Anda di halaman 1dari 50

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan
petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam ( Irna Bedah RSUD Dr.
Soetomo, 2001).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenajat, 2001)

B. MANIFESTASI KLINIS

Kedalaman
BagianKulit
dan Penampilan
yang Gejala PerjalananKesembuhan
Penyebab Luka
Terkena
Luka Bakar

DerajatSatu
(Superfisial): Kesemutan,
Memerah,
Tersengat hiperestesia Kesembuhan lengkap
menjadi putih
matahari, (supersensivitas), dalam waktu satu
Epidermis ketika ditekan
terkena api rasa nyeri minggu, terjadi
minimal atau
dengan mereda jika pengelupasan kulit
tanpa edema
intensitas didinginkan
rendah

DerajatDua Epidermis Melepuh, dasar Kesembuhan dalam


Nyeri,
(Partial- dan bagian luka berbintik- waktu 2-3 minggu,
hiperestesia,
Thickness): dermis. bintik merah, pembentukan parut dan
sensitif terhadap
Tersiram air epidermis depigmentasi, infeksi
udara yang
mendidih, retak, dapat mengubahnya
dingin.
terbakar oleh permukaan menjadi derajat-tiga.

nyala api luka basah,


terdapat
edema.

Akan sembuh dengan


sendirinya dalam 3
minggu (bila tidak
terkena infeksi ), Tapi
warna kulit tidak akan
sama seperti sebelumnya.
2a =
Superficial
Nyeri dan sangat Kulit tampak
partial
sensitif oleh kemerahan,
thickness Epidermis
tekanan. oedem dan rasa
dan lapisan
nyeri lebih
atas dari
berat daripada
dermis
luka bakar
grade I,
ditandai
dengan bula
yang muncul
beberapa jam
setelah terkena
luka, bila bula
disingkirkan
akan terlihat
luka bewarna
merah muda
yang basah, Luka akan sembuh dalam
Luka sangat 3-9 minggu. Organ-organ
sensitive dan kulit seperti folikel-
akan menjadi folikel rambut, kelenjar
lebih pucat bila keringat, kelenjar sebasea
terkena sebagian besar masih
tekanan. utuh.
Disertai juga
dengan bula,
permukaan
Nyeri dan luka berbecak
sensitif. merah muda
2b = Deep
dan putih
partial
Epidermis karena variasi
thickness
dan lapisan dari
dalam dari vaskularisasi
dermis pembuluh
darah ( bagian
yang putih
punya hanya
sedikit
pembuluh
darah dan yang
merah muda
mempunyai
beberapa aliran
darah.

DerajatTiga Tidak terasa Kering, luka


(Full- nyeri, syok, bakar berwarna Pembentukan skar,
Thickness): Epidermis, hematuria putih seperti diperlukan
Terbakar nyala keseluruhan (adanya darah bahan kulit pencangkokan,
api, terkena dermis dan dalam urin) dan
atau gosong, pembentukan parut dan
cairan kadang- kemungkinan kulit retak hilangnya kontur serta
mendidih kadang pula hemolisis dengan bagian fungsi kulit, hilangnya
dalam waktu jaringan (destruksi sel lemak yang jari tangan atau
yang lama, subkutan darah merah), tampak, ekstrenitas dapat terjadi
tersengat arus kemungkinan terdapat edema
listrik terdapat luka
masuk dan
keluar (pada luka
bakar listrik)

C. ETIOLOGI

1. Luka bakar termal

Luka bakar thermal disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api,
cairan atau gas panas dan bahan padat (solid). Luka bakar paling sering disebabkan
karena terpajan suhu panas seperti terbakar api secara langsung atau terkena logam yang
panas (Borley & Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).

2. Luka bakar kimia

Luka bakar kimia disebabkan oleh kontak jaringan kulit dengan asam atau basa
kuat.Derajat luka bakar karena bahan kimia berhubungan langsung dengan lama kontak,
konsentrasi zat kimia dan banyaknya jaringan yang terpapar. Semua pakaian yang
terkena harus dilepas dan kulit diperiksa untuk melihat daerah luka. Karena kedalaman
luka juga ditentukan oleh konsentrasi agen yang ada pada kulit, maka pengenceran
dengan bilasan air yang banyak menjadi tahapan dalam penatalaksanaan pasien luka
bakar akibat basa kuat lebih merusak daripada akibat asam kuat (Sabiston, 1995; Borley
& Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).

3. Luka bakar listrik

Luka bakar akibat listrik adalah kerusakan yang terjadi ketika arus listrik mengalir
ke dalam tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun menyebabkan terganggunya
fungsi suatu organ dalam.Tubuh manusia merupakan penghantar listrik yang baik. Arus
listrik yang mengalir ke dalam tubuh manusia akan menghasilkan panas yang dapat
membakar dan menghancurkan jaringan tubuh. Meskipun luka bakar listrik tampak
ringan, tetapi mungkin saja telah terjadi kerusakan organ dalam yang serius, terutama
pada jantung, otot atau otak. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak,
tingginya voltage, dan cara gelombang listrik mengenai tubuh (Borley & Grace, 2006;
Rahayuningsih,2012).
Arus listrik bisa menyebabkan terjadinya cedera melalui 3 cara:

1. Henti jantung (cardiac arrest) akibat efek listrik terhadap jantung


2. Perusakan otot, saraf dan jaringan oleh arus listrik yang melewati tubuh
3. Luka bakar termal akibat kontak dengan sumber listrik.

4. Luka bakar radiasi

Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.Hal ini
berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk
keperluan terapeutik pada dunia kedokteran.Terpapar oleh sinar matahari akibat terpapar
yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi. Awalnya luka ini
dengan kedalaman sebagian, tetapi dapat berlanjut ke trauma yang lebih dalam (Borley
& Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).

D. PATOFISIOLOGI

Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut
mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi kulit dengan luka bakar akan mengalami
keusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung lamanya kulit kontak
dengan sumber panas (Effendi, 1999).

Cidera luka bakar mempengaruhi semua sistem organ.Besarnya respon patofisiologis ini
berkaitan erat dengan luasnya luka bakar dan mencapai masa stabil ketika terjadi luka bakar
kira0kira 60% seluruh permukaan tubuh (Hudak & Gall, 1996).

Tingkat keperawatan perubahan tergantung pada luas dan kedalaman luka bakar yang
menimbulkan kerusakan dimulai dari terjadinya luka bakar dan berlangsung 24 – 72 jam
pertama.Kondisi ditandai dengan pergeseran cairan dari komponen vaskuler ke ruang
interstisium.Bila jaringan terbakar, vasodilatsi meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul
perubahan permeabilitas sel pada luka bakar dan sel disekitarnya.Dampaknya jumlah cairan
yang banyak berada pada ekstra sel, sodium chloride dan protein lewat melalui daerah yang
tebakar dan membentuk gelembung-gelembung dan edema atau keluar melalui luka
terbuka.Akibat adanya edema luka bakar, lingkungan kulit mengalami kerusakan.Kulit
sebagai barier mekanik berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting dari
organisme yang masuk. Terjadinya kerusakan lingkugan kulit akan memungkinkan mikro
organisme masuk dalma tubuh dan menyebabkan infeksi luka yang dapat memperlambat
proses penyembuhan luka. Dengan adanya edema juga akan berpengaruh terhadap
peningkatan peregangan pembuluh darah dan saraf yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Rasa
nyeri terseut dapat mengganggu mobilitas pasien.

Ketika terjadi kehilangan cairan dalam sitem vaskuler, terjadi homo konsentrasi dan
hematokrit naik, cairan darah menjadi kurang lancar pada daerah luka bakar dan nutrisi
kurang. Adanya cidera luka bakar menyebabkan tahanan vaskuler perifer meningkat sebagai
akibat respon stress neurohomoral. Hal tersebut dapat meningkatkan afterload jantung dan
mengakibatkan penurunan curah jantung lebih lanjut.Akibat penuruna curah jantung,
menyebabakan metabolisme anaerob dan hasil akhir produk asam ditahan karena rusaknya
fungsi ginjal.Selanjutnya timbul asidosis metabolik yang menyebabkan perfusi jaringan
terjadi tidak sempurna.

Mengikuti periode pergeseran cairan, pasien tetap dalam kondisi akut.Periode ini ditandai
dengan anemia dan malnutrisi. Anemia akan berkembang akibat banyak kehilangan eritrosit.
Keseimbangan nitrigen negatif mulai terjadi pada waktu terjadi luka bakar yang disebabkan
kerusakan jaringan kehilangan protein dan akibat respon stress. Hal ini akan berlangsung
selama periode akut karena terus menerus kehilangan protein melalui luka.

Gangguan respiratori timbu karena obstruksi saluran nafas bagian atas atau karena efek syok
hipovolemik.Obstruksi saluran nafas bagian atas disebabkan karena inhalasi bahan yang
merugikan atau udara yang terlalu panas, menimbulkan iritasi pada saluran nafas, edema
laring dan obstruksi potensial.

Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi
elektromagnetik.Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan bermakna,
kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan temperatur.Saraf dan
pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas.Kerusakan
pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah,
dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit.Pada luka bakar
ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan
masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler
mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi ke
jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenajat, 2001).

Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan organ multi
sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang
mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O,
elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan
intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipopolemik
dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila
sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro
yang menyuplai sirkulasi orang organ organ penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar,
traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi
sistem

E. KLASIFIKASI LUKA BAKAR

American College of Surgeon Health Policy Research Institute (2011) membagi luka bakar
menjadi tiga tingkatan, yakni :

1. First degree (partial thickness) : pada daerah superfisial, berwarna merah, terasa
nyeri.
2. Second degree (Partial thickness) : kulit kemerahan, melepuh, bengkak, dan sangat
nyeri.
3. Third degree (full thickness) : kulit berwarna keputihan, hangus, tembus hingga saraf,
ada sensasi seperti tusukan jarum di area yang terbakar.

Menurut Di Maio & Dana (1998), luka bakar dibedakan menjadi 4 derajat berdasarkan
kedalaman jaringan yang rusak, yaitu :

1. Luka bakar derajat 1 (superficial burn)

Terjadi kerusakan hanya di permukaan kulit, kulit kemerahan, tidak ada bulla, sedikit
oedem dan nyeri, dan tidak menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.
Gambar 2.1 Luka Bakar Derajat Satu (Sumber : www. mediskus.com)

2. Luka bakar derajat 2 (partial thickness burn)

Terjadi kerusakan pada semua lapisan epidermis dan sebagian dermis.Terdapat bula,
sedikit oedema, dan nyeri berat.

Gambar 2.2 Luka Bakar Derajat Dua (Sumber : www. mediskus.com)

3. Luka bakar derajat 3 (full partial thickness burn)

Terjadi kerusakan pada semua lapisan kulit dan terdapat nekrosis, lesi tampak putih, hilang
sensasi rasa pada kulit dan akan menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.
Gambar 2.3 Luka Bakar Derajat Tiga (Sumber : www. mediskus.com)

4. Luka bakar derajat 4 (charring injury)

Kulit tampak hitam seperti arang akibat jaringan yang terbakar. Kerusakan terjadi
pada seluruh kulit, jaringan subkutan dan tulang akan hangus.
Menurut James (1990) dalam Dewi (2013), berdasarkan derajat dan luasnya kulit
yang terkena luka bakar dikategorikan menjadi 3 yakni ringan, sedang dan berat.

1. Luka bakar ringan jika ada luka bakar derajat I sebesar <15% atau derajat II
sebesar <2%.
2. Luka bakar sedang jika ada luka bakar derajat I sebesar 10-15% atau derajat II
sebesar 5-10%.
3. Luka bakar sedang jika ada luka bakar derajat II sebesar >20% atau derajat III
sebesar >10% atau mengenai wajah, tangan-kaki, alat kelamin, persendian, sekitar
ketiak atau akibat listrik tegangan tinggi (>1000V) atau dengan komplikasi patah
tulang maupun kerusakan jaringan lunak/gangguan jalan napas.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan diagnostik pada luka bakar yaitu :

1. Laboratorium

a. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran


darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya
cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan
cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
b. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
c. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbondioksida
(PaCO2) mungkin terlihat padaretensi karbon monoksida.
d. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awalmungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi
dapat terjadi bila mulai diuresis.
e. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan ,
kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatancairan.
f. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungandengan perpindahan cairan
interstisial ataugangguan pompa, natrium.
g. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
h. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
i. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.

2. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya
cedera.

3. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemiamiokardial atau distritmia.

4. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhanluka bakar.

G. PENATALAKSANAAN

1. Pengkajian primer
a. Airway

Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari sumbatan yang terbentuk
akibat edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang diproduksi berlebihan
(hiperekskresi) dan mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai trauma
inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) dan atau krikotiroidektomi emergensi
dikerjakan pada kesempatan pertama sebelum dijumpai obstruksi jalan nafas yang dapat
menyebabkan distres pernafasan.Pada luka bakar akut dengan kecurigaan trauma
inhalasi.Pemasangan pipa nasofaringeal, endotrakeal merupakan prioritas pertama pada
resusitasi, tanpa menunggu adanya distres nafas.Baik pemasangan nasofaringeal,
intubasi dan atau krikotiroidektomi merupakan sarana pembebasan jalan nafas dari
sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi yang efektif dan memungkinkan
lavase bronkial dikerjakan.Namun pada kondisi sudah dijumpai obstruksi,
krikotiroidektomi merupakan indikasi dan pilihan.

b. Breathing

Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan dada terkait keteraturan dan
frekuensinya.Adanya suara nafas tambahan ronkhi, wheezing atau stridor.
Moenadjat (2009), Pastikan pernafasan adekuat dengan :

1). Pemberian oksigen

Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai.Bila sekret banyak, dapat ditambah
menjadi 4-6 L/menit.Dosis ini sudah mencukupi, penderita trauma inhalasi mengalami
gangguan aliran masuk (input) oksigen karena patologi jalan nafas; bukan karena
kekurangan oksigen. Hindari pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt) atau dengan
tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dan barotrauma) yang diikuti terjadinya
stres oksidatif.

2) Humidifikasi

Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air adalah untuk
mengencerkan sekret kental (agar mudah dikeluarkan) dan meredam proses inflamasi
mukosa.

3). Terapi inhalasi

Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila dihembuskan melalui pipa


endotrakea atau krikotiroidektomi.Prosedur ini dikerjakan pada kasus trauma inhalasi
akibat uap gas atau sisa pembakaran bahan kimia yang bersifat toksik terhadap
mukosa.Dasarnya adalah untuk mengatasi bronko konstriksi yang potensial terjadi
akibat zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi dengan pemberian atropin sulfas dan
mengatasi proses infalamasi akut menggunakan steroid.

4). Lavase bronkoalveolar

Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan untuk mengatasi permasalahan


yang timbul pada mukosa jalan nafas dibandingkan tindakan humidifier
atau nebulizer. Sumbatan oleh sekret yang melekat erat (mucusplug) dapat dilepas dan
dikeluarkan.Prosedur ini dikerjakan menggunakan metode endoskopik (bronkoskopik)
dan merupakan gold standart. Selain bertujuan terapeutik, tindakan ini merupakan
prosedur diagnostik untuk melakukan evaluasi jalan nafas.

5). Rehabilitasi pernafasan

Proses rehabilitasi sistem pernafasan dimulai seawal mungkin. Beberapa prosedur


rehabilitasi yang dapat dilakukan sejak fase akut antara lain:

a. Pengaturan posisi
b. Melatih reflek batuk
c. Melatih otot-otot pernafasan.

Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian dilakukan secara aktif saat
hemodinamik stabil dan pasien sudah lebih kooperatif

6). Penggunaan ventilator

Penggunaan ventilator diperlukan pada kasus-kasus dengan distresparpernafasan secara


bermakna memperbaiki fungsi sistem pernafasan dengan positive end-expiratory
pressure (PEEP) dan volume kontrol.

c. Circulation

Warna kulit tergantung pada derajat luka bakar, melambatnya capillary refill time,
hipotensi, mukosa kering, nadi meningkat.
Menurut Djumhana (2011), penanganan sirkulasi dilakukan dengan pemasangan IV line
dengan kateter yang cukup besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk mempertahankan
volume sirkulasi

a. Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur menggunakan jarum atau
kateter yang besar minimal no 18, hal ini penting untuk keperluan resusitasi dan
tranfusi, dianjurkan pemasangan CVP
b. Pemasangan CVP (Central Venous Pressure)

Merupakan perangkat untuk memasukkan cairan, nutrisi parenteral dan merupakan


parameter dalam menggambarkan informasi volume cairan yang ada dalam
sirkulasi.Secara sederhana, penurunan CVP terjadi pada kondisi hipovolemia.Nilai
CVP yang tidak meningkat pada resusitasi cairan dihubungkan dengan adanya
peningkatan permeabilitas kapiler. Di saat permeabilitas kapiler membaik, pemberian
cairan yang berlebihan atau penarikan cairan yang berlebihan akibat pemberian koloid
atau plasma akan menyebabkan hipervolemia yang ditandai dengan terjadinya
peningkatan CVP.

2.Nilai ukuran luka bakar (aturan 9 dari Wallace)


Gambar Rule of nine (Cont Edu Anaesth Crit Care and Pain. 2012)

Perawatan luka bakar di unit perawatan luka bakar, terdapat dua jenis perawatan luka
selama dirawat di bangsal yaitu:

1. Perawatan terbuka: luka yang telah diberi obat topical dibiarkan terbuka tanpa balutan
dan diberi pelindung cradle bed. Biasanya juga dilakukan untuk daerah yang sulit
dibalut seperti wajah, perineum, dan lipat paha.
2. Perawatan tertutup: penutupan luka dengan balutan kasa steril setelah dibeikan obat
topical.

Penanganan luka bakar di unit gawat darurat

Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam pertama yaitu:

1. Penilaian keadaan umum pasien, perhatikan Airway (jalan nafas), Breathing


(pernafasan), Circulation (sirkulasi)
2. Penilaian luas dan kedalaman luka bakar
3. Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran pernafasan
4. Kaji adanya faktor – faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya fraktur,
riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll)
5. Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III biasanya dipasang CVP
(kolaborasi dengan dokter) digunakan untuk mengetahui permeabilitas vaskular
dengan monitoring nilai CVP yang semakin meningkat
6. Pasang kateter urin, pasang NGT jika diperlukan, beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
7. Berikan suntikan ATS / toxoid
8. Perawatan luka :

a. Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 : 100)


b. Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada sendi yang mengganggu
pergerakan
c. Selimuti pasien dengan selimut steril

9. Pemberian obat – obatan (kolaborasi dokter): Antasida H2 antagonis, Roborantia


(vitamin C dan A), Analgetik, Antibiotic
10. Mobilisasi secara dini dan pengaturan posisi

Keterangan:

a. Pada 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan


b. Pada 8 jam II diberikan ¼ dari kebutuhan cairan
c. Pada 8 jam III diberikan sisanya

Penanganan luka bakar di unit perawatan intensif.

Hal yang perlu diperhatikan pada pasien meliputi:

1. Pantau keadaan pasien dan setting ventilator. Kaji apakah pasien mengadakan
perlawanan terhadap ventilator
2. Observasi tanda – tanda vital; tekanan darah, nadi, pernafasan, setiap jam dan suhu
setiap 4 jam
3. Pantau nilai CVP, amati neurologis pasien (GCS), pantau status hemodinamik, pantau
haluaran urin (minimal 1ml/kg BB/jam), pantau status oksigen, fisoterapi dada.
4. Auskultasi suara paru setiap pertukaran jaga
5. Cek asalisa gas darah setiap hari atau bila diperlukan
6. Penghisapan lendir (suction) minimal setiap 2jam dan jika perlu
7. Perawatan tiap 2 jam (beri boraq gliserin)
8. Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes mata setiap 2 jam
9. Ganti posisi pasien setiap 3 jam (perhatikan posisi yang benar bagi pasien)
10. Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter dan tube setiap hari
11. Ganti kateter dan NGT setiap minggu
12. Observasi letak tube (ETT) setiap shift
13. Observasi setiap aspirasi cairan lambung
14. Periksa laboratorium darah : elektrolit, ureum/kreatinin, AGD, protein (albumin), dan
gula darah (kolaborasi dokter)
15. Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit
16. Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter
Prosedur tindakan perawatan luka pada pasien luka bakar:

1. Cuci / bersihkan luka dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut yang tumbuh pada
daerah luka bakar seperti pada wajah, aksila, pubis, dll
2. Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis
3. Lakukan escharotomy jika luka bakar melingkar (circumferential) dan eschar
menekan pembuluh darah. Eskartomi dilakukan oleh dokter
4. Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar, kecuali jika di daerah
sendi / pergerakan boleh dipecahkan dengan menggunakan spuit steril dan kemudian
lakukan nekrotomi
5. Mandikan pasien tiap hari jika mungkin
6. Jika banyak pus, bersihkan dengan betadin sol 2%
7. Perhatikan ekspresi wajah dan keadaan umum pasien selama merawat luka
8. Bilas savlon 1% dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%
9. Keringkan menggunakan kasa steril
10. Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh daerah luka bakar
(kecuali wajah hanya jika luka bakar dalam [derajat III] dan jika luka bakar pada
wajah derajat I/II, beri salep antibiotika)
11. Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka (gunakan cradle
bed)

Penatalaksanaan berdasarkan jenis luka bakar:

1. Luka bakar berat (luka bakar >20% pada dewasa, >10% pada anak)

a. Pantau nadi, TD, suhu, keluaran urin, berikan analgesia adekuat i.v., pertimbangan
selang nasogastric (nasogastric tube, NGT), berikan profilaksis tetanus.
b. Berikan cairan i.v. berdasarkan formula Muir-Barclay: %luka bakar x berat badan
dalam kg/2= satu aliquot cairan. Berikan 6 aliquot cairan selama 36 jam pertama
dengan urutan 4, 4, 4, 6, 6,12 jam dari waktu terjadinya luka bakar. Biasanya
menggunakan larutan koloid, albumin atau plasma.
c. Luka akibat terbakar diobati sebagai luka bakar ringan
d. Pertimbangkan untuk merujuk ke pusat luka bakar
2. Luka bakar ringan (luka bakar <20% pada dewasa, <10% pada anak)

a. Terapi terbuka-bersihkan luka dan biarkan terpapar pada lingkungan khusus yang
bersih
b. Terapi tertutup-tutup luka dengan kasa yang dibasahi dengan klorheksidin atau silver
sulfadiazine yang ditutup tipis
c. Debridemen eskar dan split skin graft.

Resusitasi Cairan

Menurut Sunatrio (2000), pada luka bakar mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler
yang akan diikuti dengan ekstrapasasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari
intravaskuler ke jaringan interstisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intravaskuler
dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga
sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi sel atau jaringan atau
organ.Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir
menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan
kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul
ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini
dikenal dengan sebutan syok.Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk
mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna
memiliki korelasi dengan angka kematian.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalakannan syok dengan menggunakan


metode resusitasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada) dengan
penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukan perbaikan prognosis, derajat
kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan
koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki nilai prognostik
terhadap angka mortalitas.

1. Resusitasi pada pasien yang mengalami syok hipovolemi


Resusitasi segera melalui IV dengan larutan elektrolit isotonic, keseimbangan larutan
elektrolit (misal, Ringer’s Laktat) dianjurkan karena NaCl 0,9% mengandung natrium dan
klorida dalam jumalh yang sangat banyak (Horne, M & Pamela L 2000).

Perbaiki volume cairan yang bersirkulasi seperti kristaloid, koloid atau darah melalui
IV. Resusitasi cairan intravena yaitu cairan isotonic, seperti Ringer Laktat jika pasien
syok.

2. Resusitasi pada pasien yang tidak syok hipovolemi

Menggunakan regimen yang telah direkomendasi oleh unit luka bakar setempat. Secara
umum, koloid lebih baik daripada larutan elektrolit, terutama bila anak akan dirujuk.
Bila cairan yang dianjurkan tidak tersedia, gunakan plasma dengan volume yang sama
dengan larutan elektrolit (Hartmann) untuk resusitasi. Separuhnya diberikan 8 jam
pertama setelah luka bakar dan separuhnya lagi diberikan dalam 16 jam berikutnya
(Insley J, 2003)
Penghitungan berat badan pada pasien menjadi langkah awal.Kateter urin ditinggalkan
sebagai indeks perfusi ginjal dan untuk mengevaluasi keefektifan resusitasi cairan.Ada
beberapa rumus yang telah dikembangkan oleh berbagai pusat perawatan untuk
menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar. Terdapat dua sistem yang
sering digunakan sekarang adalah modifikasi Brooked dan Parkland. Kedua rumus ini
menghitung kebutuhan cairan berdasarkan luas daerah luka bakar dikali berat pasien
dalam kilogram. Dikali volume larutan Ringer yang akan diberikan dalam 24 jam
pasca luka bakar. Pada kedua perhitungan, setengah jumlah cairan diberikan dalam 8
jam pertama sesusitasi, dengan seperempat dari seluruh jumlah semula diberikan tiap 8
jam berikutnya. Pemantauan yang teliti dan cermat mengenai pengeluaran urin dan
tekanan vaskuler sentral (bila tepat) merupakan metode resusitasi yang tepat.Bila
pengeluaran urin rendah dan terjadi ketidakstabilan kardiovaskular pada pemberian
volume intravena maka perlu adanya pemasangan kateter termodilusi Swan-Ganz
untuk memantau tekanan jantung kiri dan kanan serta curah jantung. (Sabiston, 1995)

Formula untuk Resusitasi Cairan :

1. Formula Parkland untuk resusitasi klien luka bakar


24 jam pertama menggunakan cairan ringer laktat: 4ml / kgBB / %luka bakar

a. Pemberian resusitasi cairan pada orang dewasa :

Contohnya pria dengan berat 75 kg dengan luas luka bakar 20%


Maka membutuhkan cairan : (4 ml) X (75kg) X (20) = 6000 ml dalam 24 jam pertama

½ jumlah cairan 3000 ml diberikan dalam 8 jam

½ jumlah cairan sisanya 3000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya.

b. Pemberian resusitasi cairan pada anak:

a. 4 ml/kg untuk jam pertama 10 kg dari berat


b. 2 ml/kg untuk jam kedua 10 kg dari berat
c. 1 ml/kg untuk >20kg dari berat badan

Hasil akhir

a. Urin output 0.5-1.0 ml/kg/hari untuk dewasa


b. Urin output 1.0-1.5 ml/kg/hari untuk anak-anak

2. Formula Evans :
a. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl / 24 jam
b. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumah plasma / 24 jam (no a
dan b pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma untuk mengganti plasma
yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi
perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar)
c. 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang akibat
penguapan)

Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan
pada hari pertama.Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

3. Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan rumus
Baxter yaitu :
% luka bakar x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan RL
karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari
pertama.Contoh: seorang dewasa dengan BB 60 kg dan luka bakar seluas 25 %
permukaan kulit akan diberikan 25% x 60 x 4 cc = 6000 cc yang diberikan hari
pertama dan 3000 cc pada hari kedua.

Metode Baxter

Menurut Moenadjat (2009), metode resusitasi ini mengacu pada pemberian cairan
kristaloid dalam hal ini Ringer Laktat (karena mengandung elektrolit dengan
komposisi yang lebih fisiologis dibandingkan dengan Natrium Klorida) dengan
alasan; cairan saja sudah cukup untuk mengantikan cairan yang hilang (perpindahan
ke jaringan interstisium), pemberian kristaloid adalah tindakan resusitasi yang paling
fisiologis dan aman

a. Dewasa : Ringer laktat 4cc x berat badan x %luas luka bakar per 24jam
b. Anak : Ringer laktat : Dextran = 17 : 3

2cc x berat badan x % luas luka bakar ditambah kebutuhkan faal


Kebutuhan faal :

a. <1 tahun : BB x 100cc


b. 1-3 tahun : BB x 75cc
c. 3-5 tahun : BB x 50cc
d. ½ jumlah cairan diberikan alam 8 jam pertama
e. ½ diberikan 16 jam berikutnya

Protocol resusitasi :

Kebutuhan cairan dalam 24 jam pertama adalah 4 ml/kg/% luas luka bakar,
pemberian berdasarkan pedoman berikut.

Pedoman
a. Separuh kebutuhan diberikan dalam 8 jam I (dihitung mulai saat kejadian luka
bakar)
b. Separuh kebutuhan diberikan dalam 16 jam sisanya

4. Kebutuhan kalori pasien dewasa dengan menggunakan formula Curreri

Adalah 25 kcal/kgBB/hari ditambah denga 40 kcal/% luka bakar/hari.


Petunjuk perubahan cairan

a. Pemantauan urin output tiap jam


b. Tanda-tanda vital, tekanan vena sentral
c. Kecukupan sirkulasi perifer
d. Tidak adanya asidosis laktat, hipotermi
e. Hematokrit, kadar elektrolit serum, pH dan kadar glukosa

Tabel Formula untuk resusitasi penggantian cairan (Horne M & Pamela L, 2000)
24 jam pertama

Formula Elektrolit Koloid Glukosa dalam air

Cairan ringer

Laktat, 2-4 ml/kg/%

Consensus luas permukaan

ABA tubuh untuk


mempertahankan
haluaran urin 30-50
ml/jam

Cairan ringer

Brooks Laktat, 1,5 ml/kg/% 0,5 ml/kg/% burn 2000 ml

luka bakar

Cairan ringer
Parland
Laktat, 4 ml/kg/%
Volume untuk
mempertahankan
Cairan Natrium
haluaran urin 30
Hipertonik
ml/jam (cairan berisi
250 mEq natrium/L)

H. PENENTUAN LUAS LUKA BAKAR

Pada luka bakar dapat ditentukan luas lukanya dengan beberapa metode, diantaranya rule
of nine, Lund and Browder, dan Hand Palm.Ukuran luka bakar ditentukan dengan
prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar.

1. Rule of Nine
Gambar 2.4. Penilaian Luka Bakar berdasarkan Rule of Nine
(Sumber : www.medical-dictionary.thefreedictionary.com)

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatannya yang terkenal dengan rule
of nine.Metode ini dikenal sejak tahun 1940 sebagai pengkajian cepat untuk
menentukan perkiraan luas luka bakar.Dalam metode ini, tubuh dibagi menjadi
beberapa bagian anatomi dan setiap bagian mewakili 9% kecuali daerah genital.

a. Kepala dan leher : 9%


b. Ekstremitas atas : 2 x 9% (kanan dan kiri)
c. Paha dan betis-kaki : 4 x 9% (kanan dan kiri)
d. Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9% (kanan dan kiri)
e. Perineum dan genitalia : 1%

2. Lund and Browder

Pada metode ini total area tubuh yang terkena dikalkulasikan berdasarkan lokasi dan
usia. Metode lund and browder merupakan modifikasi prosentase bagian tubuh
menurut usia yang memberikan perhitungan lebih akurat tentang luas luka bakar.
(Hardisman,2014). Pada anak di bawah usia 1 tahun kepala sebesar 19% dan setiap
pertambahan usia satu tahun , prosentase kepala tutun 1% hingga tercapai nilai
dewasa.
Gambar 2.5 Penilaian Luka Bakar dengan Metode Lund and Browder

(Sumber : google.com)

3.HandPalm
Pada metode permukaan telapak tangan (hand palm), area permukaan tangan
pasien adalah sekitar 1% dari total luas permukaan tubuh. Biasanya metode ini
digunakan untuk luka bakar kecil (Gurnida & Lilisari,2011).
I. KOMPLIKASI

a. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal.


b. Sindrom kompartemen

Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler,


syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam
kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah
berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan
saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi
iskemia.

c. Adult Respiratory Distress Syndrome, akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat
gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.

d. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling

Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik
akibat luka bakar.Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan
lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam
lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau
vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.

e. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang
terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien
menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine,
perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan
frekuensi denyut nadi.

f. Gagal ginjal akut

Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak
adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.

g. Kontraktur

J. PROGNOSIS
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar dan penenganan syok hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak
daerah terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepetaan
kesembuhan. Luka bakar pada daerah perinium, ketiak, leher, dan tangan sulit dalam
perawatannya, karena mudah mengalami kontraktur

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Primary Survey
a. Airway

Kaji ada tidaknya sumbatan pada jalan nafas pasien.


L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna
mukosa/kulit dan kesadaran

L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan

F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi perawat

b. Breathing

Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau tidaknya kelainan pada
pernafasan misalnya dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak.Kaji juga apakah ada suara
nafas tambahan seperti snoring, gargling, rhonki atau wheezing.Selain itu kaji juga
kedalaman nafas pasien.

c. Circulation

Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan detak jantung misalnya takikardi,
bradikardi. Kaji juga ada tidaknya sianosis dan capilar refil.Kaji juga kondisi akral dan nadi
pasien.

d. Disability

Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil anisokor dan
nilai GCS

e. Exposure

Pakaian pasien segera dievakuasi guna mengurangi pajanan berkelanjutan serta menilai luas
dan derajat luka bakar.

2. Secondary Survey

Secondary survey ini merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to
toe, dari depan hingga belakang.
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Pemeriksaan fisik
c. Lakukan pemeriksaan tambahan

3. Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik

a. Data demografi meliputi identitas pasien nama, usia, jenis kelamin, alamat, dll
b. Keluhan Utama: Luas cedera akibat dari intensitas panas (suhu) dan durasi
pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi ditemukan keluhan stridor, takipnea,
dispnea, dan pernafasan seperti bunyi burung gagak (Kidd, 2010).
c. Riwayat Penyakit Sekarang: Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini
penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup, sehingga kecurigaan
terhadap trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas. Kapan
kejadiannya terjadi (Sjaifuddin, 2006).
d. Riwayat Penyakit Dahulu: Penting dikaji untuk menetukan apakah pasien
mempunyai penyakit yang tidak melemahkan kemampuan untuk mengatasi
perpindahan cairan dan melawan infeksi (misalnya diabetes mellitus, gagal
jantung kongestif, dan sirosis) atau bila terdapat masalah-masalah ginjal,
pernapasan atau gastro intestinal. Beberapa masalah seperti diabetes, gagal ginjal
dapat menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi cedera inhalasi pada
keadaan penyakit kardiopulmonal (misalnya gagal jantung kongestif, emfisema)
maka status pernapasan akan sangat terganggu (Hudak dan Gallo, 1996).
e. Riwayat Penyakit Keluarga: kaji riwayat penyakit keluarga yang kemungkinan
bisa ditularkan atau diturunkan secara genetik kepada pasien seperti penyakit
DM, hipertensi, asma, TBC dll.
f. Review of System

a. B1 : nafas20 x/menit, tidak ada sesak nafas, bentuk dada simetris,


penggunaan otot bantu nafas tidak ada, saat diperkusi sonor, suara nafas
normal.
b. B2 : Tidak ada peningkatan JVP, HR : 96x/ menit, BP : 170/100 mmHg
c. B3 : pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik, reflek bicara baik,
pendengaran baik, penglihatan baik, penghidu baik, GCS : 15
d. B4 : urin pekat, Osmolaritas serum >450 mOsm/kg, Natrium serum = 170
mmol/L
e. B5 : kehausan dan penurunan nafsu makan
f. B6 : bola mata cekung, kelemahan otot, membran mukosa mulut kering

g. Pemeriksaan diagnostik
1. WBC 12,0 X 103ῃ/1
2. MCV 80,4 Fl
3. Limphosyt 11,2%
4. RDW 44,3 fL
1. Analisis data

No Data Etiologi Masalah Kep.

DS: -

DO: Luka bakar

Vasodilatasi PD
 tampak kesulitan
bernafas/sesak Penyumbatan sal.
 Gerakan dada tidak simetris Nafas bagian atas
Kerusakan
1.  RR> 20 x/mnt
Edema paru pertukaran gas

 Pola napas cepat dan


Hiperventilasi
dangkal
 TTV : RR= 32 x/ mnt, N= Kerusakan pertukaran
90 x/ mnt, TD= 100/ 70 gas
mmHg, T= 36oC

Luka bakar
DS: -
Inhalasi asap Bersihan jalan
DO:
2. Edema laring napas tidak
 pasien tampak sesak efektif
 pasien batuk-batuk Obstruksi jalan nafas
 Gerakan dada tidak simetris
Bersihan jalan nafas
 RR> 20 x/mnt inefektif

 Pola napas cepat dan


dangkal

Ds: -

Do: Luka bakar

 Turgor kulit kering Permeabilitas kapiler

 Mukosa kering meningkat Defisit volume


3.
 CVP abnormal Evaporasi / Penguapan cairan
 Intake Output tidak
seimbang Kehilangan cairan

 Kadar kalium, natrium tubuh


abnormal

DS: -
Luka bakar
DO:
Vasodilatasi PD
 Hb <10 ml/gr
Sirkulasi darah
 Klien nampak sianosis Gangguan
menurun
4  Ekstremitas dingin perfusi jaringan
 Klien terlihat lemah Sel mengalami tidak efektif
 Akral dingin, lembab hipoksia

perfusi jaringan tidak


efektif

DS: pasien mengeluh perih, sakit


Luka bakar
DO:
Kerusakan kulit/ Kerusakan
5
jaringan integritas kulit
 Terdapat edema
 Kulit kemerahan hingga Inflamasi, Lesi
nekrosis
 Kulit tidak utuh Kerusakan integritas
 Akral dingin, lembab kulit

DS: pasien mengeluh panas dan


sakit

DO:

- Nadi 120x/menit
Luka bakar
- RR 30x/menit

-Pasien nampak meringis kesakitan

6 sambil memegang dada yang sakit. Kerusakan kulit/


Nyeri
jaringan dan edema
P:trauma luka bakar

Q : terasa panas
Nyeri
R : sisi trauma/cidera yang sakit

S : Skala nyeri 7

T: Hilang timbul dan meningkat jika


adanya aktivitas

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS DIAGNOSA

1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon monoksida,


inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan edema dan efek dari inhalasi
asap

3. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan


kehilangan lewat evaporasi dari luka bakar

4. Gangguan perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan atau interupsi
aliran darah arteri / vena

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi, lesi

6. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit / jaringan

1. INTERVENSI

NO Diagnosa NOC NIC

1. Pantau laporan GDA dan


kadar karbon monoksida
Dx: Kerusakan serum.
pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan
2. Berikan suplemen oksigen
berhubungan keperawatan pasien
pada tingkat yang
dengan mendapatkan oksigenasi yang
ditentukan.
keracunan adekuat.
3. Pasang atau bantu dengan
karbon selang endotrakeal dan
Kriteria hasil:
monoksida, tempatkan pasien pada
1
inhalasi asap 1. RR 12-24 x/mnt ventilator mekanis sesuai
dan obstruksi 2. Warna kulit normal indikasi bila terjadi
saluran nafas 3. GDA dalam renatng insufisiensi pernafasan
atas normal (dispneu hipoksia,
4. Tidak ada kesulitan hiperkapnia, rales, takipnea
bernafas dan perubahan sensorium).
. 4. Anjurkan pernafasan dalam
dengan penggunaan
spirometri selama tirah
baring.
5. Pertahankan posisi semi
fowler, bila hipotensi tak
ada.

Airway Management:

1. Auskultasi suara napas


sebelum dan sesudah
dilakukan pembebasan
Setelah dilakukan tindakan jalan napas, catat hasilnya
keperawatan selama 1x24 jam 2. Lakukan fiksasi pada
Dx: Bersihan jalan napas klien kembali paten daerah kepala leher untuk
jalan napas (terbebas dari sumbatan), meminimalkan terjadinya
tidak efektif dengan kriteria hasil: gerakan
berhubungan 3. Lakukan pembebasan jalan
2 a. RR normal (12-
dengan edema napas secara manual
24x/menit)
dan efek dari dengan teknik jaw thrust
b. Ritme pernapasan
inhalasi asap maneuver secara hati-hati
reguler
untuk mencegah terjadinya
c. Suara nafas normal
gerakan leher
d. Tidak ada penggunaan
4. Lakukan pembebasan jalan
oto bantu nafas
napas dengan alat
oropharyngeal airwayjika
dibutuhkan
5. Monitoring pernapasan dan
status oksigenasi klien

Dx: Defisit Setelah diberikan asuhan 1. Monitoring CVP, kapiler


volume cairan keperawatan selama …. jam dan kekuatan nadi perifer.

3 berhubungan tidak ditemukan tanda-tanda 2. Observasi pengeluaran urin,


dengan kekurangan volume cairan atau berat jenis dan warna urin.
peningkatan dehidrasi dengan KH: 3. Timbang berat badan setiap
permeabilitas hari
kapiler dan a. membran mukosa 4. Ukur lingkar ekstremitas
kehilangan lembab yang terbakar tiap hari
lewat evaporasi b. integritas kulit baik sesuai indikasi
dari luka bakar 5. Lakukan program
nilai elektrolit dalam batas kolaborasi
normal. meliputi: Pasang/
pertahankan kateter urine.
c. Intake dan output cairan
6. Berikan penggantian cairan
tubuh pasien seimbang
IV yang dihitung, elektrolit,
plasma, albumin.
7. Monitoring hasil
pemeriksaan laboratorium
(Hb, elektrolit, natrium).
8. Berikan obat sesuai
indikasi (diuretik)
9. Monitoring tanda-tanda
vital setiap jam selama
periode darurat, setiap 2
jam selama periode akut,
dan setiap 4 jam selama
periode rehabilitasi.-
Warna urine.- Masukan
dan haluaran setiap jam
selama periode darurat,
setiap 4 jam selama periode
akut, setiap 8 jam selama
periode rehabilitasi.
Status umum setiap 8 jam.

Dx: Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji warna, sensasi,


4 perfusi jaringan keperawatan, diharapkan aliran gerakan, dan nadi perifer.
tidak efektif darah pasien ke jaringan perifer 2. Tinggikan ekstremitas yang
berhubungan adekuat sakit.
dengan 3. Ukur TD pada ektremitas
Kriteria Hasil :
penurunan atau yang mengalami luka bakar
interupsi aliran 1. Nadi perifer teraba dengan 4. Dorong latihan gerak aktif
darah arteri / kualitas dan kekuatan yang 5. Lakukan kolaborasi dalam
vena sama mempertahankan
penggantian cairan
2. Pengisian kapiler baik
6. Kolaborasi dalam
3. Warna kulit normal pada area mengawasi elektrolit
yang cedera terutama natrium, kalium,
dan kalsium
7. Lakukan kolaborasi untuk
menghindari injeksi IM
atau SC

Dx: Kerusakan 1. Kaji/catat ukuran, 1. Memberikan informasi


integritas kulit warna, kedalaman luka, dasar tentang kebutuhan
b/d kerusakan perhatikan jaringan penanaman kulit dan
permukaan kulit nekrotik dan kondisi kemungkinan petunjuk
sekunder sekitar luka. tentang sirkulasi pada aera
destruksi 2. Lakukan perawatan luka graft.
lapisan kulit. bakar yang tepat dan 2. Menyiapkan jaringan untuk
tindakan kontrol penanaman dan

5 infeksi. menurunkan resiko


Tujuan: Setelah 3. Pertahankan penutupan infeksi/kegagalan kulit.
dilakukan luka sesuai 3. Kain nilon/membran
tindakan indikasi. silikon mengandung
keperawatan, 4. Tinggikan area graft bila kolagen porcine peptida
diharapkan mungkin/tepat. Pertaha yang melekat pada
pasien nkan posisi yang permukaan luka sampai
menunjukkan diinginkan dan lepasnya atau mengelupas
regenerasi imobilisasi area bila secara spontan kulit
jaringan Kriteria diindikasikan. repitelisasi.
hasil: 5. Pertahankan balutan 4. Menurunkan
Mencapai diatas area graft baru pembengkakan /membatasi
penyembuhan dan/atau sisi donor resiko pemisahan graft.
tepat waktu sesuai indikasi. 5. Gerakan jaringan dibawah
pada area luka 6. Cuci sisi dengan sabun graft dapat mengubah
bakar. ringan, cuci, dan posisi yang mempengaruhi
minyaki dengan krim, penyembuhan
beberapa waktu dalam optimal. Area mungkin
sehari, setelah balutan ditutupi oleh bahan dengan
dilepas dan permukaan tembus pandang
penyembuhan selesai. tak reaktif.
7. Lakukan program 6. Kulit graft baru dan sisi
kolaborasi, siapkan / donor yang sembuh
bantu prosedur memerlukan perawatan
bedah/balutan biologis. khusus untuk
mempertahankan
kelenturan.
7. Graft kulit diambil dari
kulit orang itu sendiri/orang
lain untuk penutupan
sementara pada luka bakar
luas sampai kulit orang itu
siap ditanam.

Setelah diberikan asuhan Manajemen nyeri :


keperawatan selama…. jam
Dx: Nyeri
1. Kaji nyeri secara
tingkat kenyamanan klien
berhubungan
komprehensif (lokasi,
meningkat, nyeri terkontrol dg
dengan
karakteristik, durasi,
6 KH:
kerusakan kulit
frekuensi, kualitas dan
/ jaringan
a. Klien melaporkan nyeri faktor presipitasi).
berkurang dg scala nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal
2-3 dari ketidaknyamanan.
b. Ekspresi wajah tenang 3. Gunakan teknik
c. Klien dapat istirahat dan komunikasi terapeutik
tidur untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
4. Kontrol faktor lingkungan
yang mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
7. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengatasi nyeri.
8. Kolaborasi untuk
pemberian analgetik
9. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/kontrol
nyeri.

3. Asuhan Keperawatan Kasus

Seorang pasien bernama Tn. S berusia 27 tahun dengan BB 60 kg datang ke RSUD


Kab.Buleleng jam 11.00 pagi karena terkena ledakan tabung gas. Kejadian pasien
terluka bakar pada jam 08.00. Daerah luka bakar terjadi pada sebagian besar dada
klien ( Nilai : 18%). Keluhan utama klien saat datang ke RSUD Kab.Buleleng
merintih kesakitan saat di kaji skala nyeri 7.Klien juga mengeluhkan sesak, batuk-
batuk, serta klien merasa lemas. Pasien mendapatkan 500 cc cairan.
Resusitasi cairan

Rumus Baxter : (% luka bakar) x (BB) x (4 cc)

18 x 60 x 4 = 4320 ml/24 jam

8 jam pertama = 2160 ml-500ml = 1660 ml utk 5 jam berikutnya

16 jam berikutnya 2160 ml cairan

a. Pengkajian

Anamnesa

a. Nama : Tn. S
b. Jenis kelamin : Laki-Laki
c. Tanggal masuk : 27 Pebruari 2017
d. Usia : 27 tahun
e. Status perkawinan : Menikah
f. Suku bangsa : Bali/Indonesia
g. Alamat : Sangsit
h. Agama : Hindu
i. Pekerjaan : Buruh Harian Lepas
j. Pendidikan : Tamat SMP

Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik

a. Keluhan Utama: Klien merintih kesakitan karena luka bakar 3 jam sebelum
MRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang: 3 jam sebelum masuk RSUA, Tn. S menderita
luka bakar karena terkena ledakan tabung gas elpiji . Tn. S tidak memiliki
riwayat Diabetes dan hipertensi. Kesadaran composmentis, TD: 100/70
mmHg, Nadi: 110x/mnt, S: 36,8oC, RR: 29x/menit, TB: 165 cm, BB: 60 kg
c. Riwayat Penyakit Dahulu: Tn.S mengatakan belum pernah mempunyai
riwayat masuk rumah sakit/operasi di RS sebelumnya. Riwayat Diabetes
Melitus tidak ada dan Hipertensi tidak ada.
d. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada riwayat DM, hipertensi, asma, TBC
e. Pemeriksaan Fisik:

i. Status Generalis

KeadaanUmum : Tampak sakitberat


Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 110x/mnt, reguler

Suhu : 36,8oC

Pernapasan : 29x/menit

Tinggi badan : 165 cm

Berat badan : 60 kg

ii. Kelenjar Getah Bening

Submandibula : tidak teraba


Leher : tidak teraba

Supraklavikula : tidak teraba

Ketiak : tidak teraba

Lipat paha : tidak teraba

iii. Kepala

Ekspresi wajah : menyeringai, menahan sakit


Rambut : hitam

Simetri muka : simetris


iv. Leher

Tekanan vena Jugularis (JVP) : 2-5 cmH2O


Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar

Kelenjar Limfe : tidak taraba membesar

v. Dada

Bentuk : simetris
Pembuluh darah : tidak tampak

Retraksi sela Iga : (-)

vi. Perut

Inspeksi : datar, tidak ada ascites

vii. Punggung

Terdapat luka bakar menyeluruh pada bagian dada (18%).Warnanya merah,


keabu-abuan, sedikit tampak cairan.

b. Analisa Data

Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan

DS: Klien merasa lemas Luka bakar

DO: Permeabilitas kapiler


meningkat
a. Turgor kulit kering
Defisit volume
1. b. Mukosa kering
cairan
c. CVP abnormal
Evaporasi / Penguapan cairan
d. Intake Output tidak
seimbang
e. Kadar kalium, Kehilangan cairan tubuh
natrium abnormal
Luka bakar

DS: Pasien mengeluh sesak

DO: Vasodilatasi Pembuluh Darah

a. Tampak kesulitan
bernafas/sesak Penyumbatan sal. Nafas bagian
b. Gerakan dada tidak atas
simetris Gangguan
2.
c. Pola napas cepat pertukaran gas
dan dangkal Edema paru
d. TTV : TD: 100/70
mmHg, Nadi:
Hiperventilasi
110x/mnt, S:
36,8oC, RR:
29x/menit
Gangguan pertukaran gas

DS: Pasien mengeluh Luka bakar


batuk-batuk

DO:
Inhalasi asap
a. Pasien tampak
Bersihan jalan
3. sesak
napas tidak
b. Pasien batuk-batuk Edema laring
efektif
c. Gerakan dada tidak
simetris
d. RR= 29 x/mnt Obstruksi jalan nafas
e. Pola napas cepat
dan dangkal
Bersihan jalan nafas inefektif

DS: klien mengeluh panas


dan sakit

DO:

a. TD: 90/70 mmHg,


Nadi: 100x/mnt
b. Pasien nampak Luka bakar
meringis kesakitan
sambil memegang
dada yang sakit. Kerusakan kulit/ jaringan dan
4. Nyeri akut
edema
P: trauma luka bakar
Q : terasa panas
Nyeri
R : sisi trauma/cidera yang
sakit

S : Skala nyeri 7

T: Hilang timbul dan


meningkat jika adanya
aktivitas

DS: pasien mengeluh perih, Luka bakar


sakit

DO:
Kerusakan kulit/ jaringan
Gangguan
5. a. Terdapat edema
integritas kulit
b. Kulit kemerahan
hingga nekrosis Inflamasi, Lesi

c. Kulit tidak utuh


d. Akral dingin,
lembab Kerusakan integritas kulit
c. DiagnosaKeperawatan
1. Defisit volume cairan b.d banyaknya penguapan/cairan tubuh yang keluar
2. Gangguan pertukaran gas/oksigen b.d kerusakan jalan nafas
3. Bersihan jalan nafas inefektif b.d obstruksi jalan nafas
4. Nyeri akut b.d kerusakan kulit dan jaringan
5. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan kulit dan jaringan yang terkena luka
bakar

d. IntervensiKeperawatan

No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

Setelah dilakukan
tindakan 1. Monitor dan catat
keperawatan dalam intake, output
waktu 2 x 24 jam (urine 0,5 – 1
pemulihan cairan cc/kg.bb/jam)
optimal dan 2. Beri cairan infus
keseimbangan yang mengandung
elektrolit serta elektrolit (pada 24
Defisit volume cairan perfusi organ vital jam ke I), sesuai
b.d banyaknya tercapai dengan rumus
1.
penguapan/cairan tubuh formula yang
Kriteria Hasil:
yang keluar dipakai
a. BP 100-140/60 – 3. Monitor vital sign
90 mmHg 4. Monitor kadar Hb,
Ht, elektrolit,
b. Produksi urine
minimal setiap 12
>30 ml/jam
jam.
(minimal 1 ml/kg
BB/jam)

c. Ht 37-43 %
d. Turgor elastic

e. Mucosa lembab

f. Akral hangat

g. Rasa haus tidak


ada

1.Mengkaji tanda-tanda
distress nafas, bunyi,
frekuensi, irama,
kedalaman nafas.

Setelah dilakukan 2.Monitor tanda-tanda


tindakan hypoxia (agitsi,takhipnea,
keperawatan dalam stupor,sianosis)
waktu 2 x 24 jam
oksigenasi jaringan 3.Monitor hasil
laboratorium, AGD, kadar
adekuat
oksihemoglobin, hasil
Gangguan pertukaran
oximetri nadi,
gas/oksigen b.d
2. kerusakan jalan nafas Kriteria Hasil: 4.Kolaborasi dengan tim

a.Tidak ada tanda- medis untuk pemasangan


tanda sianosis endotracheal tube atau
tracheostomi tube bila
b. Frekuensinafas diperlukan.
12 - 24 x/mnt
5.Kolabolarasi dengan tim
c. SP O2 > 95 medis untuk pemasangan
ventilator bila diperlukan.

6.Kolaborasi dengan tim


medis untuik pemberian
inhalasi terapi bila
diperlukan
1.Kaji status pernafasan
klien 72 jam pertama
Setelah dilakukan
tindakan 2. Latihan nafas dalam

keperawatan dalam dan batuk efektif jika

waktu 2 x24 jam memungkinkan


jalan nafas kembali 3. Tinggikan kepala 15-30
efektif derajat
Bersihan jalan nafas
inefektif b.d obstruksi Kriteria hasil : 4.Lakukan postural
3. jalan nafas a.Tidak ada sekret drainase danclaping

di saluran vibrating jika

pernafasan memungkinkan

b.Pasien bisa 5. Lakukan


bernafas dengan penghisapan
normal (suction) sesuai
dengan yang
dibutuhkan oleh
klien

Setelah dilakukan 1. Kaji rasa nyeri yang


tindakan dirasakan klien
keperawatan dalam
2.Atur posisi tidur dengan
selama masa
nyaman
Nyeri akut b.d perawatan nyeri
kerusakan kulit dan berkurang 3. Anjurkan klien untuk
4. jaringan teknik relaksasi
Kriteria Hasil:
4.Lakukan prosedur
a.Skala 1-2
pencucian luka dengan
b.Expresi wajah hati-hati
tenang
5. Anjurkan klien untuk
c.Nadi 60-100 mengekspresikan rasa
x/mnt nyeri yang dirasakan

d.Klien tidak 6.Beri tahu klien tentang


gelisah penyebab rasa sakit pada
luka bakar

7.Kolaborasi dengan tinm


medis untuik pemberian
analgesik

1. Kaji luka pada fase akut


(perubahan warna kulit)

2. Cegah adanya gesekan


pada kulit yang terdapat
luka
Setelah dilakukan
3. Lakukan perawatan
tindakan
pada luka bakar
keperawatan selama
masa penyembuhan
Gangguan integritas luka bakar sembuh
Prosedur:
kulit b.d kerusakan kulit dengan baik dan
dan jaringan yang integritas kulit 1.Pencucian luka
5.
terkena luka bakar dilakukan menggunakan
Kriteria hasil:
air yang disterilkan.
a.Luka sembuh Prinsip dilution is the best
sesuai dengan fase solution for pollution
penyembuhan luka diterapkan.

2. Pencucian luka
dikerjakan saat penderita
masuk ke unit luka bakar
(dalam delapan jam
pertama) dan dilakukan
satu sampai dua kali
dalam sehari sebelum
dilakukan nekrotomi dan
debridement.

3. Tindakan nekrotomi
dan debridement
dilakukan bertujuan
membuang eskar atau
jaringan nekrosis maupun
debris yang memicu
respon inflamasi dan
menghalangi proses
penyembuhan luka karena
berpotensi besar untuk
berkembang menjadi
fokus infeksi. Tindakan ini
dilakukan seawal
mungkin, dan dapat
dilakukan tindakan
ulangan sesuai kebutuhan.
Yang dimaksud tindakan
awal adalah dalam 3-4
hari pertama pasca trauma,
saat konsistensi eskar
masih padat dan belum
mengalami lisis, eskar
yang mengalami lisis
memicu respon inflamasi
sangat kuat dan sulit
dilakukan. Pada prosedur
ini, luka dicuci
menggunakan larutan
steril.

4. Perawatan pasca
nekrotomi dan
debridement, luka dicuci
setiap kali penggantian
balutan.

5.Pemberian antimikroba
topikal membantu
mencegah infeksi.
Mengikuti prinsip aseptik
melindungi pasien dari
infeksi. Kulit yang gundul
menjadi media yang baik
untuk kultur pertumbuhan
bakteri.

e. Evaluasi
1. S: Klien merasa tidak lemas

O: Turgor kulit baik, mukosa lembab, kadar Kalium= 4.0 mEq/L dan kadar
Natrium= 135 mEq/L, intake dan output seimbang
A: Masalah teratasi

P: Intervensi dihentikan

2. S: Klien mengatakan sesak berkurang

O: Klien kadang-kadang masih terlihat bernafas cepat, RR: 25 kali/menit, SaO2 =


95 %
A: Masalah teratasi sebagian

P: Intervensi dilanjutkan

3. S: Klien mengatakan batuk-batuk berkurang

O: Klien kadang-kadang batuk dan mengeluarkan secret


A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan

4. S: Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 4

O: Klien tidak meringis dan nadi 95 kali/ detik


A: Masalah teratasi sebagian

P: Intervensi dilanjutkan

5. S: Klien masih mengeluhkan perih pada luka

O: Masih ada luka terbuka


A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan

DAFTAR PUSTAKA

Borley R. Neil danGrase A. Pierce. 2007. At a glance IlmuBedah. Edisi 3. Jakarta Erlangga

Dewi, Yulia Ratna Sintia. 2013. Luka Bakar : Konsep Umum dan Investigasi Berbasis Klinis
Luka Antemortem dan Postmortem. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Di Maio, V.J.M. & Dana, S.E. 1998.Fire and Thermal Injuries, in: Di Maio, V.J.M. & Dana,
S.E.(eds) Hand Book of Forensic Pathology. USA: Landes Bioscience

Grace, P.A & Borley, N.R. 2006.At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. Jakarta: Penerbit
Erlangga

Gurnida, Dida dan Melisa Lilisari.2011. Dukungan Nutrisi pada Penderita Luka
Bakar.Bagian Ilmu Kesehatann Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Rumah
Sakit Hasan Sadikin,Bandung.

Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta : Gosyen Publising.


Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta. Salemba Medika

Horne, M., Pamela L. 2000. Keseimbangan Cairan Elektrolit & Asam basa.EGC : Jakarta

Insley, J. 2000. Vade-Mecum Pediatri.EGC : Jakarta

Moenadjat Y. 2009. Luka bakar masalah dan tatalaksana.Jakarta : Balai penerbit FKUI

Mohamad, Kartono. 2005. Pertolongan Pertama. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Nina, R. 2008. Efek Penyembuhan Luka Bakar dalam Sediaan Gel Ekstrak Etanol 70% Daun
Lidah Buaya (Aloe Vera L) pada Kulit Punggung Kelinci New Zealand. Skripsi.Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Ortiz-Pujols SM, Thompson K, Sheldon GF, et al. 2011.Burn Care : Are There Sufficient
Prociders and Facilities?. Chapel Hill, North Carolina. American College of Surgeons
Health Policy Research Institute

Rahayuningsih. 2012. Penatalaksanaan Luka Bakar Combustio. Akademi Keperawatan


Bhaki Mulia.Sukoharjo

Sari, Suci Mustika. 2015. Pengalaman Prehospital Keluarga dalam Penanganan Luka Bakar
di RSUD Sukoharjo. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada. Surakarta.

Sari, Suci Mustika.2015. Pengalaman Prehospital Keluarga Dalam Penanganan Luka Bakar
Di Rsud Sukoharjo.Skripsi.Surakarta : Stikes Kusuma Husada .

- See more at: http://sakinahkreatif.blogspot.co.id/2016/06/askep-luka-


bakar.html#sthash.9Vvs9HlC.dpuf

Anda mungkin juga menyukai