TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan
petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam ( Irna Bedah RSUD Dr.
Soetomo, 2001).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenajat, 2001)
B. MANIFESTASI KLINIS
Kedalaman
BagianKulit
dan Penampilan
yang Gejala PerjalananKesembuhan
Penyebab Luka
Terkena
Luka Bakar
DerajatSatu
(Superfisial): Kesemutan,
Memerah,
Tersengat hiperestesia Kesembuhan lengkap
menjadi putih
matahari, (supersensivitas), dalam waktu satu
Epidermis ketika ditekan
terkena api rasa nyeri minggu, terjadi
minimal atau
dengan mereda jika pengelupasan kulit
tanpa edema
intensitas didinginkan
rendah
C. ETIOLOGI
Luka bakar thermal disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api,
cairan atau gas panas dan bahan padat (solid). Luka bakar paling sering disebabkan
karena terpajan suhu panas seperti terbakar api secara langsung atau terkena logam yang
panas (Borley & Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).
Luka bakar kimia disebabkan oleh kontak jaringan kulit dengan asam atau basa
kuat.Derajat luka bakar karena bahan kimia berhubungan langsung dengan lama kontak,
konsentrasi zat kimia dan banyaknya jaringan yang terpapar. Semua pakaian yang
terkena harus dilepas dan kulit diperiksa untuk melihat daerah luka. Karena kedalaman
luka juga ditentukan oleh konsentrasi agen yang ada pada kulit, maka pengenceran
dengan bilasan air yang banyak menjadi tahapan dalam penatalaksanaan pasien luka
bakar akibat basa kuat lebih merusak daripada akibat asam kuat (Sabiston, 1995; Borley
& Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).
Luka bakar akibat listrik adalah kerusakan yang terjadi ketika arus listrik mengalir
ke dalam tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun menyebabkan terganggunya
fungsi suatu organ dalam.Tubuh manusia merupakan penghantar listrik yang baik. Arus
listrik yang mengalir ke dalam tubuh manusia akan menghasilkan panas yang dapat
membakar dan menghancurkan jaringan tubuh. Meskipun luka bakar listrik tampak
ringan, tetapi mungkin saja telah terjadi kerusakan organ dalam yang serius, terutama
pada jantung, otot atau otak. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak,
tingginya voltage, dan cara gelombang listrik mengenai tubuh (Borley & Grace, 2006;
Rahayuningsih,2012).
Arus listrik bisa menyebabkan terjadinya cedera melalui 3 cara:
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.Hal ini
berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk
keperluan terapeutik pada dunia kedokteran.Terpapar oleh sinar matahari akibat terpapar
yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi. Awalnya luka ini
dengan kedalaman sebagian, tetapi dapat berlanjut ke trauma yang lebih dalam (Borley
& Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).
D. PATOFISIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut
mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi kulit dengan luka bakar akan mengalami
keusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung lamanya kulit kontak
dengan sumber panas (Effendi, 1999).
Cidera luka bakar mempengaruhi semua sistem organ.Besarnya respon patofisiologis ini
berkaitan erat dengan luasnya luka bakar dan mencapai masa stabil ketika terjadi luka bakar
kira0kira 60% seluruh permukaan tubuh (Hudak & Gall, 1996).
Tingkat keperawatan perubahan tergantung pada luas dan kedalaman luka bakar yang
menimbulkan kerusakan dimulai dari terjadinya luka bakar dan berlangsung 24 – 72 jam
pertama.Kondisi ditandai dengan pergeseran cairan dari komponen vaskuler ke ruang
interstisium.Bila jaringan terbakar, vasodilatsi meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul
perubahan permeabilitas sel pada luka bakar dan sel disekitarnya.Dampaknya jumlah cairan
yang banyak berada pada ekstra sel, sodium chloride dan protein lewat melalui daerah yang
tebakar dan membentuk gelembung-gelembung dan edema atau keluar melalui luka
terbuka.Akibat adanya edema luka bakar, lingkungan kulit mengalami kerusakan.Kulit
sebagai barier mekanik berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting dari
organisme yang masuk. Terjadinya kerusakan lingkugan kulit akan memungkinkan mikro
organisme masuk dalma tubuh dan menyebabkan infeksi luka yang dapat memperlambat
proses penyembuhan luka. Dengan adanya edema juga akan berpengaruh terhadap
peningkatan peregangan pembuluh darah dan saraf yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Rasa
nyeri terseut dapat mengganggu mobilitas pasien.
Ketika terjadi kehilangan cairan dalam sitem vaskuler, terjadi homo konsentrasi dan
hematokrit naik, cairan darah menjadi kurang lancar pada daerah luka bakar dan nutrisi
kurang. Adanya cidera luka bakar menyebabkan tahanan vaskuler perifer meningkat sebagai
akibat respon stress neurohomoral. Hal tersebut dapat meningkatkan afterload jantung dan
mengakibatkan penurunan curah jantung lebih lanjut.Akibat penuruna curah jantung,
menyebabakan metabolisme anaerob dan hasil akhir produk asam ditahan karena rusaknya
fungsi ginjal.Selanjutnya timbul asidosis metabolik yang menyebabkan perfusi jaringan
terjadi tidak sempurna.
Mengikuti periode pergeseran cairan, pasien tetap dalam kondisi akut.Periode ini ditandai
dengan anemia dan malnutrisi. Anemia akan berkembang akibat banyak kehilangan eritrosit.
Keseimbangan nitrigen negatif mulai terjadi pada waktu terjadi luka bakar yang disebabkan
kerusakan jaringan kehilangan protein dan akibat respon stress. Hal ini akan berlangsung
selama periode akut karena terus menerus kehilangan protein melalui luka.
Gangguan respiratori timbu karena obstruksi saluran nafas bagian atas atau karena efek syok
hipovolemik.Obstruksi saluran nafas bagian atas disebabkan karena inhalasi bahan yang
merugikan atau udara yang terlalu panas, menimbulkan iritasi pada saluran nafas, edema
laring dan obstruksi potensial.
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi
elektromagnetik.Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan bermakna,
kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan temperatur.Saraf dan
pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas.Kerusakan
pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah,
dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit.Pada luka bakar
ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan
masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler
mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi ke
jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan organ multi
sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang
mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O,
elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan
intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipopolemik
dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila
sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro
yang menyuplai sirkulasi orang organ organ penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar,
traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi
sistem
American College of Surgeon Health Policy Research Institute (2011) membagi luka bakar
menjadi tiga tingkatan, yakni :
1. First degree (partial thickness) : pada daerah superfisial, berwarna merah, terasa
nyeri.
2. Second degree (Partial thickness) : kulit kemerahan, melepuh, bengkak, dan sangat
nyeri.
3. Third degree (full thickness) : kulit berwarna keputihan, hangus, tembus hingga saraf,
ada sensasi seperti tusukan jarum di area yang terbakar.
Menurut Di Maio & Dana (1998), luka bakar dibedakan menjadi 4 derajat berdasarkan
kedalaman jaringan yang rusak, yaitu :
Terjadi kerusakan hanya di permukaan kulit, kulit kemerahan, tidak ada bulla, sedikit
oedem dan nyeri, dan tidak menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.
Gambar 2.1 Luka Bakar Derajat Satu (Sumber : www. mediskus.com)
Terjadi kerusakan pada semua lapisan epidermis dan sebagian dermis.Terdapat bula,
sedikit oedema, dan nyeri berat.
Terjadi kerusakan pada semua lapisan kulit dan terdapat nekrosis, lesi tampak putih, hilang
sensasi rasa pada kulit dan akan menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.
Gambar 2.3 Luka Bakar Derajat Tiga (Sumber : www. mediskus.com)
Kulit tampak hitam seperti arang akibat jaringan yang terbakar. Kerusakan terjadi
pada seluruh kulit, jaringan subkutan dan tulang akan hangus.
Menurut James (1990) dalam Dewi (2013), berdasarkan derajat dan luasnya kulit
yang terkena luka bakar dikategorikan menjadi 3 yakni ringan, sedang dan berat.
1. Luka bakar ringan jika ada luka bakar derajat I sebesar <15% atau derajat II
sebesar <2%.
2. Luka bakar sedang jika ada luka bakar derajat I sebesar 10-15% atau derajat II
sebesar 5-10%.
3. Luka bakar sedang jika ada luka bakar derajat II sebesar >20% atau derajat III
sebesar >10% atau mengenai wajah, tangan-kaki, alat kelamin, persendian, sekitar
ketiak atau akibat listrik tegangan tinggi (>1000V) atau dengan komplikasi patah
tulang maupun kerusakan jaringan lunak/gangguan jalan napas.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan diagnostik pada luka bakar yaitu :
1. Laboratorium
2. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya
cedera.
G. PENATALAKSANAAN
1. Pengkajian primer
a. Airway
Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari sumbatan yang terbentuk
akibat edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang diproduksi berlebihan
(hiperekskresi) dan mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai trauma
inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) dan atau krikotiroidektomi emergensi
dikerjakan pada kesempatan pertama sebelum dijumpai obstruksi jalan nafas yang dapat
menyebabkan distres pernafasan.Pada luka bakar akut dengan kecurigaan trauma
inhalasi.Pemasangan pipa nasofaringeal, endotrakeal merupakan prioritas pertama pada
resusitasi, tanpa menunggu adanya distres nafas.Baik pemasangan nasofaringeal,
intubasi dan atau krikotiroidektomi merupakan sarana pembebasan jalan nafas dari
sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi yang efektif dan memungkinkan
lavase bronkial dikerjakan.Namun pada kondisi sudah dijumpai obstruksi,
krikotiroidektomi merupakan indikasi dan pilihan.
b. Breathing
Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan dada terkait keteraturan dan
frekuensinya.Adanya suara nafas tambahan ronkhi, wheezing atau stridor.
Moenadjat (2009), Pastikan pernafasan adekuat dengan :
Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai.Bila sekret banyak, dapat ditambah
menjadi 4-6 L/menit.Dosis ini sudah mencukupi, penderita trauma inhalasi mengalami
gangguan aliran masuk (input) oksigen karena patologi jalan nafas; bukan karena
kekurangan oksigen. Hindari pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt) atau dengan
tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dan barotrauma) yang diikuti terjadinya
stres oksidatif.
2) Humidifikasi
Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air adalah untuk
mengencerkan sekret kental (agar mudah dikeluarkan) dan meredam proses inflamasi
mukosa.
a. Pengaturan posisi
b. Melatih reflek batuk
c. Melatih otot-otot pernafasan.
Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian dilakukan secara aktif saat
hemodinamik stabil dan pasien sudah lebih kooperatif
c. Circulation
Warna kulit tergantung pada derajat luka bakar, melambatnya capillary refill time,
hipotensi, mukosa kering, nadi meningkat.
Menurut Djumhana (2011), penanganan sirkulasi dilakukan dengan pemasangan IV line
dengan kateter yang cukup besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk mempertahankan
volume sirkulasi
a. Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur menggunakan jarum atau
kateter yang besar minimal no 18, hal ini penting untuk keperluan resusitasi dan
tranfusi, dianjurkan pemasangan CVP
b. Pemasangan CVP (Central Venous Pressure)
Perawatan luka bakar di unit perawatan luka bakar, terdapat dua jenis perawatan luka
selama dirawat di bangsal yaitu:
1. Perawatan terbuka: luka yang telah diberi obat topical dibiarkan terbuka tanpa balutan
dan diberi pelindung cradle bed. Biasanya juga dilakukan untuk daerah yang sulit
dibalut seperti wajah, perineum, dan lipat paha.
2. Perawatan tertutup: penutupan luka dengan balutan kasa steril setelah dibeikan obat
topical.
Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam pertama yaitu:
Keterangan:
1. Pantau keadaan pasien dan setting ventilator. Kaji apakah pasien mengadakan
perlawanan terhadap ventilator
2. Observasi tanda – tanda vital; tekanan darah, nadi, pernafasan, setiap jam dan suhu
setiap 4 jam
3. Pantau nilai CVP, amati neurologis pasien (GCS), pantau status hemodinamik, pantau
haluaran urin (minimal 1ml/kg BB/jam), pantau status oksigen, fisoterapi dada.
4. Auskultasi suara paru setiap pertukaran jaga
5. Cek asalisa gas darah setiap hari atau bila diperlukan
6. Penghisapan lendir (suction) minimal setiap 2jam dan jika perlu
7. Perawatan tiap 2 jam (beri boraq gliserin)
8. Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes mata setiap 2 jam
9. Ganti posisi pasien setiap 3 jam (perhatikan posisi yang benar bagi pasien)
10. Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter dan tube setiap hari
11. Ganti kateter dan NGT setiap minggu
12. Observasi letak tube (ETT) setiap shift
13. Observasi setiap aspirasi cairan lambung
14. Periksa laboratorium darah : elektrolit, ureum/kreatinin, AGD, protein (albumin), dan
gula darah (kolaborasi dokter)
15. Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit
16. Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter
Prosedur tindakan perawatan luka pada pasien luka bakar:
1. Cuci / bersihkan luka dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut yang tumbuh pada
daerah luka bakar seperti pada wajah, aksila, pubis, dll
2. Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis
3. Lakukan escharotomy jika luka bakar melingkar (circumferential) dan eschar
menekan pembuluh darah. Eskartomi dilakukan oleh dokter
4. Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar, kecuali jika di daerah
sendi / pergerakan boleh dipecahkan dengan menggunakan spuit steril dan kemudian
lakukan nekrotomi
5. Mandikan pasien tiap hari jika mungkin
6. Jika banyak pus, bersihkan dengan betadin sol 2%
7. Perhatikan ekspresi wajah dan keadaan umum pasien selama merawat luka
8. Bilas savlon 1% dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%
9. Keringkan menggunakan kasa steril
10. Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh daerah luka bakar
(kecuali wajah hanya jika luka bakar dalam [derajat III] dan jika luka bakar pada
wajah derajat I/II, beri salep antibiotika)
11. Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka (gunakan cradle
bed)
1. Luka bakar berat (luka bakar >20% pada dewasa, >10% pada anak)
a. Pantau nadi, TD, suhu, keluaran urin, berikan analgesia adekuat i.v., pertimbangan
selang nasogastric (nasogastric tube, NGT), berikan profilaksis tetanus.
b. Berikan cairan i.v. berdasarkan formula Muir-Barclay: %luka bakar x berat badan
dalam kg/2= satu aliquot cairan. Berikan 6 aliquot cairan selama 36 jam pertama
dengan urutan 4, 4, 4, 6, 6,12 jam dari waktu terjadinya luka bakar. Biasanya
menggunakan larutan koloid, albumin atau plasma.
c. Luka akibat terbakar diobati sebagai luka bakar ringan
d. Pertimbangkan untuk merujuk ke pusat luka bakar
2. Luka bakar ringan (luka bakar <20% pada dewasa, <10% pada anak)
a. Terapi terbuka-bersihkan luka dan biarkan terpapar pada lingkungan khusus yang
bersih
b. Terapi tertutup-tutup luka dengan kasa yang dibasahi dengan klorheksidin atau silver
sulfadiazine yang ditutup tipis
c. Debridemen eskar dan split skin graft.
Resusitasi Cairan
Menurut Sunatrio (2000), pada luka bakar mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler
yang akan diikuti dengan ekstrapasasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari
intravaskuler ke jaringan interstisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intravaskuler
dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga
sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi sel atau jaringan atau
organ.Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir
menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan
kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul
ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini
dikenal dengan sebutan syok.Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk
mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna
memiliki korelasi dengan angka kematian.
Perbaiki volume cairan yang bersirkulasi seperti kristaloid, koloid atau darah melalui
IV. Resusitasi cairan intravena yaitu cairan isotonic, seperti Ringer Laktat jika pasien
syok.
Menggunakan regimen yang telah direkomendasi oleh unit luka bakar setempat. Secara
umum, koloid lebih baik daripada larutan elektrolit, terutama bila anak akan dirujuk.
Bila cairan yang dianjurkan tidak tersedia, gunakan plasma dengan volume yang sama
dengan larutan elektrolit (Hartmann) untuk resusitasi. Separuhnya diberikan 8 jam
pertama setelah luka bakar dan separuhnya lagi diberikan dalam 16 jam berikutnya
(Insley J, 2003)
Penghitungan berat badan pada pasien menjadi langkah awal.Kateter urin ditinggalkan
sebagai indeks perfusi ginjal dan untuk mengevaluasi keefektifan resusitasi cairan.Ada
beberapa rumus yang telah dikembangkan oleh berbagai pusat perawatan untuk
menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar. Terdapat dua sistem yang
sering digunakan sekarang adalah modifikasi Brooked dan Parkland. Kedua rumus ini
menghitung kebutuhan cairan berdasarkan luas daerah luka bakar dikali berat pasien
dalam kilogram. Dikali volume larutan Ringer yang akan diberikan dalam 24 jam
pasca luka bakar. Pada kedua perhitungan, setengah jumlah cairan diberikan dalam 8
jam pertama sesusitasi, dengan seperempat dari seluruh jumlah semula diberikan tiap 8
jam berikutnya. Pemantauan yang teliti dan cermat mengenai pengeluaran urin dan
tekanan vaskuler sentral (bila tepat) merupakan metode resusitasi yang tepat.Bila
pengeluaran urin rendah dan terjadi ketidakstabilan kardiovaskular pada pemberian
volume intravena maka perlu adanya pemasangan kateter termodilusi Swan-Ganz
untuk memantau tekanan jantung kiri dan kanan serta curah jantung. (Sabiston, 1995)
Hasil akhir
2. Formula Evans :
a. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl / 24 jam
b. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumah plasma / 24 jam (no a
dan b pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma untuk mengganti plasma
yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi
perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar)
c. 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang akibat
penguapan)
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan
pada hari pertama.Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
3. Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan rumus
Baxter yaitu :
% luka bakar x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan RL
karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari
pertama.Contoh: seorang dewasa dengan BB 60 kg dan luka bakar seluas 25 %
permukaan kulit akan diberikan 25% x 60 x 4 cc = 6000 cc yang diberikan hari
pertama dan 3000 cc pada hari kedua.
Metode Baxter
Menurut Moenadjat (2009), metode resusitasi ini mengacu pada pemberian cairan
kristaloid dalam hal ini Ringer Laktat (karena mengandung elektrolit dengan
komposisi yang lebih fisiologis dibandingkan dengan Natrium Klorida) dengan
alasan; cairan saja sudah cukup untuk mengantikan cairan yang hilang (perpindahan
ke jaringan interstisium), pemberian kristaloid adalah tindakan resusitasi yang paling
fisiologis dan aman
a. Dewasa : Ringer laktat 4cc x berat badan x %luas luka bakar per 24jam
b. Anak : Ringer laktat : Dextran = 17 : 3
Protocol resusitasi :
Kebutuhan cairan dalam 24 jam pertama adalah 4 ml/kg/% luas luka bakar,
pemberian berdasarkan pedoman berikut.
Pedoman
a. Separuh kebutuhan diberikan dalam 8 jam I (dihitung mulai saat kejadian luka
bakar)
b. Separuh kebutuhan diberikan dalam 16 jam sisanya
Tabel Formula untuk resusitasi penggantian cairan (Horne M & Pamela L, 2000)
24 jam pertama
Cairan ringer
Cairan ringer
luka bakar
Cairan ringer
Parland
Laktat, 4 ml/kg/%
Volume untuk
mempertahankan
Cairan Natrium
haluaran urin 30
Hipertonik
ml/jam (cairan berisi
250 mEq natrium/L)
Pada luka bakar dapat ditentukan luas lukanya dengan beberapa metode, diantaranya rule
of nine, Lund and Browder, dan Hand Palm.Ukuran luka bakar ditentukan dengan
prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar.
1. Rule of Nine
Gambar 2.4. Penilaian Luka Bakar berdasarkan Rule of Nine
(Sumber : www.medical-dictionary.thefreedictionary.com)
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatannya yang terkenal dengan rule
of nine.Metode ini dikenal sejak tahun 1940 sebagai pengkajian cepat untuk
menentukan perkiraan luas luka bakar.Dalam metode ini, tubuh dibagi menjadi
beberapa bagian anatomi dan setiap bagian mewakili 9% kecuali daerah genital.
Pada metode ini total area tubuh yang terkena dikalkulasikan berdasarkan lokasi dan
usia. Metode lund and browder merupakan modifikasi prosentase bagian tubuh
menurut usia yang memberikan perhitungan lebih akurat tentang luas luka bakar.
(Hardisman,2014). Pada anak di bawah usia 1 tahun kepala sebesar 19% dan setiap
pertambahan usia satu tahun , prosentase kepala tutun 1% hingga tercapai nilai
dewasa.
Gambar 2.5 Penilaian Luka Bakar dengan Metode Lund and Browder
(Sumber : google.com)
3.HandPalm
Pada metode permukaan telapak tangan (hand palm), area permukaan tangan
pasien adalah sekitar 1% dari total luas permukaan tubuh. Biasanya metode ini
digunakan untuk luka bakar kecil (Gurnida & Lilisari,2011).
I. KOMPLIKASI
c. Adult Respiratory Distress Syndrome, akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat
gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik
akibat luka bakar.Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan
lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam
lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau
vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
e. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang
terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien
menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine,
perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan
frekuensi denyut nadi.
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak
adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.
g. Kontraktur
J. PROGNOSIS
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar dan penenganan syok hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak
daerah terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepetaan
kesembuhan. Luka bakar pada daerah perinium, ketiak, leher, dan tangan sulit dalam
perawatannya, karena mudah mengalami kontraktur
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Primary Survey
a. Airway
b. Breathing
Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau tidaknya kelainan pada
pernafasan misalnya dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak.Kaji juga apakah ada suara
nafas tambahan seperti snoring, gargling, rhonki atau wheezing.Selain itu kaji juga
kedalaman nafas pasien.
c. Circulation
Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan detak jantung misalnya takikardi,
bradikardi. Kaji juga ada tidaknya sianosis dan capilar refil.Kaji juga kondisi akral dan nadi
pasien.
d. Disability
Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil anisokor dan
nilai GCS
e. Exposure
Pakaian pasien segera dievakuasi guna mengurangi pajanan berkelanjutan serta menilai luas
dan derajat luka bakar.
2. Secondary Survey
Secondary survey ini merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to
toe, dari depan hingga belakang.
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Pemeriksaan fisik
c. Lakukan pemeriksaan tambahan
a. Data demografi meliputi identitas pasien nama, usia, jenis kelamin, alamat, dll
b. Keluhan Utama: Luas cedera akibat dari intensitas panas (suhu) dan durasi
pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi ditemukan keluhan stridor, takipnea,
dispnea, dan pernafasan seperti bunyi burung gagak (Kidd, 2010).
c. Riwayat Penyakit Sekarang: Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini
penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup, sehingga kecurigaan
terhadap trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas. Kapan
kejadiannya terjadi (Sjaifuddin, 2006).
d. Riwayat Penyakit Dahulu: Penting dikaji untuk menetukan apakah pasien
mempunyai penyakit yang tidak melemahkan kemampuan untuk mengatasi
perpindahan cairan dan melawan infeksi (misalnya diabetes mellitus, gagal
jantung kongestif, dan sirosis) atau bila terdapat masalah-masalah ginjal,
pernapasan atau gastro intestinal. Beberapa masalah seperti diabetes, gagal ginjal
dapat menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi cedera inhalasi pada
keadaan penyakit kardiopulmonal (misalnya gagal jantung kongestif, emfisema)
maka status pernapasan akan sangat terganggu (Hudak dan Gallo, 1996).
e. Riwayat Penyakit Keluarga: kaji riwayat penyakit keluarga yang kemungkinan
bisa ditularkan atau diturunkan secara genetik kepada pasien seperti penyakit
DM, hipertensi, asma, TBC dll.
f. Review of System
g. Pemeriksaan diagnostik
1. WBC 12,0 X 103ῃ/1
2. MCV 80,4 Fl
3. Limphosyt 11,2%
4. RDW 44,3 fL
1. Analisis data
DS: -
Vasodilatasi PD
tampak kesulitan
bernafas/sesak Penyumbatan sal.
Gerakan dada tidak simetris Nafas bagian atas
Kerusakan
1. RR> 20 x/mnt
Edema paru pertukaran gas
Luka bakar
DS: -
Inhalasi asap Bersihan jalan
DO:
2. Edema laring napas tidak
pasien tampak sesak efektif
pasien batuk-batuk Obstruksi jalan nafas
Gerakan dada tidak simetris
Bersihan jalan nafas
RR> 20 x/mnt inefektif
Ds: -
DS: -
Luka bakar
DO:
Vasodilatasi PD
Hb <10 ml/gr
Sirkulasi darah
Klien nampak sianosis Gangguan
menurun
4 Ekstremitas dingin perfusi jaringan
Klien terlihat lemah Sel mengalami tidak efektif
Akral dingin, lembab hipoksia
DO:
- Nadi 120x/menit
Luka bakar
- RR 30x/menit
Q : terasa panas
Nyeri
R : sisi trauma/cidera yang sakit
S : Skala nyeri 7
4. Gangguan perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan atau interupsi
aliran darah arteri / vena
1. INTERVENSI
Airway Management:
a. Pengkajian
Anamnesa
a. Nama : Tn. S
b. Jenis kelamin : Laki-Laki
c. Tanggal masuk : 27 Pebruari 2017
d. Usia : 27 tahun
e. Status perkawinan : Menikah
f. Suku bangsa : Bali/Indonesia
g. Alamat : Sangsit
h. Agama : Hindu
i. Pekerjaan : Buruh Harian Lepas
j. Pendidikan : Tamat SMP
a. Keluhan Utama: Klien merintih kesakitan karena luka bakar 3 jam sebelum
MRS.
b. Riwayat Penyakit Sekarang: 3 jam sebelum masuk RSUA, Tn. S menderita
luka bakar karena terkena ledakan tabung gas elpiji . Tn. S tidak memiliki
riwayat Diabetes dan hipertensi. Kesadaran composmentis, TD: 100/70
mmHg, Nadi: 110x/mnt, S: 36,8oC, RR: 29x/menit, TB: 165 cm, BB: 60 kg
c. Riwayat Penyakit Dahulu: Tn.S mengatakan belum pernah mempunyai
riwayat masuk rumah sakit/operasi di RS sebelumnya. Riwayat Diabetes
Melitus tidak ada dan Hipertensi tidak ada.
d. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada riwayat DM, hipertensi, asma, TBC
e. Pemeriksaan Fisik:
i. Status Generalis
Suhu : 36,8oC
Pernapasan : 29x/menit
Berat badan : 60 kg
iii. Kepala
v. Dada
Bentuk : simetris
Pembuluh darah : tidak tampak
vi. Perut
vii. Punggung
b. Analisa Data
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
a. Tampak kesulitan
bernafas/sesak Penyumbatan sal. Nafas bagian
b. Gerakan dada tidak atas
simetris Gangguan
2.
c. Pola napas cepat pertukaran gas
dan dangkal Edema paru
d. TTV : TD: 100/70
mmHg, Nadi:
Hiperventilasi
110x/mnt, S:
36,8oC, RR:
29x/menit
Gangguan pertukaran gas
DO:
Inhalasi asap
a. Pasien tampak
Bersihan jalan
3. sesak
napas tidak
b. Pasien batuk-batuk Edema laring
efektif
c. Gerakan dada tidak
simetris
d. RR= 29 x/mnt Obstruksi jalan nafas
e. Pola napas cepat
dan dangkal
Bersihan jalan nafas inefektif
DO:
S : Skala nyeri 7
DO:
Kerusakan kulit/ jaringan
Gangguan
5. a. Terdapat edema
integritas kulit
b. Kulit kemerahan
hingga nekrosis Inflamasi, Lesi
d. IntervensiKeperawatan
Setelah dilakukan
tindakan 1. Monitor dan catat
keperawatan dalam intake, output
waktu 2 x 24 jam (urine 0,5 – 1
pemulihan cairan cc/kg.bb/jam)
optimal dan 2. Beri cairan infus
keseimbangan yang mengandung
elektrolit serta elektrolit (pada 24
Defisit volume cairan perfusi organ vital jam ke I), sesuai
b.d banyaknya tercapai dengan rumus
1.
penguapan/cairan tubuh formula yang
Kriteria Hasil:
yang keluar dipakai
a. BP 100-140/60 – 3. Monitor vital sign
90 mmHg 4. Monitor kadar Hb,
Ht, elektrolit,
b. Produksi urine
minimal setiap 12
>30 ml/jam
jam.
(minimal 1 ml/kg
BB/jam)
c. Ht 37-43 %
d. Turgor elastic
e. Mucosa lembab
f. Akral hangat
1.Mengkaji tanda-tanda
distress nafas, bunyi,
frekuensi, irama,
kedalaman nafas.
pernafasan memungkinkan
2. Pencucian luka
dikerjakan saat penderita
masuk ke unit luka bakar
(dalam delapan jam
pertama) dan dilakukan
satu sampai dua kali
dalam sehari sebelum
dilakukan nekrotomi dan
debridement.
3. Tindakan nekrotomi
dan debridement
dilakukan bertujuan
membuang eskar atau
jaringan nekrosis maupun
debris yang memicu
respon inflamasi dan
menghalangi proses
penyembuhan luka karena
berpotensi besar untuk
berkembang menjadi
fokus infeksi. Tindakan ini
dilakukan seawal
mungkin, dan dapat
dilakukan tindakan
ulangan sesuai kebutuhan.
Yang dimaksud tindakan
awal adalah dalam 3-4
hari pertama pasca trauma,
saat konsistensi eskar
masih padat dan belum
mengalami lisis, eskar
yang mengalami lisis
memicu respon inflamasi
sangat kuat dan sulit
dilakukan. Pada prosedur
ini, luka dicuci
menggunakan larutan
steril.
4. Perawatan pasca
nekrotomi dan
debridement, luka dicuci
setiap kali penggantian
balutan.
5.Pemberian antimikroba
topikal membantu
mencegah infeksi.
Mengikuti prinsip aseptik
melindungi pasien dari
infeksi. Kulit yang gundul
menjadi media yang baik
untuk kultur pertumbuhan
bakteri.
e. Evaluasi
1. S: Klien merasa tidak lemas
O: Turgor kulit baik, mukosa lembab, kadar Kalium= 4.0 mEq/L dan kadar
Natrium= 135 mEq/L, intake dan output seimbang
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
P: Intervensi dilanjutkan
P: Intervensi dilanjutkan
P: Intervensi dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA
Borley R. Neil danGrase A. Pierce. 2007. At a glance IlmuBedah. Edisi 3. Jakarta Erlangga
Dewi, Yulia Ratna Sintia. 2013. Luka Bakar : Konsep Umum dan Investigasi Berbasis Klinis
Luka Antemortem dan Postmortem. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Di Maio, V.J.M. & Dana, S.E. 1998.Fire and Thermal Injuries, in: Di Maio, V.J.M. & Dana,
S.E.(eds) Hand Book of Forensic Pathology. USA: Landes Bioscience
Grace, P.A & Borley, N.R. 2006.At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Gurnida, Dida dan Melisa Lilisari.2011. Dukungan Nutrisi pada Penderita Luka
Bakar.Bagian Ilmu Kesehatann Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Rumah
Sakit Hasan Sadikin,Bandung.
Horne, M., Pamela L. 2000. Keseimbangan Cairan Elektrolit & Asam basa.EGC : Jakarta
Moenadjat Y. 2009. Luka bakar masalah dan tatalaksana.Jakarta : Balai penerbit FKUI
Nina, R. 2008. Efek Penyembuhan Luka Bakar dalam Sediaan Gel Ekstrak Etanol 70% Daun
Lidah Buaya (Aloe Vera L) pada Kulit Punggung Kelinci New Zealand. Skripsi.Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Ortiz-Pujols SM, Thompson K, Sheldon GF, et al. 2011.Burn Care : Are There Sufficient
Prociders and Facilities?. Chapel Hill, North Carolina. American College of Surgeons
Health Policy Research Institute
Sari, Suci Mustika. 2015. Pengalaman Prehospital Keluarga dalam Penanganan Luka Bakar
di RSUD Sukoharjo. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada. Surakarta.
Sari, Suci Mustika.2015. Pengalaman Prehospital Keluarga Dalam Penanganan Luka Bakar
Di Rsud Sukoharjo.Skripsi.Surakarta : Stikes Kusuma Husada .