Anda di halaman 1dari 5

Nama : Amirotul Husna A

NIM : D1091161010
Matkul : Pembiayaan Pembangunan

MASALAH PERPAJAKAN DI INDONESIA


KURANGNYA KESADARAN MASYARAKAT DALAM MEMBAYAR PAJAK

Sesuai amanat UUD 1945 Pasal 23, bahwa “Pajak merupakan kontribusi wajib rakyat
kepada negara baik orang pribadi maupun badan hukum atau warga negara terhadap negara,
dengan tidak mendapat imbalan atau kontra prestasi langsung dan digunakan untuk
kepentingan negara serta untuk kemakmuran rakyat. Hanya dengan menyisihkan sedikit bagian
dari yang telah diperoleh, akan dapat menyukseskan pembangunan yang nantinya akan
memakmurkan negara ini.
Pajak yang berhasil dikumpulkan oleh pemerintah akan dijadikan sebagai salah satu
sumber dana untuk membiayai pembangunan dan sumber investasi. Penghasilan pajak juga
digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan
masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia,
menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang
berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara
menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan
pembangunan. Di samping fungsi budgeter (fungsi penerimaan), pajak juga melaksanakan
fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang
lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah.
Jalan raya, stasiun kereta api, bandara, pelabuhan, dan fasilitas umum lainnya
merupakan perwujudan dari pembangunan suatu negara. Semua itu diperuntukkan kepada
seluruh penghuni yang tercatat sebagai warga negara di negara tersebut. Pembangunan suatu
negara bergantung dari pajak pemerintah yang dibebankan kepada penduduknya. Demi
terlaksananya pembangunan yang juga diperuntukkan untuk rakyat ini, rakyat diwajibkan
membayarkan pajak yang dipilah-pilah khusus sesuai dengan tanggungannya masing-masing.
Pajak yang berhasil dikumpulkan oleh pemerintah akan dijadikan sebagai salah satu
sumber dana untuk membiayai pembangunan dan sumber investasi. Penghasilan pajak juga
digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan
masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia,
menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang
berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara
menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan
pembangunan.
Kebijakan pemerintah tentang perpajakan telah mengalami perubahan berkali-kali
sesuai dengan perkembangan ekonomi di negara ini. Langkah Pemerintah untuk menaikkan
target pendapatan dari sektor pajak adalah hal yang wajar. Mulai tahun 2008 pemerintah telah
berusaha untuk terus meningkatkan penerimaan pajaknya melalui dua cara yaitu yang pertama,
Intensifikasi pemungutan pajak yaitu pajak yang diarahkan sebagai upaya meningkatkan
penerimaan dari sumber pajak yang telah ada. Kedua, extensifikasi yaitu upaya pemerintah
meningkatkan penerimaan pajak dengan jalan memperluas basis pajak. Kedua cara ini baru
berhasil apabila didukung oleh administrasi pajak yang baik dan meningkatnya kesadaran dari
masyarakat akan kewajibannya.
Kondisi perpajakan di Indonesia, adalah pada saat ini pajak menyumbang 75% porsi
penerimaan negara, kalau bukan dari masyarakat, siapa lagi yang bisa membiayai negara ini,
siapa yang membayar gaji para PNS yang jumlahnya ratusan ribu jiwa, siapa yang membiayai
pendidikan, subsidi BBM, melunasi hutang luar negeri, membangun sarana dan prasarana, dan
lain sebagainya. Namun pada kenyataannya di Indonesia yang sejak tahun 2005 memiliki
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) baru sekitar 7 juta orang. Bandingkan dengan jumlah
penduduknya yang mencapai 230 juta orang, itu artinya baru 3% penduduk Indonesia yang
memiliki kesadaran membayar pajak. Dari jumlah itu mungkin yang benar-benar melaporkan
pajaknya dengan jujur dan sesuai dengan kenyataannya hanya 50%nya saja. Jadi hanya 1,5%
penduduk Indonesia yang memang benar-benar sadar akan kepentingan pajak bagi negara.
Kurangnya kesadaran dalam pembayaran pajak ini dikuatkan oleh fakta yaitu Direktur
Jenderal Pajak, Muhammad Tjiptardjo menyampaikan bahwa penerimaan pajak sampai dengan
September ataupun triwulan ketiga di tahun 2009 ini sebesar Rp 377,8 triliun, ini baru tercapai
92,82 persen dari target. Bila dibandingkan dengan periode yang sama pada 2008 lalu, pada
kali ini terdapat penurunan. Sebab, pada tahun lalu mencapai Rp 412,8 triliun. Hal ini dapat
dikarenakan kecenderungan masyarakat yang merasa terpaksa untuk membayar pajak. Tidak
ada rasa sadar yang muncul dari diri sendiri untuk senantiasa membangun negara. Orang baru
terpikir untuk membayar pajak saat merasa butuh, misalnya butuh NPWP untuk kepentingan
tender, atau butuh NPWP agar tidak terkena fiskal. Sedikit sekali yang mengurus NPWP karena
merasa peduli terhadap nasib bangsa.
Temuan yang dilakukan oleh Widayati 2008 melalui penelitian tentang kesadaran
membayar pajak menunjukkan kurangnya tingkat pemahaman responden terhadap beberapa
ketentuan yang tertuang di dalam Ketentuan Umum dan tata cara perpajakan KUP.
Ketidakpahaman wajib pajak terhadap berbagai ketentuan yang ada dalam NPWP menjadikan
wajib pajak tersebut memilih untuk tidak ber-NPWP dengan berbagai alasan. Dari alasan-
alasan yang dikemukakan oleh responden menunjukkan bahwa kesadaran responden untuk
membayar pajak memang masih rendah. Selain itu kekhawatiran akan penyalahgunaan uang
pajak sering kali menjadi pemikiran masyarakat. Bagaimana pajak itu akan dikelola dan ke
mana uang pajak itu akan disalurkan, mengingat timbal balik yang diberikan kepada
masyarakat dianggap kurang.
Keadaan ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan negara lain. Sejenak menengok
ke dalam sistem perpajakan di Negara Paman Sam. Sistem pembayaran pajak yang seolah-olah
merupakan sosok menakutkan menjadi semacam hal biasa yang memang sudah seharusnya
dipenuhi oleh setiap warga negara. Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang bukan
hanya menjadikan setoran pajak yang penting, melainkan juga menjadikan pembayar pajaknya
(tax payer) selalu menjadi isu sentral. Jumlah pembayar pajak sangat besar sekitar 130 juta,
sedangkan seluruh penduduk baik warga negara maupun pemegang kartu izin tinggal tetap
secara otomatis akan memiliki nomor pokok pajak (SSN= social security number). Bagi bayi
yang baru dilahirkan akan menerima via pos kartu SSN dari kantor pusatnya di Kota Baltimore,
negara bagian Maryland (MD) setelah 2 minggu kelahirannya. Demikian pula bagi para
imigran dan yang berizin tinggal tetap lainnya, serta mahasiswa internasional, memiliki kartu
SSN merupakan top priority yang harus didapat.
Pembayar pajak selain melaksanakan kewajibannya, juga memperoleh jaminan
kesejahteraan dari uang yang dibayarkannya kepada negara. Dari pajak yang dibayarkan,
7,65% disisihkan dan dikelola oleh Social Security Administration untuk jaminan hari tua
(retirement benefits) dan asuransi kesehatan (medicare) bagi pembayar pajak. 4,2 %
dikumpulkan dan dikelola oleh pemerintah negara bagian untuk dana tunjangan hidup dan
biaya pelatihan saat terjadi PHK. Manfaat membayar pajak dapat juga dinikmati bagi yang
mengalami kecelakaan dan kematian/janda melalui program SDI (State Disability Insurance=
Asuransi Kecelakaan dari Negara Bagian). Melalui berbagai kebijaksanaan ini, maka
peraturan, penggunaan pajak dan pungutan benar-benar terarah dan dikelola secara jujur dan
profesional. Pemerintah dan rakyat saling percaya dan saling mendukung. Sangat terlihat
bagaimana pajak menjadi center of country life yang memberikan nafas bagi seluruh aktivitas
negara. Betapa diagungkan dan sangat diistimewakan segala yang berkaitan dengan pajak
mulai dari pelayanan, peraturan perpajakan, distribusi, hingga ke pembayar pajak itu sendiri.
Belajar dari hal tersebut perlulah kiranya negara ini mencontoh kebijakan yang diterapkan oleh
negara lain dengan inovasi yang sedikit berbeda tentunya. Dengan harapan mampu
meningkatkan kesadaran masyarakat seutuhnya, sehingga tidak ada lagi adanya keterpaksaan,
ketidakpahaman terhadap prosedur, serta kekhawatiran akan penggunaan pajak itu sendiri oleh
pemerintah.

Solusi
1. Diperlukan adanya kesadaran diri dari wajib pajak dalam meningkatkan kepatuhan
wajib pajak, serta petugas pajak perlu memperhatikan kualitas pelayanan yang
diberikannya kepada wajib pajak, sehingga akan meningkatkan penerimaan pajak.
2. Petugas pajak harus lebih aktif dalam memberikan informasi dan pemungutan pajak
kepada wajib pajak sehingga wajib pajak tahu kapan membayar dan terhindar dari
sanksi.
3. Memberikan perlakuan serupa terhadap semua badan yang melakukan usaha.
Contohnya koperasi kecil yang ada di pedesaan yang belum mempunyai NPWP dan
tentunya tidak membayar pajak.
4. Menjelaskan realisasi pemanfaatan pajak secara lebih nyata sehingga rakyat tidak ragu
lagi dalam membayar pajak.

Selain saran-saran yang telah ditulis oleh penulis, Direktorat Jendral Pajak juga mengadakan
Gerakan Sajak (Sadar Pajak) sebagai wujud peningkatan kesadaran pajak bagi generasi
milenial yang dapat ditempuh dengan beberapa gerakan yaitu:
1. Gerakan Majak (Manfaat Pajak)
Ada beberapa faktor penyebab kurangnya kesadaran pajak di Indonesia, salah satunya
adalah kurangnya pengetahuan pentingnya manfaat pajak tersebut. Oleh karena itu,
melalui teknologi terutama media sosial atau situs web hendaknya ditampilkan
berbagai manfaat yang dihasilkan dari pajak sehingga dari pengetahuan tersebut,
tertanam kesadaran pajak.
2. Gerakan Kompak (Komparasi Pajak)
Melalui gerakan komparasi akan ditampilkan perbandingan negara-negara bahwa
kesadaran pajak berimplikasi terhadap kemajuan negaranya. Oleh karena itu
diharapkan masyarakat khususnya generasi milenial menjadi terdorong untuk sadar
pajak. Misalnya dengan membandingkan negara Indonesia dengan Jepang dan
Australia bahwa membayar pajak bagi mereka adalah suatu kebanggaan dan tanggung
jawab sebagai warga negara.
3. Gerakan Ketebak (Keterbukaan Pajak)
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya kesadaran pajak di Indonesia adalah
kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pihak pengelola pajak. Oleh karena itu,
untuk mengembalikan dan menghidupkan kepercayaan masyarakat tersebut terutama
generasi milenial yang cerdas dapat ditempuh dengan memberikan informasi terkait
pajak secara transparan.
4. Gerakan Sosialisasi E-pajak
E-pajak bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia, dimana keberadaannya sangat
diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak. Oleh karena itu, sangat diperlukan
sosialisasi e-pajak tersebut sehingga masyarakat terutama generasi milenial
mengetahui kemudahan yang diberikan e-pajak sehingga dengan demikian diharapkan
dapat mendorong kesadaran pajak.

Anda mungkin juga menyukai