Anda di halaman 1dari 22

Konsep Bimbingan dan Konseling

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling

Dosen Pengampu : Hasan Bastomi, M.Pd.I

Disusun Oleh :

1. Eva Anastasya Melinia (1710710039)

2. Novi lailatul Fitriani (1710710041)

3 . Latifatul Nihayati (1710710070)

PROGRAM STUDI ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KUDUS


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bimbingan Konseling merupakan suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yang
diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah.
Menurut Sertzer dan Stone, bimbingan merupakan proses membantu orang perorangan
untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya. Sedangkan konseling
sendiri berasal dari kata latin “Consilum” yang berarti “dengan” atau “bersama” dan
“mengambil atau “memegang”. Maka dapat dirumuskan sebagai memegang atau
mengambil bersama.’Pada bimbingan dan konseling di Indonesia, pelayanan konseling
dalam sistem pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada
kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada
Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai
dengan sekarang. Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962.
Namun BK baru diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum
1975.

Kemudian disempurnakan ke dalam kurikulum 1984 dengan memasukkan


bimbingan karir didalamnya. Perkembangan BK semakin mantap pada tahun 2001 dan
sampai saat ini terus berkembang Pada bimbingan dan konseling di Dunia
Internasional Sampai awal abad ke-20 belum ada konselor disekolah. Pada saat itu
pekerjaan-pekerjaan konselor masih ditangani oleh para guru. Gerakan bimbingan
disekolah mulai berkembang sebagai dampak dari revolusi industri dan keragaman
latar belakang para siswa yang masuk kesekolah-sekolah negeriTerlepas dari predikat
guru bimbingan dan konseling, pada dasarnya guru adalah jabatan profesional yang
harus dipertanggungjawabkan secara profesional pula. Guru adalah jabatan yang
memerlukan keahlian khusus. Sikap, perilaku dan pemikiran seorang guru harus
tercermin dalam idealismenya. Oleh karena itu, pemahaman atas jabatan guru penting
artinya dalam rangka mengabdikan dirinya terhadap nusa, bangsa dan negara. Jenis
pekerjaan ini seharusnya tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar lingkup
pendidikan.

Demikian pula halnya dengan jabatan fungsional guru bimbingan dan konseling
yang sesungguhnya hanya dapat dilaksanakan secara optimal oleh mereka yang
memang memiliki latar belakang kependidikan seperti itu. Jika suatu jabatan
fungsional dilakukan oleh orang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan dan
keprofesian yang benar, maka sangat besar kemungkinannya terjadi penyimpangan
peri-laku, penyimpangan kegiatan, dan penyimpangan penafsiran di luar batas
kewajaran yang seharusnya. Itulah yang terjadi dalam ruang lingkup bimbingan dan
konseling di tingkat sekolah dasar pada dewasa ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Bimbingan dan Konseling?
2. Bagaimana tujuan dan fungsi Bimbingan dan Konseling?
3. Bagaimana Landasan Bimbingan Konseling?
4. Bagaimana Asas dalam Bimbingan dan Konseling?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Pengertian Bimbingan dan konseling berasal dari dua kata, yaitu bimbingan dan
konseling. Bimbingan merupakan terjemahan dari giudance yang di dalamnya
terkandung beberapa makna. Sertzer dan Stone (1966 : 3) mengemukakan bahwa
gidance berasal dari guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer,
artinya: menunjukkan, mengarahkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan.

Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang
ahli. Ada beberapa ahli yang mengemukakan pengertian bimbingan yaitu

1.“Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu untuk memilih,


mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan, serta mendapat kemajuan dalam
jabatan yang dimilinya.” (Frank person, 1951)

2. "Bimbingan membantu individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang


dirinya sendiri" (Chiskolm) Pengertian ini menitik beratkan pada pemahaman
terhadap yang dimiliki.

3."Bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan meningkatkan pribadi setiap


individu."(Bernard &Fullmer, 1969) Dari pengertian dapat dipahami bahwa
bimbingan membantu untuk mengaktualisasikan diri dengan lingkungannya.

4. "Bimbingan merupakan pendidikan dan pengembangan yang menekankan proses


belajar yang sistematik (Mathewson, 1969) Pengertian ini menekankan bimbingan
sebagai bentuk pendidikan dan pengembangan diri, tujuan yang diinginkan diperoleh
melalui proses belajar
5. Penelusuran Ifdil Dahlani juga hampir sama dengan pengertian di atas. la menyatakan
pendapat Prayitno dan Erman Amti (2004: 99) mengemukakan bahwa bimbingan
adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada
seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja,maupun dewasa.
Tujuannya adalah orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya
sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada
dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

6. Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah


dikemukakan bahwa "Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta
didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan
masa depan.1

"Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa bimbingan pada prinsipnya


adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang
atau beberapa orang individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan
pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan, dan
menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan
norma-norma yang berlaku.

Berdasarkan pengertian diatas konseling tersebut, dapat dipahami bahwa konseling


adalah usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat
mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh konselor/klien.2

B. Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling di sekolah

1
Anas Salahudin, Bimbingan dan Koonseling, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), 13-14

2
Anas Salahudin, Bimbingan dan Koonseling, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), 15-16
1. Tujuan Umum
Tujuan umum pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya sejalan dengan
tujuan pendidikan itu sendiri karena bimbingan dan konseling merupakan bagian
integral dari sistem pendidikan. Pada undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah terwujudnya
manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmari dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Upaya bimbingan dan konseling ini diselenggarakan melalu pengembangan


segenap potensi idividu siswa secara optimal, dengan memanfaatkan berbagai
sarana dan cara, berdasarkan norma-norma yang berlaku dan mengikuti kaidah-
kaidah profesional. Secara khusus, tujuan bimbingan dan konseling di sekolah
adalah membantu siswa untuk mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi
aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir.

2. Tujuan Khusus Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Tujuan khusus bimbingan dan koseling di sekoiah, diuraikan H.M. Umar, dkk.,
(1998: 20-21) sebagai berikut.

a. Membantu siswa-siswa untuk mengembangkan pemahaman diri sesuai dengan


kecakapan, minat, pribadi, hasil belajar, serta kesempatan yang ada.

b. Membantu siswa-siswa untuk mengembangkan motif-motif dalam belajar,


sehingga tercapai kemajuan pengajaran yang berarti.

c. Memberikan dorongan di dalam pengarahan diri, pemecahan masalah


pengambilan keputusan, dan keterlibatan diri dalam proses pendidikan
d. Membantu siswa-siswa untuk memperoleh kepuasan pribadi dalam penyesuaian
diri secara maksimum terhadap masyarakat.

e. Membantu siswa-siswa untuk hidup di dalam kehidupan yang seimbang dalam


berbagai aspek fisik, mental, dan sosial.

Tujuan bimbingan bagi guru adalah sebagai berikut

a. Membantu guru dalam berhubungan dengan siswa-siswa.

b. Membantu guru dalam menyesuaikan keunikan individual dengan tuntutan umum

sekolah dan masyarakat.

c. Membantu guru dalam mengenal pentingnya keterlibatan diri dalam keseluruhan

program pendidikan.

d. Membantu keseluruhan program pendidikan untuk menemukan kebutuhan-


kebutuhan

seluruh siswa.

Adapun tujuan bimbingan bagi sekolah:

a. Menyusun dan menyesuaikan data tentang siswa yang bermacam- macam.

b. Mengadakan penelitian tentang siswa dari latar belakangnya.

c. Membantu menyelenggarakan kegiatan penataran bagi para guru dan personil lainnya,
yang berhubungan dengan kegiatan bimbingan.
d. Mengadakan penelitian lanjutan terhadap siswa-siswa yang telah meninggalkan
sekolah3

3. Fungsi Bimbingan dan Konseling di Sekolah.

Umam Suherman (2008) menyatakan bahwa dasar pemikiran penyelenggaraan


bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah, bukan terletak pada ada atau
tidak adanya landasan hukum (perundang- undangan) atau ketentuan dari atas, namun
yang lebih penting adalah meryangkut upaya memfasilitasi peserta didik, yang
selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau
mencapai tugas tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual,
sosial, dan moral-spiritual).

Perkembangan konseli tidak terlepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik,


psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan-
Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat memengaruhi gaya hidu (life style)
warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar
jangkauan kemampuan, terjadilah kesenjangan perkembangan perilaku konseli,
seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangar masalah-masalah pribadi,
atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga memengaruhi gaya
hidup dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya pertumbuhan jumlah
penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi
masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga,
dan perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri.

Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti maraknya tayangan


pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi minuman keras, dan
obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidakharmonisan dalam kehidupan

3
Anas Salahudin, Bimbingan dan Koonseling, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), 22-23
keluarga, dan dekadensi moral orang dewasa sangat memengaruhi pola perilaku atau
gaya hidup konseli (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari
kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti pelanggaran tata tertib
sekolah/madrasah. Tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu narkoba
atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti ganja,
narkotika ektasi, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas.

Penampilan perilaku remaja demikian sangat tidak diharapkan karena tidak


sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum
dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 tahun 2003) yaitu: (1) beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki
pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5)
memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta 6) memiliki rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi
imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk
senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian
tujuan pendidikan tersebut.

Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan


seperti disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka
secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian.
Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus
dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang perkembangan konseli serta
berbagai faktor yang memengaruhi

Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif, atau ideal, adalah


pendidikan yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi,
yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler,
dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang
administratif dan instruksional, dengan mengabaikan bidang bimbingan dan
konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek
akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek
kepribadian.4

C. Landasan Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dan konseling merupakan layanan kemanusiaan. Pelaksanaannya


selain harus berlandaskan pada prinsip-prinsip dan asas-asas tertentu, juga harus
mengacu kepada landasan bimbingan dan konseling itu sendiri. Terdapat beberapa
landasan bimbingan dan konseling, yaitu :

1. Landasan filosofis

Filosofis bisa bermakna cinta kebijaksanaan. Pelayanan


bimbingan dan konseling merupakan serangkaian kegiatan atau tindakan
yang semuanya diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk
itu, diperlukan pemikiran filosofis tentang berbagai hal yang
menyangkut tentang pelayanan bimbingan dan konseling. Landasan
filosofis dalam pelayanan bimbingan dan konseling akan membantu
konselor memahami hakikat klien sebagai manusia. Pemikiran-
pemikiran tentang apa itu manusia telah berlangsung sejak lama. Hakikat
manusia dengan berbagai dimensi kemanusiaannya (fisik, psikologis,
dan spiritual) serta dengan segenap tujuan dan tugas kehidupannya
menjadi landasan bagi konsepsi dan penyelenggaraan bimbingan dan
konseling. Manusia adalah segala-galanya bagi pelayanan bimbingan

4
Anas Salahudin, Bimbingan dan Koonseling, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), 25-26
dan konseling. Oleh karena itu, pemahaman tentang seluk-beluk manusia
merupakan suatu keniscayaan bagi para konselor.5

2. Landasan religious

Dimensi spiritual pada manusia menunjukkan bahwa manusia


pada hakikatnya adalah makhluk religious. Hal ini menimbulkan
keyakinan bahwa manusia ialah makhluk Tuhan. Keyakinan bahwa
manusia adalah makhluk Tuhan, mengisyaratkan pada ketinggian derajat
dan keindahan makhluk manusia serta perananya sebagai khalifah di
bumi.

Landasan religious bagi layanan bimbingan dan konseling


setidaknya ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu : keyakinan bahwa
manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk Allah Swt, sikap
yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan ke
arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama, upaya yang
memungkinkan berkembangdan dimanfaatkannya secara optimal
suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan
teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dan meneguhkan kehidupan
beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah
individu.

Landasan religious dalam bimbingan dan konseling pada


umumnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Allah Swt. Dengan
segenap kemuliaan kemanusiaan dan menjadi fokus netral upaya
bimbingan dan konseling. Klien dengan segenap kemuliaan

5
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm
97
kemanusiaannya hendaknya diperlakukan dalam suasana dan dalam cara
yang penuh kemuliaan kemanusiaan pula.

3. Landasan psikologis

Landasan psikologis dalam bimbingan dan konseling


dimaksudkan untuk memberikan pemahaman tentang tingkah laku
individu yang menjadi sasaran layanan dengan berbagai latar belakang
dan latar depannya. Hal ini sangat penting karena bidang garapan
bimbingan dan konseling adalah tingkah laku individu, khususnya klien,
yang perlu diubah dan atau dikembangkan apabila ia hendak mengatasi
masalah masalah yang dihadapinya atau ingin mencapai tujuan-tujuan
yang dikehendakinya. Dalam hal ini bidang kajian yang perlu dikuasai
oleh konselor adalah motif dan motivasi, pembawaan dan lingkungan,
perkembangan individu, belajar, balikan, dan penguatan, serta
kepribadian.6

4. Landasan sosial budaya

Landasan sosial budaya yang mengingatkan bahwa bimbingan


dan konseling yang hendak dikembangkan adalah bimbingan untuk
seluruh rakyat Indonesia dengan kebhinekaan budayanya. Oleh sebab itu
pelayanan bimbingan dan konseling sebaiknya tidak disamaratakan
untuk semua klien dari latar belakang sosial yang berbeda. Bimbingan
dan konseling antar budaya yang mempertimbangkan nilai-nilai, dan
aspek-aspek sosial budaya lainnya yang hidup dalam masyarakat bangsa
Indonesia yang beraneka ragam itu perlu dikembangkan. Proses
konseling yang bersifat antarbudaya (konselor dan klien berasal dari

6
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Rineka cipta, 1999), hlm 187
budaya yang berbeda) sangat peka terhadap pengaruhdari sumber-
sumber hambatan komunikasi seperti bahasa dan lain sebagainya.
Perbedaan dalam latarbelakanagras atau etnik , kelas sosial ekonomi, dan
bahasa bisa menimbulkan masalah dalam hubungan konseling. Oleh
sebab itu, konselor harus bisa menjaga netralitas sosial budaya dalam
memberikan bantuan.

5. Landasan ilmiah dan teknologi


Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional
yang dilaksanakan atas dasar keilmuanbaik yang menyangkut teori-
teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangannya. Secara
keilmuan, bimbingan dan konseling merupakan pengetahuan tentang
bimbingan dan konseling yang tersusun secara logis dan sistematis.
Landasan ilmiah bimbingan dan konseling mengisyaratkan bahwa
praktik bimbingan dan konseling harus dilaksanakan atas dasar
keilmuan. Oleh sebab itu, siapapun orangnya yangberkecimpung dalam
dunia bimbingan dan konseling harus memiliki ilmu tentang bimbingan
konseling.
Ilmu bimbingan dan konseling bersifat multireferensial, artinya suatu
disiplin ilmudengan rujukan (referensi) ilmu-ilmu yang lain seperti
psikologi, ilmu pendidikan, dan filsafat, bahkan ilmu sosiologi,
antropologi, ekonomi, ilmu agama, ilmu hokum, statistik, evaluasi, dan
lain-lain.
Selain perlu dukungan dari sejumlah ilmu, praktik bimbingan dan
konselingjuga memerlukan dukungan perangkat teknologi. Dukungan
perangkat teknologi terhadap praktik bimbingan dan konseling antara
lain dalam pembuatan instrument bimbingan dan konseling dan
penggunaan berbagai alat atau media untuk memperjelas materi
bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling baik pada tataran teori dan praktik bersifat
dinamis. Artinya bimbingan dan konseling sebagai ilmu dan praktik
pelayanan, berkembang mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena
itu, supaya bimbingan konseling berkembang dan maju mengikuti
perkembangan zaman, harus dilakukan penelitian terhadap bimbingan
dan konseling dalam berbagai bentu dan aspeknya.7
6. Landasan pedagogis

Landasan pedagogis mengemukakan bahwa antara pendidikan


dan bimbingan memang dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan.
Secara mendasarbimbingan dan konseling merupakan salah satu bentuk
pendidikan. Demikianlah, proses bimbingan dan konseling adalah proses
pendidikan yang menekankan pada kegiatan belajardan sifat normatif.
Tujuan-tujuan bimbingan dan konseling memperkuat tujuan-tujuan
pendidikan dan menunjang program-program pendidikan secara
menyeluruh.8

Landasan pedagogis pelayanan bimbingan konseling setidaknya


berkaitan dengan pendidikan sebagai upaya pengembangan manusia dan
bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan,
pendidikan sebagai inti proses bimbingan konseling, dan pendidikan
lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling.

C. Asas-Asas dalam Bimbingan dan Konseling

7
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm
101-103

8
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Rineka cipta, 1999), hlm 188
a) Asas Kerahasiaan

Adakalanya pelayanan bimbingan dan konseling berkenaan dengan individu


atau siswa yang bermasalah. Masalah biasanya merupakan suatu yang harus
dirahasiakan. Adakalanya dalam proses konseling siswa enggn berbicara karena
merasa khawatir apabila rahasianya diketahui orang lain termasuk konselornya,
apalagi apabila konselornya tidak dapat menjaga rahasia kliennya. Apapun yang
sifatnya rahasia yang disampaikan klien kepada konselor, tidak boleh diceritakan
kepada orang lain meskipun pada kolegannya. Dalam konseling, asas ini merupakan
asas kunci karena apabila asas ini depegang teguh, konselor akan mendapat
kepercayaan dari klien sehingga mereka akan memanfaatkan jasa bimbingan dan
konseling sebaik-baiknya. Sebaliknya apabila asas ini tidak dipegang teguh,
konselor akan kehilangan kepercayaan dari klien (siswa) sehingga siswa akan
enggan memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling karena merasa takut masalah
dan dirinya menjadi bahan gunjingan.

Asas kerahasiaan sangat sesuai dengan ajaran islam. Dalam islam sangat
dilarang seseorang menceritakan tentang aib dan keburukan orang lain bahkan islam
mengancam bagi orang-orang yang suka menbuka aib saudaranya diibaratkan
seperti memakan bangkai daging saudaranya sendiri. Al-qur’an surat (An Nur[24] :
19) menegaskan bahwa : “sesungguhnya orang-orang yang senang akan tersiarnya
suatu kekejian (keburukan atau kejahatan) ditengah-tengah orang yang telah
beriman, bagi mereka itu adalah memperoleh siksa yang pedih didunia dan
akhirat” . Relevan dengan ayat diatas Hadist menyatakan yang artinya : “ Tiada
seorang hamba menutupi kejelekan yang lain didunia, melainkan Allah Swt. Akan
menutupi kejelekannya dihari kiamat” (Hadis Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)

b) Asas kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan
baik dari pihak pembimbing (konselor) maupun dari pihak klien (siswa). Klien
(siswa) diharapkan secara sukarela, tanpa terpaksa dan tanpa ragu-ragu ataupun
merasa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan
semua fakta, data dan segala sesuatu yang berkenaan dengan masalah ang
dihadapinya kepada konselor. Sebaliknya konselor atau pembimbing dalam
memberikan bimbingan juga hendaknya jangan karena terpaksa. Dengan perkataan
lain pembimbing atau konselor harus memberikan pelayanan bimbingan dan
konseling secara ikhlas.

c) Asas Keterbukaan
Dalam bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan baik dari
pihak konselor maupun konseli (siswa). Asas ini tidak kontradiktif dengn asas
kerahasiaan karena keterbukaan yang dimaksud menyangkut kesediaan menerima
saran-saran dari luar dan kesediaan membuka diri untuk kepentingan pemecahan
masalah. Siswa yang dibimbing diharapkan dapat berbicara secara jujur dan
berterus terang tentang dirinya sehingga penelaahan pengkajian tentang berbagai
kekuatan dan kelemahannya dapat dilakukan.
Siswa diharapkan dapat membuka diri sendiri sehingga apa yang ada pada dirinya
(masalah yang dihadapinya) dapat diketahui oleh konselor atau pembimbingnya.
Selain itu siswa pun harus terbuka dengan bersedia menjawab berbagai pertanyaan
dari klien dan mengungkapkan diri konselor sendiri apabila hal tersebut dikehendaki
oleh klien. Tegasnya,dalam proses bimbingan dan konseling masing-masing pihak
harus terbuka (transparan) terhadap pihak lainnya.

d) Asa kekinian
Pelayanan bimbingan dan konseling harus berorientasi kepada masalah yang sedang
dirasakan klien (siswa) saat ini. Artinya masalah-masalah yang ditanggulangi dalam
proses bimbingan dan konseling dalah masalah-masalah yang sedang dirasakan oleh
siswa, bukan masalah yang sudah lampau dan juga bukan masalah yang mungkin
akan dialami dimasa yang akan datang. Masalah yang sedang dirasakan oleh siswa
mungkin terkait dengan masalalu dan masa yang akan datang. Dalam
penanggulangan masalah siswa, masa lalu dan yang akan datang menjadi latar
belakang dan latar depan masalah.
Asas kekinian juga mengandung makna bahwa pembimbing atau konselor tidak
boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Apabila klien meminta bantuan atau
fakta menunjukkan ada siswa yang perlu bantuan (mengalami masalah), maka
konselor hendaklah segera memberikan bantuan. Seyogianya konselor tidak
menunda-nunda memberikan bantuan kepada klien(siswa). Konselor hendaklah
lebih mementingkan kepentingan klien daripada yang lainnya.

e) Asas Kemandirian
Kemandirian merupakan salah satu tujuan pelayanan bmbingan dan konseling.
Siswa yang telah dibimbing hendaklah bisa mandiri tidak tergantung pada orang
lain dan kepada konselor. Ciri-ciri kemandirian pada siswa yang telah dibimbing
adalah : (1) mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya, (2)
menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, (3) mengambil
keputusan untuk dan oleh diri sendiri, (4) mengarahkan diri sesuai dengan
keputusan itu, (5) mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan
kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.
Menentukan kemandirian dengan ciri-ciri diatas harus disesuaikan dengan tingkat
perkembangan siswa. Kemandirian murid Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah
jangan diukur dengan kemandirian siswa SMP atau MTs dan seterusnya.

f) Asas Kegiatan
Pelayanan bimbingan dan konseling tidak akan memberikan hasil yang
berarti apabila klien (siswa) tidak melakukan sendiri kegiatan untuk mencapai
tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha yang menjadi tujuan bimbingan dan
konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dicapai dengan
kerja giat dari klien (siswa) itu sendiri. Guru pembimbing/konselor harus dapat
membangkitkan semangat klien (siswa) sehingga ia mampu dan mau melaksanakan
kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok
pembicaraan dalam proses konseling.
Asas ini juga bermakna bahwa masalah klien (siwa) tidak akan terpecahkan apabila
siswa tidak melakukan segiatan seperti dibicarakan dalam konseling.

g) Asas Kedinamisan
Usaha bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada
individu (siswa) yang dibimbing yaitu perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Perubhan yang terjadi tidak sekedar mengulang-ulang hal-hal yang sama yang
bersifat monoton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan
atau suatu yang lebih maju dan dinamis sesuai dengan arah perkembangan klien
yang dikehendaki.

h) Asas Keterpaduan
Individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang apabila keadaanya tidak
seimbang, tidak serasi, dan tidak terpadu, justru akan menimbulkan masalah. Oleh
sebab itu usaha bimbingan dan konseling hendaklah memadukan berbagai aspek
kepribadian klien. Selain keterpaduan pada diri klien, juga harus terpadu dalam isi
dan proses layanan yang diberikan . Tidak boleh aspek layanan yang satu tidak
serasi apalagi bertentangan dengan aspek layanan yang lainnya.
Asas keterpaduan juga menuntut konselor memiliki wawasan yang luas tentang
perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang
dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien. Semua aspek diatas dipadukan
secara serasi dan sinergi dalam upaya bimbingan dan konseling.

i) Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling (proses bimbingan dan konseling) tidak
boleh bertantangan dengan norma-norma yang berlaku ; baik norm agama, adat,
hukum atau negara, norma ilmu, maupun norma kebiasaan sehari-hari. Seluruh isi
dan proses konseling harus sesuai dengan norma-norm yang berlaku. Demikian pula
prosedur, teknik dan peralatan (instrumen) ysng dipakai tidak menyimpang dari
norma-norma yang berlaku.

j) Asas Keahlian
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional yang
diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan
tersebut. Dengan perkataan lain pelayanan bimbingan dan konseling harus
dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian (memiliki pengetahuan dan
keterampilan) tentang bimbingan dan konseling.
Asas keahlian juga mengacu kepada kualifikasi konselor seperti pendidik dan
pengalaman. Selain itu, seorang konselor juga harus mengetahui dan memahami
secara baik teori-teori dan praktik bimbingan dan konseling.

k) Asas Alih Tangan ( Referal)


Konselor (pembimbing) sebagai manusia,diatas kelebihannya tetap memiliki
batas kemampuan. Tidak semua masalah yang dihadapi klien berada didalam
kemampuan konselor (pembimbing) untuk memecahkannya. Apabila konselor telah
mengerahkan segenap tenaga dan kemapuannya untuk memecahkan masalah klien,
tepi belum berhasil maka konselor yang bersangkutan harus memindahkan
tanggung jawab pemberian bimbingan dan konseling kepada pembimbing atau
konselor lain yang lebih mengetahui.

l) Asas Tutwuri Handayani


Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendak tercipta dalam rangka
keseluruhan antara pembimbing (konselor) dengan yang dibimbing (siswa). Terlebih
lagi dilingkungan sekolah atau madrasah, asas ini makin dirasakan manfaatnya
bahkan perlu dilengkapi dengan “ ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun
karso.”
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan
adanya pada waktu siswa mengalami masalah. Bimbingan dan konseling hendaknya
dirasakan adanya dan manfaat sebelum dan sesudah siswa menjalani layanan
bimbingan dan konseling secara lansung. Dalam asas ini, pembimbing atau konselor
bisa menjadikan dirinya sebagai contoh pemecah masalah yang efektif (counselling
by modelling). Dalam praktik bimbingan dan konseling islam, asas ini bertumpu
pada keteladanan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW. merupakan sosok pemecah
masalah yang efektif, sehingga berbagai masalah para sahabat ketika itu dapat
dipecahkan melalui percontohan (keteladanan) dari Rasulullah SAW. Dalam konteks
ini Rasulullah SAW bisa disebut konselor islam. Al-qur’an Surat al-Ahzab ([33]:21)
menjelaskan : “bahwa didalam diri Rasulullah SAW terdapat contoh teladan yang
baik bagimu.”
Asas ini juga membaerikan makna bahwa untuk bisa menjadi pemecah masalah
yang efektif dan bisa dicontoh (diteladani) oleh klien, pembimbing atau konselor
harus memulai dari diri sendiri (ifda’ bi nafsik)

9
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm
87-94
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1) Bimbingan dan konseling berasal dari dua kata, yaitu bimbingan dan
konseling. Bimbingan merupakan terjemahan dari giudance yang di
dalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer dan Stone (1966 : 3)
mengemukakan bahwa gidance berasal dari guide yang mempunyai
arti to direct, pilot, manager, or steer, artinya: menunjukkan,
mengarahkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan.

2) Tujuan umum pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya


sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri karena bimbingan dan
konseling merupakan bagian integral dari sistem pendidikan. Pada
undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah terwujudnya
manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman dan taqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmari dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.

3) Bimbingan dan konseling merupakan layanan kemanusiaan.


Pelaksanaannya selain harus berlandaskan pada prinsip-prinsip dan
asas-asas tertentu, juga harus mengacu kepada landasan bimbingan
dan konseling itu sendiri. Terdapat beberapa landasan bimbingan dan
konseling, yaitu : Landasan filosofis, Landasan religious, Landasan
psikologis, Landasan sosial budaya, Landasan ilmiah dan teknologi,
Landasan pedagogis

4) Asas-Asas dalam Bimbingan dan Konseling yaitu : asas kerahasiaan,


asas kesukarelaan, asas keterbukaan, asas kekinian, asas
kemandirian, asas kegiatan, asas kedinamisan, asas keterpaduan, asas
kenormatifan, asas keahlian, asas alih tangan (Refeal), asas Tutwuri
Handayani.

Anda mungkin juga menyukai