Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun menurut

Peraturan Mnteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, sedangkan menurut

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja

adalah 10-24 tahun dan belum menikah.

Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari

penduduk dunia merupakan remaja berumur 10 - 19 tahun dan sekitar 900 juta

berada di negara sedang berkembang. Data demografi di Amerika Serikat

menunjukkan jumlah remaja berumur 10 - 19 tahun sekitar 15% populasi. Di

Asia Pasifik jumlah penduduknya 60% dari penduduk dunia, seperlimanya

merupakan remaja umur 10 - 19 tahun (Soetjiningsih, 2010). Berdasarkan

laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2010), hasil Sensus Penduduk

menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa dan

63,4 juta diantaranya merupakan remaja, yang terdiri dari laki-laki sebanyak

32.164.436 jiwa (50,70%) dan perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa

(49,30%).

Masa remaja, menurut Mappiare (dalam Ali & Asrori, 2012) berlangsung

antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun

sampai dengan 22 tahun bagi pria. Remaja awal merupakan tahap dimana

seorang anak sedang menuju pubertas baik secara fisik maupun fisiologis.

Perkembangan aspek fisik, kognitif, emosional, mental, dan sosial mereka


membutuhkan cara-cara penyampaian dan intensitas pengetahuan tentang seks

dan kesehatan reproduksi yang berbeda dengan tahap-tahap usia yang lain.

Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut

sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian

sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari

kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial cultural. Remaja perlu

mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar

mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya.

Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah

laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.

Data mengenai fenomena dan situasi kesehatan reproduksi remaja

sebagiann besar bersumber dari Survey Demografi dan Kesehatan terutama

komponen Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang mewawancarai remaja

usia 15-24 tahun dan belum menikah. Pada usia 15-19 tahun proporsi terbesar

berpacaran pertama kali pada usia 15-17 tahun. Sekitar 33,3% remaja

perempuan dan 34,5% remaja laki-laki yang berudia 15-19 tahun mulai

berpacarn pada saat mereka belum memiliki keterampilan hidup (life skill)

yang memadai sehingga mereka berisiko memiliki perilaku pacaran yang tidak

sehat antara lain melakukan hubungan pra nikah.

Masalah ini menjadi bahasan yang sangat menarik karena secara statistik

bahwa perilaku seks pra nikah sangat mengkhawatirkan. Seperti beberapa

peneliti sebelumnya melakukan penyuluhan lebih banyak dilaksanakan di

tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Pertama


(SMP), padahal angka partisipasi pelajar SMP di Indonesia lebih tinggi

daripada angka partisipasi SMA. Penelitian menunjukkan bahwa remaja di

negara-negara berkembang sangat membutuhkan pendidikan kesehatan

reproduksi. Remaja yang berada di tingkat awal sekolah menengah

mempunyai risiko melakukan hubungan seksual di luar nikah baik disengaja

maupun tidak. Oleh karena itu, masa yang paling tepat untuk memberikan

pendidikan kesehatan reproduksi adalah pada tingkat akhir sekolah dasar. Hal

ini juga akan menolong remaja yang tidak dapat melanjutkan studinya ke

sekolah menengah. Selain itu, WHO menekankan pentingnya pendidikan

kesehatan reproduksi kepada remaja muda (younger adolescents), yaitu

kelompok usia 10 hingga 14 tahun. Usia ini merupakan masa emas untuk

terbentuknya landasan yang kuat tentang kesehatan reproduksi, sehingga dapat

mempersiapkan mereka untuk mengambil keputusan seksual yang lebih aman

dan bijaksana dalam hidupnya.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat

Pengetahuan Remaja Awal tentang Kesehatan Reproduksi di Kelas VI SD N.

1 Temesi Gianyar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, Bagaimana Pengaruh Pendidikan Kesehatan

Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Awal tentang Kesehatan Reproduksi

di Kelas VI SD N. 1 Temesi Gianyar?


1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui ada tidaknya Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap

Tingkat Pengetahuan Remaja Awal tentang Kesehatan Reproduksi Di Kelas

VI SD N. 1 Temesi Gianyar.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik responden

2. Mengidentifikasi Pendidikan kesehatan Reproduksi

3. Mengidentifikasi Tingkat pengetahuan remaja awal

4. Menganalisis Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat

Pengetahuan Remaja Awal tentang Kesehatan Reproduksi sebelum dan

sesudah diberikan pendidikan kesehatan.

1.4 Manfaat

1. Bagi pelayanan

Sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam upaya untuk meningkatkan

pelayanan dan program pembangunan kesehatan reproduksi remaja di

Indonesia.

2. Bagi pendidikan

Sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam upaya memberikan informasi

tentang kesehatan reproduksi remaja di instansi pendidikan Indonesia serta

memberi informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian

lebih lanjut tentang pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi terhadap


tingkat pengetahuan remaja awal, terkait perilaku seksual dan pengambilan

keputusan.

3. Bagi masyarakat

Sebagai informasi tentang gambaran perilaku seksual pranikah remaja di

Indonesia, sehingga mampu memberikan pengawasan dan pemahaman

tentang kesehatan reproduksi terhadap remaja.

Anda mungkin juga menyukai