Anda di halaman 1dari 6

Nama kelompok 1

1. Defindra Yudha Pramana (108116037)


2. Ahmad fatoni (108116050)
3. Dita rizky (108116043)
4. Putri utami (108116058)
5. Ni’matul khoeriyah (108116066)
Prodi : S1 keperawatan 3B
Dosen Pembimbing : Kasron, M. Kep

1. Perilaku Penyebaran dan Pencegahan HIV AIDS di Lembaga


Pemasyarakatan
A. Perilaku Penyebaran HIV AIDS
Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba tahun
2014 memperkirakan bahwa pengguna narkoba di Indonesia sebanyak
3,8 juta hingga 4,1 juta. Praktik penyalahgunaan narkoba yang
disuntikkan dan pembuatan tato dengan penggunaan jarum suntik tidak
steril, serta melalui hubungan seksual tanpa proteksi di kalangan warga
binaan pemasyarakatan (WBP) yang tidak didukung oleh ketersediaan
peralatan (jarum suntik steril dan kondom) menjadikan penjara sebagai
tempat yang sangat beresiko terhadap terjadinya penularan HIV. Dirjen
Pema-syarakatan mengeluarkan data mengenai preva-lensi HIV dan
Sifilis di 24 Lapas/Rutan di 13 provinsi di Indonesia tahun 2010,
hasilnya menyatakan bahwa epidemi infeksi menular seksual (IMS),
seperti Sifilis, tanpa pengobatan yang memadai juga mendukung ke arah
terjadinya resiko tinggi penularan HIV melalui akti-vitas seksual.
Estimasi prevalensi HIV pada WBP 24 kali lebih tinggi daripada
estimasi prevalensi HIV pada populasi umum dewasa di Indonesia.
Tingginya prevalensi HIV di beberapa Lapas/Rutan di Indonesia lebih
disebabkan oleh banyaknya penasun (pengguna narkoba suntik) yang
menjadi WBP.
B. Pencegahan HIV AIDS
Program Terapi Rumatan Methadon (PTRM). Layanan ini
dianggap sangat membantu bagi WBP pengguna narkoba dalam upaya
mengurangi resiko penularan HIV. Selain itu, juga untuk
menghindarkan mereka dari perilaku beresiko penggunaan jarum
suntik secara berkali-kali. Salah satu peserta FGD di Denpasar juga
menyatakan harapannya agar Lapas dilaksanakan PTRM yang
bertujuan membantu WBP yang pengguna Narkoba untuk mengatasi
masalah adiksi. ada saat akan meninggalkan Lapas, umumnya mereka
mengharapkan ada pengarahan atau informasi yang diberikan kepada
mereka, utamanya informasi tentang pekerjaan. Dengan keterampilan
yang telah mereka peroleh selama pembinaan di Lapas dapat dijadikan
sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja sehingga tidak
menginginkan untuk mengkonsumsi napsa yang bisa beresiko terkena
HIV AIDS. Keterlibatan LSM dalam kegiatan pemberian informasi
mengenai dampak buruk narkoba membuat para pengguna mulai sadar
untuk berperilaku positif, terutama yang terkait dengan upaya
pencegahan terhadap infeksi HIV.
(dikutip jurnal: Jurnal Etnosia. Vol. 01, Juni 2016)

2. Penyebaran dan Pencegahan HIV AIDS Pada Kelompok Wanita


Pekerja Seks dan Waria Transgender
A. Cara Penularan atau Penyebaran
mereka mengerti penularan HIV AIDS yaitu tidak pake kondom
ketika berhubungan sex, jarum suntik pengguna narkoba yang
digunakan bergantian, seks bebas, ganti pasangan bahkan ada yang
mengerti juga dapat melalui air susu ibu kepada anaknya, hal ini
mampu menyebabkan penularan penyakit hiv.menurut mereka Hal ini
wajar karena hal tersebut merupakan jargon mereka sehari-hari dalam
melaksanakan pencegahan, sehingga sering disalahartikan kepada
bagian perilaku yang lain yaitu tentang apa arti dan penyebab
HIV/AIDS tersebut.
B. Perilaku Pencegahan HIV/AIDS
Mereka mempunyai semboyan “No Condom No Sexs” seolah
menjadi jargon mereka sehari-sehari, karena hampir semua jawaban
tentang pencegahan penyakit HIV/AIDS yang utama menajawab
“dengan memakai kondom”, kemudian tidak memakai jarum suntik
pengguna narkoba dan yang lainnya. Demikian juga terjadi pada WPS
di Kota Manado, Sulawesi Utara, dimana mereka selalu menawarkan
dan mewajibkan pelanggan untuk menggunakan kondom saat
berhubungan seks (Juliastika, dkk, 2011). Mereka juga mengerti
tentang cara pencegahan yang disemboyankan oleh KPA yaitu
“ABCDE” atau A berarti Abstenence (hindari hubungan seks), B
artinya Being Faithful (setia pada pasangannya bila ingin berhubungan
seks), C (Condom) menggunakan kondom bisa tidak bisa setia pada
pasangannya, D (Drugs) tidak mengkonsumsi narkoba, terutama
dengan penggunaan jarum suntik (penasun), E (education) memberi
penyuluhan pada teman sebaya (peer education) dan orang lain, setelah
kita sendiri melakukannya, walaupun secara tidak lengkap karena
keterbatasan bahasa Inggris sebagai akibat pendidikan mereka yang
rendah. Namun bentuk aksi lain adalah peer education atau
memberikan pengetahuan dengan teman sebayanya, seprofesinya,
misalnya dengan menberi tahu koseling ke Klinik VCT bila
mengalami keluhan-keluhan yang dicurigai penyakit Infeksi Menular
Seksual (IMS). Peranan peer education ini sangat penting juga terjadi
Kota Pontianak (Suwarni, 2009). Sedangkan pengetahuan dan perilaku
HIV/AIDS tidak mempunyai hubungan bermakna juga ditemui para
WPS di Kota Manado (Juliastika, dkk., 2011), demikian pula
hubungan pengetahuan dengan sikap.
Dikutip jurnal: PERILAKU PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA
KELOMPOK WANITA PEKERJA SEKS WARIA Transgender, 32
Jurnal Kesehatan, Volume V, Nomor 1,April 2014, hlm 23-33.
3. Penyebaran dan Pencegahan HIV di Tenaga Kesehatan
A. Penyebaran
Pekerjaan tenaga kesehatan khususnya erawat merupakan jenis
pekerjaan yang beresiko kontak dengan darah, cairan tubuh pasien,
tertusuk jarum suntik bekas pasien, dan bahaya-bahaya lain yang dapat
menjadi media penularan penyakit salah satunya Hiv AIDS. Sebagiaan
besar tenaga kesehatan (74%) melaporkan pernah mengalami
kecelakaan kerja cedera benda tajam, dengan jenis kecelakaan
terbanyak adalah tertusuk jarum suntik (32,8%) diikuti oleh tergores
pecahan ampul (24,5%) dan teriris pisau (3,3%). Kecelakaan tertusuk
jarum suntik dialami tenaga kesehatan terutama ketika menutup
kembali jarum suntik (36%). Temuan penelitian ini memperkuat hasil
temuan terdahulu bahwa seluruh tenaga kesehatan di dunia
diperkirakan mengalami 2 juta kecelakaan kerja cedera benda tajam
yang menjadi perantara penularan HIV (Wilburn & Eijkemans, 2004).
Angka kejadian tersebut pun masih perkiraan kasar, angka sebenarnya
bisa lebih besar lagi karena beberapa kasus banyak yang tidak tercatat
dan tidak dilaporkan.
B. Pencegahan Penyakit HIV di Tenaga Kesehatan
Langkah-langkah yang bisa diambil diantaranya meningkatkan
kompetensi tenaga kesehatan dengan pendidikan dan pelatihan
terkaitpenyakit, penyediaan fasititas pendukung, pengawasan,
pengendalian serta penanganan dini kasus-kasus kecelakaan kerja
terutama tertusuk benda tajam. Pembinan sikap yang positif terhadap
perawatan pasien HIV/AIDS perlu terus dilakukan. Pembinaan ini bisa
ditempuh dengan cara mensosialisasikan kemajuan yang positif dalam
pengelolaan pasien HIV/AIDS, dukungan moril, fasilitas, dan
kebijakan dari intitusi rumah sakit.
Dikutip jurnal: PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTIK
KEWASPADAAN UNIVERSAL PERAWAT TERHADAP
PENULARAN HIV/AIDS, Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 11–
18.
Sumber Pustaka

Juliastika, dkk. 2011. Hubungan Pengetahuan tentang HIV/AIDS dan Sihap dan
Tindakan Penggun Kondom Pria dan Wanita Pekerja Seks di kota Manado,
Fakultas Kesehatan Masyamkat. Manado : Universitas Sam Ratulangi.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Kesehatan Indonesia


Tahun 2011. Jakarta: Kemenkes RI.

Kemenkes RI., 2013. Laporan situasi perkembangan HIV/AIDS di Indonesia s.d


30 Juni 2013.

Notoatmodjo, S., 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.31 Tahun 1999 tentang Pembinaan


dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan;
http://icjrid.files.wordpress.com/2009/02/pp-31-th-1999-tentang-pembinaan-dan-
pembimbingan-warga-binaan-pemasyarakatan1.pdf, diakses tanggal 28 maret
2019

Feels (Not) Like At Home': Perlakuan di Lapas, Interaksi ... - Journal-UNHAS

PDFjournal.unhas.ac.id › article › download diakses tanggal 28 maret 2019

Anda mungkin juga menyukai