Respon Cendekiawan Muslim Terhadap Ide Sekularisasi Nurcholish Madjid
Respon Cendekiawan Muslim Terhadap Ide Sekularisasi Nurcholish Madjid
Respon Cendekiawan Muslim Terhadap Ide Sekularisasi Nurcholish Madjid
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
1
Anas Urbaningrum, Islamo-Demokrasi Pemikiran Nurcholis Majid, Jakarta, Republika, 2004, hlm. 31.
2
Ibid, hlm. 31-32.
3
Ibid, hlm. 33-34.
3
dengan sederet tokoh Intelektual Islam Indonesia, mencoba mengkaji ulang secara kritis
mengenai pemikiran-pemikiran pembaharuan atau modernis yang pada saat itu harus
berhadapan dengan kaum tradisionalis, hal ini memulai babak baru dalam sejarah
pemikiran Islam di Indonesia mengenai perintisan dan pertumbuhan fase baru pemikiran
Islam yaitu suatu jenis perkembangan pemikiran yang disebut dengan “Neo-
Modernisme”.4
Dalam menjelaskan dan menggambarkan mengenai realitas pemikiran dari
Nurcholis Majid sendiri dalam sejarah pemikirannya dapat dibagi melalui tiga peiode,
yaitu :
a. Pemikiran Nurcholis Majid Pra Chicago
Dalam karakteristik dan corak pemikirannya, Nurcholis Majid dipandang
sebagai seorang tokoh Intelektual Islam Indonesia yang kontroversial, karena
gagasan dan ide-ide keagamaan yang dilontarkannya merupakan gagasan dan ide-
ide yang baru dan seringkali memakai istilah-istilah baru, sehingga hal tersebut
menimbulkan perhatian yang cukup mendalam terhadap dirinya dimata tokoh
Intelektual lainnya.5
Sosok dan corak pemikiran Nurcholis Majid mulai tampak sekitar tahun 1968,
sejak ia menuliskan dan merumuskan sebuah makalah yang berjudul “Modernisasi
ialah Rasionalisasi, bukan Westernisasi”. Ketika itu ia sedang menjabat sebagai
Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PBHMI) priode 1966-
1969. Dan dapat dikatakan bahwa sejak masa inilah tonggak sejarah perkembangan
pemikirannya mulai mengembang dan dikenal.6
Nurcholis Majid merumuskan modernisasi sebagai rasionalisasi,
pengertiannya tentang “modernisasi sebagai rasionalisasi”, dimaksudkan sebagai
dorongan kepada umat Islam untuk menggeluti modernisasi sebagai apresiasi
kepada ilmu pengetahuan. Dalam tinjauan Islam, menurutnya, modernisasi itu
berarti “berpikir dan bekerja menurut fitrah atau sunnatullah. Pemahaman manusia
terhadap hukum-hukum alam, melahirkan ilmu pengetahuan, sehingga modern
berarti ilmiah. Dan illmu pengetahuan diperoleh melalui akalnya (rasionya),
sehingga modern berarti ilmiah, yang berarti pula rasional. Maksud sikap rasional
ini ialah memperoleh daya guna yang maksimal untuk memanfaatkan alam ini bagi
4
Pirhat Abbas, Paradigma Pemikiran Nurcholis Majid Tentang Modernisasi, Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Keislaman,
Media Akademika, IAIN STS Jambi, 2007, hlm. 245-246.
5
Ibid, hlm. 247.
6
Ibid, hlm. 247-248.
4
7
Budhy Munawar-Rachma, Membaca Nurcholis Majid Islam dan Pluralisme, Democracy Project, Jakarta, 2011,
hlm. 9.
8
Pirhat Abbas, Op. Cit, hlm. 248.
9
Budhy Munawar-Rachma, Op.Cit, hlm. 10-11.
10
Pirhat Abbas, Op. Cit, hlm. 252.
11
Marwan Saridjo, Cak Nur : di Antara Sarung dan Dasi dan Musdah Mulia Tetap Berjilbab, Penamadina,
Jakarta, 2005, hlm. 18.
5
keselarasan dan saling berkaitan, yang pada intinya untuk dapat mengoptimalkan
daya berpikir dan rasionalitas yang dimiliki oleh manusia.
12
Pirhat Abbas, Op. Cit, hlm. 252-253.
6
17
Ibid, hlm. 261.
18
Ibid, hlm. 261.
19
M. Syafi Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia; Sebuah Kajian Politik Tentang Cendekiawan Muslim
Orde Baru, (Jakarta: Paramadina, 1995), h. 51.
20
M. Syafi Anwar, Op.Cit,hlm. 53.
8
21
M. Syafi Anwar, Op.Cit, hlm. 65.
22
Pardoyo, Sekularisasi dalam Polemik, (Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1993), h. 97.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
BKNKKNKBJ
10
DAFTAR PUSTAKA