Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

SPACE OCCUPYING LESION INTRACRANIAL (SOL-IC)


RUANG PERAWATAN NEUROLOGI
DI RS WAHIDIN SUDIROHUSODO TAHUN 2019

Nama Mahasiswa : Nurfifi Sofiana


Nim : R014182027

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) (Syahrul Ningrat, M. Kep.,Ns.,Sp.Kep.M.B)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi

SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai

adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak (Tidy, 2016).

Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio

serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial (Smeltzer, Bare, &

Hinkle, 2010). Tumor intrakranial atau tumor otak merupakan suatu massa abnormal

dari jaringan didalam kranium, dimana sel-sel tumbuh dan membelah dengan tidak

dapat dikendalikan oleh mekanisme yang mengontrol sel-sel normal (Simamora &

Zanariah, 2017). Sol dapat pula didefinisikan sebagai tumor yang jinak atau ganas

baik bersifat primer atau sekunder, dan juga sebagai massa inflamatorik maupun

parasitic yang berletak pada rongga kranium (Ejaz, Saeed, Naseer, Chaudrhy, &

Qureshi, 2005). Tumor intrakanial dapat mengarah pada defisit lokal tergantung pada

lokasinya. Lesi pada lobus frontalis tergantung pada sering mengarah pada penurunan

progresif intelektual, perlambatan aktivitas mental dan gangguan personalitas. Lesi

pada lobus temporalis dapat mengarah pada depersonalisasi, gangguan emosi,

gangguan sikap, gangguan lapang pandang, ilusi audiotorik atau halusinasi auditorik.

Lesi pada lobus parietalis dapat mengakibatkan gangguan sensasi kontralateral,

kejang dan penurunan sensorik. Lesi pada lobus oksipitasis dapat menghasilkan

gangguan lapang pandang persial (Andini & Hanriko, 2016).

B. Etiologi

1. Riwayat trauma kepala

Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma

selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat

belum diketahui gejala klinis.


2. Faktor genetik

Tujuan susunan saraf pusat primer merupakan komponen besar dari beberapa

gangguan yang diturunkan sebagai kondisi autosomal, dominan termasuk sklerasis

tuberose, neurofibromatosis.

3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik dan virus.

Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus

menyebabkan terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi hubungannya

dengan tumor pada manusia masih belum jelas.

Penyebab tumor sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Adapun

beberapa faktor secara umum penyebab tumor sebagai berikut (Nurarif & Kusuma,

2015).

1. Herediter: Pada riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan

kecuali anggota sekeluarga.

2. Sisa-sisa sel embrional: Sel embrional yang tertinggal dalam tubuh akan menjadi

ganas dan merusak, sehingga menjadi perkembangan abnormal, terutama

intrakranial dan kordoma.

3. Radiasi: Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat

mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu

terjadinga suatu glioma.

C. Manifestasi Klinik

Menurut Brunner & Suddart (2007), tanda dan gejala yang dapat muncul antara

lain:

1. Tanda dan gejala peningkatan TIK :

a) Sakit kepala

b) Muntah
c) Papiledema

2. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :

a) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada

satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )

b) Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang

penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan

tumor) dan halusinasi penglihatan.

c) Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan

kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan

nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak disengaja )

d) Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional dan

tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang

tidak teratur dan kurang merawat diri

e) Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan

saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf

kelima), kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas

fungsi motorik.

f) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,

gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia.

D. Komplikasi

Adapun gangguan sebagai komplikasi yang muncul yaitu (Meagher & Lutsep,

2013).

1. Gangguan fungsi neurologis: Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami

gangguan pada serebelum maka akan menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan

keseimbangan) atau gaya berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan jatuh ke


sisi yang lesu, otot-otot tidak terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan mata berirama

tidak disengaja ) biasanya menunjukkan gerakan horizontal.

2. Gangguan kognitif: Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami

gangguan sehingga dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional,

termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memerhatikan juga

akan menurun.

3. Gangguan tidur & mood: Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar

pireal, sehingga hormone melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit

tidur, badan malas, depresi, dan penyakit melemahkan system lain dalam tubuh.

4. Disfungsi seksual: Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi

kuantitas prolaktin yang berlebihan dengan menimbulkan amenurrea atau

galaktorea (kelebihan atau aliran spontan susu). Pada pria dengan prolaktinoma

dapat muncul dengan impotensi dan hipogonadisme.

a) Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan dan perubahan

tingkat kepuasan.

E. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges, Moorhouse, & Murr (2010), pemeriksaan penunjang untuk

menegakkan diagnosis Sol Intrakranial antara lain:

1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas

tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang

sistem vaskuler.

2. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang

otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang

menggunakan CT Scan
3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk

memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.

4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor

5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah

yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus

temporal pada waktu kejang

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Sol Intrakranial dapat meliputi

1. Pembedahan: Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan

pembedahan. Ada pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis

tumornya. Pada kasus abses seperti loculated abscess, pembesran abses walaupun

sudah diberi antibiotik yang sesuai, ataupun terjadi impending herniation.

Sedangkan pada subdural hematoma, operasi dekompresi harus segera dilakukan

jika terdapat subdural hematoma akut dengan middle shift > 5 mm. Operasi juga

direkomendasikan pada subdural hematoma akut dengan ketebalan lebih dari 1

cm.

2. Radioterapi: Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti

low grade glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi

dari pembedahan parsial.

3. Kemoterapi: Terapi utama jenis limpoma adalah kemoterapi. Tetapi untuk

oligodendroglioma dan beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi hanya

digunakan sebagai terapi tambahan.

4. Antikolvusan: Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada

pasien dengan gejala klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami peningkatan

tekanan intrakranial, yang salah satu gejala klinis yang sering terjadi adalah
kejang. Phenytoin (300-400mg/kali) adalah yang paling umum digunakan. Selain

itu dapat juga digunakan carbamazepine (600-1000mg/hari), phenobarbital (90-

150mg/hari) dan asam valproat (750-1500mg/hari).

5. Antibiotik: Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik

merupakan salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena,

sesuai kultur ataupun sesuai data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6

minggu atau lebih, hal ini disesuaikan dengan hasil pencitraan, apakah ukuran

abses sudah berkurang atau belum. Carbapenem, fluorokuinolon, aztreonam

memiliki penetrasi yang bagus ke sistem saraf pusat, tetapi harus memperhatikan

dosis yang diberikan (tergantung berat badan dan fungsi ginjal) untuk mencegah

toksisitas.

6. Kortikosteroid: Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangu

tekana intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat.

Dexamethasone adalah kortikosteroid yang dipilh karena aktivitas

mineralkortikoid yang minimal. Dosisnya dapat diberikan mulai dari 16mg/hari,

tetapi dosisnya dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang

dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.

7. Head up 30-45˚: Berfungsi untuk mengoptimalkan venous return dari kepala,

sehingga akan membantu mengurangi TIK.

8. Menghindari Terjadinya Hiperkapnia: PaCO2 harus dipertahankan dibawah 40

mmHg, karena hiperkapnia dapat menyebabkan terjadinya peningkatan aliran

darah ke otak sehingga terjadi peningkatan TIK, dengan cara hiperventilasi ringan

disertai dengan analisa gas darah untuk menghindari global iskemia pada otak..
9. Diuretika Osmosis: Manitol 20% dengan dosis 0,25-1 gr/kgBB diberikan cepat

dalam 30-60 menit untuk membantu mengurangi peningakatan TIK dan dapat

mencegah edema serebri.


BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,

suku bangsa, tanggal masuk rumha sakit dan askes.

2. Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.

3. Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan

intrakranial serta gejala nerologik fokal.

4. Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis

media, mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru,

empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).

5. Aktivitas / istirahat

Gejala : malaise

Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.

6. Pemeriksaan Fisik

a) Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis

Tanda : TD meningkat

Nadi : Menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh

pada vasomotor).

b) Eliminasi

Gejala : Tidak ada, dan Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.

c) Nutrisi

Gejala : Kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)

Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.

d) Hygiene
Gejala : -) dan Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan,

perawatan diri (pada periode akut).

e) Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.

Tanda : Penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit

dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor, peningkatan TIK, nistagmus,

kejang umum lokal.

f) Nyeri / kenyamanan

Gejala : Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher /

pungung kaku.

Tanda : Tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.

g) Pernapasan

Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru

Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental

(letargi sampai koma) dan gelisah.

h) Keamanan

1) Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga

tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit, fungsi lumbal,

pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidakefektifan gangguan perfusi jaringan serebral
2. Nyeri akut
3. Hambatan mobilitas fisik
4. Defisit perawatan diri
5. Resiko jatuh
6. Ansietas
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa NOC (Tujuan & Kriteria Hasil) NIC (Intervensi)
Keperawatan
1. Resiko NOC: NIC:
ketidakefektifan  Status sirkulasi Manajemen sensasi perifer:
gangguan perfusi  Perfusi jaringan: serebral  Monitor adaya daerah tertentu yang
jaringan serebral Setelah dilakukan tindakan keperawatan hanya peka terhadap
selama ….. pasien mempunyai sistem saraf panas/dingin/tajam/tumpul
pusat dan perifer yang utuh, menunjukkan  Monitor adanya paretese
fungsi motoric yang utuh, menunjukkan  Instruksi keluarga untuk
fungsi otonom yang utuh, mempunyai mengobservasi kulit jika ada isi atau
pupul yang normal, terbebas dari kejang, laserasi
tidak mengalami sakit kepala, ditandai  Gunakan sarung tangan untuk
dengan proteksi
Kriteria hasil:  Batasi gerakan pada kepala, leher,
 Mendemonstrasikan status sirkulasi kepala dan punggung
yang ditandai dengan:  Monitor kempuan BAB
- TTV dalam batas normal  Kolaborasi pemberian analgetik
- Tidak ada ortostatikhipertensi  Monitor adanya tromboplebitis
- Tidak ada tanda peningkatan TIK  Diskusi mengenai penyebab
 Mendemonstrasikan kemapuan perubahan sensasi
kognitif yang ditandai dengan:
- Berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
- Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
- Memproses informasi
 Menunjukkan fungsi sensori motorik
cranial yang utuh:
- Tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan involunter

2 Nyeri akut NOC: NOC:


 Tingkat nyeri Management nyeri
 Kontrol nyeri  Lakukan pengkajian nyeri secara
 Tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan karakteristik, durasi, frekuensi,
selama….nyeri pasien teratasi dengan kualitas dan faktor presipitas
Kriteria Hasil  Observasi reaksi nonverbal dari
 Mampu mengontrol nyeri (tahu ketidaknyamanan
penyebab nyeri, mampu menggunakan  Gunakan teknik komunikasi
tehnik nonfarmakologi untuk teraupetik untuk mengetahui
mengurangi nyeri, mencari bantuan) pengalaman nyeri pasien
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang  Kaji kultur yang mempengaruhi
dengan menggunakan managemen respon nyeri
nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri masa
 Mampu mengenali nyeri (skala, lampau
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)  Evaluasi bersama pasien dan tim
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri kesehatan lain tentang
berkurang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau
 Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor prepitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri
 Tingkatkan istirahat
Pemberian analgesic
 Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian
 Cek instruksi dokter tentang jenis
obat dan dosis serta frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari Satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan nyerinya

3 Hambatan NOC : NIC :


mobilitas fisik  Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
 Mobility Level  Monitoring vital sign
 Self care : ADLs sebelm/sesudah latihan dan
 Transfer performance lihat respon pasien saat
Setelah dilakukan tindakan latihan
keperawatan selama….gangguan  Konsultasikan dengan terapi
mobilitas fisik teratasi dengan fisik tentang rencana
kriteria hasil: ambulasi sesuai dengan
 Klien meningkat dalam kebutuhan
aktivitas fisik  Bantu klien untuk
 Mengerti tujuan dari menggunakan tongkat saat
peningkatan mobilitas berjalan dan cegah terhadap
 Memverbalisasikan perasaan cedera
dalam meningkatkan kekuatan  Ajarkan pasien atau tenaga
dan kemampuan berpindah kesehatan lain tentang teknik
 Memperagakan penggunaan ambulasi
alat Bantu untuk mobilisasi  Kaji kemampuan pasien
(walker) dalam mobilisasi
 Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai
kemampuan
 Dampingi dan Bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps.
 Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
4 Defisit NOC: NIC:
perawatan diri Setelah dilakukan tindakan Memandikan Pasien
keperawatan selama 2×24 jam 1. Mandikan pasien di tempat
perawatan diri pasien terpenuhi, tidur dengan cara yang tepat
dengan kriteria hasil: dan sesuai
2. Bersihkan kulit pasien mulai
Perawatan diri: kebersihan dari ekstremitas atas ke
meningkat yang ditandai dengan: bawah, dari area proksimal ke
1. Mencuci tangan distal dengan menggunakan
2. Mengeramas rambut waslap dan air bersih yang
3. Memperhatikan kuku jari mempunyai suhu yang
tangan dan kuku jari kaki nyaman
Mempertahankan kebersihan tubuh 3. Bantu dalam hal mengeramas
rambut sesuai dengan
kebutuhan pasien
4. Perhatikan dan jaga
kebersihan kuku jari tangan
dan jari kaki
5. Monitor kondisi kulit saat
memandikan pasien
6. Edukasi keluarga pasien
tentang tujuan dan teknik
memandikan agar keluarga
mampu melakukan perawatan
secara mandiri

Pengajaran: individu dan keluarga


1. Kaji tingkat kemampuan
pasien dan keluarga tentang
kebutuhan perawatan diri
(kebersihan)
2. Ajarkan kepada keluarga
langkah memandikan klien di
tempat tidur dengan baik dan
benar
3. Berikan kesempatan bagi
pasien dan keluarga untuk
bertanya

5 Resiko jatuh NOC: NIC:


Selama dilakukan perawatan,  Mengkaji riwayat jatuh klien
 Identifikasi
diharapkan risiko jatuh tidak terjadi perilaku dan
,dengan kriteria : faktor resiko yang dapat
menyebabkan klien jatuh
a. Klien tidak jatuh saat berjalan  Bantu ambulasi klien
b. Klien tidak jatuh dari tempat  Letakkan benda-benda dalam
tidur jangkauan yang mudah bagi
c. Klien tidak jatuh saat duduk klien
Klien tidak jatuh saat dipindahkan  Monitor kemampuan klien
untuk berpindah
 Intruksikan klien untuk
meminta bantuan jika
memiliki kesulitan dalam
berpindah
 Berikan penanda resiko jatuh
pada gelang dan tempat tidur
pasien
 Ciptakan lingkungan yang
aman bagi pasien

6 Ansietas NOC NIC:


 Tingkat kecemasan Dukungan emosi
 Kontrol kecemasan 1. Dorong pasien untuk
Setelah dilakukan tindakan keperawatan mengekspresikan perasaan cemas,
selama …. ansietas teratasi dengan marah atau sedih
kriteria: 2. Berikan sentuhan sebagai bentuk
 menyampaikan rasa cemas secara dukungan
lisan 3. Rujuk untuk konseling sesuai
 mengatasi perasaan gelisah kebutuhan
 mengontrol penyebab cemas Konseling
mengenali realita situasi kesehatan 1. Bina hubungan saling percaya
2. Bersikap empati, hangat dan tulus
3. Menjelaskan tujuan dan lama
konseling
4. Bantu pasien mengekspresikan
perasaannya
5. Bantu pasien mengidentifikasi
masalah atau situasi yang
menyebabkan distress
6. Bantu pasien mengidentifikasi apa
yang bisa dan tidak bisa dilakukan
terkait peristiwa yang dialami
7. Identifikasi adanya perbedaan
pandangan pasien dengan tim
kesehatan
8. Bantu pasien untuk mengidentifikasi
kekuatan, dan hal yang dapat
menguatkan dari peristiwa yang
dialami.
9. Jangan mendukug pembuatan
keputusan saat pasien berada dalam
kondisi stress
Teknik menenangkan
1. pertahankan kontak mata, sikap
tenang dan hati-hati
2. berdiri disisi pasien, berikan usapan
punggung
3. kurangi stimuli yang menciptakan
perasaan takut maupun cemas
4. kaji orang yang dekat dengan pasien
yang dapat membantu
5. berikan kesempatan untuk
menyendiri jika perlu
6. instruksikan pasien untuk
menggunakan metode mengurangi
kecemasan dengan teknik distraksi
7. kolaborasikan anti ansietas jika
diperlukan
BAB III
Ansietas
WEB OF CAUTION (WOC)

-Faktor genetik Pertumbuhan Massa


- paparan bahan sel otak Tumor otak Operasi dalam otak
kimia abnormal bertambah

Obstruksi sirkulasi cairan Penekanan


serebrospinalis dari jaringan otak Mengganggu
ventrikel lateral ke sub terhadap sirkulasi spesifik bagian otak
arachnoid darah dan O2 tempat tumor

Hidrochepalus Penurunan suplai Timbul manifestasi Merusak


O2 kejaringan klinik/gejala lokal neuromuskul
Kerusakan aliran otak akibat sesui tumor ar
darah keotak obstruksi sirkulasi
otak Tumor di Imbolisasi
Perpindahan cairan Hipoksia serebral cerbelellum,
kejaringan serebral hipotalamus, Hambatan
fassaposterior mobilitas
Peningkatan volume fisik
intrakranial
Resiko Tubuh melakukan
ketidakefetiktifan kompensasi dengan
perfusi jaringan otak mempercepat
Peningkatan TIK pernapasan
Kompensasi (butuh
Bicara terganggu waktu lama) Ketidakefektifan
pola napas
Tidak terkompensasi
Gangguan Nyeri akut
komunikasi verbal
Kompresi subkortikal
& batang otak

Kehilangan auto
regulasi serebral

Muntah Iritasi pusat vegal


dimedula oblongata

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Andini, D., & Hanriko, R. (2016). Sefalgia kronik dan hemiparese sinistra e.e. space
occupying lesion. J Medula Unila, 5(1), 45-49.
Brunner, & Suddart. (2007). Textbook of Medical-Surgical Nursing. 10th edition. Vol.2.
Philadelphia: W.B. Saunders Company.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (6 ed.). (I. Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Penerj.)
Philadephia: Elsevier.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing care plans ed.8.
Philadelphia: F.A Davis Company.
Ejaz, M., Saeed, A., Naseer, A., Chaudrhy, & Qureshi, G. (2005). Intra-cranial Space
Occupying Lesions A Morphological Analysis, Department of Pathology,
Postgraduate Medical Institute, Lahore – Pakistan. Biomedica Vol. 21, 50-62.
Heather, H. T. (2015). Nursing Diagnoses definitions and classification 2015-2017 (10 ed.).
(B. A. Keliat, H. D. Windarwati, A. Pawirowiyono, & A. Subu, Penerj.) Jakarta:
EGC.
Meagher, R. J., & Lutsep, H. L. (2013, Desember 10). Subdural Hematoma. Dipetik Juli 16,
2017, dari Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/113720
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes
Classification (NOC) (5 ed.). (I. Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Penerj.)
Philadelphia: Elsevier.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & nanda nic-noc edisi revisi jilid 3. Yogyakarta: Mediactio.
Simamora, S. K., & Zanariah, Z. (2017). Space occupying lesion (SOL). J Medula Unila,
7(1), 68-73.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., & Hinkle, J. L. (2010). Textbook of medical-surgical nursing (12
ed., Vol. 1). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.
Tidy, C. (2016, December 2). Space ocuupying lesions of the brain. Patient, hal. 1-5.

Anda mungkin juga menyukai