Disusun Oleh :
FAKULTAS TARBIYAH
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan Konseling merupakan suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yang
diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah.
Menurut Sertzer dan Stone, bimbingan merupakan proses membantu orang perorangan
untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya. Sedangkan konseling
sendiri berasal dari kata latin “Consilum” yang berarti “dengan” atau “bersama” dan
“mengambil atau “memegang”. Maka dapat dirumuskan sebagai memegang atau
mengambil bersama.’Pada bimbingan dan konseling di Indonesia, pelayanan konseling
dalam sistem pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada
kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada
Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai
dengan sekarang. Layanan BK sudah mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun 1962.
Namun BK baru diresmikan di sekolah di Indonesia sejak diberlakukan kurikulum
1975.
Demikian pula halnya dengan jabatan fungsional guru bimbingan dan konseling
yang sesungguhnya hanya dapat dilaksanakan secara optimal oleh mereka yang
memang memiliki latar belakang kependidikan seperti itu. Jika suatu jabatan
fungsional dilakukan oleh orang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan dan
keprofesian yang benar, maka sangat besar kemungkinannya terjadi penyimpangan
peri-laku, penyimpangan kegiatan, dan penyimpangan penafsiran di luar batas
kewajaran yang seharusnya. Itulah yang terjadi dalam ruang lingkup bimbingan dan
konseling di tingkat sekolah dasar pada dewasa ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Bimbingan dan Konseling?
2. Bagaimana tujuan dan fungsi Bimbingan dan Konseling?
3. Bagaimana Landasan Bimbingan Konseling?
4. Bagaimana Asas dalam Bimbingan dan Konseling?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Pengertian Bimbingan dan konseling berasal dari dua kata, yaitu bimbingan dan
konseling. Bimbingan merupakan terjemahan dari giudance yang di dalamnya
terkandung beberapa makna. Sertzer dan Stone (1966 : 3) mengemukakan bahwa
gidance berasal dari guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer,
artinya: menunjukkan, mengarahkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan.
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang
ahli. Ada beberapa ahli yang mengemukakan pengertian bimbingan yaitu
1
Anas Salahudin, Bimbingan dan Koonseling, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), 13-14
2
Anas Salahudin, Bimbingan dan Koonseling, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), 15-16
1. Tujuan Umum
Tujuan umum pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya sejalan dengan
tujuan pendidikan itu sendiri karena bimbingan dan konseling merupakan bagian
integral dari sistem pendidikan. Pada undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah terwujudnya
manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmari dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tujuan khusus bimbingan dan koseling di sekoiah, diuraikan H.M. Umar, dkk.,
(1998: 20-21) sebagai berikut.
program pendidikan.
seluruh siswa.
c. Membantu menyelenggarakan kegiatan penataran bagi para guru dan personil lainnya,
yang berhubungan dengan kegiatan bimbingan.
d. Mengadakan penelitian lanjutan terhadap siswa-siswa yang telah meninggalkan
sekolah3
3
Anas Salahudin, Bimbingan dan Koonseling, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), 22-23
keluarga, dan dekadensi moral orang dewasa sangat memengaruhi pola perilaku atau
gaya hidup konseli (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari
kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti pelanggaran tata tertib
sekolah/madrasah. Tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu narkoba
atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti ganja,
narkotika ektasi, putau, dan sabu-sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas.
1. Landasan filosofis
4
Anas Salahudin, Bimbingan dan Koonseling, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), 25-26
dan konseling. Oleh karena itu, pemahaman tentang seluk-beluk manusia
merupakan suatu keniscayaan bagi para konselor.5
2. Landasan religious
5
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm
97
kemanusiaannya hendaknya diperlakukan dalam suasana dan dalam cara
yang penuh kemuliaan kemanusiaan pula.
3. Landasan psikologis
6
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Rineka cipta, 1999), hlm 187
budaya yang berbeda) sangat peka terhadap pengaruhdari sumber-
sumber hambatan komunikasi seperti bahasa dan lain sebagainya.
Perbedaan dalam latarbelakanagras atau etnik , kelas sosial ekonomi, dan
bahasa bisa menimbulkan masalah dalam hubungan konseling. Oleh
sebab itu, konselor harus bisa menjaga netralitas sosial budaya dalam
memberikan bantuan.
7
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm
101-103
8
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Rineka cipta, 1999), hlm 188
a) Asas Kerahasiaan
Asas kerahasiaan sangat sesuai dengan ajaran islam. Dalam islam sangat
dilarang seseorang menceritakan tentang aib dan keburukan orang lain bahkan islam
mengancam bagi orang-orang yang suka menbuka aib saudaranya diibaratkan
seperti memakan bangkai daging saudaranya sendiri. Al-qur’an surat (An Nur[24] :
19) menegaskan bahwa : “sesungguhnya orang-orang yang senang akan tersiarnya
suatu kekejian (keburukan atau kejahatan) ditengah-tengah orang yang telah
beriman, bagi mereka itu adalah memperoleh siksa yang pedih didunia dan
akhirat” . Relevan dengan ayat diatas Hadist menyatakan yang artinya : “ Tiada
seorang hamba menutupi kejelekan yang lain didunia, melainkan Allah Swt. Akan
menutupi kejelekannya dihari kiamat” (Hadis Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)
b) Asas kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan
baik dari pihak pembimbing (konselor) maupun dari pihak klien (siswa). Klien
(siswa) diharapkan secara sukarela, tanpa terpaksa dan tanpa ragu-ragu ataupun
merasa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan
semua fakta, data dan segala sesuatu yang berkenaan dengan masalah ang
dihadapinya kepada konselor. Sebaliknya konselor atau pembimbing dalam
memberikan bimbingan juga hendaknya jangan karena terpaksa. Dengan perkataan
lain pembimbing atau konselor harus memberikan pelayanan bimbingan dan
konseling secara ikhlas.
c) Asas Keterbukaan
Dalam bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan baik dari
pihak konselor maupun konseli (siswa). Asas ini tidak kontradiktif dengn asas
kerahasiaan karena keterbukaan yang dimaksud menyangkut kesediaan menerima
saran-saran dari luar dan kesediaan membuka diri untuk kepentingan pemecahan
masalah. Siswa yang dibimbing diharapkan dapat berbicara secara jujur dan
berterus terang tentang dirinya sehingga penelaahan pengkajian tentang berbagai
kekuatan dan kelemahannya dapat dilakukan.
Siswa diharapkan dapat membuka diri sendiri sehingga apa yang ada pada dirinya
(masalah yang dihadapinya) dapat diketahui oleh konselor atau pembimbingnya.
Selain itu siswa pun harus terbuka dengan bersedia menjawab berbagai pertanyaan
dari klien dan mengungkapkan diri konselor sendiri apabila hal tersebut dikehendaki
oleh klien. Tegasnya,dalam proses bimbingan dan konseling masing-masing pihak
harus terbuka (transparan) terhadap pihak lainnya.
d) Asa kekinian
Pelayanan bimbingan dan konseling harus berorientasi kepada masalah yang sedang
dirasakan klien (siswa) saat ini. Artinya masalah-masalah yang ditanggulangi dalam
proses bimbingan dan konseling dalah masalah-masalah yang sedang dirasakan oleh
siswa, bukan masalah yang sudah lampau dan juga bukan masalah yang mungkin
akan dialami dimasa yang akan datang. Masalah yang sedang dirasakan oleh siswa
mungkin terkait dengan masalalu dan masa yang akan datang. Dalam
penanggulangan masalah siswa, masa lalu dan yang akan datang menjadi latar
belakang dan latar depan masalah.
Asas kekinian juga mengandung makna bahwa pembimbing atau konselor tidak
boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Apabila klien meminta bantuan atau
fakta menunjukkan ada siswa yang perlu bantuan (mengalami masalah), maka
konselor hendaklah segera memberikan bantuan. Seyogianya konselor tidak
menunda-nunda memberikan bantuan kepada klien(siswa). Konselor hendaklah
lebih mementingkan kepentingan klien daripada yang lainnya.
e) Asas Kemandirian
Kemandirian merupakan salah satu tujuan pelayanan bmbingan dan konseling.
Siswa yang telah dibimbing hendaklah bisa mandiri tidak tergantung pada orang
lain dan kepada konselor. Ciri-ciri kemandirian pada siswa yang telah dibimbing
adalah : (1) mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya, (2)
menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, (3) mengambil
keputusan untuk dan oleh diri sendiri, (4) mengarahkan diri sesuai dengan
keputusan itu, (5) mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan
kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.
Menentukan kemandirian dengan ciri-ciri diatas harus disesuaikan dengan tingkat
perkembangan siswa. Kemandirian murid Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah
jangan diukur dengan kemandirian siswa SMP atau MTs dan seterusnya.
f) Asas Kegiatan
Pelayanan bimbingan dan konseling tidak akan memberikan hasil yang
berarti apabila klien (siswa) tidak melakukan sendiri kegiatan untuk mencapai
tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha yang menjadi tujuan bimbingan dan
konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dicapai dengan
kerja giat dari klien (siswa) itu sendiri. Guru pembimbing/konselor harus dapat
membangkitkan semangat klien (siswa) sehingga ia mampu dan mau melaksanakan
kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok
pembicaraan dalam proses konseling.
Asas ini juga bermakna bahwa masalah klien (siwa) tidak akan terpecahkan apabila
siswa tidak melakukan segiatan seperti dibicarakan dalam konseling.
g) Asas Kedinamisan
Usaha bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada
individu (siswa) yang dibimbing yaitu perubahan perilaku ke arah yang lebih baik.
Perubhan yang terjadi tidak sekedar mengulang-ulang hal-hal yang sama yang
bersifat monoton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan
atau suatu yang lebih maju dan dinamis sesuai dengan arah perkembangan klien
yang dikehendaki.
h) Asas Keterpaduan
Individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang apabila keadaanya tidak
seimbang, tidak serasi, dan tidak terpadu, justru akan menimbulkan masalah. Oleh
sebab itu usaha bimbingan dan konseling hendaklah memadukan berbagai aspek
kepribadian klien. Selain keterpaduan pada diri klien, juga harus terpadu dalam isi
dan proses layanan yang diberikan . Tidak boleh aspek layanan yang satu tidak
serasi apalagi bertentangan dengan aspek layanan yang lainnya.
Asas keterpaduan juga menuntut konselor memiliki wawasan yang luas tentang
perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang
dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien. Semua aspek diatas dipadukan
secara serasi dan sinergi dalam upaya bimbingan dan konseling.
i) Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling (proses bimbingan dan konseling) tidak
boleh bertantangan dengan norma-norma yang berlaku ; baik norm agama, adat,
hukum atau negara, norma ilmu, maupun norma kebiasaan sehari-hari. Seluruh isi
dan proses konseling harus sesuai dengan norma-norm yang berlaku. Demikian pula
prosedur, teknik dan peralatan (instrumen) ysng dipakai tidak menyimpang dari
norma-norma yang berlaku.
j) Asas Keahlian
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional yang
diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan
tersebut. Dengan perkataan lain pelayanan bimbingan dan konseling harus
dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian (memiliki pengetahuan dan
keterampilan) tentang bimbingan dan konseling.
Asas keahlian juga mengacu kepada kualifikasi konselor seperti pendidik dan
pengalaman. Selain itu, seorang konselor juga harus mengetahui dan memahami
secara baik teori-teori dan praktik bimbingan dan konseling.
9
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm
87-94
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1) Bimbingan dan konseling berasal dari dua kata, yaitu bimbingan dan
konseling. Bimbingan merupakan terjemahan dari giudance yang di
dalamnya terkandung beberapa makna. Sertzer dan Stone (1966 : 3)
mengemukakan bahwa gidance berasal dari guide yang mempunyai
arti to direct, pilot, manager, or steer, artinya: menunjukkan,
mengarahkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan.