CI LAHAN CI INSTITUSI
adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak (Tidy, 2016).
Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio
serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial (Smeltzer, Bare, &
Hinkle, 2010). Tumor intrakranial atau tumor otak merupakan suatu massa abnormal
dari jaringan didalam kranium, dimana sel-sel tumbuh dan membelah dengan tidak
dapat dikendalikan oleh mekanisme yang mengontrol sel-sel normal (Simamora &
Zanariah, 2017). Sol dapat pula didefinisikan sebagai tumor yang jinak atau ganas
baik bersifat primer atau sekunder, dan juga sebagai massa inflamatorik maupun
parasitic yang berletak pada rongga kranium (Ejaz, Saeed, Naseer, Chaudrhy, &
Qureshi, 2005). Tumor intrakanial dapat mengarah pada defisit lokal tergantung pada
lokasinya. Lesi pada lobus frontalis tergantung pada sering mengarah pada penurunan
gangguan sikap, gangguan lapang pandang, ilusi audiotorik atau halusinasi auditorik.
kejang dan penurunan sensorik. Lesi pada lobus oksipitasis dapat menghasilkan
B. Etiologi
selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat
Tujuan susunan saraf pusat primer merupakan komponen besar dari beberapa
tuberose, neurofibromatosis.
Penyebab tumor sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Adapun
beberapa faktor secara umum penyebab tumor sebagai berikut (Nurarif & Kusuma,
2015).
1. Herediter: Pada riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan
2. Sisa-sisa sel embrional: Sel embrional yang tertinggal dalam tubuh akan menjadi
3. Radiasi: Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu
C. Manifestasi Klinik
Menurut Brunner & Suddart (2007), tanda dan gejala yang dapat muncul antara
lain:
a) Sakit kepala
b) Muntah
c) Papiledema
a) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada
penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan
kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan
tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang
saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf
fungsi motorik.
D. Komplikasi
Adapun gangguan sebagai komplikasi yang muncul yaitu (Meagher & Lutsep,
2013).
1. Gangguan fungsi neurologis: Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami
2. Gangguan kognitif: Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami
akan menurun.
3. Gangguan tidur & mood: Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar
pireal, sehingga hormone melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit
tidur, badan malas, depresi, dan penyakit melemahkan system lain dalam tubuh.
galaktorea (kelebihan atau aliran spontan susu). Pada pria dengan prolaktinoma
tingkat kepuasan.
E. Pemeriksaan Penunjang
tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang
sistem vaskuler.
2. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang
otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang
menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
F. Penatalaksanaan
pembedahan. Ada pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis
tumornya. Pada kasus abses seperti loculated abscess, pembesran abses walaupun
jika terdapat subdural hematoma akut dengan middle shift > 5 mm. Operasi juga
cm.
2. Radioterapi: Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti
low grade glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi
pasien dengan gejala klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami peningkatan
tekanan intrakranial, yang salah satu gejala klinis yang sering terjadi adalah
kejang. Phenytoin (300-400mg/kali) adalah yang paling umum digunakan. Selain
5. Antibiotik: Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik
merupakan salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena,
sesuai kultur ataupun sesuai data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6
minggu atau lebih, hal ini disesuaikan dengan hasil pencitraan, apakah ukuran
memiliki penetrasi yang bagus ke sistem saraf pusat, tetapi harus memperhatikan
dosis yang diberikan (tergantung berat badan dan fungsi ginjal) untuk mencegah
toksisitas.
tetapi dosisnya dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang
darah ke otak sehingga terjadi peningkatan TIK, dengan cara hiperventilasi ringan
disertai dengan analisa gas darah untuk menghindari global iskemia pada otak..
9. Diuretika Osmosis: Manitol 20% dengan dosis 0,25-1 gr/kgBB diberikan cepat
dalam 30-60 menit untuk membantu mengurangi peningakatan TIK dan dapat
4. Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis
5. Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise
6. Pemeriksaan Fisik
a) Sirkulasi
Tanda : TD meningkat
pada vasomotor).
b) Eliminasi
Gejala : Tidak ada, dan Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.
c) Nutrisi
d) Hygiene
Gejala : -) dan Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan,
e) Neurosensori
f) Nyeri / kenyamanan
pungung kaku.
g) Pernapasan
h) Keamanan
tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit, fungsi lumbal,
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidakefektifan gangguan perfusi jaringan serebral
2. Nyeri akut
3. Hambatan mobilitas fisik
4. Defisit perawatan diri
5. Resiko jatuh
6. Ansietas
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa NOC (Tujuan & Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)
Keperawatan
1. Resiko NOC: NIC:
ketidakefektifan Status sirkulasi Manajemen sensasi perifer:
gangguan perfusi Perfusi jaringan: serebral Monitor adaya daerah tertentu yang
jaringan serebral Setelah dilakukan tindakan keperawatan hanya peka terhadap
selama ….. pasien mempunyai sistem saraf panas/dingin/tajam/tumpul
pusat dan perifer yang utuh, menunjukkan Monitor adanya paretese
fungsi motoric yang utuh, menunjukkan Instruksi keluarga untuk
fungsi otonom yang utuh, mempunyai mengobservasi kulit jika ada isi atau
pupul yang normal, terbebas dari kejang, laserasi
tidak mengalami sakit kepala, ditandai Gunakan sarung tangan untuk
dengan proteksi
Kriteria hasil: Batasi gerakan pada kepala, leher,
Mendemonstrasikan status sirkulasi kepala dan punggung
yang ditandai dengan: Monitor kempuan BAB
- TTV dalam batas normal Kolaborasi pemberian analgetik
- Tidak ada ortostatikhipertensi Monitor adanya tromboplebitis
- Tidak ada tanda peningkatan TIK Diskusi mengenai penyebab
Mendemonstrasikan kemapuan perubahan sensasi
kognitif yang ditandai dengan:
- Berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
- Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
- Memproses informasi
Menunjukkan fungsi sensori motorik
cranial yang utuh:
- Tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan involunter
Kehilangan auto
regulasi serebral
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
DAFTAR PUSTAKA
Andini, D., & Hanriko, R. (2016). Sefalgia kronik dan hemiparese sinistra e.e. space
occupying lesion. J Medula Unila, 5(1), 45-49.
Brunner, & Suddart. (2007). Textbook of Medical-Surgical Nursing. 10th edition. Vol.2.
Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (6 ed.). (I. Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Penerj.)
Philadephia: Elsevier.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing care plans ed.8.
Philadelphia: F.A Davis Company.
Ejaz, M., Saeed, A., Naseer, A., Chaudrhy, & Qureshi, G. (2005). Intra-cranial Space
Occupying Lesions A Morphological Analysis, Department of Pathology,
Postgraduate Medical Institute, Lahore – Pakistan. Biomedica Vol. 21, 50-62.
Heather, H. T. (2015). Nursing Diagnoses definitions and classification 2015-2017 (10 ed.).
(B. A. Keliat, H. D. Windarwati, A. Pawirowiyono, & A. Subu, Penerj.) Jakarta:
EGC.
Meagher, R. J., & Lutsep, H. L. (2013, Desember 10). Subdural Hematoma. Dipetik Juli 16,
2017, dari Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/113720
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes
Classification (NOC) (5 ed.). (I. Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Penerj.)
Philadelphia: Elsevier.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & nanda nic-noc edisi revisi jilid 3. Yogyakarta: Mediactio.
Simamora, S. K., & Zanariah, Z. (2017). Space occupying lesion (SOL). J Medula Unila,
7(1), 68-73.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., & Hinkle, J. L. (2010). Textbook of medical-surgical nursing (12
ed., Vol. 1). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.
Tidy, C. (2016, December 2). Space ocuupying lesions of the brain. Patient, hal. 1-5.