Kelompok 5
Elya Agustina/1210702021
ABSTRAK
Luas minimum merupakan suatu daerah vegetasi yang pada umumnya sudah
memperlihatkan kekhususan dari vegetasi secara keseluruhan. Luas minimum digunakan untuk
memperoleh luasan petak contoh (sampling area) yang dianggap representatif dengan suatu tipe
vegetasi pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari. Pada praktikum ini kami menggunakan
metode kuadran petak L dan metode kuadran petak ganda, yang dilakukan di area Kompleks
Pemakamn Umum Al-Jawami Cileunyi. Menentukan luas minimum plot dapat dilakukan dengan
cara membuat kurva luas minimal terlebih dahulu. Untuk bentuk plot persegi dimulai dengan
membuat sebuah plot (bidang datar) persegi pada satu tegakan dengan kuadrat (luas) terkecil,
kemudian kuadrat diperluas dua kali luas semula dan setiap penambahan spesies baru yang
terdapat di dalam kuadrat luasan dicatat. Persentase kurva luas minimum yang diperoleh pada
metode kuadrat petak L adalah 4,5 % dan 4,7%. Sedangkan persentase kurva luas minimum yang
diperoleh pada metode kuadrat petak ganda adalah 7,14%. Berdasarkan hasil dalam pengamatan
dengan menggunakan luas minimum ini dapat diperoleh gambaran sebuah vegetasi yang kami
amati adalah vegetasi tumbuhan rumput-rumputan dan tumbuhan penghias pemakaman.
Kata Kunci: Luas minimum, kurva luas minimum, vegetasi, metode petak L, metode
petak ganda
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki berbagai macam penggunaan lahan, mulai dari yang
paling ekstensif misalnya agroforestri kompleks yang menyerupai hutan, hingga
paling intensif seperti sistem pertanian semusim monokultur. Indonesia juga
merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati
yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,
baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas (Heriyanto, 2004).
Keanekaragaman spesies, ekosistem dan sumberdaya genetik semakin
menurun pada tingkat yang membahayakan akibat kerusakan lingkungan. Dalam
mencegah berbagai masalah- masalah negatif yang disebabkan oleh manusia atau
yang lainnya tersebut perlu adanya pemanfaatan ekologi tumbuhan di seluruh
indonesia, atau penelitian hutan – hutan, tanaman masa kini, tanaman masa
lampau dan tanaman masa akan datang, itu perlu di teliti dan di data secara
statistik berupa vitalitas, prioditas dan stratifikasi (Budiman, 2004)..
Dalam mempelajari ekologi tumbuhan kita tidak dapat melakukan
penelitian pada seluruh area yang ditempati komunitas tumbuhan, terutama
apabila area itu cukup luas. Dengan syarat bagian tersebut dapat mewakili
komunitas tumbuhan yang ada.
Luas daerah dalam satuan kecil yaitu komunitas atau vegetasi yang sangat
bervariasi keadaannya. Keberadaannya merupakan himpunan dan spesies populasi
yang sangat berinteraksi dengan banyak faktor lingkungan yang khas untuk setiap
vegetasi. Dapat dikatakan representative bila didalamnya terdapat semua sebagian
besar jenis tumbuhan yang membentuk komunitas atau vegetasi tersebut. Daerah
minimal yang mencerminkan kekayaan komunitas atau vegetasi disebut luas
minimum. Suatu metode yang menentukan luas minimum suatu daerah disebut
metode luas minimal.
Menurut Marsono (1977), vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-
tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama
pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat
interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu
sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem
yang hidup dan tumbuh serta dinamis.
Luas minimum atau kurva spesies area merupakan langkah awal yang
digunakan untuk menganalisis suatu vegetasi yang menggunakan petak contoh
(kuadrat). Luas minimum digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh
(sampling area) yang dianggap representatif dengan suatu tipe vegetasi pada suatu
habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luas petak contoh mempunyai hubungan
erat dengan keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut. Makin tinggi
keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut, makin luas petak contoh
yang digunakan. Bentuk luas minimum dapat berbentuk bujur sangkar, empat
persegi panjang dan dapat pula berbentuk lingkaran. Luas petak contoh minimum
yang mewakili vegetasi hasil luas minimum, akan dijadikan patokan dalam
analisis vegetasi dengan metode kuadrat.
Metodologi-metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika
digunakan untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa
plot dan metode kwarter (Syafei, 1990). Akan tetapi dalam praktikum kali ini
kami menggunakan meode kuadrat petak ganda dan metode kuadrat petak L.
Metode kuadrat, bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat
atau lingkaran yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi
sesuai dengan bentuk vegetasi atau ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk
analisis yang menggunakan metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-
variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi (Surasana, 1990).
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk menentukan luas
minimum dari kuadrat (kurva luas jenis/kurva luas minimum), dan untuk
menentukan homogenasi vegetasi lapangan rumput di sekitar Kompleks
Pemakaman Umum Aljawami Cileunyi, Bandung.
METODE
Praktikum ini dilakukan pada hari selasa, 21 Februari 2012. Bertempat di
Kompleks Pemakaman Umum Al-Jawami-Cileunyi.
Metode Petak Ganda: Pada padang rumput dibuat kuadrat dengan ukuran 0,5 m m
0,5 m. kemudian jenis tumbuhan yang ada pada luas tersebut diidentifikasi,
dihitung dan dicatat. Selanjutnya kuadrat tersebut diperluas dua kali luas
sebelumnya dan dihitung kembali tambahan jenis tanaman yang baru. Kuadran
diteruskan perluasan kembali sampai tidak ada tambahan jenis baru, dan dihitung
jumlah jenis tumbuhan yang ada. Perluasan kuadrat kemudian disusun dalam
suatu table dan digambarkan kurva hubungan luas kuadrat dengan jumlah
jenisnya, kurva ini disebut kurva luas minimum.
V
10
m
8m IV
6m III
4m
II
2m I
2m 4m 6m 8m 10 m
Skala 1:150
Tabel 1. Penambahan Jenis Tumbuhan Pada Setiap Kuadrat
Kuadrat I Penambahan
Kuadrat II Kuadrat III Kuadrat IV Kuadrat V
Kamboja Katus Babadotan Ilalang Lenca
Rumput
Puring Tanaman zigzag
krokot
Semanggi Lengkuas Ubi jalar
Kastuba Tempuyung Patikan Kebo
Bakung Belimbing Buluh Pacar Cina
Rumbut teki Lumut
Knikir Putri Malu
Tapak Liman
Tomat
I (2x2) m 5 - -
1
I+II+III+IV (8x8) m 22 1 × 100% = 4,7%
21
1
I+II+III+IV+V (10x10) m 23 1 × 100% = 4,5%
22
20
Jumlah Spesies
15
10 ∑ Spesies
0
I I+II I+II+III I+II+III+IV I+II+III+IV+V
Luas Kuadrat
Dari tabel dan grafik diatas dapat kita lihat daerah yang memiliki luas
minimum adalah pada penambahan kuadrat IV dan kuadrat V, dengan persentase
pertambahan populasi 4,7% dan 4,5%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Oosting
(1959) Luas minimun ini ditetapkan dengan dasar jika penambahan luas petak
tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 5-10%.
2m 2m
1m V
VI
0,5 m III
IV
0,5 m I II
0,5 m 0,5 m 1m 2m
Skala 1:50
Penambahan
Kuadrat I Kuadrat Kuadrat Kuadrat Kuadrat Kuadrat
II III IV V VI
Tapak
Aster Puring Babadotan Kamboja Kemanggi
liman
Bunga Patikan Rumput
Hanjuang Putri malu
kenop Kebo Teki
Rumput
Talas
rayung
Belimbing
Boroco
Buluh
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh data bahwa, untuk pengukuran
pada kuadrat pertama dengan ukuran bujur sangkar 0,5x0,5 m2 ditemukan jenis
tumbuhan yaitu rumput aster dan hanjuang. Tumbuhan tersebut tumbuh dengan
baik disebabkan oleh keadaan tanah yang gembur dan lembab, begitupun dalam
perawatannya tidak perlu intensif, karena tumbuhan disana dikenal dengan
tumbuhan penghias pemakaman. Pada kuadrat II dengan luas areal 0,5x1 m2
terjadi penambahan beberapa jenis tanaman baru yaitu piring dan bunga kenop.
Dimana pada area atau komunitas tersebut sangat mendukung pertumbuhan
tumbuhan tersebut.
Selanjutnya kuadrat III luas areal tersebut diperluas menjadi 1x1 m2, ,
ternyata dengan penambahan luas juga terjadi penambahan jenis spesies yang
ditemukan dalam ekosistem tersebu. Adapun di dalamnya ditemukan jenis
tumbuhan yaitu patikan kebo, badotan, rumput rayung, dan bunga boroco
dikarenakan faktor lingkungan yang sesuai sehingga mendukung pertumbuhan.
Selain itu rumput yang tumbuh subur disana dijadikan makanan hewan ternak
seperti kambing dan sapi, karena pemakaman umum tersebut letaknya dekat
dengan rumah penduduk yang sebagian memiliki hewan ternak.
Pada kuadrat IV dengan luas areal 1x2 m2 terjadi penambahan beberapa
jenis tanaman baru dimana pada area ini diantaranya yaitu tapak liman, putri
malu, talas dan belimbing wuluh. Sedangkan pada kuadrat V dengan luas plot 8x8
m2 mengalami pertambahan dua jenis tumbuhan, yaitu kamboja dan rumput teki.
Selanjutnya pada kuadrat VI luas area 4x6 m2 tumbuhan yang ditemukan sama
dengan pada areal 0,5x0,5 m2 dan ditemukan pada area sebelumnya, dimana pada
area ini terjadi penambahan satu jenis tanaman baru yaitu tanaman kemanggi yang
juga tergolong ke dalam habitat semak.
Pada tabel diatas dapat dilihat persentase nilai minimum yang diperoleh
yaitu pada penambahan di kuadrat VI dengan perolehan persentase 7,14%.
Sehinnga dari data tersebut diperoleh kurva luas minimum dari pengamatan
daerah vegetasi yang representatif terhadap penambahan jumlah spesies pada
setiap kuadrat.
12
10
8
6
4
2 Jumlah Spesies
0
Luas Kuadrat
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum penentuan luas minimum ini didapatkan kesimpulan
bahwa di area Kompleks Pemakaman Umum Aljawami Cileunyi dengan dua
lokasi yang berbeda dengan menggunakan dua metode kuadrat yaitu metode
kuadrat petak L dan metode kuadrat petak ganda. Pada metode kuadrat petak L
dengan luas area 10x10 m2, luas daerah pengamatan mewakili dari suatu vegetasi
rumput-rumput liar dengan persentase kurva luas minimum yang diperoleh adalah
4,5 % dan 4,7%. Sedangkan pada metode kuadrat petak ganda dengan luas area
4x6 m2, daerah vegetasi yang mewakilinya adalah vegetasi rumput liar dan
tumbuhan penghias pemakaman, dengan persentase kurva luas minimum yang
diperoleh adalah 7,14%.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, 1995, Biologi Lingkungan. Ganexa exact. Bandung.
Budiman, Basri. 2004. Ekosistem Hutan Indonesia. UI Press: Jakarta
Harun, 1993. Ekologi Tumbuhan. Bina Pustaka. Jakarta.
Heriyanto, N.M dan Garsetiasih, R. 2004. Potensi Pohon Kulim (Scorodocarpus
borneensis Becc). Kelompok Hutan Gelawan Kampar: Riau.
Marsono, 1977. Ekologi Tanaman. Rajawali Press: Jakarta.
Michael, P. 1995. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.
UI Press: Jakarta.
Suprianto, Bambang. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. UPI:
Bandung.
Surasana, Eden., Syafei. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB: Bandung.
Suwena, Made. 2005. Keanekaragaman tumbuhan liar edibel pada ekosistem
Sawah di sekitar kawasan hutan gunung salak (Biodiversity of edible
wild plants on paddy ecosystem Of gunung salak forest area). Jurnal
Ekologi. Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Mataram.
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB: Bandung
LAMPIRAN