Anda di halaman 1dari 15

A.

Pengantar

Masalah bahasa merupakan masalah yang cukup kompleks, bukan saja


karena bahasa adalah unsur dan pendukung kebudayaan, melainkan juga
karea masalah bahasa mencakup kepentingan segenap lapisan masyarakat.
Bahasa memiliki fungsi yang sangat kompleks dalam kehidupan manusia baik
secara individual (personal) maupun secara sosial (komunal). Fungsi utama
bahasa adalah sebagai media komunikasi.
Sejalan dengan sifat masyarakat yang dinamis, maka bahasa yang
digunakan juga senantiasa berkembang. Bahasa berkembang sesuai dengan
perkembangan pemikiran manusia, berkembang selaras denga perkembangan
kebudayaan dan peradaban masyarakat pemakainya.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pemakaian bahasa diwujudkan
dalam bentuk leksem-leksem dan kalimat. Masyarakat pemakai bahasalah
yang menggunakan leksem dan kalimat sehingga merekalah yang menambah
kosa kata yang ada sesuai kebutuhan. Perubahan yang terjadi dalam bahasa
mencangkup penambahan, pengurangan maupun pergeseran. Perubahan
leksem menyebabkan maknanya berubah dengan demikian terjadi pula
perubahan makna.
Makna sebuah leksem atau kata secara diakronis dapat mengalami
perubahan, terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya perubahan
makna , yaitu:(1) bahasa senantiasa berkembang; (2) makna sebuah leksem
sering bersifat samar-samar atau kabur; (3) kehilangan motivasi; (4) terdapat
makna ganda; (5) ambigu (ambiguous contex); dan (6) struktur kosa kata
(Pateda, 1989:71)

B. Faktor Perubahan Makna

Faktor-faktor perubahan makna tersebut antara lain faktor linguistik,


faktor kesejahteraan, faktor sosial masyarakat, faktor psikologis, faktor
kebutuhankata baru, faktor pengembangan ilmu dan teknologi, faktor
perbedaan bidang pemakaian atau lingkungan, faktor pengaruh bahasa asing,
faktor asosiasi, faktor pertukaran tanggapan indera, faktor perbedaan
tanggapan pemakaian bahasa, dan faktor penyingkatan.
1. Faktor linguistik
Perubahan makna karena faktor linguistik bertalian erat dengan
fonologi, morfologi dan sintaksis. Misal :
Kata sahaya yang mulanya dihubungkan dengan „budak‟, tapi karena
leksem tersebut berubah menjadi saya selalu dihubungkan dengan kata
ganti orang pertama hormat.
Kata bermain mempunyai makna „melakukan sesuatu untuk
bersenang-senang‟. Contohnya bermain_tenis. Maknanya akan berubah
jika kata iti diubah menjadi bermain-main, yakni „bersenang-senang
dengan melakukan sesuatu‟. Misalnya, anak itu sedang bermain-main di
lapangan rumput.

2. Faktor Kesejarahan
Perubahan makna karena faktor kesejarahan berhubunhan
dengan perkembangan leksem. Misalnya : leksem wanita sebenarnya
berasal dari leksem betina. Leksem betina selalu dihubungkan dengan
hewan; sedangkan leksem wanita merupakan leksem yang berpadanan
dengan perempuan.

3. Faktor Sosial Masyarakat


Perubahan makna karena faktor sosial berhubungan dengan
perkembangan leksem yang ada di dalam masyarakat tersebut. Perubahan
makna tersebut ada dua macam, yaitu perkembangan mengkhusus atau
menyempit dan mengumum atau meluas.
Contoh mengkhusus:
a. Kata kitab, dulu kata ini berarti buku, namun jaman sekarang berarti
buku dikalangan agama/kitab suci.
b. Kata oknum, dulu kata ini berarti anggota, namun jaman sekarang
berarti anggota suatu aparat yang tidak baik.

Contoh meluas:
Kata „priyayi‟
Mulanya kata tersebut bermakna orang yang
berpendidikan/terhormat/kaya. Namun, sekarang makna keta tersebut lebih
kepada orang yang kaya saja. Contoh-contoh lain: nenek, kakek, om dan
paman.

4. Faktor Psikologis
Perubahan makna secara psikologis terjadi kerena adanya perasaan
untuk memperhalus ucapan yang disebabkan oleh rasa takut, menjaga
perasaan orang lain dan sebagainya.
Dalam bukunya Pengantar Semantik, Stephen Ulman menyebutkan
bahwa ada dua sebab yang mempengaruhi faktor psikologis, yaitu:
a. Faktor emotif yaitu perubahan makna yang disebabkan karena
pengaruh perasaan. Menurut Sperber,jika kita secara intens berminat
dalam suatu hal, maka kita cenderung membicarakan hal tersebut,
walaupun sebenarnya tidak ada kaitannya dengan apa yang kita
bicarakan.
Contoh:
1) Kata bomber adalah sebuah pesawat pembom, namun kita sering
menggunakan kata tersebut untuk menyebutkan wanita gemuk.
2) Kata mengebom adalah sebuah kegiatan meluncurkan bom, namun
sering digunakan untuk menyampaikan makna mengentut.
b. Tabu
Tabu tersebut juga dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Tabu karena ketakutan yaitu sebuah ketakutan terhadap makhluk atau
sesuatu yang supranatural untuk menyebutkan namanya.
Contohnya:
a) Di masyarakat Jawa, di desa kebiasaan menyebut roh-roh yang
dikeramatkan dengan sebutan mbah/kakek.
b) Di Sumatra kebiasaan para pemburu menyebut ular dengan
akar dan kyai untuk macan.

2) Tabu karena kenyamanan yaitu adanya kecenderungan untuk


mbghindarkan acuan langsung kapada hal-hal yang tidak menyenangkan.
Contohnya:
a) Mengatakan uang suap, untuk korupsi dan semacamnya.
b) Mengatakan kata diamankan untuk makna kata ditahan.

3) Tabu karena sopan santun yaitu tiga hal yang mengenai seks, bagian, fungsi
tubuh tertentu dan cacian.
Contohnya :
a) Kata kotor bermakna tidak senonoh/porno.
b) Kurang asem bermakna kurang ajar.

5. Faktor Kebutuhan Kata Baru


Perubahan makna karena faktor kebutuhan kata baru berhubungan
erat dengan kebutuhan masyarakat pemakai bahasa. Hal ini disebabkan
karena bahasa terus berkembang selaras dengan dinamika masyarakat
pemilik dan pemakai bahasa. Pemikiran manusia sesuai dengan
kebutuhannya. Oleh karena itu bahasa juga berkembang karena bahasa
sebagai alat komunikasi utama bagi manusia. Seperti yang dikatakan oleh
Stephen Ulman dalam bukunya Pengantar Semantik (2007, 263)
penemuan ilmiah dan perkembangan yang lain, memaksa perlunya
menemukan nama baru, dan kebutuhan itu ditemukan dengan menambah
makna-makna segar pada istilah Latin.
Contoh kebutuhan akan makna baru:
a. Kata dia yang dirasa kurang nyaman, makan muncullah kata beliau.
b. Kata tank untuk menunjukkan kendaraan berlapis baja yang ditemukan
pada perang dunia 1. padahal kata itu semula berarti wadah besar, lalu
diberi makna baru yang ditambahi agak sewenang-wenang.
c. Kata vampire adalah binatang, mirip kelelawar yang menghisap
darah. Namun, maknanya berganti sebuah hantu dr china yang
menghisap darah manusia.

6. Faktor Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi dapat
menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata atau leksem. Kita
sering menemukan adanya sebuah kata yang pada mulanya mengandung
konsep makna yang sederhana sampai kini tetap dipakai meskipun konsep
makna yang dikandungnya telah berubah.
Misalnya:
a. Leksem berlayar dulu mengacu pada pengertian “menempuh
perjalanan laut dengan perahu layar”. Sekarang sekalipun sudah
digunakan kapal-kapal bermesin yang tidak memakai layar, perjalanan
laut itu masih menggunakan leksem berlayar.
b. Leksem manuskrip pada mulanya berarti “tulisan tangan”, tetapi kini
walaupun semua naskah sudah ditulis dengan mesin ketik atau
computer, leksem manuskrip tetap digunakan.

7. Faktor Perbedaan Bidang Pemakaian Lingkungan


Setiap bidang kegiatan mempunyai sejumlah kosa kata tersendiri
yang hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu yang berlaku di
bidang tersebut. Kosa kata yang digunakan dalam bidang tertentu bisa saja
digunakan dalam bidang lain atau menjadi kosa kata umum. Oleh karena
itu, kata-kata tersebut menjadi memiliki makna baru atau makna lain
disamping makna aslinya (makna yang berlaku dalam bidangnya).
Misalnya:
a. Kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian. Contohnya seperti
dalam frase menggarap sawah, tanah garapan, dan petani penggarap,
kini juga digunakan dalam bidang-bidang lain dengan makna
‘mengerjakan’ seperti misal dalam frase menggarap skripsi.
b. Kata akar dalam bidang pertanian bermakna “bagian tumbuh-
tumbuhan yang masuk ke dalam tanah sebagai alat pengisian air dan
zat makanan”; Sedangkan dalam matematika kata akar bermakna
bilangan yang diperoleh dari suatu bilangan yang diuraikan dari
pangkatnya (misalnya: √16=4)

8. Faktor Pengaruh Bahasa Asing


Perubahan makna juga banyak disebabkan oleh pengaruh
bahasa asing yang berupa peminjaman makna. Misalnya kata butir
yang sebenarnya berupa kata bantu bilangan yang mengacu pada benda
yang bulat dan kecil, sekarang kata butir juga dipakai sebagai padanan
kata item. Misalnya, dalam ujian kali ini terdapat 5 butir pertanyaan.
Contoh lain: kata menyunting dapat bermakna „memperistri‟ dan
„mengedit‟.

9. Faktor Asosiasi
Kata-kata yang diluar bidang asalnya sering masih ada
hubungannya dengan makna kata tersebut pada bidang asalnya.
Misalnya kata kursi yang berasal dari suatu alat makna asalnya
“tempat untuk duduk”, tetapi jika dipakai dalam kalimat Para pejabat
saling adu strategi demi mendapatkan kursi di Senayan. Kata kursi
bermakna “jatah jabatan”. Asosiasi berhubungan pula dengan aspek
tempat dan waktu. Misalnya, yang bertalian dengan tempat, jika
seluruh warga Indonesia yang dipelosok mengatakan akan merantau ke
ibukota tentu yang dimaksud adalah pergi ke Jakarta. Contoh yang
bertalian dengan waktu, jika ada yang mengatakan “Upacara 17
Agustus” tentu yang dimaksudkan adalah Upacara Peringatan Hari
Kemerdekaan.

10. Faktor Pertukaran Tanggapan Indera


Di dalam pemakaian bahasa sering terjadi adanya pertukaran
tanggapan antara indera yang berbeda. Manis yang seharusnya ditangkap
indera perasa lidah, lalu diindera dengan indera penglihatan; misalnya
dalam kalimat Hari ini senyumnya sungguh manis. Terjadinya perubahan
makna karena pertukaran tanggapan indera disebut dengan sinestesia.
Contoh lain dari sinestesia:
a. Aku mendapatkan pengalaman pahit hari ini.
b. Kritikannya sungguh pedas akhir-akhir ini.
c. Tutur katanya sungguh halus.

11. Faktor Perbedaan Tanggapan Pemakai Bahasa


Suatu kenyataan bahwa sejumlah kata yang digunakan oleh
masyarakat pemakainya tidaklah mempunyai nilai yang sama. Hal ini
berkaitan erat dengan pandangan hidup dan norma yang ada dalam
masyarakat tersebut. Kata-kata yang bernilai tinggi sering disebut dengan
istilah amelioratif, sedangkan kata-kata yang bernilai rendah sering disebut
dengan peyoratif. Misal, kata wanita dewasa ini dianggap bernilai tinggi
(amelioratif), sedangkan perempuan dianggap bernilai rendah (peyoratif).
Contoh lain adalah sebagai berikut:
a. Kata tuna netra dianggap lebih bernilai tinggi dibandingkan kata buta.
b. Kata busana dianggap lebih bernilai tinggi dibandingkan kata pakaian.
c. Kata gemuk dianggap lebih bernilai tinggi dibandingkan kata gendut.
d. Kata rombongan dianggap lebih bernilai tinggi dibandingkan kata
gerombolan.
e. Kata istri dianggap lebih bernilai tinggi dibandingkan kata bini.
12. Faktor Penyingkatan
Kita melihat terdapat sejumlah ungkapan dalam bahasa Indonesia
yang karena sering digunakan, sekalipun tidak diucapkan secara
keseluruhan orang pun sudah memahami maksudnya. Misal, jika ada
orang mengatakan dok maka orang lain pun tahu bahwa yang
dimaksudkan adalah “dokter”, lab adalah “laboratorium”, meninggal
maksudnya “meninggal dunia”, berpulang maksudnya “berpulang ke
Rahmatullah”, lok maksudnya “lokomotif”. Contoh lain adalah sebagai
berikut:
a. Prof maksudnya adalah “professor”
b. Bjhbjkh
c. bvnbn

C. Macam-Macam Perubahan Makna


Sebagaimana telah dipaparkan di atas bahwa dalam pertumbuhan
bahasa, makna suatu kata dapat mengalami perubahan. Perubahan makna atau
perubahan semantik tersebut tentu saja dapat kita lihat dari bermacam-macam
segi. Di dalam bahasa Indonesia kita mengenal dari berbagai macam
perubahan makna, yaitu: Perluasan (generalisasi), Penyempitan (spesialisasi),
Peninggian (ameliorasi), Penurunan (peyorasi), Pertukaran (sinestesia),
Persamaan (asosiasi), Metafora.
Pada uraian berikut ini akan kita bicarakan macam-macam perubahan
makna di atas beserta contoh-contohnya. Pemahaman terhadap berbagai jenis
perubahan ini sangat penting bagi pemakai bahasa pada umumnya di dalam
perilaku atau tindak bahasa yang dilakukan dalam kesehariannya, baik yang
bersifat formal maupun yang bersifat nonformal. Pengetahuan dan
pemahaman yang baik tentang perubahan makna akan menolong para pemakai
bahasa untuk dapat memilih secara tepat kata-kata atau bentuk yang tepat di
dalam kegiatan komunikasi.
1. Perluasan Makna atau Generalisasi
Proses perubahan makna dari yang lebih sempit (khusus) ke yang
lebih luas (umum).

Contoh:
Berlayar
Makna lama : bepergian menggunakan sampan
Makna baru : bepergian menggunakan alat transportasi laut

Nenek
Makna lama : sebutan untuk orang tua dari ayah/ibu
Makna baru : semua wanita yang sudah lanjut usia

2. Penyempitan Makna atau Spesialisasi


Proses perubahan makna dari yang lebih luas (umum) ke yang
lebih sempit (khusus).
Contoh:
Madrasah
Makna lama : semua sekolahan
Makna baru : sekolah agama Islam

3. Peningkatan Makna atau Ameliorasi


Peninggian makna atau ameliorasi adalah proses perubahan makna
kata yang mengakibatkan makna yang baru dirasakan lebih tinggi, hormat
atau baik nilainya daripada makna yang lama atau semula.
Contoh ameliorasi :
Pria lebih baik daripada laki-laki
Wanita lebih baik daripada perempuan
Bung lebih baik daripada bang
Putra lebih baik daripada anak
Suami lebih baik daripada laki-laki
Istri lebih baik daripada bini
Melahirkan lebih baik daripada beranak
Hamil lebih baik daripada bunting
Saya lebih baik daripada gua
Anda lebih baik daripada kamu
Tunanetra lebih baik daripada buta
Tunarungu lebih baik daripada tuli
Tunawisma lebih baik daripada gelandangan
Tunasusila lebih baik daripada pelacur
Buang air lebih baik daripada berak

4. Penurunan Makna atau Peyorasi


Penurunan makna atau peyorasi adalah proses perubahan makna
yang mengakibatkan makna baru atau makna sekarang dirasakan lebih
rendah, kurang baik, kurang menyenangkan, atau kurang halus nilainya
daripada makna semula (lama). Peyorasi merupakan kebalikan dari
ameliorasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ameliorasi dan
peyorasi bertalian dengan nilai rasa (emotif).
Contoh peyorasi :
Perempuan lebih rendah daripada wanita
Bini lebih rendah daripada istri
Bunting lebih rendah daripada hamil
Beranak lebih rendah daripada melahirkan
Mampus lebih rendah daripada meninggal dunia
Laki-laki lebih rendah daripada pria
Buta lebih rendah daripada tunanetra
Tuli lebih rendah daripada tunarungu
Gelandangan lebih rendah daripada tunawisma
Pelacur lebih rendah daripada tunasusila
Idiot lebih rendah daripada tunagraita
5. Sinestesia
Sinestesia berasal dari bahasa Yunani sun artinya sama dan
aisthetikas artinya tampak (Prilya, 2011). Menurut Sarwiji (2011: 166),
sinestesia adalah perubahan makna akibat pertukaran tanggapan dua indera
(dari indera penglihatan ke indera pendengaran, dari indera perasaan ke
indera pendengaran, dan sebagainya).
Amber (2007) juga mendefinisikan bahwa synesthesia is a
neurological condition in which two or more bodily senses are merged so
that the detection of each is mismatched, (sinestesia adalah kondisi
neurologis di mana dua atau lebih indera tubuh digabungkan sehingga
masing-masing terdapat kecocokan.)
Jadi, sinestesia adalah bentuk perubahan makna akibat dari
pertukaran dua panca-indera (pada manusia) atau lebih yang pada tiap
panca-indera yang ditukarkan ada kecocokan dalam pemakaiannya.
Contoh dari sinestesia:
a. Penglihatan, pendengaran
- Sungguh indah suara bintang itu ketika membawakan lagunya
Ungu.

b. Penglihatan, peraba
- Tiada yang bisa menandingi kelembutan pemandangan
pegunungan dipagi hari.

c. Penglihatan, perasa
- Manis sekali wajah anak itu.
- Orang itu langsung memasang muka kecut ketika ia tahu bahwa
anaknya yang melakukan hal itu.
d. Penglihatan, penciuman
- Aroma wangi dari pengharum ruangan itu membuat suasana kelas
kami menjadi cerah.

e. Pendengaran, peraba
- Lembutnya suara Tompi menyihir semua orang dalam konser
malam itu.
f. Pendengaran, perasa
- Suaranya sungguh enak didengar sampai dapat merusak radio saya.

g. Pendengaran, penciuman
- “Ini baru sedap,” kata seorang juri ketika menilai suara Ani dalam
acara Bang Haji Mencari Bakat kemarin.

h. Peraba, perasa
- Kasurmu enak sekali, membuatku enggan beranjak darinya.

i. Peraba, penciuman
- Aromanya parfum ini lebih lembut, tidak setajam yang satunya.

j. Perasa, penciuman
- Pantas saja ia menjadi idola bagi para pria. Selain berparas cantik,
baunya juga enak.

6. Persamaan atau Asosiasi


Asosiasi berarti tautan dalam ingatan pada orang atau barang lain:
pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan, ingatan, atau
kegiatan pancaindera (KBBI, 1985:53 dalam Sarwiji, 2011: 91).
Asosiasi adalah proses perubahan makna sebagai akibat dari
persamaan sifat (Sarwiji, 2011: 166). Jadi, asosiasi adalah pertukaran
antara dua leksem yang terjadi karena proses perubahan makna yang dapat
diterima atas pertukarannya dengan ketentuan adanya persamaan sifat dari
leksem-leksem tersebut.
Contoh asosiasi:
a. Bunga desa itu sedang diperebutkan dua jejaka di sana itu.
b. Hati-hati dengan orang itu. Ia dikenal sebagai tukang catut dalam
setiap acara kampus.
c. Tenang saja. Dia sudah terkenal mau menerima setiap amplop dari
kliennya.

7. Metafora
Metafora adalah pemakaian kata tertentu untuk objek atau konsep
lain berdasarkan kias atau persamaan (Kridalaksana, 1984: 123 dalam
Sarwiji, 2011: 167).
Menurut Suryadi (2006: 4), metafora berasal dari bahasa Yunani
metaphora yang berarti memindahkan. Metafora membuat perbandingan
antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang
hidup walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dengan penggunaan
kata-kata: seperti, ibarat, bak, umpama, penaka, serupa.
Jadi, metafora adalah suatu bentuk perubahan makna dengan
menukarkan dua hal atau benda, yaitu leksemnya, yang memiliki tujuan
memunculkan kesan hidup dengan tidak mengeksplisitkan leksem
perbandingan. Dalam uraian terseut juga menjelaskan bahwa letak
perbedaan metafora dengan simile adalah pada pemakaian leksem
perbandingannya.
Contoh:
kaki meja,
kaki gunung,
mulut gua,
dan juga dalam pemakaian bahasa iklan, baik berwujud verbal maupun
hanya visual (Suryadi, 2006: 5)
Referensi

Jensen, Amber. 2007. Letherbridge Undergraduate Research Journal. Synesthesia.


Tersedia pada http://www.lurj.org/article.php/vol2n1/synesthesia.xml.
Diunduh pada thun 2011.
Nanang Suryadi. 2006. Analisis Metafora dalam Iklan Media Cetak. Tersedia
pada
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=jurnal%20metafora&source=
web&cd=3&ved=0CCUQFjAC&url=http%3A%2F%2Fisjd.pdii.lipi.go.id
%2Fadmin%2Fjurnal%2F4206189196.pdf&ei=CZrnTvHICo3orQelwYip
Bw&usg=AFQjCNEB-XpgZbe_O-MGpKw6fRpY-m2vHw. Diunduh
pada tahun 2011.
Prilya William. 2011. Scribd. Makalah Semantik. Tersedia pada
http://www.scribd.com/doc/58118080/makalah-semantik. Diunduh pada
tahun 2011.
Sarwiji Suwandi. 2011. Semantik Pengantar Kajian Makna. Yogyakarta: Media
Perkasa.
Ullman, Stephen. 2007. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
PERUBAHAN MAKNA

Disusun untuk memenuhi tugas


mata kuliah Semantik
Dosen: Prof. Dr. H. Sarwiji Suwandi, M.Pd.

Oleh:
1. ATIK ERNA WIDYASTUTI K1210011
2. DONY SURYODI PUTRA K1210021
3. ERIANA WIDYA R. K1210023
4. ERNI RAHAYU K1210024
5. MUHAMMAD RIZQI R. K1210035
6. PRASTIANTO WAHYU S. K1210039
7. RIANA CHANDRA SARI K1210044
8. SANDITA NITYAS A. K1210050
9. YUSUF MUFLIKH R. K1210064

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2011

Anda mungkin juga menyukai