2 Apoteker pimpinan Keputusan Menteri ada a. peringatan secara tertulis; Ikuti peraturan
industry manufaktur Kesehatan RI b. larangan mengedarkan untuk perundang-undangan
obat mempekerjakan No.245/Menkes/SK/V/1990 sementara waktu dan/atau perintah yang berlaku, dalam
sarjana kimia atau Tentang : Ketentuan dan untuk penarikan kembali obat atau hal ini Apoteker
sarjana biologi di tata cara pelaksanaan bahan obat dari peredaran bagi obat pimpinan Industri
bagian pengawasan pemberian izin usaha atau bahan obat yang tidak memenuhi manufaktur obat
mutu. Industri Farmasi. standar dan persyaratan keamanan, tersebut harus
Pasal 10 ayat 2, yang khasiat/kemanfaatan, atau mutu; mempekerjakan
berbunyi:Industri Farmasi c. perintah pemusnahan obat atau Apoteker untuk
Obat Jadi dan Bahan Baku bahan obat, jika terbukti tidak ketiga bagian
Obat wajib mempekerjakan memenuhi persyaratan keamanan, tersebut di atas, dan
secara tetap sekurang- khasiat/kemanfaatan, atau mutu; bukan sarjana dari
kurangnya 2(dua) orang d. penghentian sementara kegiatan; disiplin ilmu yang
Apoteker Warga Negara e. pembekuan izin industri farmasi; lain.
Indonesia masing-masing atau
sebagai penanggung jawab f. pencabutan izin industri farmasi.
produksi dan penanggung
jawab pengawasan mutu
sesuai persyaratan CPOB.
2. Permenkes RI
No.1799/Menkes/PER/XII/2
010, tentang Industri
Farmasi
Pasal 5 ayat 1 d, yang
berbunyi: Memiliki secara
tetap paling sedikit 3(tiga)
orang Apoteker Warga
Negara Indonesia masing-
masing sebagai penanggung
jawab pemastian mutu,
produksi, dan pengawasan
mutu.
3 Apoteker di Industri PERATURAN KEPALA - Tidak termasuk dalam kategori -
manufaktur obat yang BADAN PENGAWAS pelanggaran
telah memiliki OBAT DAN MAKANAN
sertifikat CPOB untuk REPUBLIK INDONESIA
sediaan kapsul, juga NOMOR
membuat cangkang HK.03.1.33.12.12.8195
kapsul keras. TAHUN 2012 TENTANG
PENERAPAN PEDOMAN
CARA PEMBUATAN
OBAT YANG BAIK.
Hal tersebut sudah di atur
dalam Buku Pedoman
CPOB 2006 yang di
keluarkan oleh BPOM.
Dalam BAB 6 tentang
Produksi, halaman 50 yang
menjelaskan tentang
“Pengisian Kapsul Keras,
Penandaan Tablet Salut dan
Kapsul”.
6.90 Cangkang kapsul
hendaklah diperlakukan
sebagai bahan awal.
Cangkang kapsul hendaklah
disimpan dalam kondisi
yang dapat mencegah
kekeringan dan kerapuhan
atau efek lain yang
disebabkan oleh
kelembaban.
6.91 Persyaratan-persyaratan
yang tertulis pada 6.82 –
6.87 pada “Pencetak Tablet”
juga berlaku untuk pengisian
kapsul keras.
- Pedoman disiplin
Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian,
melakukan yang seharusnya tidak dilakukan
atau tidak melakukan yang seharusnya
dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang
sah, sehingga dapat membahayakan pasien
13 Apoteker di IOT IOT, memproduksi, Pada Permenkes Ri No.006 tahun 2012 tentang BAB VII PEMBINAAN DAN
memproduksi Jamu Kurkumin Murni Industri dan Usaha Obat Tradisional (IOT). PENGAWASAN Pasal 45 :
dengan bahan BAB IV PENYELENGGARAAN PASAL 37 : Pelanggaran terhadap ketentuan dalam
Kurkumin murni Setiap industri dan usaha obat tradisional peraturan Menteri ini dapat dikenakan
dilarang membuat : sanksi administratif berupa :
a. Segala jenis obat tradisional yang a. Peringatan
mengandung bahan kimia hasil isolasi b. Peringatan keras
atau sintetik yang berkhasiat obat c. Perintah penarikan produk dari
b. Obat tradisional dalam bentuk intravaginal, edaran
tetes mata, sediaan parenteral, supositoria d. Penghentian sementara kegiatan
kecuali untuk wasir, dan atau e. Pencabutan izin industri atau izin
c. Obat tradisional dalam bentuk cairan obat usaha
dalam yang mengandung etanol dengan
kadar lebih dari 1% (satu persen).
b. Identifikasi
Seorang Apoteker PNS bekerja di
BPOM/Pemerintahan berperan juga sebagai
APA Swasta, sementara seorang Apoteker
Pemerintahan hanya bisa praktik di satu tempat
fasilitas kefarmasian.
Pelanggaran Disiplin
a. Pedoman Disiplin Apoteker No 2.
“Membiarkan berlangsungnya praktek
kefarmasian yang menjadi tanggung jawabnya,
tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker
pengganti dan/atau Apoteker pendamping yang
sah “.
b. Identifikasi
Dikarenakan Apoteker tersebut mengajukan
kembali menjadi APA di tempat lain, maka salah
satu apoteknya tidak terdapat APA yang
berpraktik disana.
15 Apoteker pegawai Apoteker PNS sebagai 1. PP 51Tahun 2009 Pasal 21 ayat 3 Sanksi yang dapat dikenakan oleh
negeri sipil sebagai penanggung jawab terkait Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat MEDAI berdasarkan peraturan
penanggung jawab bidang Kefarmasian dan Apoteker, Menteri dapat menempatkan perundang-undangan yang berlaku
terkait Kefarmasian di juga sebagai Apoteker Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah
Dines Kesehatan Pengelolah apotek swasta. memiliki STRTTK pada sarana pelayanan
Kab/Kota juga Pelanggaran disiplin kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk
berperan sebagai apoteker meracik dan menyerahkan obat kepada
Apoteker Pengelolah pasien.
apotek Swasta.
1. Ya, hal termasuk pelanggaran jika tidak ada
surat izin edar yang dikeluarkan oleh menteri
pejabat kesehatan kab/kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilakukan
Bab IV bentuk pelanggaran disiplin apoteker
Pasal 2 yaitu : membiarkan berlangsungnya
praktek kefarmasian yang menjadi tanggung
jawab tanpa kehadirannya ataupun tanpa
apoteker pengganti/apoteker pendamping yang
sah.
Pasal 17 yaitu : penyalahgunaan kompeten
apoteker.
Sanksi yang dapat dikenakan oleh MEDAI
berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
16 Apoteker mengganti ● Kata kunci : PP 51 tahun 2009 tentang pekerjan Sanksi organisasi, berupa: pembinaan, - Memastikan alasan
obat paten/nama Mengganti obat panten kefarmasian peringatan, pencabutan keanggotaan kenapa obat tidak
dagang yang tertulis dengan obat generic Pasal 24 sementara, dan pencabutan dapat dilayani (stok
dalam resep dokter dan (b) .mengganti obat merek dagang dengan obat keanggotaan tetap (untuk pelanggaran kosong,
menyerahkan obat ● Pelanggaran : generic yang sama komponen aktifnya atau obat kode etik terhadap pasien dan tenaga keterlambatan,
generik dengan Kode etik merek dagang lain atas persetujuan dokter kesehatan lain) produk baru, atau
kandungan yang sama dan/atau pasien penyebab lain.
kepada pasien - Mengupayakan
Kode Etik Apoteker melayani sesuai
Pasal 13 dengan permintaan.
Seorang apoteker harus mempergunakan setiap - Mengkomunikasika
kesempatan untuk membangun dan n kepada pasien
meningkatkan hubungan profesi, saling (dan dokter bila
mempercayai, menghargai dan menghormati perlu) tentang
sejawat petugas kesehatan lain. penggantian obat
Pasal 14 beserta alasannya.
Seorang apotekr harus menjauhkan dir dari - Pilihkan obat
tindakn atau perbuatan yang dapat dengan harga dan
mengakibatkan berkuranya atu hilangnya kualitas yang
kepercayaan masyarakt kepada sejawat petugas sebanding
kesehatan lain.
Identifkasi pelanggar :
Tidak ada konfirmasi izin penggantian obat
kepada dokter.
17 Petugas apotek bukan Bukan Apoteker, mengganti 1. PMK no 9 tahun 2017 pasal 21 (2) 1. PMK no 9 tahun 2017 pasal 31 (1)
Apoteker, mengganti allopurinol 100mg dengan dalamhalobat yang diresepkan terdapat obat pelanggaran terhadap ketentuan dan
allopurinol 100 yang Zyloric 300mg. merk dagang, maka apoteker dapat peraturan menteri ini dapat di kenai
tertulis dalam resep mengganti obat merk dagang dengan obat sanksi administrative. (2) sanksi
dokter dengan Zyloric generik yang sama komponen aktifnya atau administrative sebagaimana
300mg dan obat merk dagang lain atas persetujuan dimaksud pada ayat 1 dapatberupa :
menyerahkannya dokter dan atau pasien. a. peringatan tertulis, b.
kepada pasien Dalam kasus ini yang menyerahkan obat penghentian sementara kegiatan, c.
bukan apoteker tapi petugas apotek biasa pencabutan izin SIA.
yang mungkin bukan tenaga tehnis 2. Sanksi pelanggaran disiplin : 1.
kefarmasian juga dan mengganti obat Pemberian peringatan tertulis, 2.
generik dengan obat paten dengan dosis yang Rekomendasi pembekuan dan atau
berbeda tanpa persetujuan pasien, ini jelas pencabutan STRA
melanggar. 3. Sanksi pelanggaran etik, usulan
2. UU no 8 Tahun 1999 BAB 3 hak dan oleh MEDAI untuk: pembinaan
kewajiban pasal 4 hak konsumen (a) hak atas khusus untuk penyadaran,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan penundaan sementara ijin
dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa. kerja/praktek apoteker, pencabutan
Dalam kasus ini obat yang diganti dosisnya rekomendasiuntuk ijinkerja/praktek
lebih besar dari peresepan dokter sehingga apoteker.
bias membahayakan keselamatan pasien.
3. Pedoman disiplin apoteker Indonesia
(PDAI), bentuk pelanggaran disiplin
apoteker nomor (2) membiarkan
berlangsungnya praktekkefarmasian yang
menjadi tanggung jawabnya,
tanpakehadirannya, atau pun tanpa apoteker
pengganti dan atau apoteker pendamping
yang sah. (3) mendelegasikan pekerjaan
kepada tenaga kesehatan tertentu dan atau
tenaga-tenaga lainnya yang tidak memiliki
kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut. (6) tidak membuat dan atau tidak
melaksanakan standard prosedur
operasional sebagai pedoman kerja bagi
seluruh personel di sarana pekerjaan/
pelayanan kefarmasian sesuai dengan
wewenangnya.
4. Kode etik apoteker Indonesia, kriteria
kelalaian.
18 Apoteker mengajukan Membuka apotek baru Kode etik pasal 10 (seorang apoteker harus -
izin dan membuka disebelah apotek yang sudah memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana
apotek baru persis ada. ia sendiri ingin diperlakukan)
disebelah apotek yang
sudah ada, tanpa Pelanggaran Kode Etik
berkonsultasi dengan / kode etik pasal 10
sepengetahuan
apoteker pengelola
apoteker yang sudah
ada tersebut
19 Apoteker yang bekerja Medical Representative dan Disiplin PMK 922 / 1993 Pencabutan izin menjadi Apoteker
sebagai Medical Apoteker pengelola Apotek Tidak Bekerja disuatu perusahaan farmasi dan
Representative di swasta tidak menjadi Apoteker penglola ditempat lain
industri Farmasi diam-
diam menjadi Apoteker
pengelola Apotek
swasta
20 Apoteker Penanggung Apoteker Penanggung Jawab (PMK RI NO 889 TAHUN 2011) Pencabutan SIPA
Jawab Penilaian Penilaian Keamanan Pasal 18 Pemeriksaan SIPA dilakukan
Keamanan Kosmetik Kosmetik (Safety Assessor) (1) SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di dengan baik sehingga tidak terjadi
(Safety Assessor) diam sekaligus menjadi Apoteker fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA kasus seorang Apoteker bekerja
– diam menjadi Pengelola Apotek hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas ditempat fasilitas Industri Farmasi
Apoteker Pengelola kefarmasian. dan Pelayanan sekaligus
Apotek Pelanggaran hukum (2) Apoteker penanggung jawab di fasilitas Memberitahukan sanksi yang akan
Pmk Ri No 889 Tahun 2011, pelayanan kefarmasian berupa puskesmas dapat diterima bila melakukan
Kemudian Terkait menjadi Apoteker pendamping di luar jam kerja. pelanggaran tersebut.
Perubahan Registrasi, Izin (3) SIPA bagi Apoteker pendamping dapat
Praktik, Dan Izin Kerja diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat
Tenaga Kefarmasian Pada fasilitas pelayanan kefarmasian
Pmk No 31 Tahun 2016 (PMK NO 31 TAHUN 2016) Pasal 18
(1) SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian
hanya diberikan untuk 1 (satu) fasilitas
kefarmasian.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud ayat (1) SIPA bagi apoteker di
fasilitas pelayanan kefarmasian dapat diberikan
untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas
pelayanan kefarmasian.
(3) Dalam hal Apoteker telah memiliki Surat
Izin Apotek, maka Apoteker yang bersangkutan
hanya memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas
pelayanan kefarmasian lain.
Dikatakan melanggar karena apoteker tersebut
bekerja sebagai Apoteker Penanggung Jawab
Penilaian Keamanan Kosmetik (Safety
Assessor) kemudian menjadi Apoteker
Pengelola Apotek. Dalam PMK Apoteker yang
bekerja di fasilitas kefarmasian hanya diberikan
untuk 1 (satu) fasilitas kefarmasian sehingga
tidak bisa bekerja ditempat/fasilitas kefarmasian
lain.
21 Apoteker Pengelola Apoteker menyerahkan Alasan : karena di PP No.51 tahun 2009 Tidak ada
apotek menerima obat kepada dokter Pasal 21 ayat 3
pesanan obat dari didaerah terpencil , Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat
Dokter didaerah kemudian dokter Apoteker, Menteri dapat menempatkan
terpencil, Apoteker di melakukan penyerahan / Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah
Apotek tersebut dispensing langsung memiliki STRTTK pada sarana pelayanan
menyerahkan obatnya kepada pasien. kesehatan dasar yang diberi wewenang
kepada dokter dan untuk meracik dan menyerahkan obat
dokter melakukan kepada pasien.
penyerahan / Pasal 22
dispensing langsung Dalam hal di daerah terpencil yang tidak
kepada pasien. ada apotek, dokter atau dokter gigi yang
telah memiliki Surat Tanda Registrasi
mempunyai wewenang meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
Dokter
Pasien.
Pasal 20
Butir 12
23 Apoteker melayani Apoteker melayani PP 51 Tahun 2009 Sanksi yang diberikan berupa Tidak menerima
penjualan pembelian triheksipenidil Pasal 21 ayat 2 peringatan tertulis, rekomendasi pelayanan obat
triheksipenidil kepada Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan pembekuan / pencabutan STRA, SIPA tersebut
seorang pasien resep dan SIKA, kewajiban mengikuti
tetangganya dokter dilaksanakan oleh Apoteker. pelatihan /pendidikan di instansi
Pedoman disiplin apoteker no.5 dan pada pendidikan apoteker
pelanggaran pedoman disiplin no.12.
Karena apoteker melaksanakan praktik
kefarmasian pada PP 51 yang salah satunya
yaitu pelayanan obat yang seharusnya pelayanan
obat tertentu harus menggunakan resep dokter,
namun apoteker tersebut menjual obat tertentu
tanpa resep dari dokter, obat triheksipenedil
merupakan golongan obat tertentu yang
pembeliannya harus menggunakan resep dari
dokter
24 Apoteker menyarankan Apoteker memberikan Menyarankan dan menjual obat keras (tablet asosiasi dan pemerintah, tindakan menyarankan
dan menjual tablet obat bebas keras levonorgestrel-etinil estradiol) kepada pasien hukum memjual obat-obat
levonorgestrel-etinil kepada pasien. tanpa resep dari dokter . yang seharusnya
estradiol kepada dengan resep dokter,
seorang pasien yang Peraturan yang dilanggar sekalipun kepada
telah dikenalnya dan orang yang kita
mengalami udem atau KepMenkes No. 02396/A/SK/VIII/1986 tentang kenal.
pembengkakan pada tanda khusus obat keras Daftar G.
pergelangan kaki
karena gangguan Penjelasan kenapa disebut pelanggaran
ginjal.
Karena Dalam peraturan Kepmenkes
.02396/A/SK/VIII/1986 dijelaskan bahwa obat
keras hanya boleh diberikan oleh dengan resep
dokter . Kemudian mengenai obat yang dapat
diserahkan tanpa resep, dalam Permenkes
919/1993, diatur mengenai obat tersebut harus
memenuhi kriteria :
Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan
pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun
dan orang tua di atas 65 tahun.
Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak
memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau
alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan.
Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang
prevalensinya tinggi di Indonesia.
Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan
yang dapat dipertanggungjawabkan untuk
pengobatan sendiri.
Jadi pada dasarnya obat harus diberikan obat
dengan resep dokter, apalagi dengan kondisi
pasien yang mengalami udem atau
pembengkakan karena penyakit gangguan ginjal,
dokter bisa menyesuaikan dosis untuk pasien
dengan kondisi khusus tersebut.
25 Apoteker pengelola 1. Apoteker 1. Undang- Undang Nomor 36 Tahun 1. Undang – Undang Nomor 36 1. Tidak
apotek melakukan 2. Kosmetik 2009 Tentang “Kesehatan”. Tahun 2009 Pasal 196 / 98 memproduks
peracikan kosmetik 3. Hidrokuinon 2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun ayat (2) dan (3) dipidana i/mengedark
yang mengandung 4. Arbutin 1998 Tentang “Pengaman Sediaan dengan pidana penjara paling an sediaan
hidrokuinon dan 5. Swamedikasi Farmasi dan Alat Kesehatan”. lama 10 (sepuluh) tahun dan farmasi
arbutin untuk pasien 3. Undang – Undang Nomor 8 Tahun denda paling banyak Rp. yang tidak
dalam rangka 1999 Tentang “Perlindungan 1.000.000.000,00 (Satu memenuhi
pelayanan Konsumen”. Milyar Rupiah) standar
swamedikasi. 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Pasal 197 / 106 ayat (1) dipidana dan/atau
Indonesia Nomor 919 Tahun 1993 dengan pidana penjara paling lama 15 persyaratn
Tentang “Kriteria Obat Yang (lima belas) tahun dan denda paling mutu
Diserahkan Tanpa Resep”. banyak Rp. 1.500.000.000,00 (Satu 2. Tidak
Milyar Lima Ratus Juta Rupiah) memproduks
2. Peraturan Pemerintah Nomor i dan
72 Tahun 1998 Pasal 76 dipidana mengedarka
dengan pidana penjara paling lama 5 n sediaan
(lima) tahun dan/atau pidana denda farmasi
paling banyak Rp.100.000.000 (seratus berupa
juta rupiah). kosmetik
3. Undang – Undang uang tidak
Perlindungan Konsumen Nomor 8 memenuhi
Tahun 1999 persyaratan
Pasal 60 3. Menjamin
1. Badan penyelesaian sengketa sediaan obat
konsumen berwenang atau
menjatuhkan sanksi kosmetik
administratif terhadap pelaku tidak
usaha yang melanggar Pasal membahaya
19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal kan/merugik
20, Pasal 25, dan Pasal 26. an
2. Sanksi administratif berupa konsumen
penetapan ganti rugi paling (memberika
banyak Rp. Rp n
200.000.000,00 (dua ratus juta perlindunga
rupiah). n pada
3. Tata cara penetapan sanksi konsumen)
administratif sebagaimana 4. Memberikan
dimaksud pada ayat (I) diatur obat/kosmeti
lebih lanjut dalam peraturan k yang bisa
perundang- undangan. diberikan
Pasal 61 langsung
Penuntutan. pidana dapat dilakukan tanpa resep
terhadap pelaku usaha dan/atau (swamedikas
pengurusnya. i) dengan
Pasal 62 mengacu
1. Pelaku usaha yang melanggar pada
ketentuan sebagaimana peraturan
dimaksud dalam Pasal 8, Pasal dan
9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), ketentuan
Pasa! 15, Pasal 17 ayat (1) yang berlaku
huruf a, huruf b, huruf c, huruf (Peraturan
e, ayat (2), dan Pasal 18 Menteri
dipidana dengan pidana Kesehatan
penjara paling lama 5 (lima) Republik
tahun atau pidana denda Indonesia
paling banyak Rp Nomor 919
2.000.000.000,00 (dua miliar Tahun 1993
rupiah). Tentang
2. Pelaku usaha yang “Kriteria
melanggar ketentuan Obat Yang
sebagaimana dimaksud dalam Diserahkan
Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 Tanpa
ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, Resep”.)
dan Pasal 17 ayat (1) huruf d
dan huruf f dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
3. Terhadap pelanggaran yang
mengakibatkan luka berat,
sakit berat, cacat tetap atau
kematian diberlakukan
ketentuan pidana yang berlaku
Terhadap sanksi pidana
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 62, dapat dijatuhkan
hukuman tambahan, berupa :
a. perampasan barang tertentu;
b. pengumuman keputusan
hakim;
c. pembayaran ganti fugi;
d. perintah penghenlian kegiatan
tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian konsumen;
e. kewajiban penarikan barang
dari peredaran; atau
f. pencabutan izin usaha.
4. Tidak diatur sanksi jika ada
pelanggaran dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
919 Tahun 1993 Tentang “Kriteria Obat
Yang Diserahkan Tanpa Resep”.
26 Apoteker berada di Resep Obat Keras dilayani Pelanggaran Hukum menurut PP 55 Ketika Apoteker melanggar Disiplin Apoteker harus
Apotek, Pelayanan oleh TTK Tahun 2009 Pasal 21 ayat 2 Apoteker maka BAB V sanksi disiplin memahami peraturan
resep Obat Keras “Penyerahan dan Pelayanan obat yang dapat dikenakan oleh MEDAI tentang Pelayanan
dilayani oleh tenaga berdasarkan esep dokter dilakukan oleh berdasarkan peraturan perUU yang Kefarmasian, Kode
kesehatan Apoteker” berlaku : Etik maupun disiplin
Pemberian peringatan tertulis Apoteker agar tidak
Pelanggaran Disiplin pada BAB IV Rekomendasi pembekuan atau terjadi pelanggaran
“Bentuk pelanggaran Disiplin pencabutan STRA, SIPA, atau yang dapat
Apoteker” ayat 6 “Tidak membuat dan SIK merugikan orang lain
atau tidak melaksanakan Standar Kewajiban mengikuti maupun diri sendiri.
Prosedur Operasional sebagai Pedoman pendidikan atau pelatihan di
Kerja bagi seluruh personil disarana institusi pendidikan Apoteker.
pekerjaan/pelayanan kefarmasian, Ketika Apoteker melanggar
sesuai dengan kewenangannya” Kode Etik Apoteker maka
Pelanggaran Kode Etik Pasal 1 “Tidak pada BAB V sanksi yang
membuat dan/tidak melaksanakan SPO dapat diterima yaitu berupa
sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh pembinaan, peringatan,
personil disarana pekerjaan/ pelayanan pencabutan keanggotaan
kefarmasian, sesuai dengan sementra dan pencabutan
keanggotaan tetap.
kewenangannya”
27 Apoteker yang sedang Tetap bekerja dalam kondisi a. Pelanggaran Hukum menurut PP 55 a. Ketika Apoteker melanggar a. Apoteker
menderita flu berat fisik yang tidak sehat dan Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Disiplin Apoteker maka BAB V sanksi dituntut untuk
datang ke Apotek, akhirnya melimpahkan disiplin yang dapat dikenakan oleh menjunjung tinggi
namun Apoteker tugasnya termaksud Pasal 21 ayat 2 yaitu “Penyerahan dan MEDAI berdasarkan peraturan perUU serta mengamalkan
mendelegasikan tugas pelayanan resep obat keras Pelayanan obat berdasarkan resep yang berlaku : sumpah Apoteker
kepada Tenaga Teknik ke TTK dokter dilakukan oleh Apoteker” yang telah di ucapkan
Kefarmasian untuk Pemberian peringatan tertulis saat menjalankan
melayani Resep Obat BAB V : “Pelaksaan Pekerjaan profesinya pada
Keras Kefarmasian pada fasilitas Pelayanan Rekomendasi pembekuan atau masyarakat
Kefarmasian” pencabutan STRA, SIPA, atau
SIK b. Senantiasa
b. Pelanggaran Disiplin pada : menjaga kesehatan
Kewajiban mengikuti fisik maupun mental
Butir 3 “Mendelegasikan pekerjaan pendidikan atau pelatihan di
kepada TTK dan/Tenaga Kesehatan institusi pendidikan Apoteker. c. Bila sedang
lainnya yang tidak memiliki sakit sebaiknya
kompetensi untuk melakukan b. Ketika Apoteker melanggar meminta Apoteker
pekerjaan tersebut” Kode Etik Apoteker maka Pengganti/Apoteker
pada BAB V sanksi yang Pendamping yang
Butir 11 “Menjalankan Praktik dapat diterima yaitu berupa mempunyai SIP
Kefarmasian dalam kondisi tingkat pembinaan, peringatan, untuk
kesehatan fisik/mental yang sedang pencabutan keanggotaan menggantikannya.
terganggu sehingga merugikan kualitas sementra dan pencabutan
Pelayanan Profesi” keanggotaan tetap.
28 Apoteker yang merangkap sebagai Pelanggaran Hukum Pembinaan oleh menteri kesehatan dan Membuat peraturan
berpraktik di UGD penanggung jawab klinik a. PP No. 51 tahun 2009 Pasal 54 atau dinas kesehatan kota yang yang lebih jelas
sebuah Rumah Sakit estetika “ Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal bertanggung jawab tentang sangsi yang
merangkap sebagai 52 ayat (2) huruf a hanya dapat melaksanakan akan didapat jika
penanggung jawab praktik di 1 (satu) Apotik, atau puskesmas atau melakukan
klinik estetika instalasi farmasi rumah sakit ”. pelanggaran tersebut
b. Identifikasinya seperti penjara /
Apoteker tersebut ingin melakukan 2 praktek denda Sanksi
sekaligus sedangkan diperaturan perundang-
undangan telah disebutkan praktek kefarmasian
hanyak dapat dilaksanakan 1 tempat saja
Pelanggaran Disiplin
a. Pedoman Disiplin Apoteker No. 2
“ Membiarkan berlangsungnya praktek
kefarmasian yang menjadi tanggung jawabnya,
tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker
pengganti dan/ atau Apoteker pendamping yang
sah “.
b. Identifikasinya
Jika apoteker tersebut melakukan 2 praktek
kefarmasian sekaligus akan mengakibatkan
kurangnya tanggung jawab apoteker pada salah
satu tempat prakteknya.
Pelanggaran Kode Etik
a. Kode Etik Apoteker Pasal 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan
teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan
b. Identifikasinya
Mengurangi lapangan pekerjaan bagi
sejawatnya karena apoteker tesebut ingin
melaksanakan 2 praktek kefarmasian sekaligus.
29 Apoteker sebagai ketua Tidak memberi rekomendasi Pelanggaran Kode Etik Pasal 12 “Seorang Ketika Apoteker melanggar Kode Etik Kesadaran diri sendiri
PC IAI disuatu untuk mengurus SIP Apoteker harus mempergunakan setiap Apoteker maka pada BAB V sanksi pada jiwa Apoteker
Kab/Kota, tidak mau kesempatan untuk meningkatkan kerja sama yang dapat diterima yaitu berupa akan tugas dan
memberikan yang baik sesama Apoteker dalam memelihara pembinaan, peringatan, pencabutan kewajibannya sebagai
rekomendasi mengurus keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta keanggotaan sementra dan pencabutan seorang Apoteker
SIP, karena Apoteker mempertebal rasa saling mempercayai didalam keanggotaan tetap yang menjalankan
tersebut berada di menunaikan tugasnya profesinya dan
Kab/Kota yang berbeda menjunjung tinggi
serta mengamalkan
sumpah apoteker
yang telah diucapkan
untuk mengabdi pada
masyarakat
30 Apoteker sebagai ketua Apoteker (ketua PC IAI) 1. Hukum Pemberian Peringatan Tertulis PSA sebaiknya yang
PC IAI di suatu tidak mau memberikan PMK No. 9 tahun 2017 pasal 11 ayat (1) tentang mencari Apoteker
kab/kota, tidak mau Rekomendasi kepada Apotek lain untuk membantu
memberikan Apoteker lain untuk “apoteker pemegang SIA dalam APA menjalankan
Rekomendasi kepada mengurus SIP karena telah menyelenggarakan Apotek dapat dibantu oleh pekerjaan
Apoteker lain untuk melakukan kerja sama untuk Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian kefarmasian di
mengurus SIP di suatu menjadi APA dengan PSA. dan/atau tenaga administrasi. Apotek.
Apotek, karena 2. Etika
Apoteker ketua PC IAI Pasal 1 Kode Etik Apoteker Indonesia
tersebut telah Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi,
melakukan kerja sama menghayati dan mengamalkan Sumpah
untuk menjadi APA Apoteker Indonesia.
dengan PSA di Apotek Pasal 2 Kode Etik Apoteker Indonesia
tersebut. Setiap Apoteker harus berusaha dengan
sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3 Kode Etik Apoteker Indonesia
Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan
profesinya sesuai Standar Kompetensi Apoteker
Indonesia serta selalu mengutamakan dan
berpegang teguh pada prinsip kemanusian
dalam menjalankan kewajibannya.
Pasal 5 Kode Etik Apoteker Indonesia
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker
harus menjauhkan diri dari usaha mencari
keuntungan diri semata yang bertentangan
dengan martabat dan tradisi luhur jabatan
kefarmasian.
Pasal 6 Kode Etik Apoteker Indonesia
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan
menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Pasal 10 Kode Etik Apoteker Indonesia
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman
sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
Pasal 11 Kode Etik Apoteker Indonesia
Sesama Apoteker harus selalu saling
mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan kode etik.
Pasal 12 Kode Etik Apoteker Indonesia
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap
kesempatan untuk meningkatkan kerjasama
yang baik sesama Apoteker di dalam
memelihara keluhuran martabat jabatan
kefarmasian, serta mempertebal rasa saling
mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
Pasal 13 Kode Etik Apoteker Indonesia
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap
kesempatan untuk membangun dan
meningkatkan hubungan profesi, saling
mempercayai, menghargai dan menghormati
sejawat petugas kesehatan lain.
3. Disiplin
Ketentuan umum Pedoman Disiplin Apoteker
Indonesia:
Disiplin Apoteker adalah kesanggupan
Apoteker untuk menaati kewajiban dan
menghindari larangan yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan dan/atau
peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau
dilanggar, dijatuhi hukuman disiplin.
31 Apoteker yang telah APA di Kabupaten yang PP 51 TAHUN 2009 tentang Pekerjaan Sanksi administratif yang diberikan Bahwasanya
memiliki SIP sebagai berbeda. Kefarmasian pasal 53 dan 54. menurut Keputusan Menteri Apoteker hanya bisa
Apoteker Pengelola Pasal 53 : Kesehatan RI praktek di tiga tempat
Apotek dan SIA untuk Surat izin sebagaimana dimaksud No.1332/MENKES/SK/X/2002 dan jadi APA disatu
satu Apotek di Kab. dalam Pasal 52 dikeluarkan oleh Permenkes tempat dan yang
X,mengajukan kembali pejabat kesehatan yang berwenang di No.922/MENKES/PER/X/1993adalah lainnya menjadi
menjadi APA di Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan : Apoteker
kab.tetangganya. Kefarmasian dilakukan. a. Peringatan secara tertulis kepada pendamping.
Tata cara pemberian surat izin APA secara 3 kali berturut-turut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan tenggang waktu masing-
dikeluarkan berdasarkan pedoman masing 2 bulan.
yang ditetapkan oleh Menteri. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka
Pasal 54 : waktu selama-lamanya 6 bulan
Apoteker sebagaimana dimaksud sejak dikeluarkannya penetapan
dalam Pasal 52 ayat (2) huruf a hanya pembekuan izin apotek. Keputusan
dapat melaksanakan praktik di 1 pencabutan SIA disampaikan
(satu) Apotik, atau puskesmas atau langsung oleh Kepala Dinas
instalasi farmasi rumah sakit. Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
Apoteker pendamping sebagaimana tembusan kepada Menteri
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) Kesehatan dan Kepala Dinas
huruf b hanya dapat melaksanakan Kesehatan Propinsi setempat.
praktik paling banyak di 3 (tiga) Pembekuan izin apotek tersebut
Apotek, atau puskesmas atau instalasi dapat dicairkan kembali apabila
farmasi rumah sakit. apotek tersebut dapat membuktikan
bahwa seluruh persyaratan yang
ditentukan dalam keputusan
Menteri Kesehatan RI dan
Permenkes tersebut telah dipenuhi.
32 PSA suatu Apotek PSA menulis surat kepada Pelanggaran Hukum Berupa sanksi administratif yaitu APA harusnya
menulis surat kepada Dinkes Kab Kota dengan a. PMK No. 889/Menkes/per/V/2011 Pasal peringatan secara tertulis kepada APA mengajukan
Dinkes Kab/Kota tembusan kepada APA, 16 ayat (2) dan 23 ayat (2) tentang secara 3 kali berturut-turut dengan permohonan untuk
dengan tembusan untuk menutup Apoteknya Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja tenggang waktu masing-masing 2 menarik kembali SIPA
kepada APA, untuk Tenaga Kefarmasian. bulan. dan STRA nya terlebih
menutup Apoteknya, Pasal 16 ayat (2) dahulu ke Dinkes Kab.
lalu menutup Apotek “Pencabutan STRA disampaikan kepada Kota lalu baru
tersebut pemilik STRA dengan tembusan kepada menutup Apoteknya.
Direktur Jenderal, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi
profesi.“.
Pasal 23 ayat (2)
“Pencabutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikirimkan kepada pemilik SIPA,
SIKA, atau SIKTTK dengan tembusan
kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, dan organisasi profesi
atau organisasi yang menghimpun Tenaga
Teknis Kefarmasian”
Identifikasinya
PSA menulis surat kepada Dinkes dengan
tembusan APA untuk menutup Apoteknya,
karena seharusnya APA yang mengajukan
permohonan untuk menarik STRA dan SIPA
nya ke Dinkes Kab. Kota engan tembusan
kepada Direktur Jenderal Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan organisasi profesi.
33 APA sekaligus PSA APA memperkerjakan Pelanggaran Hukum Dilakukan pembinaan kepada Dilakuka n
memperkerjakan Apoteker lain sebagai Per-UU-an APA, diberi peringatan lisan atau pembinaan
Apoteker lain sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian a. UU No. 36 Tahun 2014tentang tertulis, rekomendasi pencabutan terhadap APA
Tenaga Teknis Tenaga Kesehatan Pasal 62 ayat 1 SIPA/STRA secara sementara atau seharusnya
Kefarmasian “ Tenaga kesehatan dalam menjalankan APA
praktik harus dilakukan sesuai dengan mempekerjakan
kewenangan yang di dasarkan pada Apoteker lain
kompetensi yang dimilikinya“. sebagai
b. PP No. 51 Tahun 2009 tentang Apoteker
Pekerjaan Kefarmasian Pasal 50 Pendamping
ayat 1
“ Apoteker yang memiliki STRA atau
STRA khusus, serta Tenaga Teknis
Kefarmasian yang telah memiliki
STRTTK harus melakukan pekerjaan
kefarmasian sesuai dengan
pendidikandan kompetensi yang
dimilikinya “.
Identifikasi
APA sekaligus PSA mempekerjakan
Apoteker lain sebagai Tenaga Teknis
Kefarmasian, seharusnya Apoteker
tersebut dipekerjakan sebagai Apoteker
Pendamping
Pelanggaran Kode Etik
a. Kode Etik Apoteker Pasal 10
“ Seorang Apoteker harus memperlakukan
teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan “
b. Identifikasi
Seorang APA seharusnya tidak
mempekerjakan Apoteker lain sebagai
Tenaga Teknis Kefarmasian meskipun APA
tersebut adalah seorang PSA, karena
seorang Apoteker harus memperlakukan
teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan
34 Apoteker yang bekerja Apoteker yang bekerja di Tidak Ada Pelanggaran - Tidak terdapat
di Rumah Sakit rumah sakit mengajukan diri pelanggaran apabila
mengajukan diri sebagai apoteker pengelola apoteker yang bekerja
sebagai Apoteker apotek. di Rumah Sakit tidak
Pengelola Apotek. menjabat sebagai
APA di Instalasi
Farmasi di RS
tersebut.
Namun jika apoteker
tersebut sudah
menjabat sebagai
APA di RS tersebut
maka apoteker
tersebut melanggar
PERMENKES RI
NO. 31 Tahun 2016
tentangperubahan
atas peraturan
Menteri Kesehatan
No.
889/MENKES/Per/
V/2011 tentang
registrasi, izin
praktek, dan izin
kerja tentang
kefarmasian pasal
18 yang menyatakan
bahwa seorang
apoteker hanya boleh
menggunakan SIPA
paling banyak di 3
tempat apotek,
dimana 1 APA dan 2
Apoteker
Pendamping.
PERMENKES RI
No. 31 Tahun 2016
Pasal 18
1. SIPA bagi
Apoteker di
fasilitas
kefarmasian
hanya diberikan
untuk 1 (satu)
tempat fasilitas
kefarmasian.
2. Dikecualikan dari
ketentuan
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) SIPA
bagi Apoteker di
fasilitas pelayanan
kefarmasian dapat
diberikan untuk
paling banyak 3
(tiga) tempat
fasilitas pelayanan
kefarmasian.
3. Dalam hal
Apoteker telah
memiliki Surat
Izin Apotek, maka
Apoteker yang
bersangkutan
hanya dapat
memiliki 2 (dua)
SIPA pada
fasilitas pelayanan
kefarmasian lain.
4. SIPTTK dapat
diberikan untuk
paling banyak 3
(tiga) tempat
fasilitas
kefarmasian.
Pasal 17
1. Setiap tenaga kefarmasian yang akan
menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib
memiliki surat izin sesuai tempat tenaga
kefarmasian bekerja.
Pasal 18
1. Apoteker penanggung jawab di fasilitasi
pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya
diberikan untuk 1 tempat fasilitas
kefarmasian.
2. Apoteker penanggung jawab di fasilitasi
pelayanan kefarmasian berupa PKM dapat
menjadi apoteker pendamping diluar jam
kerja.
3. SIPA bagi apoteker pendamping dapat
diberikan untuk paling banyak 3 tempat
fasilitas pelayanan kefarmasian.
4. SIKTTK dapat diberikan untuk paling
banyak 3 tempat fasilitas kefarmasian.
Kode etik :
Pasal 4 : seorang apoteker harus selalu aktif
mengikuti perkembangan dibidang kesehatan
pada umumnya dan dibidang farmasi pada
khususnya
Pasal 8 : seorang apoteker harus aktif mengikuti
perkembangan peraturan perundang – undangan
di bidang kesehatan pada umumnya dan
dibidang farmasi pada khususnya.
37 APA menghentikan APA berhenti secara sepihak Peraturan yang dilanggar : 1. Pemberian Peringatan tertulis APA sebaiknya sudah
kerjasama secara dengan PSA dan tidak 1. Hukum 2. Pencabutan izin apotek dan mencari APA
sepihak dengan PSA mencari APA pengganti PMK no 9 tahun 2017 pasal 3 ayat 2 pembekuan apotek karena tidak ada pengganti sebelum
dalam pengelolaan tentang Apotek : apoteker yang mengelola Apotek berencana untuk
apotek, dan tidak mau Dalam hal apoteker yang mendirikan apotek mengakhiri
mencarikan APA bekerjasama dengan pemilik modal maka kerjasama dengan
pengganti pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan PSA.
sepenuhnya oleh Apoteker yang
bersangkutan.
2. Etika
Pasal 1 kode etik apoteker Indonesia :
Seorang apoteker harus menjunjung tinggi,
menghayati dan mengamalkan sumpah / janji
apoteker.
Pasal 12 kode etik apoteker Indonesia :
Seorang Apoteker harus mempergunakan
setiap kesempatan untuk meningkatkan
kerjasama yang baik dengan sesama
Apoteker didalam memelihara keluhuran
martabat jabatan kefarmasian, serta
mempertebal rasa saling mempercayai
didalam menunaikan tugasnya.
Pasal 14 kode etik apoteker Indonesia :
Seorang apoteker hendaknya menjauhkan
diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat
mengakibatkan berkurangnya atau
hilangnya kepercayaan masyarakat kepada
sejawat petugas kesehatan lain.
3. Disiplin
Ketentuan umum Pedoman Disiplin
Apoteker Indonesia :
Disiplin Apoteker adalah kesanggupan
Apoteker untuk menaati kewajiban dan
menghindari larangan yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan dan/atau
peraturan praktik yang apabila tidak ditaati
atau dilanggar, dijatuhi hukuman disiplin
38 Apoteker menyerahkan Apoteker menyerahkan obat Hukum Kep. Menkes RI No.1332/ - Apoteker
obat anti diabetes tanpa anti diabetes kepada pasien PP No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan MENKES/PER/X/2002 dan melakukan
resep dokter, kepada tanpa resep dokter Kefarmasian Pasal 24(c): menyerahkan obat Permenkes No. pekerjaan
pelanggannya yang keras, narkotika dan psikotropika kepada 922/MENKES/PER/X/1993 kefarmasian
sudah biasa dilayani masyarakat atas resep dari dokter sesuai - Peringatan secara tertulis sesuai dengan
dengan resep dokter. dengan ketentuan peraturan perundang- kepada APA secara 3 kali Kompetensi
undangan. berturut-turut dengan tenggang profesi yang
Disiplin waktu masing-masing 2 bulan. berlaku
Butir 1 : Melakukan praktik kefarmasian - Pembekuan izin apotek untuk - Menyerahkan
dengan tidak kompeten. jangka waktu selama-lamanya 6 golongan obat
Kode Etik bulan sejak dikeluarkannya keras harus
Pasal 1: Seorang Apoteker harus penetapan pembekuan izin dengan resep
menjunjung tinggi, menghayati, dan apotek. Keputusan pencabutan dokter yang
mengamalkan Sumpah/Janji Apoteker. SIA disampaikan langsung oleh diterima oleh
Pasal 2 : Seorang Apoteker harus berusaha Kepala Dinas Kesehatan pasien
dengan sungguh-sunguh menghayati dan Kabupaten/Kota dengan
mengamalkan Kode Etik Apoteker. tembusan kepada Menteri
Kesehatan dan Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi setempat.
Pembekuan izin apotik tersebut
dapat dicairkan kembali apabila
apotek tersebut dapat
membuktikan bahwa seluruh
persyaratan yang ditentukan
dalam keputusan Menteri
Kesehatan RI dan Permenkes
tersebut telah dipenihi.
39 Apoteker tidak berada Pelayanan resep dilakukan Hukum 1. Pemberian peringatan tertulis Seorang Apoteker
di Apotek yang oleh tenaga paramedis. PP Nomor 51 Tahun 2009 2. Rekomendasi pembekuan dan/atau penanggung jawab
berlokasi yang sama tentang Pekerjaan Kefarmasian pencabutan STRA, atau SIPA, atau apotek harus berada
dengan sebuah klinik, Pasal 21 (b) : Penyerahan dan pelayanan SIKA ; dan/atau di apotek tersebut,
pelayanan resep obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan 3. Kewajiban mengikuti pendidikan jika Apoteker
dilakukan oleh tenaga oleh Apoteker. atau pelatihan di institusi berhalangan hadir
paramedis yang ada di Disiplin pendidikan Apoteker. maka APA harus
klinik tersebut. Butir 3 : Mendelegasikan pekerjaan memiliki seorang
kepada tenaga kesehatan tertentu dan/atau Apoteker
tenaga-tenaga lainnya yang tidak memiliki pendamping sebagai
kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan pengganti.
tersebut.
40 Kasus Seorang dokter Membeli Amlodipin tanpa 1. PP 51 Tahun 2009 “Pekerjaan (1) Pelanggaran terhadap ketentuan 1. Melayani obat
datang ke apotik, resep dokter Kefarmasian” Pasal 21 ayat (2) Penyerahan dalam Peraturan Menteri ini dapat Keras,
bermaksud membeli dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dikenai sanksi administratif. psikotropik,
Amlodipin sebanyak 10 dilaksanakan oleh Apoteker. 2. PERMENKES (2) Sanksi administratif sebagaimana narkotik dan
tablet untuk dirinya NO. 919/MENKES/PER/X/1993 „‟Tentang dimaksud pada ayat (1) dapat precursor harus
sendiri. Setelah Kriteria oabat yang dapat diserahkan‟‟ Pasal 2 berupa: dengan resep
bertanya tentang Obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus a. peringatan tertulis; dokter
identitas dokter memenuhi kriteria : a. Tidak b. penghentian sementara kegiatan; dan 2. Pelayanan
tersebut, Apoteker dikontraindikasikan untuk penggunaan pada c. pencabutan SIA. Pasal 32 (1) swamedikasi
menyerahkan obat wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan Pencabutan SIA sebagaimana hanya demam,
tersebut. orang tua di atas 65tahun b. Pengobatan sendiri dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) batuk, flu, nyeri,
dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko huruf c dilakukan oleh pemerintah diare.
pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaannya daerah kabupaten/kota berdasarkan:
tidak memerlukan cara dan atau alat khusus a. hasil pengawasan; dan/atau
yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. b. rekomendasi Kepala Balai POM. (2)
Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang Pelaksanaan pencabutan SIA
prevalensinya tinggi di Indonesia e. Obat yang sebagaimana dimaksud pada ayat
dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan (1) dilakukan setelah dikeluarkan
yang dapat dipertanggungjawabkan untuk teguran tertulis berturut-turu
pengobatan sendiri. sebanyak 3 (tiga) kali dengan
tenggang waktu masing-masing 1
(satu) bulan dengan menggunakan
Formulir 8.
(3) Dalam hal Apotek melakukan
pelanggaran berat yang
membahayakan jiwa, SIA dapat
dicabut tanpa peringatan terlebih
dahulu.
(4) Keputusan Pencabutan SIA oleh
pemerintah daera kabupaten/kota
disampaikan langsung kepada
Apoteker dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal, kepala dinas
kesehatan provinsi, dan Kepala
Badan dengan menggunakan
Formulir 9 sebagaiman terlampir.
(5) Dalam hal SIA dicabut selain oleh
dinas kesehatan kabupaten/kota,
selain ditembuskan kepada
sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), juga ditembuskan kepada dinas
kabupaten/kota.