Manis sekali wajah anak itu.
- Orang itu langsung memasang muka kecut ketika ia tahu bahwa
anaknya yang melakukan hal itu.
d. Penglihatan, penciuman
- Aroma wangi dari pengharum ruangan itu membuat suasana kelas
kami menjadi cerah.
e. Pendengaran, peraba
- Lembutnya suara Tompi menyihir semua orang dalam konser
malam itu.
f. Pendengaran, perasa
- Suaranya sungguh enak didengar sampai dapat merusak radio saya.
g. Pendengaran, penciuman
- “Ini baru sedap,” kata seorang juri ketika menilai suara Ani dalam
acara Bang Haji Mencari Bakat kemarin.
h. Peraba, perasa
- Kasurmu enak sekali, membuatku enggan beranjak darinya.
i. Peraba, penciuman
- Aromanya parfum ini lebih lembut, tidak setajam yang satunya.
j. Perasa, penciuman
- Pantas saja ia menjadi idola bagi para pria. Selain berparas cantik,
baunya juga enak.
7. Metafora
Metafora adalah pemakaian kata tertentu untuk objek atau konsep
lain berdasarkan kias atau persamaan (Kridalaksana, 1984: 123 dalam
Sarwiji, 2011: 167).
Menurut Suryadi (2006: 4), metafora berasal dari bahasa Yunani
metaphora yang berarti memindahkan. Metafora membuat perbandingan
antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang
hidup walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan
kata-kata: seperti, ibarat, bak, umpama, penaka, serupa.
Jadi, metafora adalah suatu bentuk perubahan makna dengan
menukarkan dua hal atau benda, yaitu leksemnya, yang memiliki tujuan
memunculkan kesan hidup dengan tidak mengeksplisitkan leksem
perbandingan. Dalam uraian terseut juga menjelaskan bahwa letak
perbedaan metafora dengan simile adalah pada pemakaian leksem
perbandingannya.
Contoh:
kaki meja,
kaki gunung,
mulut gua,
dan juga dalam pemakaian bahasa iklan, baik berwujud verbal maupun
hanya visual (Suryadi, 2006: 5)
Referensi
Oleh:
1. ATIK ERNA WIDYASTUTI K1210011
2. DONY SURYODI PUTRA K1210021
3. ERIANA WIDYA R. K1210023
4. ERNI RAHAYU K1210024
5. MUHAMMAD RIZQI R. K1210035
6. PRASTIANTO WAHYU S. K1210039
7. RIANA CHANDRA SARI K1210044
8. SANDITA NITYAS A. K1210050
9. YUSUF MUFLIKH R. K1210064