Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

Berdirinya Pondok Pesantren Arrahmaniyah tercetus dengan adanya

latar belakang ingin memajukan pendidikan Islam sesudah Indonesia

merdeka, yang dalam masa penjajahan selalu ditekan dengan keadaan serba

sulit dan menderita, apalagi kehidupan agama yang cukup kritis. Pesantren

ini bermula hanya untuk santri putri yang kemudian dikembangkan menjadi

pondok pesantren putra-putri. Berakar dari sinilah cita-cita perjuangan

Arrahmaniyah mulai diwujudkan dengan semangat panji kebesaran Islam

yang diniatkan sebagai rasa syukur atas nikmat yang diberikan-Nya. Maka

tercetuslah Pondok Pesantren pada tanggal 27 Rajab 1378 H, bertepatan

dengan tanggal 23 Juli 1948 di Bojong Pondok Terong.

Setahun kemudian berdirilah Madrasah Ibtidaiyah pada tanggal 14

Agustus 1949 dengan nama Perguruan Sirajul Athfal. Kemudian dari

perkembangan pendirian madrasah, lahir unit baru yaitu PGA (Pendidikan

Guru Agama) dengan nama Mualimin. Pada Tahun 1981 dikuatkan dengan

akta pendirian sebagai Yayasan Pendidikan pada tanggal 8 Desember 1981

dengan nama Yayasan Pendidikan Islam Arrahmaniyah melalui akta

notaries A. Koesnoen No. 3, dan berkembang pesat hingga sekarang dengan

mencakup beberapa unit pendidikan yaitu TPA, TK, MI, MA, SMP, SMU,

SMK, dan STKIP.


Dalam pengelolaannya Pondok Pesantren Arrahmaniyah dituntut

untuk selalu dinamis dan terus mengikuti perkembangan jaman, sehingga

pada taraf berikutnya dimunculkan pembagian tugas dan peran secara

fungsional sesuai dengan visi dan misi pengembangannya. Pondok

Pesantren Arrahmaniyah memadukan system pendidikan salafiyah dan

modern dalam system pendidikannya, karena itulah Arrahmaniyah tidak

hanya memberikan materi kajian-kajian Islam salafiyah tradisional tetapi

juga kajian Islam dalam konteks modern kontemporer. Arrahmaniyah juga

menekankan tentang pentingnya pendidikan ilmu pengetahuan umum,

keterampilan, disiplin ibadah dan disiplin hidup, sehingga Arrahmaniyah

menjadi media pendidikan pesantren yang berbasis sekolah atau sekolah

berbasis pesantren.

Pondok Pesantren Arrahmaniyah adalah salahsatu pesantren yang-

ditinjau dari segi pendirian, jumlah santri dan siswa serta kelengkapan

lembaganya termasuk pondok pesantren yang besar. Sebagaimana pondok

pesantren yang lain, peran yang dijalankan Arrahmaniyah adalah sebagai

lembaga pendidikan, dakwah, sekaligus sebagai agen perubahan sosial

masyarakat.

Pondok Pesantren Arrahmaniyah memeiliki visi dan misi sebagai

berikut:

1. Visi

Usaha meningkatkan Kader pejuang Muslim yang bermutu, sumber

daya manusia yang unggul, muttaqin, Ikhlas beramal, dan


bertanggungjawab terhadap diri, masyarakat dan agama dengan

berlandaskan nilai agama dan budaya bangsanya.

2. Misi

a. Membangun Muslem pejuang yang cakap dan cerdas dengan dijiwai

panca jiwa pondok pesantren dan motto pondok pesantren.

b. Ikhlas beramal dalam pengabdian kepada bangsa, agama dan negara.

B. Analisis Data

1. Analisis Univariat

a. Teknik Relaksasi

1) Usia

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Responden yang Mengalami Nyeri Haid pada Santriwati
Pondok Pesantren Arrahmaniyah Kota Depok Provinsi
Jawa Barat Tahun 2018
No Usia Frekuensi Persentase (%)
1 15 Tahun 2 13,3
2 16 Tahun 3 20,0
3 17 Tahun 6 40,0
4 18 Tahun 4 26,7
Total 15 100,0
Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa dari 15

responden yang mengalami nyeri haid dengan usia 15 tahun

sebanyak 2 orang (13,3%), usia 16 tahun sebanyak 3 orang (20

%), usia 17 tahun sebanyak 6 orang (40%), dan usia 18 tahun

sebanyak 4 orang (26,7%).


2) Usia Menarche

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Menarche Responden yang Mengalami Nyeri Haid pada
santriwati Pondok Pesantren Arrahmaniyah Kota Depok
Provinsi Jawa Barat Tahun 2018
No Usia Menarche Frekuensi Persentase (%)
1 9 – 12 Tahun 11 73,3
2 13 – 16 Tahun 4 26,7
Total 15 100,0
Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa dari 15

responden yang mengalami nyeri haid dengan usia menarche

berkisar dari 9-12 tahun sebanyak 11 orang (73,3%), dan usia

menarche berkisar 13-16 tahun sebanyak 4 orang (26,7%).

3) Intensitas nyeri haid responden sebelum diajarkan Teknik

Relaksasi

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Yang Mengalami Nyeri
Haid sebelum Diajarkan Teknik Relaksasi pada santriwati
Pondok Pesantren Arrahmaniyah Kota Depok Provinsi
Jawa Barat Tahun 2018
No Nyeri Frekuensi Persentase (%)
1 Ringan 3 20,0
2 Sedang 10 66,7
3 Berat 2 13,3
Total 15 100,0
Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa dari 15

responden yang mengalami nyeri haid sebelum diajarkan teknik

relaksasi diketahui sebanyak 3 orang (20%) mengalami nyeri

ringan, 10 orang(66,7%) mengalami nyeri sedang, dan 2 orang

(13,3%) mengalami nyeri berat.


4) Intensitas Nyeri Haid Responden Setelah diajarkan Teknik

Relaksasi

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Yang Mengalami Nyeri
Haid Setelah Diajarkan Teknik Relaksasi pada santriwati
Pondok Pesantren Arrahmaniyah Kota Depok Provinsi
Jawa Barat Tahun 2018
No Nyeri Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak Nyeri 6 40,0
2 Ringan 8 53,3
3 Sedang 1 6,7
Total 15 100,0
Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa dari 15

responden yang mengalami nyeri haid setelah diajarkan teknik

relaksasi diketahui sebanyak 6 orang (40%) tidak mengalami

nyeri, 8 orang(53,3%) mengalami nyeri ringan, dan 1 orang

(6,7%) mengalami nyeri sedang.

b. Kompres Air Hangat

1) Usia

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Responden yang Mengalami Nyeri Haid pada Santriwati
Pondok Pesantren Arrahmaniyah Kota Depok Provinsi
Jawa Barat Tahun 2018
No Usia Frekuensi Persentase (%)
1 15 Tahun 5 33,3
2 16 Tahun 7 46,7
3 17 Tahun 2 13,3
4 18 Tahun 1 6,7
Total 15 100,0
Berdasarkan tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa dari 15

responden yang mengalami nyeri haid dengan usia 15 tahun

sebanyak 5 orang (33,3%), usia 16 tahun sebanyak 7 orang (46,7


%), usia 17 tahun sebanyak 2 orang (13,3%), dan usia 18 tahun

sebanyak 1 orang (6,7%).

2) Usia Menarche

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Menarche Responden yang Mengalami Nyeri Haid pada
santriwati Pondok Pesantren Arrahmaniyah Kota Depok
Provinsi Jawa Barat Tahun 2018
No Usia Menarche Frekuensi Persentase (%)
1 9 – 12 Tahun 9 60,0
2 13 – 16 Tahun 6 40,0
Total 15 100,0
Berdasarkan tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa dari 15

responden yang mengalami nyeri haid dengan usia menarche

berkisar dari 9-12 tahun sebanyak 9 orang (60 %), dan usia

menarche berkisar 13-16 tahun sebanyak 6 orang (40 %).

3) Intensitas nyeri haid responden sebelum diberikan Kompres Air

Hangat

Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Responden Yang Mengalami Nyeri
Haid sebelum Diberikan Kompres Air Hangat pada
santriwati Pondok Pesantren Arrahmaniyah Kota Depok
Provinsi Jawa Barat Tahun 2018
No Nyeri Frekuensi Persentase (%)
1 Ringan 3 20,0
2 Sedang 8 53,3
3 Berat 4 26,7
Total 15 100,0
Berdasarkan tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa dari 15

responden yang mengalami nyeri haid sebelum diberikan

kompres air hangat diketahui sebanyak 3 orang (20%)


mengalami nyeri ringan, 8 orang (53,3%) mengalami nyeri

sedang, dan 4 orang (26,7 %) mengalami nyeri berat.

4) Intensitas Nyeri Haid Responden Setelah Diberikan Kompres

Air Hangat

Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Responden Yang Mengalami Nyeri
Haid Setelah Diberikan Kompres Air Hangat pada
santriwati Pondok Pesantren Arrahmaniyah Kota Depok
Provinsi Jawa Barat Tahun 2018
No Nyeri Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak Nyeri 5 33,3
2 Ringan 9 60,0
3 Sedang 1 6,7
Total 15 100,0
Berdasarkan tabel 4.8 diatas menunjukkan bahwa dari 15

responden yang mengalami nyeri haid setelah diberikan

kompres air hangat diketahui sebanyak 5 orang (33,3 %) tidak

mengalami nyeri, 9 orang(60 %) mengalami nyeri ringan, dan 1

orang (6,7%) mengalami nyeri sedang.

2. Analisis Bivariat

a. Pengaruh Teknik Rileksasi dalam Mengatasi Nyeri saat Haid

Tabel 4.9
Pengaruh Teknik Rileksasi dalam Mengatasi Nyeri Saat Haid
Pada Santriwati Pondok Pesantren Arrahmaniyah Kota Depok
Provinsi Jawa Barat Tahun 2018
Std. P
Variabel N Mean
Deviasi value
Sebelum Diajarkan Teknik
Relaksasi
15 0,458 0, 458 0,041
Setelah Diajarkan Teknik
Relaksasi
Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa P value 0,041 (<0,05)

yang berarti ada pengaruh dilakukannya teknik relaksasi dalam

mengatasi nyeri saat haid pada santriwati Pondok Pesantren

Arrahmaniyah Kota Depok Provinsi Jawa Barat.

b. Pengaruh Kompres Air Hangat dalam Mengatasi Nyeri Haid

Tabel 4.10
Pengaruh Kompres Air Hangat dalam Mengatasi Nyeri Saat
Haid Pada Santriwati Pondok Pesantren Arrahmaniyah Kota
Depok Provinsi Jawa Barat Tahun 2018
Std. P
Variabel N Mean
Deviasi value
Sebelum Diberikan Kompres
Air Hangat
15 0,333 0,488 0,019
Setelah Diberikan Kompres
Air Hangat

Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa P value 0,019

(<0,05) yang berarti ada pengaruh diberikan kompres air hangat

dalam mengatasi nyeri saat haid pada santriwati Pondok Pesantren

Arrahmaniyah Kota Depok Provinsi Jawa Barat.

C. Pembahasan

1. Usia

Dari 15 responden pada kelompok teknik relaksasi yang

mengalami nyeri haid dengan usia 15 tahun sebanyak 2 orang (13,3%),

usia 16 tahun sebanyak 3 orang (20 %), usia 17 tahun sebanyak 6 orang

(40%), dan usia 18 tahun sebanyak 4 orang (26,7%). Dan pada

kelompok kompres air hangat dari 15 responden yang mengalami nyeri

haid dengan usia 15 tahun sebanyak 5 orang (33,3%), usia 16 tahun


sebanyak 7 orang (46,7 %), usia 17 tahun sebanyak 2 orang (13,3%),

dan usia 18 tahun sebanyak 1 orang (6,7%).

Menurut potter & perry, 1993, Umur merupakan variabel yang

mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang dewasa. Umur juga

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nyeri, semakin besar

umur seseorang maka semakin bisa mengendalikan nyeri, hal ini terlihat

pada hasil penelitian yaitu siswi yang berusia 17 tahun berada pada

kategori agak mengganggu.

2. Usia Menarche

Pada kelompok teknik relaksasi dari 15 responden yang

mengalami nyeri haid dengan usia menarche berkisar dari 9-12 tahun

sebanyak 11 orang (73,3%), dan usia menarche berkisar 13-16 tahun

sebanyak 4 orang (26,7%). Dan pada kelompok kompres air hangat dari

15 responden yang mengalami nyeri haid sebelum diberikan kompres

air hangat diketahui sebanyak 3 orang (20%) mengalami nyeri ringan, 8

orang (53,3%) mengalami nyeri sedang, dan 4 orang (26,7 %)

mengalami nyeri berat.

Menurut Proverawati & Maisaroh (2012) usia menarche yang

terlalu dini ≤ 12 tahun memiliki efek jangka pendek yaitu terjadinya

dismenore, sedangkan untuk efek jangka panjang dapat memicu

terjadinya mioma. Umur menarche yang terlalu dini dimana organ-

organ reproduksi belum berkembang secara maksimal dan masih terjadi

penyempitan pada leher rahim, maka akan timbul rasa sakit pada saat
menstruasi. Hal ini dikarenakan organ reproduksi wanita masih belum

berfungsi secara maksimal (Ehrenthal, 2006)

3. Intensitas Nyeri Haid Responden Sebelum Diajarkan Teknik Relaksasi

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 15 responden

yang mengalami nyeri haid sebelum diajarkan teknik relaksasi diketahui

sebanyak 3 orang (20%) mengalami nyeri ringan, 10 orang(66,7%)

mengalami nyeri sedang, dan 2 orang (13,3%) mengalami nyeri berat.

Penelitian yang dilakukan Okoro (2013) menjelaskan beberapa

faktor risiko terjadinya dismenore yakni usia, paritas, lama menstruasi,

stres, aktivitas fisik, kebiasaan merokok dan indeks massa tubuh. Salah

satu faktor yang paling dekat dengan mahasiswa adalah stres. Stres

merupakan salah satu faktor psikologis manusia di mana faktor ini

dapat menyebabkan suplai darah tidak lancar sehingga terjadi defisiensi

oksigen di uterus dan meningkatkan produksi serta merangsang sekresi

prostaglandin (PGs) di uterus (Silvana, 2012).

Menurut Hurlock (2007) salah satu faktor yang memegang

peranan penting sebagai penyebab nyeri haid yaitu faktor kejiwaan.

Gangguan psikis akan mengakibatkan gangguan pada fisik, misalnya

gangguan haid seperti dismenorhea. Didukung penelitian Prihatama

(2013) dengan judul hubungan antara stres dan dismenore pada siswi

kelas tiga SMA Negeri 2 Ngawi. Penelitian ini bersifat observasional

analitik dengan menggunakan cross sectional. Metode sampel

menggunakan purposive sampling didapatkan besar sampel 54 siswi


dan diuji dengan menggunakan uji Chi-Square. Dari analisis statistik

menggunakan uji ChiSquare didapatkan nilai p sebesar 0,002 (interval

kepercayaan 95%) artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara stres dan dismenore.

4. Intensitas Nyeri Haid Responden Setelah Diajarkan Teknik Relaksasi

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 15 responden

yang mengalami nyeri haid setelah diajarkan teknik relaksasi diketahui

sebanyak 6 orang (40%) tidak mengalami nyeri, 8 orang(53,3%)

mengalami nyeri ringan, dan 1 orang (6,7%) mengalami nyeri sedang.

Perubahan tingkat nyeri haid (dismenorhea) pada responden

setelah dilakukan teknik relaksasi progresif sesuai dengan teori menurut

Wahyuni dan Rahman (2009) bahwa teknik relaksasi progresif

merupakan cara yang dapat digunakan untuk meringankan nyeri

menstruasi melalui vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkatan

sekresi hormon endorfin yang berfungsi memblok reseptor nyeri di otak

sehingga nyeri dapat berkurang atau hilang.

Proverawati dan Misaroh (2009) menyatakan penurunan tingkat

nyeri pada relaksasi progresif dikarenakan oleh adanya relaksasi yang

dapat menurunkan intensitas nyeri, meningkatkan ventilasi paru dan

meningkatkan oksigenasi darah serta merangsang sekresi endorphin.

Endorphin yang disekresikan ini berhubungan dengan teori “gate

control” dari Melzack dan Wall (1965) yang mengatakan bahwa impuls

nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat


saat sebuah pertahanan ditutup. Salah satu cara menutup mekanisme

pertahanan ini adalah dengan merangsang sekresi endorphin (penghilang

nyeri alami) yang akan menghambat pelepasan impuls nyeri.

Studi eksperimen yang dilakukan di Brasil oleh Praseetha (2012)

dalam Akbar, Putria, dan Efriyanti (2014) didapatkan hasil bahwa

relaksasi otot progresif dapat mengurangi persepsi nyeri pada 61

responden. Nyeri yang dirasakan mengalami penurunan satu tingkat dari

berat menjadi sedang dan sedang menjadi ringan setelah diberikan

relaksasi otot progresif. Hasil ini menyatakan bahwa relaksasi otot

progresif memiliki nilai yang signifikan untuk penurunan dismenorea

5. Pengaruh Teknik Rileksasi dalam Mengatasi Nyeri saat Haid

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa P value 0,041 (<0,05)

yang berarti ada pengaruh dilakukannya teknik relaksasi dalam

mengatasi nyeri saat haid pada santriwati Pondok Pesantren

Arrahmaniyah Kota Depok Provinsi Jawa Barat.

Nyeri menstruasi merupakan sensasi nyeri. Rasa nyeri sering

digambarkan sebagai nyeri kram pada abdomen bagian bawah yang

terjadi selama haid, terkadang hingga menggangu aktivitas. Terdapat

dua kategori nyeri menstruasi yaitu primer dan sekunder. Nyeri

menstruasi primer disebabkan produksi prostaglandin endometrium

yang lebih besar sehingga menyebabkan kontraksi uterus, iskemia

uterus, dan nyeri pelvis. Prostaglandin yang berlebihan terlepas dari sel-

sel endometrium uterus adalah prostaglandin F2 alfa. Prostaglandin F2


alfa adalah suatu perangsang kuat kontraksi otot polos miometrium dan

kontriksi pembuluh darah uterus. Hal ini memperparah hipoksia uterus

yang secara normal terjadi pada haid, sehingga timbul rasa nyeri yang

hebat (Corwin, 2008). Teknik relaksasi progresif merupakan suatu

latihan untuk membantu meringankan ketidaknyamanan menstruasi

melalui peningkatan vasodilatasi penurunan iskemia berikutnya pada

endometrium. Hal ini juga melepaskan opiat endogen yang menekan

prostaglandin ( O’Donohue & Fisher, 2012).

Penurunan dismenorea yang signifikan menurut Priharjo (1996)

dalam penelitian Ernawati (2010), menjelaskan bahwa paling tidak ada

tiga hal penting yang menjadikan tindakan relaksasi bermakna secara

signifikan terhadap skala nyeri yaitu posisi yang tepat, pikiran yang

tenang dan lingkungan yang tenang.

Pada saat melakukan teknik rileksasi secara baik maka

gelombang otak (brainwave) berada pada gelombang alpha. Frekuensi

alpha 8 -12 hz merupakan frekuensi pengendali, penghubung pikiran

sadar dan bawah sadar. Alpha adalah pikiran yang paling cocok untuk

pemprograman bawah sadar (Yasui, 2009). Gelombang otak alpha juga

terjadi ketika kita mengalihkan perhatian kita ke dalam, jauh dari

urusan dan masalah realitas fisik sehari-hari seperti pengalihan nyeri

dengan teknik rileksasi. Gelombang alpha dapat muncul dengan mata

terbuka dan fokus pada satu tempat, namun bagi kebanyakan dari kita

gelombang alpha terjadi lebih mudah dengan mata tertutup (ketika mata

tertutup maka kita lebih mudah untuk menghindari gangguan dari luar)
(Gunawan, 2013). Penurunan nyeri yang kurang signifikan yaitu dengan

selisih 1 sampai 2 hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah

satunya kurang berkonsentrasi saat melakukan teknik relaksasi, maka

akan menjadikan gelombang otak alpha kurang secara kualitas dan

kuantitas untuk pengalihan perhatihan yaitu pengalihan nyeri (Yasui,

2009). Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh ansietas, keletihan dan

dukungan keluarga atau sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Hasan

(2010), menyatakan bahwa ansietas atau tingkat kecemasan

berpengaruh secara signifikan terhadap intensitas penurunan

dismenorea. Sedangkan, apabila keletihan disertai dengan susah tidur,

maka persepsi nyeri akan berbeda walaupun telah melakukan teknik

rileksasi (potter dan Perry, 2010). Susah tidur dapat dipengaruhi oleh

menurunnya konsentrasi sehingga menyebabkan gelombang otak

berada pada gelombang lowbeta (Gunawan, 2013).

6. Intensitas Nyeri Haid Sebelum Diberikan Kompres Air Hangat

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 15 responden

yang mengalami nyeri haid sebelum diberikan kompres air hangat

diketahui sebanyak 3 orang (20%) mengalami nyeri ringan, 8 orang

(53,3%) mengalami nyeri sedang, dan 4 orang (26,7 %) mengalami

nyeri berat.

Hal ini terlihat pada saat dilakukan kompes hangat dimana klien

terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap

tindakan, dapat menunjukan lokasi nyeri, tidak dapat


mendiskripsikanya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang

dan distraksi. Respon dari setiap Siswi berbedabeda diantaranya

berbaring ditempat tidur, merintih kesakitan, dan mengeluh pusing.

Dismenorea adalah nyeri yang timbul pada saat wanita mengalami

menstruasi. Ini disebabkan karena kontraksi otot moimetrium yang

berlebihan maka akan mengurangi aliran darah, sehingga kekurangan

oksigen dalam sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya

nyeri pada saat menstruasi spasmodik, nyeri ini menyebabkan perut

terasa mulas. Ini terjadi pada semua wanita yang mengalami menstruasi

(Lowdermilk, dkk :2013).

Nyeri didefenisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

sebagai suatu keadaan yang memengaruhhi seseorang, dan

eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya

(Mc.Caferry dalam Tamasuri, 2006). Dalam penatalaksanaan nyeri

banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri dismenorea,

baik melalui terapi farmakologis dan non-farmakologis. Terapi

farmakologis dapat menggunakan obat untuk mengurangi nyeri tetapi

dapat berdampak buruk bagi kesehatan tubuh di antaranya bisa mual,

muntah, alergi, dan lain-lain. Terapi non-farmakologi berupa kompres

hangat, pijatan pada pinggang, olahraga, nutrisi yang baik. Pijatan

punggung memerlukan waktu yang lama serta membutuhkan bantuan

orang lain, olahraga memerlukan gerakan fisik, nutrisi memerlukan

biaya untuk menyediakan makanan yang dapat mengurangi dismenorea,

dan terapi kompres hangat merupakan salah satu alternatif yang sangat
efektif dalam menurunkan nyeri dismenorea, kompres hangat tidak

memerlukan biaya yang banyak, waktu yang lama, serta dapat

dilakukan sendiri. Dan terapi ini tidak menimbulkan dampak negatif

bagi tubuh tetapi perlu diingat juga bahwa air yang terlalu panas dapat

menimbulkan iritasi pada kulit (Brunert, 1996).

7. Intensitas Nyeri Haid Setelah Diberikan Kompres Air Hangat

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa dari 15 responden yang

mengalami nyeri haid setelah diberikan kompres air hangat diketahui

sebanyak 5 orang (33,3 %) tidak mengalami nyeri, 9 orang(60 %)

mengalami nyeri ringan, dan 1 orang (6,7%) mengalami nyeri sedang.

Penurunan nyeri Siswi disebabkan karna adanya perpindahan

panas secara konduksi dari botol yang berisi air hangat ke dalam perut

yang melancarkan sirkulasi darah dan menurunkan ketegangan otot

sehingga menurunkan nyeri pada Siswi yang mengalami dismenorea.

Dari hasil yang didapatkan bahwasanya kompres hangat sangat

berpengaruh terhadap penurunan tingkat nyeri dismenorea. Menurut

peneliti kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu

hangat setempat yang dapat menimbulkan efek fisiologis. Kompres

hangat dapat digunakan pada pengobatan nyeri dan merelaksasikan

otot-otot yang tegang, kompres hangat dilakukan dengan botol yang

diisi air hangat dengan suhu 37-40 oC secara konduksi dimana terjadi

pemindahan panas dari botol ke perut sehinga perut yang dikompres

menjadi hangat. Ini menyebabkan terjadi pelebaran pembuluh darah di


bagian yang mengalami nyeri serta meningkatnya aliran darah pada

daerah tersebut. Rasa hangat di bagian perut dapat meningkatnya

relaksasi psikologis dan rasa nyaman, sehingga dengan adanya rasa

nyaman dapat menurunkan respon terhadap nyeri yang semula

dirasakan.

8. Pengaruh Kompres Air Hangat dalam Mengatasi Nyeri saat Haid

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa P value 0,019 (<0,05)

yang berarti ada pengaruh diberikan kompres air hangat dalam

mengatasi nyeri saat haid pada santriwati Pondok Pesantren

Arrahmaniyah Kota Depok Provinsi Jawa Barat.

Hal ini sesuai dengan penelitian dari Rahayu (2010) yang

menyebutkan, bahwa kompres air hangat dapat mengurangi nyeri saat

dysmenorrhea primer. Menurut, penelitian dari Marlina dan Wahyuliati

(2010) mengemukakan bahwa, pada kelompok kompres hangat,

berdasarkan uji t-test dengan 95% CI (1,64-2,36) didaptakan nilai

p=0,001 (dan penurunan derajat nyeri. Begitu juga dengan penelitian

dari Suwardi (2011), yang meneliti pengaruh kompres air hangat

terhadap nyeri persalinan kala 1 fase aktif dengan hasil, ada pengaruh

yang signifikan dari nilai pemberian kompres hangat. Dalam penelitian

ini, kompres air hangat dilakukan selama 30 menit, menurut Berman et.

al. (2009) panas menyebabkan vasodilatasi maksimum dalam 20-30

menit, melanjutkan kompres lebih dari 30 menit akan mengakibatkan

kongesti jaringan, dan pembuluh kemudian berkontriksi dengan alasan


yang tidak diketahui. Apabila kompres panas terus dilanjutkan, klien

beresiko mengalami luka bakar, karena pembuluh darah yang

berkontraksi tidak mampu membuang panas secara adekuat melalui

sirkulasi darah.

Kompres hangat memberikan rasa hangat pada responden dengan

menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian

tubuh yang memerlukannya (Natali, 2013). Tujuan dari kompres hangat

ini untuk menurunkan intensitas nyeri dengan manfaat pemberian

kompres hangat secara biologis yang menyebabkan dilatasi pembuluh

darah yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Pemberian

kompres hangat memakai prinsip pengantaran panas melalui cara

konduksi dimana panas ditempelkan pada daerah yang sakit untuk

melancarkan sirkulasi darah dan menurunkan ketegangan otot sehingga

akan menurunkan nyeri pada wanita dengan dismenore primer, karena

pada wanita dengan dismenore ini mengalami kontraksi uterus dan

kontraksi otot polos (Anugraheni dan Wahyuningsih, 2013).

Sejalan dengan penelitian (Rohmawati, 2012) tentang perbedaan

pemberian kompres hangat dan aromateraphy terhadap penurunan nyeri

dismenorea mendapatkan hasil bahwa lebih banyak responden yang

diberikan terapi kompres hangat pada daerah abdomen (perut) saat

mengalami nyeri menstruasi (dismenore) akan mengalami penurunan

rasa nyeri. Pemberian kompres hangat pada perut seorang wanita yang

mengalami nyeri haid, dapat meningkatkan relaksasi otot-otot dan

mengurangi nyeri akibat spasme atau kekakuan serta memberikan rasa


hangat. Rasa hangat dari air ini dapat menyebabkan pembuluh darah

meningkatkan aliran darah kebagian tubuh yang mengalami perubahan

fungsi, selain itu juga panas dapat mengurangi ketegangan otot menjadi

relaks.

Anda mungkin juga menyukai