Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Temperatur Operasi
Semakin tinggi temperatur, laju pelarutan zat terlarut oleh pelarut
semakin tinggi dan laju difusi pelarut ke dalam serta ke luar padatan
semakin tinggi pula. Temperatur operasi untuk proses ekstraksi
kebanyakan dilakukan dibawah temperatur 100oC karena pertimbangan
ekonomis.
Koefisien difusi juga akan bertambah tinggi seiring dengan kenaikan
suhu sehingga meningkatkan laju ekstraksi. Batas suhu ditentukan untuk
mencegah kerusakan pada bahan. Contohnya, suhu ekstraksi untuk pektin
adalah 60–90°C. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga dapat
mengakibatkan degradasi pada sampel yang dipakai (Perina et al., 2007).
2. Waktu Ekstraksi
Lamanya waktu ekstraksi mempengaruhi volume ekstrak minyak
dedak yang diperoleh. Semakin lama waktu ekstraksi semakin lama juga
waktu kontak antara pelarut n-heksan dengan bahan baku dedak sebagai
padatan sehingga semakin banyak zat terlarut yang terkandung di dalam
padatan yang terlarut pada pelarut.
Semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi dalam
pelarut, perolehan (yield) yang diperoleh semakin tinggi. Tetapi,
penambahan waktu ekstraksi tidak sebanding dengan yield yang
diperoleh. Oleh karena itu, ekstraksi dilakukan pada waktu optimum.
Ekstraksi dilakukan selama pelarut yang digunakan belum jenuh. Pelarut
yang telah jenuh tidak dapat mengekstraksi lagi atau kurang baik
kemampuan untuk mengekstraksinya karena gaya pendorong (driving
force) semakin lama semakin kecil. Akibatnya waktu ekstraksi semakin
lama dan yield yang dihasilkan tidak bertambah lagi secara signifikan.
3. Ukuran, bentuk dan kondisi partikel padatan
Minyak pada partikel organik biasanya terdapat di dalam sel-sel.
Laju ekstraksi akan rendah jika dinding sel memiliki tahanan difusi yang
tinggi. Pengecilan ukuran partikel ini dapat mempengaruhi waktu
ekstraksi. Semakin kecil ukuran partikel berarti permukaan luas kontak
9
5. Pengaruh Pengadukan
Pengadukan dalam ekstraksi penting karena meningkatkan
perpindahan solut dari permukaan partikel (padatan) ke cairan pelarut.
Mekanisme yang terjadi pada proses ekstraksi adalah sebagai berikut,
solven berdifusi ke dalam padatan sehingga solut akan larut ke dalam
solven. Kemudian solut yang terlarut dalam solven tersebut akan berdifusi
ke luar menuju ke permukaan partikel, akhirnya solut akan berpindah ke
larutan. Selain itu pengadukan suspensi partikel halus mencegah
pengendapan padatan dan kegunaan yang lebih efektif adalah membuat
luas kontaknya semakin besar. Semakin cepat pengadukan maka solut
yang berpindah dari permukaan partikel (padatan) ke cairan semakin
banyak. Hal ini dikarenakan pengadukan dapat meningkatkan difusi dan
perpindahan solut dari permukaan larutan, disamping itu dengan
pengadukan akan mencegah terjadinya pengendapan.
Kecepatan pengadukan yang lambat akan menyebabkan campuran
bahan yang diaduk tidak merata dan perpindahan partikel yang ada dalam
sampel ke cairan sangat sedikit sehingga hasil yang didapat juga sedikit
6. pH
Pengontrolan pH dalam ekstraksi sampel memiliki peranan yang
penting karena dapat mempengaruhi yield sampel. Rentang pH untuk
ekstraksi bervariasi tergantung kepada bahan yang akan diekstraksi.
Misalnya, ekstraksi pektin dari kulit lemon dilakukan pada pH 1,5–3 dan
ekstraksi pektin dari ampas apel berkisar dari 1,2 – 3 (Perina et al., 2007).
Jenis ekstraktor yang berbeda tidak dapat melewati konsentrasi zat terlarut
seperti itu, tetapi mixer-settler dapat melakukannya.
7. Ketegangan antarfase
Ketegangan antar muka yang tinggi menyebabkan perpaduan yang
cepat dan umumnya membutuhkan agitasi mekanis yang tinggi untuk
menghasilkan tetesan kecil. Ketegangan antar muka yang rendah
memungkinkan drop breakup dengan intensitas agitasi yang rendah tetapi
juga mengarah pada tingkat penggabungan yang lambat. Ketegangan
antar muka biasanya berkurang dengan meningkatnya kelarutan dan
konsentrasi zat terlarut dan turun ke nol pada titik anyaman
8. Toksisitas
Toksisitas rendah dari inhalasi uap pelarut atau kontak dengan kulit
lebih disukai karena potensi paparan selama perbaikan peralatan atau
ketika koneksi terputus setelah transfer pelarut. Juga, toksisitas rendah
untuk ikan dan bioorganisme lebih disukai ketika ekstraksi digunakan
sebagai pretreatment untuk air limbah sebelum memasuki pabrik
biotreatment dan dengan pembuangan limbah akhir ke sungai atau danau.
Toksisitas pelarut rendah jika kelarutan dalam air tinggi (Perry, 1997).
Turbulensi pada saat mencampur tidak perlu terlalu besar. Yang penting
perbedaan konsentrasi sebagai gaya penggerak pada bidang batas tetap ada.
Hal ini berarti bahwa bahan yang telah terlarutkan sedapat mungkin
segera disingkirkan dari bidang batas. Pada saat pemisahan, cairan yang telah
terdistribusi menjadi tetes-tetes hanis menyatu kembali menjadi sebuah fase
homogen dan berdasarkan perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat
dipisahkan dari cairan yang lain. Kecepatan pembentukan fase homogen ikut
menentukan output sebuah ekstraktor cair-cair. Kuantitas pemisahan
persatuan waktu dalam hal ini semakin besar jika permukaan lapisan antar
fase di dalam alat semakin luas.
Sistem ekstraksi cair-cair (Liquid-liquid Extraction) dengan
menggunakan pelarut organik untuk memisahkan asam-asam organik,
mendapatkan perhatian dikalangan para peneliti, beberapa tahun belakangan
ini. Terutama pemakaian pelarut organo fosfor seperti, tributilfosfat (TBF),
trietilfosfat (TEF) dan pemakaian amina tersier rantai panjang, misalnya
triisooktilamina (TIOA), trialkilamin (TAA). Mengingat pemakaian pelarut
secara konvensional seperti, alkohol, keton dan eter hanya menghasilkan
koefisien partisi rendah, ditambah lagi pelarut tersebut banyak larut di dalam
air, sehingga hasilnya akan sangat merugikan (Putranto, 2014).
Sama halnya seperti pada ekstraksi padat-cair, alat ekstraksi tak
kontinyu dan kontinyu yang akan dibahas berikut ini seringkali merupakan
bagian dari suatu instalasi lengkap. Instalasi tersebut biasanya terdiri atas
ekstraktor yang sebenarnya (dengan zona-zona pencampuran dan pemisahan)
dan sebuah peralatan yang dapat dihubungkan dibelakangnya (misalnya alat
penguap, dan kolom rektifikasi) untuk mengisolasi ekstrak atau memekatkan
larutan ekstrak dan mengambil kembali pelarut (Rahayu and Purnavati, 2008).
1. Ekstraktor cair-cair tak kontinyu
a. Dalam hal yang paling sederhana, bahan ekstraksi yang cair dicampur
berulang kali dengan pelarut segar dalam sebuah tangki pengaduk
(sebaiknya dengan saluran keluar di bagian bawah). Larutan ekstrak
yang dihasilkan setiap kali dipisahkan dengan cara penjernihan.
18
(mixer settler). Alat-alat ini terutama digunakan bila bahan ekstraksi yang
harus dipisahkan berada dalam kuantitas besar, atau bahan tersebut
diperoleh terus dari proses sebelumnya (Rahayu and Purnavati, 2008).
Bahan ekstraksi dan pelarut terus menerus diumpankan ke dalam
alat, sedangkan rafinat dan larutan ekstrak dikeluarkan secara kontinyu.
Ekstraktor yang paling sering digunakan adalah kolom-kolom ekstraksi,
disamping itu juga digunakan perangkat pencampur-pemisah (mixer
settler). Alat-alat ini terutama digunakan bila bahan ekstraksi yang harus
dipisahkan berada dalam kuantitas yang besar, atau bila bahan tersebut
diperoleh dari proses-proses sebelumnya secara terus menerus. Senyawa
organik lebih larut dalam pelarut air dibandingkan dalam pelarut organik
(koefisien distribusi antara pelarut organik dan air kecil). Ekstraksi
senyawa dengan koefisien campuran rendah antara pelarut organik dan air
biasanya memerlukan pelarut organik dalam jumlah yang banyak.
Penggunaan pelarut yang besar ini bisa diatasi dengan ekstraksi kontinyu
dimana hanya relatif kecil volume pelarut yang dibutuhkan. Teknik
ekstraksi cair-cair kontinyu, pelarutnya dapat didaur ulang menjadi
campuran yang mengandung air sehingga penyusunnya dapat diekstraksi
dengan menggunakan pelarut-pelarut lain (Wibawa and Sukma, 2014).
Ekstraksi cair-cair atau sering disebut ekstraksi saja, sudah lama dikenal
dan dipakai dalam industri. Pada proses ini, campuran cair A dan C diambil
C-nya dengan penambahan cairan B yang tidak atau sedikit saling melarutkan
dengan A tetapi bisa melarutkan C. Terbentuk dua fase cair immiscible, yang
pertama kaya A, yang lain kaya B, sedangkan C terdistribusi pada kedua fase
tersebut. Diperoleh ekstrak berupa larutan C dalam B dan rafinat berupa
larutan C dalam A. Studi yang banyak dilakukan adalah mencari persamaan-
persamaan fundamental proses ekstraksi untuk mendukung perancangan alat
ekstraksi yang lebih efisien atau optimal. Konsep dasar yang terlibat adalah
kesetimbangan fase cair-cair dan perpindahan massa cair-cair.
Ada kecenderungan baru untuk mencoba menggunakan ekstraksi
reaktif. Solvent yang dipakai mengandung zat yang bisa berikatan kimia atau
20
terhadap panas) atau tidak ekonomis. Ekstraksi cair-cair selalu terdiri dari
sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi
dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu sesempurna mungkin. Pada
ekstraksi cair-cair, zat terlarut dipisahkan dari cairan pembawa (diluen)
menggunakan pelarut cair. Campuran cairan pembawa dan pelarut ini adalah
heterogen, jika dipisahkan terdapat 2 fase yaitu fase diluen (rafinat) dan fase
pelarut (ekstrak). Perbedaan konsentrasi zat terlarut di dalam suatu fase
dengan konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya
pelarutan (pelepasan) zat terlarut dari larutan yang ada. Gaya dorong
menyebabkan terjadinya suatu proses ekstraksi (Wibawa and Sukma, 2014).
Jika pada temperatur dan tekanan tetap serta tidak terjadi interaksi kimia
antara zat terlarut dengan pelarut selain proses pelarutan. Menurut Hukum
distribusi Nerst: Jika [X1] adalah konsentrasi zat terlarut dalam fase 1 dan
[X2] adalah konsentrasi zat terlarut dalam fase 2, maka pada kesetimbangan,
X1, X2 didapatkan persamaan 2.3. KD adalah koefesien partisi, setelah
23
Liquid Liquid Extraction (LLE). Keunggulan metode ini antara lain, pelarut
organik yang dipergunakan dapat didaur ulang, sehingga dapat terus
digunakan, asam-asam karboksilat hasil ekstraksinya dapat dipisahkan antara
satu asam dengan lainnya dan memiliki kemurnian yang tinggi. Dengan
demikian metode ini bermanfaat ganda. Disamping dapat membersihkan
lingkungan dari pencemaran asam-asam organik yang larut dalam limbah cair,
asam asam karboksilatnya dapat dijual kembali, sebab memiliki kemurnian
yang tinggi. Ekstraksi cair-cair merupakan metode yang baik untuk
memisahkan asam butirat dari limbah kelapa sawit karena bernilai ekonomis
dan dapat membersihkan perairan dari polusi lingkungan (Putranto, 2014).
Sebagai unit operasi pemisahan alternatif disamping distilasi dan
adsorbsi, ekstraksi cair-cair dalam kolom isian ini pada kondisi tertentu
memiliki beberapa kelebihan diantaranya dapat beroperasi pada kondisi
ruang, dapat memisahkan sistem yang memiliki sensitivitas terhadap
temperatur, dapat memisahkan sistem dengan perbedaan titik didih relatif
kecil dan kebutuhan energinya juga relatif kecil. Aplikasi ekstraksi cair cair
ini telah banyak digunakan pada sektor industri diantaranya pada pemrosesan
kembali bahan bakar nuklir, pemisahan logam-logam, pemisahan senyawa-
senyawa aromatik pada industri petroleum, industri obat-obatan, petrokimia,
pengolahan air limbah industri, hydrometallurgy dan industri makanan.
Aplikasi ekstraksi dalam industri perminyakan yang pertama sekali
dilakukan untuk dapat menghilangkan senyawa aromatik dan senyawa
hidrokarbon tak jenuh dari suatu kerosin dan dengan menggunakan suatu
cairan sulfur dioksida. Cara ini secara luas juga digunakan dalam industri
perminyakan seperti pemurnian minyak solar (Martunus and Helwani, 2005).
Proses-proses pemisahan dalam industri senantiasa berkembang
sepanjang waktu. Di samping pengembangan teknologi atau proses-proses
baru, peningkatan unjuk kerja proses-proses yang telah lama dikenal juga
terus dilakukan. Akhir-akhir ini, dengan dukungan teknologi yang semakin
maju, ada kecenderungan untuk lebih berani menggunakan kondisi operasi
yang hebat, misalnya suhu tinggi dan pressure drop besar. Berdasarkan
26
analisis biaya total, pabrik cenderung memilih alat yang walaupun harganya
agak mahal, tetapi biaya operasinya murah. Selain itu, kesadaran lingkungan
mendorong industri untuk mengembangkan proses-proses yang
environmentally friendly. Untuk merancang suatu proses pemisahan, perlu
dipilih teknologi yang paling feasible dan paling efisien untuk kisaran kondisi
operasi yang dikehendaki. Dalam hal ini diperlukan latar belakang teori yang
mantap dan dukungan data yang memadai. Secara umum, teori dan data yang
diperlukan dapat dikatagorikan menjadi dua konsep pokok, yaitu
keseimbangan dan proses-proses kecepatan (Sediawan, 2000).
2. Bersifat korosif untuk jaringan mata, kulit, dan selaput pernafasan. Oleh
karena itu uap kostik soda yang diijinkan di udara hanya sebanyak 2 mg
tiap meter3 udara.
3. Pada suhu yang tinggi akan menguap, dan pada suhu yang sangat tinggi
terpisah menjadi logam Na, zat pembakar dan zat cair.
4. Titik didihnya 318ºC, berat jenisnya 2,13, titik bekunya 5ºC - 11ºC, titik
lelehnya 97,8 ºC.
5. Tekanan uapnya 1 mm Hg dan pH larutan basa kuat.
NaOH ini banyak digunakan pada pembuatan rayon, kertas, sabun,
deterjen, proses pengolahan tekstil, dan sebagainya. Dalam proses pemasakan
serat alam selulosa, NaOH ini berfungsi untuk melarutkan lemak dan kotoran
yang terdapat dalam serat sehingga serat menjadi bersih. Akan tetapi karena
NaOH ini juga bersifat korosif yang merusak bahan-bahan seperti tekstil,
kulit, ataupun kertas, maka dalam pemakaiannya harus memperhitungkan
jumlah atau nilai konsentrasi yang digunakan (Widihastuti, 2005).
2.11 Indikator
Indikator merupakan suatu senyawa kompleks yang dapat bereaksi
dengan asam maupun basa dengan adanya perubahan warna sesuai dengan
konsentrasi ion hidrogen melalui proses titrasi. Indikator yang digunakan pada
titrasi basa kuat-asam kuat biasanya berupa indikator sintetis, misalnya
indikator fenolftalein (pp). Indikator ini merupakan indikator sintetis yang
dijual di pasaran dengan harga yang relatif mahal, dapat menyebabkan polusi
kimia, ketersediaan yang terbatas dan biaya produksi yang tinggi.
Selain indikator sintetis, telah ditemukan indikator dari bahan alami
misalnya dari bunga blood leaf atau daun darah (Iresine herbstii), buah
Opuntia ficus indica (L.), tanaman bunga sepatu (Hibiscus rosa sinensis L)
dan daun perahu adam hawa (Rhoeo discolor). Hampir semua jenis tumbuhan
yang menghasilkan warna dapat digunakan sebagai indikator alami karena
dapat berubah warna pada suasana asam ataupun basa.
Salah satu tumbuhan yang berpotensi sebagai penghasil zat warna
adalah buah lakum yang sudah matang dengan warna ungu kehitaman. Buah
lakum yang telah matang mengandung senyawa flavonoid dan pigmen
antosianin, alkaloid dan saponin. Pigmen antosianin ini merupakan penghasil
zat warna pada tumbuhan dan sangat peka terhadap derajat keasaman (pH)
serta panas. Tumbuhan lakum ini mempunyai buah seperti buah anggur (Vitis
venifera) dengan warna hijau dan berubah menjadi ungu kehitaman apabila
telah matang (Apriani, Idiawati and Destiarti, 2016).
Indikator pH sangat penting keberadaannya terutama dalam bidang
kimia yang digunakan untuk analisis volumetri. Salah satu metode dalam
analisis tesebut adalah titrasi asam basa atau titrasi netralisasi. Pada titrasi ini
melibatkan penambahan indikator yang berfungsi membantu menentukan
titik ekivalen yang ditandai dengan mengamati terjadinya perubahan warna
pada akhir titrasi. Indikator yang dgunakan dalam titrasi penetralan
dinamakan indikator asam basa.
Indikator yaitu bahan kimia yang sangat khusus yang dapat mengubah
warna larutan dengan perubahan pH setelah penambahkan asam atau basa.
31
Indikator asam basa cenderung untuk bereaksi dengan kelebihan asam atau
basa pada saat titrasi untuk menghasilkan perubahan warna.
Hingga saat ini indikator yang banyak digunakan dalam titrasi asam
basa adalah jenis indikator sintetis seperti fenolphtalein (PP), metil merah
(MM), metil orange (MO) dan merah fenol (MF). Penggunaan Indikator
tersebut selain harganya reatif mahal juga berdampak dihasilkannya limbah
bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan. Solusi mengatasi masalah
tersebut adalah dengan memanfaatkan penggunaan bahan alami sebagai
pengganti indikator sintetis.
Indikator alami merupakan zat warna atau pigmen yang dapat diisolasi
dari berbagai tumbuh-tumbuhan, jamur dan alga.Tumbuhan yang paling
banyak menghasilkan warna adalah bagian bunga. Zat warna pada bunga yang
paling dominan digunakan sebagai indikator asam basa adalah antosianin.
Antosianin adalah bagian senyawa fenol yang tergolong flavonoid yang
memiliki kemampuan sebagai antioksidan dan jumlahnya sekitar 90-96% dari
total senyawa fenol. Pigmen ini berperan terhadap timbulnya warna merah
hingga biru pada beberapa bunga, buah, dan daun. Antosianin bersifat polar
sehingga dapat dilarutkan pada pelarut polar seperti etanol, aseton, dan air
Struktur kimia Antosianidin terlihat seperti pada Gambar 2.6.
2.12 Kloroform
Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3).
Kloroform dikenal karena sering digunakan sebagai bahan pembius, akan
tetapi penggunaanya sudah dilarang karena telah terbukti dapat merusak liver
dan ginjal. Kloroform kebanyakan digunakan sebagai pelarut nonpolar di
laboratorium. Wujudnya pada suhu ruang berupa cairan bening, mudah
menguap, dan berbau khas.
a. Sifat Fisis :
Rumus molekul : CHCl3
Berat molekul : 119,39 g/gmol
Wujud : cairan bening
Titik didih : 61,2 oC
Titik leleh : - 63,5 oC
Densitas : 1,48 gr/cm3
Suhu kritis : 264oC
Specific gravity : 1,489
Viskositas : 0,57 cp (20 oC)
Kapasitas panas : 0,234 kal/g. oC , pada 20 oC
Tekanan kritis : 53,8 atm
Suhu kritis : 263 oC
Kelarutan dalam 100 mL air : 0,8 g (20 oC)
b. Sifat kimia kloroform
1) Kloroform jika bereaksi dengan udara atau cahaya secara perlahan-
lahan akan teroksidasi menjadi senyawa beracun phosgene (karbonil
klorida).
2) Kloroform dapat direduksi dengan bantuan zeng dan asam klorida
untuk membentuk metilen klorida.Jika proses reduksi dilakukan
dengan bantuan debu seng dan air akan dapat diperoleh metana.
33
b. Etanol
Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu, Umumnya pelarut
yang baik untuk alkaloida, glikosida, damar-damar, minyak atsiri tetapi
bukan untuk jenis-jenis gom, gula dan albumin. Etanol juga menyebabkan
enzim-enzim tidak bekerja termasuk peragian dan menghalangi
pertumbuhan jamur dan kebanyakan bakteri. Sehingga disamping sebagai
cairan penyari juga berguna sebagai pengawet. Campuran air-etanol lebih
baik dari pada air sendiri.
c. Gycerinum (Gliserin)
Terutama dipergunakan untuk penarikan simplisia yang
mengandung zat samak. Gliserin adalah pelarut yang baik untuk tanin dan
hasil oksidanya, jenis gom dan albumin juga larut dalam gliserin. Karena
cairan ini tidak atsiri, tidak sesuai untuk pembuatan ekstrak kering.
d. Eter
Eter sangat mudah menguap sehingga cairan ini kurang tepat untuk
pembuatan sediaan untuk obat dalam atau sediaan yang disimpan lama.
e. Solvent Hexane
Cairan ini adalah salah satu hasil dari penyulingan minyak tanah
kasar. Pelarut yang baik untuk lemak-lemak dan minyak-minyak.
Biasanya dipergunakan untuk menghilangkan lemak dari simplisia yang
mengandung lemak-lemak yang tidak diperlukan, sebelum simplisia
tersebut dibuat sediaan galenik. Heksan adalah senyawa organik yang
terbuat dari CO2 dan H2O yang sering diisolasi sebagai produk samping.
f. Acetonum
Tidak dipergunakan untuk sediaan galenik obat dalam. Pelarut yang
baik untuk bermacam-macam lemak, minyak atsiri, damar. Dipakai
misalnya pada pembuatan Capsicum oleoresin.
g. Chloroform
Tidak dipergunakan untuk sediaan dalam, karena efek
farmakologinya. Bahan pelarut yang baik untuk basa alkaloida, damar,
minyak lemak dan minyak atsiri.
37
Tabel 2.3 Jenis Pelarut Berdasarkan Titik Didih (Pelarut Polar Aprotic)
/-CH2-CH2-O- 1.033
1,4-Dioksana
CH2-CH2-O-\ 101 ⁰C 2,3l g/ml
Tetrahidrofuran
/-CH2-CH2-O- 0.886
(THF) 66 ⁰C 7,5
CH2-CH2-\ g/ml
Diklorometana 1.326
CH2Cl2 40 ⁰C 9,1
(DCM) g/ml
CH2-C(=O)- 0,786
Asetona 56 ⁰C 21
CH3 g/ml
Asetonitril 0,786
CH3-C≡N 82 ⁰C 37
(MeCN) g/ml
Dimetil
HC(O)N- 0,944
formamida 153 ⁰C 38
(CH3)2 g/ml
(DMF)
Dimetil 1,092
CH3-S(=O)-
sulfoksida 189 ⁰C 47 g/ml
CH3
(DMSO)
CH2- 1,049
Asam asetat 118 ⁰C 6,2
C(=O)OH g/ml
CH3-CH2- 0,810
n-Butanol 118 ⁰C 18
CH2-CH2-OH g/ml
Isopropanol CH3-CH(- 0,785
82 ⁰C 18
(IPA) OH)-CH3 g/ml
CH3-CH2- 0,803
n-Propanol 97 ⁰C 20
CH2-OH g/ml